Hematuria didefinisikan sebagai keberadaan setidaknya 5 sel darah merah (SDM) per
mikroliter urin. Prevalensi hematuria pada anak usia sekolah dasaradalah sekitar 0,5-2,0%.
Penelitian kuantitatif menunjukkan anak-anak normal mengekskeresikan lebih dari 500.000
SDM per 12 jam. Hal ini dipengaruhi oleh demam dan atau aktivitas fisik.
Secara klinis adanya hematuria dapat dibuktikan secara kualitatif dengan “dipstick”
urin yang sensitif terhadap reaksi kimia peroksidasea antara hemoglobin (atau mioglobin) dan
bahan kimia yang terdapat dalam dipstick tersebut.Dipstick yang tersedia di pasaran
umumnya sanggup mendeteksi hingga 3-10 SDM/µL urin. Hematuria bermakna pada
dipstick menunjukkan adanya >50 SDM/µL. Hasil negative palsu dapat terjadi pada adanya
formalin (sering digunakan sebagai pengawet urin) atau adanya asam askorbat dalam jumlah
tinggi di urin. Hasil positif palsu dapat terjadi pada anak dengan demam, setelah beraktivitas
fisik, jika terdapat darah menstruasi, pH urin alkali (<9), atau adanya agen
pengoksidasiseperti hidrogen peroksida yang biasa digunakanuntuk membersihkan perineum
sebelum mengabil sampel. Analisis mikroskopik dari 10-15 mL urin segar yang disentrifugasi
sangat penting untuk menegakkan diagnosis hematuria jika terdapat hasil dipstick positif.
Urinalisis sebagai pemeriksaan tapis sebaiknya dilakukan pada kunjungan anak pada umur 5
tahun dan sekali selama masa remaja.
Urin berwarna merah tanpa SDM dapat dilihat pada beberapa keadaan medis yang
tercapntum pada tabel 1. Urin positif heme tanpa SDM disebabkan oleh keberadaan
hemoglobin atau mioglobin. Hemoglobinuria tanpa hematuria dapat disebabkan oleh adanya
hemolisis. Mioglobinuria tanpa hematuria terjadi pada sindrom rabdiomiolisis setelah cedera
otot rangka dan disertai peningkatan sebanyak lima kali pada kadar kreatin kinase plasma.
Rabdomiolisis dapat terjadi secara sekunder akibat miositis viral, luka remuk, abnormalitas
elektrolit berat (hipernatremia, hipofosfatemia), hipotensi, koagulasi intravaskulas
terdisseminasi (DIC), toksin (obat, racun), dan kejang berkepanjangan.
Urin tanpa heme dapat terlihat merah, coklat kola, atau merah keunguan akibat
konsumsi berbagai jenis obat, makanan atau pewarna makanan. Urin dapat berwarna coklat
kehitamana atau hitam jika terdapat berbagai kelainan metabolit urin.
Pemeriksaan anak dengan hematuria harus dimulai dengan anamnesis teliti,
pemeriksaan fisik dan urinalisis. Informasi yang didapat digunakan untuk menentukan asal
hematuria (atas atau bawah) dan untuk menentukan derajat kegawatan berdasarkan
simptomatologis. Perhatian lebih harus diberikan jika terdapat riwayat keluarga, adanya
sindrom abnormalitas / malformalitas anatomis, dan adanya hematuria berat (gross
hematuria).
Penyebab hematuria dapat dilihat pada tabel 2. Sumber hematuria di dari saluran
kemih bagian atas berasal dari nefron (glomerulus, tubulus kontortus dan interstisium).
Hematuria di saluran kemih bagian bawah berasal dari sistem pelvokaliks, ureter, kandung
kemih dan uretra. Hematuria yang berasal dari nefron seringkali tampak sebagai urin
berwarna coklat, coklat cola, atau merah keunguan, disertai proteinuria (>100 mg/dL dengan
dipstick), terdapat cast SDM dan akantosit atau kelaianan bentuk SDM lain pada pemeriksaan
mikroskopik urin. Hematuria yang berasal dari tubulus kontortus dapat dilihat dari
keberadaan cast leukosit atau sel epitel tubulus renal. Hematuria dari saluran kemih bagian
bawah umumnya dihubungkan dengan hematuria berat, hematuria terminal (hematuria terjadi
pada saat aliran urin akan berakhir), bekuan darah, morfologi urin SDM normal, dan
proteinuria minimal pada dipstick (<100 mg/dL).
*
Menunjukkan adanya glomerulonefritis dengan hipokomplemensemia
Anamnesis riwayat pada keluarga sangat penting pada pemeriksaan awal anak dengan
kecurigaan hematuria akibat faktor genetik. Penyakit glomerulus herediter nefritis (sindrom
Alport), nefropati membran basal glomerulus tipis (thin glomerular basement membrane
nephropathy), nefritis lupus erimatosus sistemik,dan nefropati IgA (penyakit Berger).
Gangguan ginjal lain yang dapat menyebabkan hematuria dengan komponen herediter adalah
penyakit ginjal polikistik, urolitiasis dan penyakit sel sabit.
Pemeriksaan fisik sangat penting dalam menentukan penyebab hematuria. Hipertensi,
edema tubuh, hepatosplenomegali atau tanda-tanda gagal jantung dapat menunjukkan adanya
glomerulonefitis akut. Beberapa sindrom malformasi yang dapat berhubungan dengan
penyakit ginjal termasuk sindrom VATER (vertebral body anomalies [anomaly vertebra
badan], anal atresia [atresia anal], tracheo esophageal fistula [fistula trakeo-esofageal], dan
renal dysplasia [dysplasia renal]). Massa abdomen dapat disebabkan oleh obstruksi katup
uretra posterior,obstruksi junction uteropelvis, penyakit ginjal polikistik atau tumor Wilms.
Hematuria yang ditemukan pada pasien dengan gangguan neurologis atau kulit dapat
merupakan akibat penyakit ginjal kistik atau tumor yang dihubungkan dengan beberapa
sindrom, termasuk sklerosis tuberosa, sindrom von Hippel-Lindau, dan sindrom Zellweger
(serebrohepatorenal). Abnormalitas anatomi dari genitalia eksternal dapat dihubungkan
dengan penyakit ginjal.
Pasien dengan hematuria berat (gross hematuria) dapat memberikan kesulitan
tersendiri karena adanya kekhawatiran orang tua. Keadaan ini harus dibedakan dengan
uretroragia, yakni perdarahan dari uretra tanpa disertai urin yang disertai dysuria dan bercak
perdarahan pada celana dalam setelah kencing. Kondisi ini, yang sering terjadi pada anak
laki-laki pre-pubertas dengan selang waktu beberapa bulan, adalah keadaan medis ringan dan
akan sembuh sendiri. Penyebab hematuria berat terdapat pada tabel 3. Penyebab paling umum
dari hematuria berat adalah infeksi saluran kemih. Kurang dari 10% pasien menunjukkan
bukti adanya glomerulonefritis. Hematuria berat berulang menunjukkan adanya nefropati
IgA, sindrom Alport, thin glomerular basement membrane nephropathy, hiperkalsiuria atau
urolitiasis.
YA TIDAK
Anak dengan hematuria mikroskopik terisolasi persisten dengan jangka waktu lebih
dari 2 minggu mempunyai dilema tersendiri dalam memutuskan pemeriksaan yang
diperlukan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4. Pemeriksaan awal untuk anak dengan keadaan
ini sebaiknya juga disertai kultur urin diikuti pemeriksaan kadar kalsium dan kreatinin pada
pasien dengan hasil kultur negatif. Jika hasil pemeriksaan ini normal, sebaiknya dilakukan
urinalisis untuk semua kerabat terdekat (orang tua dan saudara). Ultrasonografi ginjal dan
kandung kemih sebaiknya dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan lesi struktural
seperti tumor, penyakit kistik, hidronefrosis, atau urolitiasis. Ultrasonografi dari saluran
kemih sangat berguna pada pasien dengan hematuria berat, nyeri abdomen, nyeri pinggang,
atau trauma. Jika hasil penelitian awal ini tetap normal, disarankan dilakukan pemeriksaan
kreatinin dan elektrolit serum.
Temuan kelainan hematologis tertentu dapat mempersempit diagnosis banding.
Anemia pada hematuria dapat disebabkan oleh:
1. Pengenceran (dilusi) intravascular sekunder akibat hipovolemia yang
berhubungan dengan gagal ginjal akut.
2. Berkurangnya produksi SDM pada gagal ginjal kronis
3. Hemolisis pada sindrom hemolitik-uremik atau SLE
4. Kehilangan darah dari pendarahan parau seperti pada sindrom Goodpasture atau
melena pada pasien dengan purpura Henoch-Schönlein atau sindrom hemolitik-
uremik.
Pemeriksaan hapusan darah tepi dapat menunjukkan proses mikroangiopati yang sesuai
dengan sindrom hemolitik-uremik, trombosis vena ginjal, vaskulitis, atau SLE. Pada keadaan
terakhir, adanya autoantibodi dapat ditunjukkan dengan reaksi Coombs positif, adanya
antibodi antinuclear, leukopenia dan penyakit multisistem. Trombositopenia dapat
diakibatkan oleh berkurangnya produksi trombosit (pada keganasan) atau peningkatan
konsumsi trombosit (SLE, purpura trombositopenik idiopatik, sindrom hemolitik-uremik,
trombosis vena ginjal). Walaupun morfologi SDM urin dapat normal pada perdarahan saluran
kemih bawah dan dismorfik pada perdarahan glomerular, morfologi sel tidak secara pasti
berhubungan dengan lokasi hematuria. Pemeriksaan tapis yang paling baik untuk gangguan
pembekuan darah adalah melalui anamnesis menyeluruh. Pemeriksaan masa pembekuan
darah tidak perlu secara rutin dilakukan kecuali jika terdapat riwayat pribadi atau keluarga
menunjukkan adanya kecenderungan untuk perdarahan.
Sistouretrogram setelah kencing hanya diperlukan pada pasien dengan infeksi saluran
kemih, luka ginjal, hidroureter, atau pielokaliektasis. Sistoskopi merupakan prosedur yang
tidak diperlukan dan mahal pada pasien hematuria dengan resiko tambahan karena
memerlukan anastesia. Prosedur ini sebaiknya hanya dilakukan pada anak dengan massa di
kandung kemih yang ditemukan oleh pemeriksaan USG, adanya abnormalitas uretra akibat
trauma, adanya keberadaan katup uretra posterior, atau tumor. Hematuria berat unilateral
yang dapat ditemukan degan sistoskopi jarang ditemukan pada pasien pediatric.
Perujukan apda nefrolog anak dangat direkomendasikan untuk pasien dengan nefritis
(glomerulonefritis, nefritis tubulointerstisial), hipertensi, insufisiensi ginjal, urolitiasis /
nefrokalsinosis, atau riwayat penyakit ginjal pada keluarga seperti penyakit ginjal
polikistikatau nefritis herediter. Biopsy ginjal diindikasikan untuk anak dengan hematuria
mikroskopik persisten atau hematuria berat berulang yang disertai penurunan fungsi ginjal,
proteinuria atau hipertensi.
Anak-anak dengan hematuria asimptomatis terisolasi dan mempunyai hasil
pemeriksaan normal sebaiknya diperiksakan nilai kreatinin plasma sekali setahun dan tekanan
darah serta urin setiap 3 bulan hingga hematuria hilang. Diagnosis yang perlu dipikirkan
dalam keadaan ini adalah glomerulonefritis paskainfeksi yang berada dalam masa pemulihan,
penyakit membrane basal tipis, nefropati IgA, atau aktivitas fisik berat / trauma. Rujukan
kepada nefrolog pediatrik sebaiknya dipertimbangkan untuk anak dengan hematuria
asimptomatis persisten dengan durasi hematuria lebih dari 1 tahun.
DAFTAR PUSTAKA