Anda di halaman 1dari 8

PERANAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DALAM REFORlVIASI BIROKRASI

OIeh Bintan R. Saragih"



Abstrak

Setelah sepuluh tahun berakhimya Administrasi Orde Barn digantikan oleh Adminsitrasi Refonnasi, birokrasi di Indonesia belum banyak berubah. Nepotisme dan dispotisme masih kuat dalam rekrutmen dan pengisian. jabatan-jabatan struktural pada birokrasi penterintahan. Akibatnya korupsi dan penyalahgunaan kewenangan masih tetap marak. Diakui, bahwa sudah cukup lumayan tindakan represijyang dilakukan, aparat penegak hukum, terutama oleh KPK untuk menindak kejahatan korupsi, tetapi karena tindak-tindakan itu berkisar di situ-situ saja dan nuansa politiknya agak kental, maka terhadap refonnasi birokrasi belum banyak dampaknya.

Apa yang diinginkan oleli tulisan ini adalah reformasi pada birokrasi secara menyeluruh di Indonesia dari tingkat pusat hingga daerah. Refonnasi birokrasi pasti berdampak pada penangguZangan kejahatan korupsi. Untuk itu diajukan beberapa perbaikan birokrasi melalui pembaharuan hukum, dalam hal ini Hukum Administrasi Negara.

Kata kunci : hukum Administrasi Negara, reforrnasi birokrasi, dan korupsi

A Setelah sepuluh tahunAdministrasi Reformasi memegang kekuasaan pernerintahan di Indonesia rnenggantikanAdministrasi Orde Barn, belum terlihat perbaikan-perbaikan dalam birokrasi dan aparatur pernerintahan yang cukup berarti (signifikan), sepertinyaAdministrasi Orde Baru dengan administrasi pernerintahan sekarang ini sarna saja, tidak banyak berubah. Pelayanan kepada rnasyarakat masih minimum sekali, para PNS rnasih asyik berpolitik. Korupsi masih marak. Untuk memperbaikinya peranan HukumAdministrasi Negara sangat penting. Dalarnrangkaitulah rnakalah ini ditulis dengan judul ''Peranan HukumAdrninistrasi Negara dalamReformasi Birokrasi", Reformasi birokrasi sudah banyak dibahas di Indonesia dalarn berbagai seminar maupun perternuan ilrniah lainnya, yang rnenurut pengamatan saya dimulai pada tahun 1995. sejak rnunculnya gagasan "Good Governance" di Eropa yang dipelopori oleh Presiden Perancis Miiterand dan Kanselir Jerman Helmut Schooen pada permulaan tahun 90-an. Gagasan good governance ini menjadi pcrsyaratan dari Bank Dunia, International Monetery Fund (IMF) dan Bank Pembangunan Asia bagi negara-negara duniaketiga yang ingin rneminjam uang dari lernbaga keuangan tersebut, Akibatnya negara-negara dunia ketiga berusaha rnenyesuaikan penyelenggaraan pernerintahannya (birokrasinya) dengan konsep good governance tersebut, walaupun hak tersebut disadari sulit dilaksanakan karena berlawanan dengan konsep pernerintahan yang rnereka terapkan yang umumnya adalah pemerintah yang represif dan sentralistik. Beberapa butir dari konsep good governance seperti dikernukakan oleh Robert Hass (Menteri Ekonomi, Koperasi dan Pernbangunan J erman) dan Bank Pernbangunan Asia 1 untuk dilaksanakan oleh ne gara -negara duniaketiga adalah:

1. Melaksanakan hak asasi manusia,

• Penulis adalah Guru Sesar FISIP Ut, FH UPH, dan Program Magister Hukum USAKTI

34

Oleh : Bintan R. Saragih. Peranan Hukum Administrasi Negara dalam Reformasi Birokrasi

2. Masyarakat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan,

3. Melaksanakan hukum untuk melindungi kepentingan masyarakat,

4. Mengembangkan ekonorni pasar atas dasartanggungjawab kepada masyarakat,

5. Orientasi politik pemerintah menuju pernbangunan

6. Akuntabilitas pemerintah baikrnanajemen maupun keuangan,

7. Transparansi terhadap berbagai informasi, termasuk proses justifikasi pembangunan suatu program proyek.

Sedang penyelenggaraan pemerintahan yangjelek dapat diindentifikasikan dan indikator -indikator sebagai berikut:

1. Hal -hal yang bersifat publik dan pribadi, baik dalarn tata 1 aksana maupun kepernilikannya

tidakjelas perbedaannya,

2. Terlalu banyak regulasi pada birokrasi, sehingga menghalangi berfungsinyarnekanisrne pasar,

3. Berbagai peraturan yang berlaku tidakrnendukung terciptanya iklim kondusif dalamrnendorong

pernbangunan,

4. Pengambilan keputusan tidak transparan dan kurangnya partisipasi rnasyarakat,

5. Prioritas tidak sesuai dengan kebutuhan pernbangunan,

6. Perhatian pada hak asasi manusia kurang.

Hampir bersamaan dengan konsep good governance, 2 (dua) orang pakar dan Amerika Serikat mernperkenalkan konsep yang mirip dengan good governance tersebut, yaitu "Reinventing Government" yang juga merupakan judul dari buku mereka. Kedua pakar tersebut yaitu David Osborne dan Ted Gaeblerf mengetengahkan 10 (sepuluh) butir dari konsep reinventing government' -nya itu, yaitu:

1. Catalytic Government: steering rather than rowing (Pemerintah yang katalitik: mengemudikan ketimbang mendayung),

2. Community-Owned Government: empowering rather than serving (Pemerintah yang d.imilik:i masyarakat: memberi kewenangan ketimbang melayani),

3. Competitive Government: injecting competition into service delivery (pemerintah yang kompetitif: menyuntikkan persaingan dalampenyelenggaraanjasa),

4. Mission-Driven Government: transforming role-driven organizations (pemerintah yang rnengacu kepada misi: rnengubah organisasi yang mengacu pada aturan),

5. Results-Oriented Government: funding outcomes, not inputs (pemerintah yang berorientasi pada basil, bukan pada masukan),

6. Customer-Driven Government: meeting the needs of customer; not the bureaucracy (Pernerintah yang berorientasi pada pelanggan, memenuhi kebutuhan pelanggan bukan birokrasi),

7. Enterprising Government: earning rather than spending (pemerintah yang dikelola seperti perusahaan, mencari pendapatan ketimbang membelanjakan),

8. Anticipatory Government: prevention rather than cure (pemerintah yang antisipasif, pencegahan ketimbang pengobatan),

9. Decentralized Government: from hierarchy to participation (pemerintah yang berdasarkan desentralisasi, dan hirarki ke partisipasi),

10. Market-Oriented Government: leveraging change through the market (Pemerintah yang berorientasi pada pasar, mendongkrak perubahan melalui pasar).

35

JURNAL HUKUM. VOL. 3 NO.1 OKTOBER 2008

Kuatnya pengaruh negara-negara maju dan lembaga-lembaga keuangan international dalam memaksakan konsep good governance dalam pemberian bantuan kepada negara--negara dunia ketiga mengakibatkan negara-negara dunia ketiga berusaha menyesuaikan diri dengan konsep good governance tersebut. Indonesia, sebagai negara dunia ketiga yang sedang giat melaksanakan pembangunan mengambil langkah-langkah penjaj akan melalui kajian-kajian strategis dan ilmiah untuk dapat menyesuaikan diri dengan konsep good governance terse but. Tetapi, hal tersebut bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan, mengingat sistem yang berlaku di Indonesia sangat bertolak belakang dengan sistem terse but. Sistem politikipemerintah yang dianut adalah non demokratis (otoriter), format politik yang berlaku adalah dominasi Suharto dengan dukungan ABRI dan Birokrasi (PNS) dan menjadikan GOLKAR sebagai mesin politik memenangkan pemilu yang direkayasa. Birokrnsi berperan sebagai aparat penyelenggara administrasi negara (pejabat Tata Usaha Negara), sebagai politisi melalui KOPRPRI dan GOLKAR, dan mengambil keputusan politikmelalui MPR, DPR, dan DPRD ataupun melalui wakilnya di Kabinet Pembangunan. Birokrat bersama PNSnya benar -benar menj adi alat politik penguasa dan juga menjadi kekuatan politik Orde Baru yang disebut sebagai "politisi birokrasi". Dengan sistem seperti ini masa Orde Baru tidak dikenal netralisasi PNS atau Birokrasi. Dampaknya terhadap sistem politik.sosial, budaya dan ekonomi adalah maraknya penyalahgunaan wewenang, korupsi, kolusi, despotisme dan nepotisme.

B. Dengan kondisi Indonesia seperti yang diuraikan di atas, dapat dibayangkan betapa sulit melakukan reforrnasi atau pembaharuan penyelenggaraan pemerintahan dan birokrasi di Indonesia. Tetapi pada saat yang sarna Indonesia membutuhkan bantuan dan negara-negara donor dan lembagalembaga keuangan intemasional tersebut, karena itu tidak ada j alan lain selain mengusahakan menerapkan konsep good governance tersebut, atau setidaknya kelihatan berusaha melaksanakan konsep tersebut di Indonesia Melalui BAPPENAS, LAN, Depdagri dan lembaga-lembaga lainnya diselenggarakan berbagai kajian dan seminaruntukreforrnasi birokrasi di Indonesia dengan berbagai nama atau judul, seperti: pembaharuan administrasi, pendayagunaan aparaturnegara, refonnasi administrasi publik, desentralisasi, good governance, dan sebagainya untuk menghasilkan rekomendasi atas penerapan konsep good governance di Indonesia. Di samping itu pengiriman pejabat-pejabat (birokrat) dan akademisi Indonesia ke luar negeri mengikuti seminar-seminar yang sarna ditingkatkan, bahkan dalarn rapat-rapat lembaga keuangan international itu di mana pejabat-pejabat Indonesia hadir, masalah good governance ini selalu dibicarakan dan dibahas, serta ditekankan agar negara-negara dunia ketiga seperti Indonesia segera melaksanakannya. Hasil dati studi-studi tersebut di atas tidak banyak pengaruhnya terhadap perubahan penyelenggaraan pemerintahan dan birokrasi di Indonesia pada mas a Orde Barn., karena seperti disebut di atas kondisi tersebut bertolak belakang dengan system yang dianut di Indonesia, tetapi satu hal yang pasti, bahwa di kalangan akadernisi dan birokrat, konsep good governance bukan lagi hal yang baru, dan bila muncul suatu sistem yang baru yang mengharuskan penerapan konsep good governance maka mereka sudah siap melaksanakan. Dengan prasyarat kondisi yang dibutuhkan untuk itu, sebagaimana kami' usulkan beberapa waktu yang lalu, yaitu:

1. Netralitas politik pegawai negeri,

2. Gaji yang memadai untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan,

3. Fasilitas yang memadai,

4. Pendidikan dan pelatihan PNSlBirokrat yang terprogram dengan balk, dan;

5. Penghargaan (reward) atas prestasi yang dicapainya,

6. Dan sebagainya.

36

Oleh : Bintan R. Saragih, Peranan Hukum Administrasi NegRIa dalam Reformasi Birokrasi

Runtuhnyakekuasaan Suharto dengan Orde Barn-nya tahun 1998 dan berhasilnya gerakan reformasi memegang kekuasaan pemerintahan, reformasi birokrasipun dimulai. Melalui UndangUndang Nomor 43 Tahun 1999 dilakukan perubahan atas Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Melalui pasal3 ayat (2 dan 3) Undang-Undang bam ini disebutkan bahwa PNS harus netral dari semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan dilarang menj adi anggo ta pengurus partai politik. Tetapi dalam perjalanan waktu, reformasi birokrasi sulit juga dilakukan sebagaimana diharapkan saat dicetuskan pada mulainya gerakan reformasi. Pemerintah-pemerintah berikutnya sesudah runtuhnya Orde Bam belum bisa tegas terhadap politisi birokrasi, bahkan masih banyak di antaranya yang menduduki jabatan jabatan politik atau independen yang dilarang oleh ketentuan perundang-undangan seperti anggota DPR, DPRD, anggota KPU, dan DPD, dan pada partai politik. Sebagian dari PNS dimaksud berasal dari Perguruan Tinggi Negeri termasuk dari Universitas Indonesia. Keadaan seperti ini kurang mendukung reformasi birokrasi.

Lambatn ya reformasi birokrasi di Indonesia setelah runtuhnya rezim Orde Baru sebagian besar disebabkan lemahnya peraturan perundang-undangan yang mengatur refonnasi birokrasi tersebut. Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah yang mengatur pelaksanaan UndangUndang mulai dari Peraturan Pemerintah (PP) hingga peraturan yang lebih rendah dan biasa disebut sebagai Hukum Administrasi Negara (HAN). Sering terjadi peraturan-peraturan tersebut diminta diuji oleh MahkamahAgung karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang yang ada. Seringnya terjadi permohonan pengujian atas peraturan pelaksanaan Un dang- Undang membuat kepastian hukum terganggu, reformasi berjalan lambat dan akhimya KKN tetap sulit diberantas bahkan semakin marak dari sebelunmya. Salah satu contoh yang melemahkan reformasi birokrasi adalah kuatnya praktik, di mana pemenang pemilu di parlernen dan pemerintahan yang selalu berusaha menempatkan orang-orangnya yang ada dikalangan PNS atau kalangan PNS yang dapat dipengaruhinya untuk menempati jabatan-jabatan strategis pada eselon-eselon I dan II di pemerintahan, agar keputusan-keputusan pej abat tersebut nantinya menguntungkan partainya atau kelornpoknya balk secara materi maupun kekuasaan (pengaruh). Berbagai panitiaresmi dibentuk untuk dijadikan dasar legalnya pengangkatan-pengangkatan seperti itu, tetapi para pengamatatau kal angan internal pemerintahan bersangkutan sudah menduga hasil pengangkatan tersebut, Cara-cara seperti itu kurang mendukungpembentukan PNS (birokrat) yangprofesional sebagairnana dikehendaki oleh Undang-UndangNomor43 Tahun 1999. Sebaliknyacara-cara pengangkatan seperti itu akan rnelestarikan KKN, walaupun terjadi penggantian pernerintahan, Kecenderungan korupsi yang marak akibat praktik seperti itu adalah "discretionary corruption" dan "ideological corruption ". Menurut Guy Benveniste",

"discretionary corruption adalah korupsi yang dilakukan karen a adanya kebebasan dalam menentukan kebijakan, sekalipun nampaknya bersifat sah, bukanlah praktik-praktik yang dapat di terirna oleh para anggota organisasi. J enis korupsi seperti ini sangat sulit kalau bukan tidak mungkin dideteksi, karen a kita tidak dapat dengan mudah memastikan di mana dan kapan ia berlangsung ideological corruption adalah jenis korupsi balk yang bersifat illegal maupun diskresioneri yang dimaksudkan untuk mengejar tujuan-tujuan kelompok".

Karena itu adalah tidak berlebihan bila dikatakan bahwa dengan pemerintahan sekarang ini pemberantasan korupsi belum bisa terlalu banyak diharapkan, malah ada kecenderungan bahwa penindakan terhadap dugaan korupsi sekarang ini yang dilakukan oleh KPK adalah untuk rnelumpuhkan atau memperkecil kekuatan-kekuatan lawan politik pada pemilu 2009 yang akan datang, karena itu mereka yang banyak disorot melakukan korupsi beberapa waktu yang lalu

JURNAL HUKUM. VOL. 3 NO.1 OKTOBER 2008

tidak kunjung diperiksa oleh yang berwenang atau aman-aman saja. Dengan dernikian untuk menerapkan good governance sekarang adalah merupakan sesuatu yang amat sulit. Tetapi kajiankajian untuk itu sangat diperlukan, karena seperti disebutkan di atas, bila nanti pemerintah benarbenar ingin menerapkan konsep tersebut, perangkat sudah ada dan bahan-bahan yang diperlukan sudah tersedia.

Yang di perlukan sekarang ini adalah pembaharuan dalam Hukum Administrasi N egara yang ada sekarang ini, sehingga apabila sudah ada momentum kembali untuk menerapakan good governance dan refonnasi birokrasi, maka Hukum Adrninistrasi Negara sudah siap untuk mendukungnya. KenapaHukumAdministrasi Negara begitu besar peranannya dalam refonnasi birokrasi dan penyelenggaraan good governance? Peranannya besar kanena dengan adanya Hukum Administrasi Negara maka penyelenggaraan negara atau pemerintahan akan berjalan secara baik, seperti kita ketahui fungsi Hukum Administrasi Negara adalah:

a. Bagi masyarakat, sebagai jaminan babwa para pejabat tata usaha negara (birokrat) dalam melaksanakan tugasnya tidak akan menyalahgunakan kekuasaan atau wewcnangnya tetapi akan bertindak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang--undangan yang berlaku, dan;

b. Bagi pejabat tata usaha negara (birokrat), merupakan pegangan untuk bertindak dalam menyelenggarakan pemerintahan.

Dapat dikatakan bahwa Hukum Administrasi Negara merupakan pengendalian atas kernungkinan timbulnya tindakan sewenang-wenang dari pejabat tata usaha negara (birokrasi) dan merupakan salah satu sumber legalitas bagi mereka. Dapat dibayangkan bila dalam penyelenggaraan pemerintahan di mana kewenangan birokrat begitu besar dan luas karena setiap hari sesuai dengan perkembangan zaman kekuasaan dan kewenangan itu selalu bertambah besar dan luas. Seperti dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon dan kawan- kawarr': "Apabila kita melihat dampak suatu keputusan (tata usaha negara-pen.) terhadap orang, yang kepadanya keputusan itu ditu jukan, maka kita dapat membuat pembagian pembagian berikut:

a. Membuat ketentuan-ketentuan yang memuat larangan, perintah (termasuk didalamnya

ijin-pen.),

b. Membuat keputusan-keputusan yang menyediakan sejurnlah uang,

c. Membuat keputusan-keputusan yang membebankan suatu kewajiban keuangan,

d. Membuat keputusan-keputusan yang memberikan suatu kedudukan, dan;

e. Membuatkeputusan-keputusan untuk penyitaan.

Disarnping itu kepada birokrat diberikanjuga kewenangan berupa kebebasan bertindak atau mengarnbil keputusan menu rut pendapat sendiri, bila tidak ada atau kurangjelas hukum yang mengatur persoalan tersebut, yang bias a disebut sebagai "diskresi". "discretion" atau "freies ennessen". Bisa dibayangkan betapa besarnya kekuasaan birokrasi bila tidak ada Hukum Administrasi Negara. Salah satu contoh batasan yang diberikan oleh Hukum Adrninistrasi Negara terhadap keputusan birokrasi terse but adalah bahwakeputusan birokrasi itu tidak dapat berlaku surut (non retro aktif). Dan bila timbul sengketa antara seseorang dengan pejabat tata usaha negara dalam mana pejabat tersebut menyelenggarakan kewenangannya melalui penerbitan suatu keputusan, dan seluruh upaya administratif sudah digunakan tetapi tidak berhasil, maka akan diselesaikan oleh Peradilan Tata UsahaNegara.

Bagaimana seharusnyaPeranan Hukum Administrasi Negara dalarnreformasi birokrasi ini.

38

Oleh : Bintan R. Saragih, Peranan Hukum Administrasi Negara dalam Rejormasi Birokrasi

eli uraikan sebagai berikut ini.

1. Semua Undang-Undang yang mengatur birokrasi dan yang ada hubungannya dengan birokrasi harus sinkron atau harmoni dengan Undang-Undang Nomor43 Tahun 1999 tentang PokokPokok Kepcgawaian. Demikian juga semua peraturan perundang-undangan yang melaksanakan Undang- Undang tersebut harus taat asas atau tidak boleh bertentangan dengan Undang- Undang tersebut. Urutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yaitu:

Undang-Undang Dasar 1945,

Undang- UndangIPeraturan Pemerintah Pengganti Undang -Undang (Perpu), Peraturan Pemerintah,

Peraturan Presiden (Keputusan Presiden), dan; Peraturan Daerah

Konelisi seperti inilah yang dikehendaki oleh konsep good governance dengan rumusan: "melaksanakan hukum untuk melindungi kepentingan masyarakat, dan tidak terlalu banyak regulasi". Dengan adanya Hukum Administrasi Negara seperti itu makarefonnasi birokrasi dapat eliprediksi dengan tersedianya peraturan dengan tata laksananya yangjelas.

2. Dengan ditentukan PNS bebas partai politik atau netralisasi PNS dan partai politik dan golongan, dan membangun PNS yang profesional melalui pasal3 Undang-Undang NomOI 43 Tahun 1999, maka Hukum Administrasi Negara yang akan dibentuk untuk mengatur reformasi birokrasi hams secara jelas menentukan PNS netral dari politik dan golongan dan mereka harus profesional. Artinya, PNS yang eliangkat menduduki jabatan-j ab at an politik karena pilihan politik (kecuali menjadi Menteri) seperti: menjadi HakimAgung, anggotaDPR, DPD, DPRD, KPU, K011NAS HAM, Kepala Daerah, dan sebagainya harus diberhentikan sebagai PNS saat ditetapkan pengangkatanmerekamenduduki jabatan tersebut.Dengan demikian PNS tetap profesional. Yang kita maksudkan dengan profesional adalah sebagaimana dikemukakan oleh Nicholas Henry", yaitu:

"Suatu profesi bisa didefinisikan sebagai bidang khusus dan tersendiri, umumnya memerlukan pendidikan tinggi sekurang-kurangnya selama 4 tahun, serta menawarkan karir seumur hidup bagi yang menekuninya. Profesi selalu dikaitkan dengan masalah status. Untuk itulah mereka yang mencoba mempertahankan kedudukan terpandangn ya dalam masyarakat selalu memilih jenis profesi yang bergengsi tinggi. Setiap profesi berupaya mencapai status yang terhormat dengan menyajikan hasil memuaskan semaksimal mungkin, Untuk itu keseluruhan pengetahuan dan keahlian mengenai profesi itu harus dikuasai sepenuhnya, dengan jalan apapun yang masih wajar, demi tercapainya tingkat profesional yang makin meningkat setiap tahunnya dan karakter akademik yang makin mantap. Dengan demikian istilah profesi dan perihal profesional, erat kaitannya dengan dunia universitas dan asosiasi profesional, lembaga-lembaga yang independen dari campur tangan pemerintah, Dengan penekanan logika nalar atas nilai-nilai status, pendidikan, keahlian, spesialisasi, dan otonomi maka kaum profesional tidak menyukai politik".

Yang dimaksud dengan tidak menyukai politik, artinya mereka umumnya mengerti sekali tentang politik dan perpolitikan, tetapi mereka tidakmau terlibat dengan politik,jadi netral terhadappartai polltik dan golongan. Dalam pengertian umum, mereka inilah yang biasa disebut sebagai golongan menengah dalam suatu negara, dan semakin banyak kaum profesional ini negara biasanya semakin maju (modem tetapi bukan westemisasi) dankuat. Kaum profesionalinilah yang bisamenghindarkan diri dari salah satu ciri dari pemerintahan yangjelek atau tidak baik yaitu "hal-hal yang bersifat publik dan pribadi, baik dalam tata laksana maupun kepemilikannya tidak jelas perbedaannya".

JURNAL HUKUM, VOL. 3 NO.1 OKTOBER 2008

3. Bila Undang-Undang Nomor43 Tahun 1999 melalui pasal l? ayat(2) telah menentukan bahwa pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif 1ainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan maka Hukum Adrninistrasi Negara yang dibentuk untuk itu harus mengacu pada ketentuan tersebut. Bila Hukurn Adrninistrasi Negara sudah mengatur secara baik maka harns dilaksanakan secara konkrit dalam seleksi pejabat birokrasi. Inilah yang disebut dalam good governance sebagai "melaksanakan hak asasi manusia" dan mencegah "terlalu banyakregulasi pada birokrasi sehingga menghalangai berfungsinya mekanisme pasar". Konsep Hukum Administrasi Negara seperti ini sejalan dengan beberapa butir dari "birokrasi dalam bentuknya yang paling rasional" menurut konsep Weber seperti dikemukan oleh Surie", antara lain yaitu:

Para pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesional yang secara ideal diperkuat oleh diploma yang diperoleh melalui ujian,

Terdapat suatu struktur karir, dan kenaikan pangkat adalah mungkin baik melalui senioritas atau prestasi, dan sesuai dengan penilaian para atasan.

Refonnasi birokrasi yang dapat dilakukan menurut konsep di atas akan dapat rnencegah praktik pengangkatan pejabat-pejabat seperti yang masih berlangsung sekarang ini sebagairnana telah diuraikan pada bagian atas. Mereka yang rnemenuhi kualifikasi seperti itu tidak akan memintaminta jabatan atau kedudukan, dan bila mereka diangkat menduduki jabatan tersebut maka mereka akan selalu bertindak profesional dalam melaksanakan tugasnya, sehingga biasanya hasil pekerjaan rnereka akan maksimal dan bennanfaat bagi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan dalam mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintah yang baik.

Hal-hal di atas saja dapat dilaksanakan pacta masa ke depan ini, maka Hukum Administrasi Negara telah berperan besar dalam refonnasi birokrasi.

DAFTARRUJUKAN

Bintan R. Saragih, Beberapa Aspek Penting Dalam Pengembangan Kemampuan Profesional PNS R1, PidatoPengukuhan Sebagai Guru BesarFISIPUI di Jakarta, 26 Januari 1994.

Bintoro Tjokroami djojo, Reformasi Administrasi Publik, MfA UNKRIS, Jakarta, 200

Guy Benveniste, Birokrasi, (terjemahan), Rajawali, Jakarta, 1991

David Beetham, Birokrasi, BumiAksara, Jakarta 1990

S. F. Marbun, Peradilan Administrasi dan UpayaAdministrasi di Indonesia, un Press. Yogyakarta, 2003

Philipus Hadjon, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,1993

H. G. Surie, ilmu Administrasi Negara, Suatu Bacaan Pengantar; Gramedia, Jakarta, 1987

40

Oleh Bintan R. Saragih, Peranan Hukum Administrasi Negara dalam Reformasi Birokrasi

Girindo Pringgodigdo, Hukum Administrasi Negara dan Administrasi Daerah, Fakultas Hukum ill, Jakarta, 1980

David Osborne and Ted Gaebler, Reinventing Government, How the Entrepreneurial Spirit is Transformasing the Public Sector, A William Patrick Book. Massachusetts, 1992

Bintan R. Saragih, Perkembangan. Hukum Administrasi Negara di Indonesia Setelali 50 Tahun Merdeka dan Masa Mendatang, Majalah Hukum TRISAKTIEdisi Khusus 1996

Laporan Hasil Seminar DSE - LAN, Aspects of Decentralization Cultural Heritage and Good Governance, diBerlin Jerman, 11 s/d 22 Agustus 1997.

(And Notes)

'Robert Hass, The Issue of Good Governance in International Cooperation, makalah pada Seminar A Aspects of Decentralization Cultural Heritage and Good Governance, Berlin, Jerman. Agustus 1997.

2 David Osborne and Ted Gaebler, Reinvenling Government: How The Entrepreneurial Spirit Is Transfonning the Public Sector, A William Patrick Book, Massachusettes, Tahun 1992, (disarikan dari isi).

3 Bintan R. Saragih, Beberapa Aspek Penting Dalam Penr;ambangan Kemampuan Profesional PNS RL Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap Fakultas IImu Sosial dan IImu Politik Universitas Indonesia di Jakarta, 26 Januari 1994, hal5

4Guy Benveniste, Birokrasi. (terjemahan oleh Sahat Simamora dari judul asli Bureaucracy), Rajawali Jakarta, hal 166-167.

s Philipus Hadjon, dkk, Penganlar Hukuin Administrasi Ner;ara Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1993, hal. 123.

6 Nicholas Henry, Adminisira.si Negara dan Masalah-masaIah Kenegaraan , (terjemahaan], Rajawal I, Jakarta, Tahun. 1988, hal. 301

1 H. G. Surie, ILmuAdministrasi Negara.Gramedia, Jakarta, hal. 248.

Anda mungkin juga menyukai