Anda di halaman 1dari 63

KOMPETENSI SUPERVISI PENGAWAS SEKOLAH

AKADEMIK PENDIDIKAN MENENGAH


03-B6b

STRATEGI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN


KEWARGANEGARAAN DAN
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN


DIREKTORAT JENDERAL
PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
2008
KATA PENGANTAR

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 12 Ta-


hun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah berisi standar kualifi-
kasi dan kompetensi pengawas sekolah. Standar kualifikasi menjelaskan per-
syaratan akademik dan nonakademik untuk diangkat menjadi pengawas seko-
lah. Standar kompetensi menjelaskan seperangkat kemampuan yang harus di-
miliki dan dikuasai pengawas sekolah untuk dapat melaksanakan tugas pokok,
fungsi, dan tanggung jawabnya.
Ada enam dimensi kompetensi yang harus dikuasai pengawas sekolah
yakni: (a) kompetensi kepribadian, (b) kompetensi supervisi manajerial, (c)
kompetensi supervisi akademik, (d) kompetensi evaluasi pendidikan, (e) kom-
petensi penelitian dan pengembangan, dan (f) kompetensi sosial. Dari hasil
uji kompetensi di beberapa daerah menunjukkan kompetensi pengawas seko-
lah masih perlu ditingkatkan terutama dimensi kompetensi supervisi manaje-
rial, supervisi akademik, evaluasi pendidikan, dan kompetensi penelitian dan
pengembangan. Untuk itu diperlukan adanya diklat peningkatan kompetensi
pengawas sekolah baik bagi pengawas sekolah dalam jabatan, terlebih lagi
bagi para calon pengawas sekolah.
Materi dasar untuk semua dimensi kompetensi sengaja disiapkan agar
dapat dijadikan rujukan oleh para pelatih dalam melaksanakan diklat pening-
katan kompetensi pengawas sekolah di mana pun pelatihan tersebut dilakana-
kan. Kepada tim penulis materi diklat kompetensi pengawas sekolah yang ter-
diri atas dosen LPTK dan widya iswara dari LPMP dan P4TK kami ucapkan
terima kasih. Semoga tulisan ini ada manfaatnya.

Jakarta, Juni 2008


Direktur Tenaga Kependidikan
Ditjen PMPTK

Surya Dharma, MPA., Ph.D

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Dimensi Kompetensi .............................................................. 1
C. Kompetensi yang Hendak Dicapai ......................................... 1
D. Indikator Pencapaian Kompetensi .......................................... 2
E. Alokasi Waktu ........................................................................ 2
F. Skenario .................................................................................. 2

BAB II STRATEGI PEMBELAJARAN PKN DAN IPS


A. Karakteristik Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan... 4
B. Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial........... 10
C. Tujuan Pembelajaran PKn dan Ilmu Pengetahuan Sosial ....... 14
D. Model Pembelajaran Terpadu dalam IPS ................................ 17
E. Strategi Pembelajaran PKn dan IPS ........................................ 19
F. Model Pelaksanaan Pembelajaran PKn dan IPS ..................... 43
G. Faktor Penting dalam Implementasi Strategi Pembelajaran
PKn dan IPS ............................................................................ 47
H. Implikasi Pembelajaran IPS .................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 51


LAMPIRAN ........................................................................................... 59

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tugas pengawas satuan pendidikan tidak hanya melakukan supervisi
manajerial kepala sekolah, namun juga membina guru melalui supervisi aka-
demik. Dalam pembinaan guru tentu harus mengacu pada kompetesi guru, ter-
utama kompetensi profesional berkaitan dengan proses pembelajaran. Sejalan
dengan perkembangan teknologi serta teori-teori pembelajaran, maka guru
pun dituntut mampu menguasai dan memilih strategi pembelajaran yang tepat,
sehingga menjadikan siswa aktif, kreatif, dan belajar dalam suasana senang
serta efektif.
Menghadapi tugas tersebut pengawas tentu harus menguasai strategi/
metode/teknik pembelajaran/bimbingan yang up to date. Bila pengetahuan pe-
ngawas sudah ketinggalan, apa lagi hanya mengandalkan pengalaman tanpa
didukung teori-teori, maka pengawas tidak akan mandapatkan respek dari pa-
ra guru yang dibinanya. Paling tidak, untuk jenjang pendidikan menengah pe-
ngawas harus memahami garis besar strategi pembelajaran setiap mata pelajar-
an misalnya: Matematika, IPA, PKn, IPS, bahasa Indonesia, dan bahasa Ing-
gris, Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan, serta Pendidikan Seni
dan Budaya.
Materi pelatihan ini dimaksudkan memberikan wawasan bagi pengawas
dalam melaksanakan tugas supervisi akademik untuk mata pelajaran Pendidik-
an Kewarganegaran dan Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah menengah.

B. Dimensi Kompetensi
Dimensi kompetensi yang diharapkan dibentuk pada akhir Diklat ini
adalah dimensi Kompetensi Supervisi Akademik.

C. Kompetensi yang Hendak Dicapai


Setelah mengikuti pelatihan ini pengawas diharapkan dapat membim-
bing guru dalam memilih dan menggunakan strategi/metode/teknik pembela-
jaran/bimbingan yang dapat mengembangkan potensi siswa melalui mata-ma-
ta pelajaran yang relevan di sekolah menengah.

1
D. Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator pencapaian hasil diklat ini adalah apabila pengawas dapat me-
mahami:
1. Karakteristik Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
2. Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
3. Tujuan Pembelajaran PKn dan Ilmu Pengetahuan Sosial
4. Model Pembelajaran Terpadu dalam Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
5. Strategi Pembelajaran PKn dan IPS
6. Model Pelaksanaan Pembelajaran PKn dan IPS
7. Faktor Penting dalam Implementasi Strategi Pembelajaran PKn dan IPS
8. Implikasi Pembelajaran IPS

E. Alokasi Waktu
No. Materi Diklat Alokasi
1. Karakteristik Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan 2 jam
2. Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial 2 jam
3. Tujuan Pembelajaran PKn dan Ilmu Pengetahuan Sosial 2 jam
4. Model Pembelajaran Terpadu dalam Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 2 jam
5. Strategi Pembelajaran PKn dan IPS 2 jam
6. Model Pelaksanaan Pembelajaran PKn dan IPS 2 jam
7. Faktor Penting dalam Implementasi Strategi Pembelajaran PKn dan 2 jam
IPS
8. Implikasi Pembelajaran IPS 2 jam
Jumlah jam pelajaran 16 JP

F. Skenario Pelatihan
1. Perkenalan
2. Penjelasan tentang dimensi kompetensi, indikator, alokasi waktu dan ske-
nario pendidikan dan pelatihan strategi pembelajaran Pembelajaran PPKn
dan IPS
3. Pre-test
4. Eksplorasi pemahaman peserta berkenaan dengan strategi pembelajaran
Pembelajaran PPKn dan IPS melalui pendekatan andragogi.
5. Penyampaian Materi Diklat:
a. Menggunakan pendekatan andragogi, yaitu lebih mengutamakan pe-
ngungkapan kembali pengalaman peserta pelatihan, menganalisis, me-

2
nyimpulkan, dan mengeneralisasi dalam suasana diklat yang aktif,
inovatif, kreatif, efektif, menyenangkan, dan bermakna. Peranan pela-
tih lebih sebagai fasilitator.
b. Diskusi tentang indikator keberhasilan strategi pembelajaran Pembe-
lajaran PPKn dan IPS.
c. Praktik/Simulasi penyusunan langkah-langkah pembinaan/supervisi
guru dalam pemilihan strategi pembelajaran Pembelajaran PPKn dan
IPS.
6. Post test.
7. Refleksi bersama antara peserta dengan pelatih mengenai jalannya pelatih-
an strategi pembelajaran Pembelajaran PPKn dan IPS.
8. Penutup

3
BAB II
STRATEGI PEMBELAJARAN PKn DAN IPS

A. Karakteristik Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan


Kompetensi Supervisi Akademik merupakan salah satu kompetensi yang
harus dimiliki oleh para pengawas satuan pendidikan. Kompetensi ini berke-
naan dengan kemampuan pengawas dalam rangka pembinaan dan pengem-
bangan kemampuan guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan bim-
bingan di sekolah/satuan pendidikan. Secara spesifik pengawas satuan pendi-
dikan harus memiliki kemampuan untuk membantu guru dalam memahami
dan mengembangkan substansi tiap mata pelajaran atau rumpun mata pelajar-
an khususnya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Berdasarkan tataran empiris dan kontekstual masih terlihat jelas adanya
kesenjangan antara tataran normatif dengan fenomena ideologis, sosial, poli-
tik, dan cultural dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara RI.
Tataran normatif sejak kita merdeka sudah terukir dengan indah apa yang
menjadi komitmen kita bersama sebagai sebuah bangsa yaitu: “Pemerintah
Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial….” (Pembukaan UUD
1945). Komitmen kebangsaan yang sangat tinggi yang tertulis secara norma-
tif dengan kenyataan yang ditampilkan masih perlu pembenahan. Kesenjang-
an ini terus bergulir, puncaknya adalah krisis nasional, yang dikenal dengan
kisis multidimensi. Untuk itu maka perlu pendidikan yang efektif dan bermu-
tu.
Salah satu masalah yang terkait dengan penerapan esensi pendidikan il-
mu pengetahuan sosial contohnya mata pelajaran kewarganegaraan adalah
memudarnya rasa nasionalisme dan patriotisme dan munculnya arogansi ke-
sukuan dan golongan yang merusak sendi-sendi demokratisasi.
Salah satu upaya untuk mengatasi masalah memudarnya rasa nasionalis-
me dan patriotisme dalam memperjuangkan jati diri bangsa Indonesia dalam
persaingan global dan memudarnya integrasi nasional, maka diperlukan sosi-

4
alisasi hasil kajian esensi pendidikan kewarganegaraan dan sosialisasi bagai-
mana pembelajarannya agar mampu memperkuat revitalisasi nasionalisme In-
donesia menuju character and nation building sebagai tumpuan harapan pen-
didikan masa depan. Juga dapat memperkuat kembali komitmen kebangsaan
yang selama ini mulai memudar dengan tekad memperjuangkan bangsa Indo-
nesia yang berkualitas dan bermartabat. Dengan demikian maka Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik dan moral bangsa adalah sebuah
keniscayaan yang tak bisa ditawar untuk tetap eksis dan maju ke arah paradig-
ma baru yang terkenal dengan arah baru atau paradigma moderat.
Menurut Malik Fajar (2004: 4) sejak tahun 1994, pembelajaran PKn
menghadapi berbagai kendala dan keterbatasan. Kendala dan keterbatasan
tersebut adalah: (1) masukan instrumental (instrumental input) terutama yang
berkaitan dengan kualitas guru serta keterbatasan fasilitas dan sumber belajar,
dan (2) masukan lingkungan (instrumental input) terutama yang berkaitan de-
ngan kondisi dan situasi kehidupan politik negara yang kurang demokratis.
Beberapa petunjuk empiris menyangkut permasalahan tersebut antara
lain sebagai berikut. Pertama, proses pembelajaran dan penilaian dalam IPS
lebih menekankan pada aspek instruksional yang sangat terbatas, yaitu pada
penguasaan materi (content mastery). Dengan kata lain lebih menekankan
pada dimensi kognitifnya sehingga telah mengabaikan sisi lain yang penting,
yaitu pembentukan watak dan karakter yang sesungguhnya menjadi fungsi
dan tujuan utama IPS. Kedua, pengelolaan kelas belum mampu menciptakan
suasana yang kondusif untuk berkembangnya pengalaman belajar siswa yang
dapat menjadi landasan untuk berkembangnya kemampuan intelektual siswa
(state of mind ). Proses pembelajaran yang bersifat “satu arah” dan pasif baik
di dalam maupun di luar kelas telah berakibat pada miskinnya pengalaman
belajar yang bermakna (meaningful learning) dalam proses pembentukan wa-
tak dan perilaku siwa. Untuk itu sangat penting bagi kita untuk membangun
model-model pembelajaran khususnya dalam IPS dalam rangka, menciptakan
proses belajar yang menyenangkan, mengasyikkan, sekaligus mencerdaskan.
Ketiga, pelaksanaan kegiatan ektra-kurikuler sebagai wahana sosio-pedagogis
melalui pemanfaatan “ hands-on experience” juga belum berkembang sehing-
ga belum memberikan kontribusi yang berarti dalam menyeimbangkan antara
penguasaan teori dan pembinaan perilaku, khususnya yang berkaitan dengan

5
pembiasaan hidup yang terampil dalam suasana yang demokratis dan sadar
hukum.
Kompleksitas permasalahan yang melukiskan betapa banyaknya kenda-
la kurikuler dan sosio-kultural dalam pembelajaran IPS untuk mencapai hasil
belajar yang menyeluruh, yang dalam pendekatan pembelajaran kontekstual
merupakan prinsip penting apabila kurikulum berbasis kompetensi atau kepri-
badian yang diusulkan oleh Winataputra (2004: 21). Khususnya dalam mena-
namkan sikap, nilai dan perilaku yang dapat dijadikan landasan untuk mem-
bentuk watak dan karakter para siswa didik dalam konteks negara-bangsa In-
donesia.
Empat pilar belajar yang diperkenalkan oleh UNESCO dalam Soedijar-
to (2004: 10-18) yaitu learning to know, seperti telah dikemukakan oleh Philip
Phoenix, proses pembelajaran yang mengutamakan penguasaan ways of
knowing atau mode of inquire telah memungkinkan siswa untuk terus belajar
dan mampu memperoleh pengetahuan baru dan tidak hanya memperoleh pe-
ngetahuan dari hasil penelitian orang lain, melainkan dari hasil penelitiannya
sendiri. Karena itu, hakikat dari learning to know adalah proses pembelajaran
yang memungkinkan siswa menguasai tehnik menemukan pengetahuan dan
bukan semata-mata hanya memperoleh pengetahuan. Learning to do yaitu
pembelajaran untuk mencapai kemampuan untuk melaksanakan controlling,
monitoring, maintaining, designing, organizing. Belajar ini terkait dengan be-
lajar melakukan sesuatu dalam situasi yang konkret yang tidak hanya terbatas
kepada penguasaan keterampilan mekanistis melainkan meliputi kemampuan
berkomunikasi, bekerja sama dengan orang lain, mengelola dan mengatasi
konflik, menjadi pekerjaan yang penting.
Learning to live together yaitu membekali siswa kemampuan untuk hi-
dup bersama dengan orang lain yang berbeda, dengan penuh toleransi, saling
pengertian dan tanpa prasangka. Dalam hubungan ini, prinsip relevansi sosial
dan moral. Learning to be, keberhasilan pembelajaran untuk mencapai pada
tingkatan ini diperlukan dukungan keberhasilan dari pilar pertama, kedua, dan
ketiga, yaitu : tiga pilar yaitu learning to know, learning to do, dan learnig to
live together ditujukan bagi lahirnya siswa didik yang mampu mencari infor-
masi dan menemukan ilmu pengetahuan, yang mampu memecahkan masalah,
dan mampu bekerja sama, bertenggang rasa, dan toleran terhadap perbedaan.

6
Bila ketiganya berhasil dengan memuaskan akan menumbuhkan rasa
percaya diri pada siswa didik, sehingga menjadi manusia yang mampu menge-
nal dirinya, yakni manusia yang berkepribadian yang mantap dan mandiri.
Manusia yang utuh yang memiliki kemantapan emosional dan intelektual,
yang mengenal dirinya, yang dapat mengendalikan dirinya dengan konsisten
dan memiliki rasa empati (tepo seliro), atau disebut memiliki Emotional
Intelligence.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sis-
tem Pendidikan Nasional, Pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa ”Pendidikan
nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai
agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan peru-
bahan zaman”. Pasal 37 menyebutkan bahwa, ”Kurikulum pendidikan dasar
dan menengah wajib memuat: (a) pendidikan Agama; (b) pendidikan Kewar-
ganegaraan; (c) Bahasa; (d) Matematika;(e) Ilmu Pengetahuan Alam; (f) Ilmu
Pengetahuan Sosial; (g) Seni dan Budaya; (h) Pendidikan Jasmani dan Olah-
raga; (i) Keterampilan/Kejuruan; dan (j) Muatan Lokal”.Dari isi Undang-Un-
dang Sisdiknas di atas jelas eksistensi PKn dalam kurikulum persekolahan
adalah berdiri sendiri sebagai mata pelajaran.
Istilah yang sering digunakan selain PKn adalah civics. Henry Randall
Waite (1886) seperti dikutip oleh Sumantri (2001: 281) merumuskan penger-
tian Civics sebagai ilmu kewarganegaraan yang membicarakan hubungan ma-
nusia dengan: (a) perkumpulan yang terorganisir (organisasi sosial, organisasi
ekonomi, dan organisasi politik); dan (b) individu dengan negara. Istilah lain
yang hampir sama maknanya dengan civics adalah citizenship.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu dari lima tradisi
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yakni citizenship tranmission, saat ini
sudah berkembang menjadi tiga aspek pendidikan Kewarganegaraan (citizenship
education), yakni aspek akademis, aspek kurikuler, dan aspek social budaya.
Secara akademis pendidikan kewarganegaraan dapat didefinisikan sebagai su-
atu bidang kajian yang memusatkan telaahannya pada seluruh dimensi psiko-
logis dan sosial budaya kewarganegaraan individu, dengan menggunakan il-
mu politik, ilmu pendidikan sebagai landasan kajiannya atauan penemuannya
intinya yang diperkaya dengan disiplin ilmu lain yang relevan, dan mempunyai

7
implikasi kebermanfatan terhadap instrumentasi dan praksis pendidikan seti-
ap warga negara dalam konteks sistem pendidikan nasional (Wiranaputra,
2004).
Menurut Malik Fajar (2004: 6-8) bahwa PKn sebagai wahana untuk me-
ngembangkan kemampuan, watak dan karakter warganegara yang demokratis
dan bertanggungjawab, PKn memiliki peranan yang amat penting. Mengingat
banyak permasalahan mengenai pelaksanaan PKn sampai saat ini, maka arah
baru PKn perlu segera dikembangkan dan dituangkan dalam bentuk standar
nasional, standar materi serta model-model pembelajaran yang efektif dalam
mencapai tujuannya. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai arah ba-
ru yaitu:
Pertama, PKn merupakan bidang kajian kewarganegaraan yang ditopang
berbagai disiplin ilmu yang relevan, yaitu: ilmu politik, hukum, sosiologi, an-
tropologi, psikologi, dan disiplin ilmu lainnya, yang digunakan sebagai landas-
an untuk melakukan kajian-kajian terhadap proses pengembangan konsep, ni-
lai, dan perilaku demokrasi warganegara. Kemampuan dasar terkait dengan
kemampuan intelektual, sosial (berpikir,bersikap, bertindak, serta berpartisi-
pasi dalam hidup bermasyarakat). Substansi pendidikan (cita-cita, nilai, dan
konsep demokrasi) dijadikan materi kurikulum PKn yang bersumber pada pi-
lar-pilar demokrasi konstitusional Indonesia.
Kedua, PKn mengembangkan daya nalar (state of mind) bagi para peser-
ta didik. Pembangunan karakter bangsa merupakan proses pengembangan
warga negara yang cerdas dan berdaya nalar tinggi. PKn memusatkan perhati-
annya pada pengembangan kecerdasan (civic intelligence), tanggungjawab
(civic responsibility), dan partisipasi (civic participation) warga negara seba-
gai landasan pengembangan nilai dan perilaku demokrasi.
Ketiga, PKn sebagai suatu proses pencerdasan, maka pendekatan pem-
belajaran yang digunakan adalah yang lebih inspiratif dan pertisipatif dengan
menekankan pada pelatihan penggunaan logika dan penalaran.
Untuk memfasilitasi pembelajaran PKn yang efektif dikembangkan ba-
han belajar interaktif yang dikemas dalam berbagai bentuk paket seperti ba-
han belajar tercetak, terekam, tersiar, elektronik, dan bahan belajar yang diga-
li dari lingkungan masyarakat sebagai pengalaman langsung. Di samping itu
upaya peningkatan kualifikasi dan mutu guru PKn perlu dilakukan secara sis-

8
tematis agar terjadinya kesinambungan antara pendidikan guru melalui LPTK,
pelatihan dalam jabatan, serta pembinaan kemampuan profesional guru secara
berkelanjutan dalam mengelola proses pembelajaran untuk mencapai hasil be-
lajar yang diharapkan.
Keempat, kelas PKn sebagai laboratorium demokrasi. Melalui PKn, pe-
mahaman, sikap, dan perilaku demokratis dikembangkan bukan semata-mata
melalui ”mengajar demokrasi” (teaching democraty), tetapi melalui model
pembelajaran yang secara langsung menerapkan cara hidup berdemokrasi
(doing democray). Penilaian bukan semata-mata dimaksudkan sebagai alat
kendali mutu tetapi juga sebagai alat untuk memberikan bantuan belajar bagi
siswa sehingga dapat lebih berhasil di masa depan. Evaluasi dilakukan secara
menyeluruh termasuk portofolio siswa dan evaluasi diri yang lebih berbasis
kelas.
Dari arah baru PKn yang diharapkan terealialisasikan dalam kehidupan
nyata di sekolah maupun di masyarakat , yang terbentang ke seluruh Tanah
Air. Untuk itu diperlukan pemahaman bersama untuk disosialisasikan dalam
bentuk kerja nyata dalam pembentukan kepribadian siswa menjadi priibadi
yang utuh, dan insan kamil yang menjadi tumpuan harapan kita bersama yak-
ni dapat menjawab tantangan pembelajaran pada abad 21, yakni: (1) berpikir
kritis dan menyelesaikan masalah-masalah; (2) kreatif dan inovasi; (3) kete-
rampilan berkomunikasi dan menggali dan menyampaikan informasi; (4) ke-
terampilan berkolaborasi; (5) pembelajaran kontekstual; dan (6) keterampilan
menggunakan teknologi dan media komunikasi dan informasi.
Tidak mudah memang, namun bukan berarti tidak bisa dilakukan, semua
sangat bergantung pada niat, dan dorongan kita bersama untuk memberikan
dukungan, sehingga apa harapannya yang bersemangat berubah yang lebih
penting adalah guru sebagai pelaku langsung di lapangan.
Selain itu juga akan terbangun budaya demokrasi, yang menjadi esensi
materi pembelajaran yang perlu disampaikan oleh guru. Adapun prinsip-prin-
sip demokrasi menurut Masykuri Abdullah (Dede Rosyada, 2003: 117-119)
adalah persamaan, kebebasan dan pluralisme. Robert Dahl dalam tulisan yang
sama, bahwa prinsip yang harus ada dalam demokrasi yaitu: (1) kontrol atas
keputusan pemerintah, (2) pemilihan yang teliti dan jujur, (3) hak memilih
dan dipilih, (4) kebebasan menyataan pendapat tanpa ancaman, (5) kebebasan

9
mengakses informasi, dan (6) kebebasan berserikat. Sedangakn Amin Rais
dalam Dede Rosyada (2003: 117-119) merumuskan kriteria lain dari parame-
ter demokrasi adalah: (1) adanya partisipasi dalam pembuatan keputusan, dan
(2) distrbusi pendapatan secara riil.

B. Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial


Kompetensi Supervisi Akademik merupakan salahsatu kompetensi
yang harus dimiliki oleh para pengawas satuan pendidikan. Kompetensi ini
berkenaan dengan kemampuan pengawas dalam rangka pembinaan dan pe-
ngembangan kemampuan guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan
bimbingan di sekolah/satuan pendidikan. Secara spesifik pengawas satuan
pendidikan harus memiliki kemampuan untuk membantu guru dalam mema-
hami dan mengembangkan substansi tiap mata pelajaran atau rumpun mata
pelajaran khususnya mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
Istilah pendidikann IPS dalam menyelenggarakan pendidikan di Indone-
sia masih relatif baru digunakan. Pendidikan IPS merupakan padanan dari so-
sial studies dalam konteks kurikulum di Amerika Serikat. Istilah tersebut per-
tama kali digunakan di AS pada tahun 1913 mengadopsi nama lembaga Sosi-
al Studies yang mengembangkan kurikulum di AS (Marsh, 1980; Martoella,
1976).
Kurikulum pendidikan IPS tahun 1994 sebagaimana yang dikatakan oleh
Hamid Hasan (1990), merupakan fusi dari berbagai disiplin ilmu, Martoella
(1987) mengatakan bahwa pembelajaran Pendidikan IPS lebih menekankan
pada aspek “pendidikan” daripada “transfer konsep”, karena dalam pembela-
jaran pendidikan IPS mahasiswa diharapkan memperoleh pemahaman terha-
dap sejumlah konsep dan mengembangkan serta melatih sikap, nilai, moral,
dan keterampilannya berdasarkan konsep yang telah dimilikinya. Dengan de-
mikian, pembelajaran pendidikan IPS harus diformulasikannya pada aspek
kependidikannya.
Ada 10 konsep social studies dari NCSS, yaitu (1) culture; (2) time,
continuity and change; (3) people, places and environments; (4) individual
development and identity; (5) individuals, group, and institutions; (6) power,
authority and govermance; (7) production, distribution and consumption; (8)
science, technology and society; (9) global connections, dan; (10) civic ideals

10
and practices. (NCSS http://www.social studies.org/standard/exec.html).
Konsep IPS, yaitu: (1) interaksi, (2) saling ketergantungan, (3) kesinam-
bungan dan perubahan, (4) keragaman/kesamaan/perbedaan, (5) konflik dan
konsesus, (6) pola (patron), (7) tempat, (8) kekuasaan (power), (9) nilai ke-
percayaan, (10) keadilan dan pemerataan, (11) kelangkaan (scarcity), (12) ke-
khususan, (13) budaya (culture), dan (14) nasionalisme.
Mengenai tujuan ilmu pengetahuan sosial (pensisikan IPS), para ahli se-
ring mengaitkannya dengan berbagai sudut kepentingan dan penekanan dari
program pendidikan tersebut, Gross (1978) menyebutkan bahwa tujuan pen-
didikan IPS adalah untuk memepersiapkan mahasiswa menjadi warga negara
yang baik dalam kehidupannya di masyarakat, secara tegas ia mengatakan
“to prepare students to be well functioning citizens in a democratic society”.
Tujuan lain dari pendidikan IPS adalah untuk mengembangkan kemampuan
mahasiswa menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan setiap per-
soalan yang dihadapinya (Gross, 1978).
Ilmu pengetahuan sosial juga membahas hubungan antara manusia de-
ngan lingkungannya. Lingkungan masyarakat dimana anak didik tumbuh dan
berkembang sebagai bagian dari masyarakat, dihadapkan pada berbagai per-
masalahan yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnya. Pendidikan IPS ber-
usaha membantu mahasiswa dalam memecahkan permasalahan yang dihada-
pi sehingga akan menjadikannya semakin mengerti dan memahami lingkung-
an sosial masyarakatnya (Kosasih, 1994).
Pada dasarnya tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan
memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri
sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan lingkungannya, serta berbagai
bekal siswa untuk melanjtkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Berda-
sarkan pengertian dan tujuan dari pendidikan IPS, tampaknya dibutuhkan su-
atu pola pembelajaran yang mampu menjembatani tercapainya tujuan terse-
but. Kemampuan dan keterampilan guru dalam memilih dan menggunakan
berbagai model, metode dan strategi pembelajaran senantiasa terus ditingkat-
kan (Kosasih, 1994), agar pembelajaran Pendidikan IPS benar-benar mampu
mengondisikan upaya pembekalan kemampuan dan keterampilan dasar bagi
mahasiswa untuk menjadi manusia dan warga negara yang baik. Hal ini dika-
renakan pengondisian iklim belajar merupakan aspek penting bagi tercapai-

11
nya tujuan pendidikan (Azis Wahab, 1986).
Pola pembelajaran pendidikan IPS menekankan pada unsur pendidikan
dan pembekalan pada mahasiswa. Penekanan pembelajarannya bukan sebatas
pada upaya mencecoki atau menjejali mahasiswa dengan sejumlah konsep yang
bersifat hafalan belaka, melainkan terletak pada upaya agar mereka mampu
menjadikan apa yang tekag dipelajarinya sebagai bekal dalam memahami dan
ikut serta dalam melakoni kehidupan masyarakat lingkungannya, serta sebagai
bekal bagi dirinya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih ting-
gi. Di sinilah sebenarnya penekanan misi dari pendidikan IPS. Oleh karena
itu, rancangan pembelajaran guru hendaknya diarahkab dan difokuskan sesu-
ai dengan kondisi dan perkembangan potensi siswa agar pembelajaran yang
dilakukan benar-benar berguna dan bermanfaat bagi siswa (Kosasih, 1994;
Hamid Hasan, 1996).
Karakteristik mata pembelajaran IPS berbeda dengan disiplin ilmu lain
yang bersifat monolitik. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi
dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi,
ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Rumusan Ilmu Pengetahuan Sosial
berdasarkan realitas dan fenomena sosial melalui pendekatan interdisipliner.
Geografi, sejarah, dan antropologi merupakan disiplin ilmu yang memi-
liki keterpaduan yang tinggi. Pembelajaran geografi memberikan kebulatan
wawasan yang berkenaan dengan wilayah-wilayah, sedangkan sejarah mem-
berikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai perio-
de. Antropologi meliputi studi-studi komparatif yang berkenaan dengan nilai-
nilai, kepercayaan, struktur sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi po-
litik, ekspresi-ekspresi dan spiritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari
budaya-budaya terpilih. Ilmu politik dan ekonomi tergolong ke dalam ilmu-
ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pem-
buatan keputusan. Sosiologi dan psikologi sosial merupakan ilmu-ilmu ten-
tang perilaku seperti konsep peran, kelompok, institusi, proses interaksi dan
kontrol sosial. Secara intensif konsep-konsep seperti ini digunakan ilmu-ilmu
sosial dan studi-studi sosial.

12
Sejarah
Ilmu Politik

Geografi
Ekonomi
Ilmu
Pengetahuan
Sosial Psikologi
Sosiologi
Sosial

Filsafat
Antropologi

Gambar 1 Keterpaduan Cabang Ilmu Pengetahuan Sosial

Karateristik mata pelajaran IPS SMA antara lain sebagai berikut.


a. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi,
sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan
juga bidang humaniora, pendidikan dan agama (Numan Soemantri, 2001).
b. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keil-
muan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas sedemiki-
an rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu.
c. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS juga menyangkut berba-
gai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner
dan multidisipliner.
d. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut peristiwa
dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewi-
layahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masa-
lah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti peme-
nuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan (Daldjoeni,
1981).
e. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS menggunakan tiga dimen-
si dalam mengkaji dan memahami fenomena sosial serta kehidupan ma-
nusia secara keseluruhan. Ketiga dimensi tersebut terlihat pada tabel beri-
kut.

13
Tabel 1 Cakupan dalam Pembelajaran IPS

Cakupan
Ruang Waktu Nilai/Norma
Pembelajaran IPS
Area dan substansi Alam sebagai Alam dan kehidup- Acuan sikap dan pe-
pembelajaran tempat dan penye- an yang selalu ber- rilaku manusia berpa
dia potensi sum- proses, masa lalu, kaidah atau aturan
ber daya saat ini, dan yang yang menjadi perekat
akan dating dan penjamin kehar-
monisan kehidupan
manusia dan alam
Contoh Kompetensi Adaptasi spasial Berpikir kronologis, Konsisten dengan
Dasar yang dikem- dan eksploratif prospektif, antisipa- aturan yang disepaka-
bangkan tif ti dan kaidah alamiah
masing-masing disi-
plin ilmu
Alternatif penyajian Geografi Sejarah Ekonomi, Sosiologi/
dalam mata pelajaran Antropologi
Sumber: Sardiman, 2004

C. Tujuan Pembelajaran PKn dan Ilmu Pengetahuan Sosial


1. Tujuan Pembelajaran PKn
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah mendidik warga negara
yang baik, yakni: (1) peka terhadap informasi baru yang dijadikan pengetahu-
an dalam kehidupannya; (2) warga negara yang berketerampilan; (a) peka da-
lam menyerap informasi; (b) mengorganisasi dan menggunakan informasi;
(c) membina pola hubungan interpersonal dan partisipasi sosial; (3) warga ne-
gara yang memiliki komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi, yang disyarat-
kan dalam membangun suatu tatanan masyarakat yang demokratis dan bera-
dab, maka setiap warga negara haruslah memiliki karakter atau jiwa yang de-
mokratis yang meliputi:
a. Rasa hormat dan tanggungjawab terhadap sesama waga negara terutama
dalam konteks adanya pluralitas masyarakat Indonesia yang terdiri dari
berbagai etnis, suku, ras, keyakinan agama, dan ideologi politik. Selain
itu, sebagai warga negara yang demokrat, seorang warga negara juga di-
tuntut untuk turut bertanggung jawab menjaga keharmonisan hubungan
antara etnis serta keteraturan dan ketertiban negara yang berdiri di atas
pluralitas tersebut.
b. Bersikap kritis terhadap kenyataan empiris (realitas sosial, budaya, dan

14
politik) maupun terhadap kenyataan supra empiris (agama, mitologi, ke-
percayaan). Sikap kritis juga harus ditunjukkan pada diri sendiri. Sikap
kritis pada diri sendiri itu tentu disertai sikap kritis terhadap pendapat yang
berbeda. Tentu saja sikap kritis ini harus didukung oleh sikap yang ber-
tanggung jawab terhadap apa yng dikritik.
c. Membuka diskusi dan dialog yakni perbedaan dan pandangan serta perila-
ku merupakan realitas empirik yang pasti terjadi di tengah komunitas war-
ga negara, apalagi di tengah komunitas masyarakat yang plural dan multi-
etnik. Untuk meminimalisasi konflik yang ditimbulkan dari perbedaan
tersebut, maka membuka ruang untuk berdiskusi dan berdialog merupa-
kan salah satu solusi yang bisa digunakan. Oleh karenanya, sikap membu-
ka diri untuk dialog dan diskusi merupakan salah satu ciri sikap warga ne-
gara yang demokrat.
d. Bersikap terbuka yang merupakan bentuk penghargaan terhadap kebebas-
an sesama manusia, termasuk rasa menghargai terhadap hal-hal yang
mungkin asing. Sikap terbuka yang didasarkan atas kesadaran akan plura-
lisme dan keterbatasan diri akan melahirkan kemampuan untuk menahan
diri dan tidak secepatnya menjatuhkan penilaian dan pilihan.
e. Rasional yaitu memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara
bebas dan rasional adalah sesuatu hal yang harus dilakukan. Keputusan-
keputusan yang diambil secara rasional akan mengantarkan sikap yang
logis yang ditampilkan oleh warga negara, Sementara, sikap dan keputus-
an yang diambil secara tidak rasional akan membawa implikasi emosional
dan cenderung egois. Masalah-masalah yang terjadi di lingkungan warga
negara, baik persoalan politik, sosial, budaya, dan sebagainya, sebaiknya
dilakukan dengan keputusan-keputusan yang rasional.
f. Adil adalah menempatkan sesuatu secara proporsional. Tidak ada tujuan
baik yang patut diwujudkan dengan cara-cara yang tidak adil. Pengguna-
an cara-cara yang tidak adil adalah bentuk pelanggaran hak asasi dari
orang yang diperlakukan tidak adil. Dengan semangat keadilan, maka tu-
juan-tujuan bersama bukanlah suatu yang didiktekan tetapi ditawarkan.
Mayoritas suara bukanlah diatur tetapi diperoleh.
g. Jujur yaitu memiliki sikap dan sifat yang jujur bagi warga negara merupa-
kan suatu yang niscaya. Kejujuran merupakan kunci bagi terciptanya ke-

15
selarasan diri keharmonisan hubungan antar warga negara. Sikap jujur bi-
sa diterapkan di segala sektor, baik politik, sosial dan sebagainya. Keju-
juran politik adalah bahwa kesejahteraan warga.

2. Tujuan Pembelajaran IPS


Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masya-
rakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan
yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari
baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.
Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pembelajaran
IPS di sekolah diorganisasikan secara baik. Dari rumusan tujuan tersebut da-
pat dirinci sebagai berikut (Awan Mutakin, 1998).
a. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungan-
nya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan ma-
syarakat.
b. Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan me-
tode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat diguna-
kan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.
c. Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat
keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di ma-
syarakat.
d. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta
mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tin-
dakan yang tepat.
e. Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun
diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun
masyarakat. pengembangan keterampilan pembuatan keputusan.
f. Memotivasi seseorang untuk bertindak berdasarkan moral.
g. Fasilitator di dalam suatu lingkungan yang terbuka dan tidak bersifat meng-
hakimi.
h. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupan-
nya “to prepare students to be well-functioning citizens in a democratic
society’ dan mengembangkan kemampuan siswa mengunakan penalaran

16
dalam mengambil keputusan pada setiap persoalan yang dihadapinya.
i. Menekankan perasaan, emosi, dan derajat penerimaan atau penolakan sis-
wa terhadap materi Pembelajaran IPS yang diberikan.
Di samping itu juga bertujuan bagaimana sikap siswa terhadap pelajaran
berupa: penerimaan, jawaban atau sambutan, penghargaan, pengorganisasian,
karakteristik nilai, dan menceritakan.

D. Model Pembelajaran Terpadu dalam IPS


Pendekatan pembelajaran terpadu dalam IPS sering disebut dengan pen-
dekatan interdisipliner. Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya meru-
pakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik se-
cara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan
konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik (Depdikbud, 1996: 3).
Salah satu di antaranya adalah memadukan Kompetensi Dasar. Melalui pembe-
lajaran terpadu peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehing-
ga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduk-
si kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajarinya. Dengan demikian, peserta
didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelaja-
ri.
Pada pendekatan pembelajaran terpadu, program pembelajaran disusun
dari berbagai cabang ilmu dalam rumpun ilmu sosial. Pengembangan pembe-
lajaran terpadu, dalam hal ini, dapat mengambil suatu topik dari suatu cabang
ilmu tertentu, kemudian dilengkapi, dibahas, diperluas, dan diperdalam dengan
cabang-cabang ilmu yang lain. Topik/tema dapat dikembangkan dari isu, pe-
ristiwa, dan permasalahan yang berkembang. Bisa membentuk permasalahan
yang dapat dilihat dan dipecahkan dari berbagai disiplin atau sudut pandang,
contohnya banjir, pemukiman kumuh, potensi pariwisata, IPTEK, mobilitas
sosial, modernisasi, revolusi yang dibahas dari berbagai disiplin ilmu-ilmu
sosial.

1. Model Integrasi Berdasarkan Topik


Dalam pembelajaran IPS keterpaduan dapat dilakukan berdasarkan to-
pik yang terkait, misalnya „Kegiatan ekonomi penduduk‟. Kegiatan ekonomi
penduduk dalam contoh yang dikembangkan ditinjau dari berbagai disiplin

17
ilmu yang tercakup dalam IPS. Kegiatan ekonomi penduduk dalam hal ini di-
tinjau dari persebaran dan kondisi fisik-geografis yang tercakup dalam disi-
plin Geografi.
Secara sosiologis, Kegiatan ekonomi penduduk dapat mempengaruhi
interaksi sosial di masyarakat atau sebaliknya. Secara historis dari waktu ke
waktu kegiatan ekonomi penduduk selalu mengalami perubahan. Selanjutnya
penguasaan konsep tentang jenis-jenis kegiatan ekonomi sampai pada taraf
mampu menumbuhkan krteatifitas dan kemandirian dalam melakukan tindak-
an ekonomi dapat dikembangkan melalui kompetensi yang berkaitan dengan
ekonomi.
Skema berikut memberikan gambaran keterkaitan suatu topik/tema de-
ngan berbagai disiplin ilmu.

Gambar 2 Model Integrasi IPS Berdasarkan Topik/Tema

2. Model Integrasi Berdasarkan Potensi Utama


Keterpaduan IPS dapat dikembangkan melalui topik yang didasarkan
pada potensi utama yang ada di wilayah setempat; sebagai contoh, “Potensi
Bali Sebagai Daerah Tujuan Wisata”. Dalam pembelajaran yang dikembang-
kan dalam Kebudayaan Bali dikaji dan ditinjau dari faktor alam, historis kro-
nologis dan kausalitas, serta perilaku masyarakat terhadap aturan. Melalui ka-
jian potensi utama yang terdapat di daerahnya, maka peserta didik selain da-
pat memahami kondisi daerahnya juga sekaligus memahami Kompetensi Da-
sar yang terdapat pada beberapa disiplin yang tergabung dalam IPS .

18
Gambar 3 Model Integrasi IPS Berdasarkan Potensi Utama

3. Model Integrasi Berdasarkan Permasalahan


Model pembelajaran terpadu pada IPS yang lainnya adalah berdasarkan
permasalahan yang ada, contohnya adalah “Pemukiman Kumuh”. Pada pem-
belajaran terpadu, Pemukiman Kumuh ditinjau dari beberapa faktor sosial
yang mempengaruhinya. Di antaranya adalah faktor ekonomi, sosial, dan bu-
daya. Juga dapat dari faktor historis kronologis dan kausalitas, serta perilaku
masyarakat terhadap aturan/norma.

Faktor Geografi Faktor Ekonomi


(No. KD : 1.1) (No. KD : 4.2)

TKW
Sosiologis (
No. KD : 3.1, Faktor historis
(No. KD : 2.2)
3.2)

Gambar 4 Model Integrasi IPS Berdasarkan Permasalahan

E. Strategi Pembelajaran PKn dan IPS

1. Konsep Belajar dan Pembelajaran


Untuk menjelaskan dan menerapkan strategi pembelajaran terlebih da-
hulu kita mengenal sekilas konsep-konsep belajar dan pembelajaran. Menurut

19
Kolb (1984: 38) dalam Malcolm Tight (2000: 24) belajar adalah proses pe-
ngetahuan dikreasi melalui transformasi pengalaman. Belajar adalah kebutuh-
an dalam kehidupan manusia, sama pentingnya seperti bekerja, dan berteman.
Seperti dikemukakan oleh David Kolb (1986) “ belajar adalah cara adaptasi
utama manusia, jika kita tidak belajar maka tidak bisa survive (bertahan hi-
dup), dan kita tentu saja tidak akan berhasil baik. Belajar itu kompleks dan
meliputi berbagai aspek kehidupan dan seharusnya tidak disamakan dengan
pendidikan formal. Semua kegiatan manusia memiliki dimensi belajar. Bela-
jar dilakukan secara terus menerus, informal, dengan setting yang berbeda, di
lingkungan keluarga, mengisi waktu senggang, melalui kegiatan-kegiatan ma-
syarakat, dan setiap aktivitas yang bersifat praktis.
Sementara menurut Jarvis (1990:196) dalam Malcolm Tight (2000:
25) bahwa belajar adalah: (1) ada tidaknya perubahan perilaku permanen se-
bagai hasil dari pengalaman; (2) perubahan relatif sering terjadi yang meru-
pakan hasil dari praktek pembelajaran; (3) proses dimana pengetahuan itu di-
gali melalui transformasi pengalaman; (4) proses transformasi pengalaman
yang menghasilkan pengetahuan, skill, dan atttitude. dan (5) mengingat infor-
masi. Konsep belajar ini relevan dengan pembelajaran Kewarganegaraan yang
lebih menekankan pada ranah afeksi dan perilaku. Bagaimana cara guru me-
nerapkan konsep belajar ini dalam realisasi pembelaran di kelas.

Gambar 5 Siklus pembelajaran yang dikembangkan oleh Kolb

2. Komponen Strategi Pembelajaran PKn dan IPS


Dick dan Carey (1985) mengatakan bahwa suatu strategi pembelajaran
menjelaskan komponen-komponen umum dari suatu set bahan pembelajaran
dan prosedur-prosedur yang akan digunakan bersama bahan-bahan tersebut

20
untuk menghasilkan hasil belajar tertentu pada siswa.
Ia menyebutkan lima komponen umum dan strategi pembelajaran seba-
gai berikut: (1) kegiatan pra-pembelajaran, (2) penyajian informasi, (3) parti-
sipasi siswa, (4) tes, dan (5) tindak lanjut.
Kelima komponen tersebut bukanlah satu-satunya rumusan strategi pem-
belajaran. Tiga komponen yang dibuat merupakan suatu bentuk rumusan stra-
tegi pembelajaran. Merril dan Tennyson (1977) menyebutnya sebagai urutan
tertentu dari penyajian. Gagne dan Briggs (1979) menyebutnya sebagai 9 urut-
an kegiatan pembelajaran, yaitu: (1) memberikan motivasi atau menarik per-
hatian, (2) menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa, (3) mengingatkan
kompetensi prasyarat, (4) memberi stimulus (masalah, topik, konsep), (5)
memberi petunjuk belajar (cara mempelajari), (6) menumbuhlkan penampilan
siswa, (7) memberi umpan balik, (8) menilai penampilan, dan (9) menyim-
pulkan.
Briggs dan Wager (1981) mengungkapkan bahwa tidak semua pelajaran
memerlukan seluruh 9 urutan kegiatan tersebut. Sebagian pelajaran hanya
menggunakan beberapa di antara 9 urutan kegiatan tersebut, tergantung kepa-
da karakteristik siswa dan jenis perilaku yang ada dalam tujuan pembelajaran.
Pengurangan dari 9 urutan masih dimungkinkan sepanjang alasan secara rasi-
onalnya jelas.
Tampaknya para ahli sepakat bahwa strategi pembelajaran berkaitan
erat dengan pendekatan pembelajaran dalam mengelola kegiatan pembelajar-
an untuk menyampaikan materi atau isi pelajaran secara sistematik, sehingga
standar kompetensi yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa secara efektif
dan efisien. Strategi pembelajaran didalamnya terkandung 4 pengertian seba-
gai berikut: (a) urutan kegiatan pembelajaran, yaitu urutan kegiatan guru da-
lam menyampaikan isi pelajaran kepada siswa; (b) metode pembelajaran, ya-
itu cara guru mengorganisasikan materi pelajaran dan siswa agar terjadi pro-
ses belajar secara efektif dan efisien; (c) media pembelajaran, yaitu peralatan
dan bahan pembelajaran yang digunakan guru dan siswa dalam kegiatan pem-
belajaran; dan (d) waktu yang digunakan oleh guru dan siswa dalam menye-
lesaikan setiap langkah dalam kegiatan pembelajaran.
Strategi pembelajaran merupakan perpaduan dari urutan kegiatan, cara
mengorganisasikan materi pelajaran dan siswa, peralatan dan bahan, serta wak-

21
tu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembe-
lajaran (kompetensi dasar) yang telah ditentukan. Strategi pembelajaran dapat
pula disebut sebagai cara yang sistematis dalam mengkomunikasikan isi pela-
jaran kepada siswa untuk mencapai kompetensi dasar tertentu. Jadi strategi
pembelajaran berkenaan dengan bagaimana (the how) menyampaikan isi pe-
lajaran atau memberikan pengalaman belajar kepada siswa .
Dalam setiap pemilihan strategi pembelajaran, kita perlu mengajukan 2
(dua) pertanyaan sebagai berikut: (1) apakah strategi yang disusun itu didu-
kung dengan teori-teori psikologi dan teori pembelajaran yang ada?, (2) apa-
kah strategi yang disusun itu efektif dalam membuat siswa mencapai indika-
tor hasil belajar?
Klasifikasikan strategi pembelajaran dapat ditinjau dari: (1) tujuan pem-
belajaran meliputi: (a) strategi pembelajaran kognitif, (b) strategi pembelajar-
an afektif, dan (c) strategi pembejaran psikomotorik; (2) letak kendali belajar
pada siswa atau pada guru; (3) jenis materi yang dipelajari meliputi: (a) stra-
tegi pembelajaran fakta, (b) strategi pembelajaran konsep, (c) strategi pembe-
lajaran prinsip, dan (d) strategi pembelajaran prosedur; (4) besar kecilnya ke-
lompok belajar; (5) cara memperoleh pengetahuan induktif, deduktif, discovery
dan inkuiri; (7) interaksi atau komunikasi; dan (8) hubungan atau jarak antara
guru dan siswa apakah langsung atau tidak langsung.
Namun jika strategi pembelajaran dimaknai sebagai urutan atau tahapan
pembelajaran, maka komponen-komponennya meliputi komponen utama yang
pertama, yaitu urutan kegiatan pembelajaran mengandung beberapa kompo-
nen, yaitu pendahuluan, penyajian, dan penutup.
Komponen pendahuluan terdiri atas 3 (tiga) langkah sebagai berikut: (1)
penjelasannya singkat tentang isi pelajaran, (2) penjelasan relevansi isi pela-
jaran baru dengan pengalaman siswa, dan (3) penjelasan tentang kompetensi
dasar
Komponen penyajian juga terdiri atas 3 langkah yaitu: (1) uraian, (2)
contoh, dan (3) latihan.
Komponen penutup terdiri atas 2 langkah sebagai berikut: (1) tes forma-
tif dan non tes serta umpan balik, dan (2) tindak lanjut. Kegiatan awal terse-
but dimaksudkan untuk mempersiapkan siswa agar secara mental siap mempe-
lajari pengetahuan, keterampilan dan sikap baru.

22
Seorang guru hendaknya bersedia menggunakan waktunya sejenak un-
tuk ikut bersama mereka membawa pembicaraan tersebut kepada topik pela-
jaran hari itu. Di samping itu, akan berusaha menumbuhkan motivasi siswa
untuk mempelajari materi pelajaran baru, sebelum ia mengajarkannya dengan
cara menjelaskan apa manfaat materi itu disampaikan.

a. Subkomponen Pendahuluan
Fungsi sub komponen pendahuluan ini akan tercermin dalam ketiga
langkah yang akan dijelaskan dibawah ini:
1) Penjelaskan singkat tentang isi pelajaran pada babak permulaan pelajaran,
siswa ingin segera mengetahui apa yang akan dipelajarinya pada pertemu-
an saat itu. Keingintahuan ini akan terpenuhi bila guru menjelaskannya
secara singkat. Dengan demikian, pada permulaan kegiatan belajarnya,
siswa telah mendapat gambaran secara global tentang isi pelajaran atau
kompetensi yang akan dicapai.
2) Penjelasan relevansi isi pelajaran baru siswa akan lebih cepat mempelaja-
ri sesuatu yang baru bila sesuatu yang akan dipelajarinya itu dikaitkan de-
ngan sesuatu yang telah diketahuinya atau dengan sesuatu yang biasa di-
lakukannnya sehari-hari. Karena itu, pada tahap permulaan kegiatan pem-
belajaran diperlukan penjelasan relevansi atau kaitannya antara kegiatan
isi pelajaran yang akan dipelajarinya dengan pengetahuan, keterampilan,
atau sikap yang telah dikuasainya atau relevansinya dengan pengalaman-
nya.
3) Penjelasan tentang kompetensi yang akan dicapai siswa, terutama bagi
siswa yang telah matang, akan belajar dengan lebih cepat bila ia menda-
patkan tanda-tanda yang mengarahkan proses belajarnya. Tanda-tanda
tersebut antara lain berupa penjelasan tentang kompetensi.
Dengan selesainya ketiga kegiatan pendahuluan tersebut, siswa telah
mempunyai gambaran global tentang isi pelajaran yang akan dipelajarinya,
kaitannya dengan pengalamannya sehari-hari, bermotivasi tinggi untuk bela-
jar sebaik-baiknya. Waktu yang dibutuhkan untuk ketiga kegiatan dalam kom-
ponen pendahuluan tersebut tidak banyak, yaitu: (a) deskripsi singkat adalah
penjelasan secara global tentang isi pelajaran; (b) relevansi adalah kaitan isi
pelajaran yang sedang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki sis-

23
wa atau dengan pekerjaan yang dilakukannya sehari-hari atau pengalaman-
nya; dan (c) kompetensi berisi pengetahuan, keterampilan, atau sikap yang
diharapkan dicapai siswa pada akhir pelajaran.

b. Subkomponen Penyajian
Dalam rangka pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi, perlu di-
tentukan setelah identitas mata pelajaran, standar kompetensi, dan kompeten-
si dasar ditentukan, langkah berikutnya adalah menentukan materi pembela-
jaran (instructional materials). Materi pembelajaran (bahan ajar) merupakan
salah satu komponen sistem pembelajaran yang memegang peranan penting
dalam membantu siswa mencapai kompetensi dasar dan standar kompetensi.
Secara garis besar, materi pembelajaran berisikan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap atau nilai yang harus diamalkan .
Materi pembelajaran perlu dipilih dengan tepat agar seoptimal mungkin
membantu siswa dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Masalah-masalah yang timbul berkenaan dengan pemilihan materi pembela-
jaran menyangkut jenis, cakupan, urutan, dan perlakuan (treatment) terhadap
materi pembelajaran tersebut. Jenis materi pembelajaran perlu diidentifikasi
dengan tepat karena setiap jenis materi pembelajaran memerlukan strategi,
media, dan cara mengevaluasi yang berbeda-beda. Cakupan atau ruang ling-
kup serta kedalaman materi pembelajaran perlu diperhatikan agar tidak ku-
rang dan tidak lebih. Urutan (sequence) perlu diperhatikan agar pembelajaran
menjadi runtut. Perlakuan perlu dipilih setepat-tepatnya agar tidak salah me-
ngajarkannya (misalnya perlu kejelasan apakah suatu materi harus dihafalkan,
dipahami, atau diaplikasikan).
Penyajian adalah subkomponen yang sering ditafsirkan secara awam se-
bagai pembelajaran karena memang merupakan inti kegiatan pembelajaran.
Didalamnya terkandung 3 pengertian pokok sebagai berikut: uraian, contoh,
latihan.
Pertama, uraian adalah penjelasan tentang materi pelajaran atau konsep,
prinsip, dan prosedur yang akan dipelajari siswa.
Kedua, contoh meliputi benda atau kegiatan yang bersifat positif atau
negatif baik yang konsisten maupun yang bertentangan dengan uraian. Uraian
dan contoh ini merupakan tanda-tanda dan kondisi belajar yang merangsang

24
siswa untuk memberikan respon terhadap isi pelajaran yang sedang dipelaja-
rinya.
Ketiga, kegiatan pengajar dalam menguraikan isi pelajaran dan membe-
rikan contoh yang relevan dapat bervbentuk uraian lisan, tulisan atau buku,
media audiovisual, poster, benda sebenarnya. Pada saat memberikan uraian
pengajar dapat menggunakan berbagai metode seperti ceramah, diskusi, dan
sumbang saran.
Latihan adalah kegiatan siswa dalam rangka menerapkan konsep, prin-
sip, atau prosedur yang sedang dipelajarinya kedalam praktik yang relevan
dengan pekerjaan atau kehidupannya sehari-hari. Latihan ini merupakan bagi-
an dari proses siswa bukan tes. Dengan latihan, berarti siswa belajar dengan
aktif tidak hanya duduk dan mendengarkan. Belajar secara aktif akan mem-
percepat penguasaan siswa terhadap materi yang sedang dipelajarinya.

3. Subkomponen Penutup
a. Tes formatif
Adalah satu set pertanyaan untuk dijawab atau seperangkat tugas untuk
dilakukan dalam mengukur kemampuan belajar siswa didik setelah menyele-
saikan suatu tahap pengalaman belajar. Tes ini dapat diajukan secara tertulis
atau lisan. Di samping itu untuk mengukur kemajun siswa didik, tes merupa-
kan bagian dari kegiatan belajar yang secara aktif membuat respon. Belajar
secara aktif tersebut akan lebih efektif bagi siswa didik untuk menguasai apa
yang dipelajarinya. Hasil tes formatif harus diberitahukan kepada siswa. Ke-
giatan memberitahukan hasil tes tersebut dinamakan umpan balik. Hal ini
penting artinya bagi siswa agar proses belajar menjadi efektif, efisien, dan
menyenangkan.
b. Tindak lanjut
Kegiatan yang dilakukan siswa didik setelah melakukan tes formatif dan
mendapatkan umpan balik. Siswa didik yang telah mencapai hasil baik dalam
tes formatif dapat meneruskan ke bagian pelajaran selanjutnya atau mempela-
jari bahan penambahan untuk memperdalam pengetahuan yang telah dipelaja-
rinya. Siswa yang mendapatkan hasil kurang dalam tes formatif harus mengu-
lang isi pelajaran tersebut dengan menggunakan bahan pembelajaran yang sa-
ma atau berbeda.

25
3. Strategi Pembelajaran PKn dan IPS
a. Strategi Urutan Penyampaian Suksesif
Jika guru harus manyampaikan materi pembelajaran lebih daripada satu,
maka menurut strategi urutan panyampaian suksesif, sebuah materi satu demi
satu disajikan secara mendalam baru kemudian secara berurutan menyajikan
materi berikutnya secara mendalam pula. Contoh yang sama, misalnya guru
akan mengajarkan materi nasionalisme. Pertama-tama guru menyajikan pe-
ngertian nasionalisme. Setelah pengertian disajikan, maka makna mendalam,
baru kemudian menyajikan contoh-contoh perilaku yang bersifat cerminan
nasionalisme.

b. Strategi Penyampaian Fakta


Jika guru harus manyajikan materi pembelajaran termasuk jenis fakta
(nama-nama benda, nama tempat, peristiwa sejarah, nama orang, nama lam-
bang atau simbol, dsb.) strategi yang tepat untuk mengajarkan materi tersebut
adalah sebagai berikut: Pertama, sajikan materi fakta dengan lisan, tulisan,
atau gambar. Kemudian berikan bantuan kepada siswa untuk menghafal. Ban-
tuan diberikan dalam bentuk penyampaian secara bermakna, menggunakan
jembatan ingatan, jembatan keledai, dan asosiasi berpasangan. Contoh: de-
ngan menggunakan jembatan keledai (mnemonics) yaitu LEMHANNAS dan
IPOLEKSOSBUDHANKAMNAS.

c. Strategi Penyampaian Konsep


Materi pembelajaran jenis konsep adalah materi berupa definisi atau pe-
ngertian. Tujuan mempelajari konsep adalah agar siswa paham, dapat menun-
jukkan ciri-ciri, unsur, membedakan, membandingkan, menggeneralisasi, dsb.
Langkah-langkah mengajarkan konsep: (1) menyajikan konsep, (2) pem-
berian bantuan (berupa inti isi, ciri-ciri pokok, contoh dan bukan contoh), (3)
pemberian latihan (exercise) misalnya berupa tugas untuk mencari contoh lain,
(4) pemberian umpan balik, dan (5) pemberian tes.

Contoh:
Penyajian Konsep Budaya
Langkah 1: Penyajian konsep

26
Langkah 2: Pemberian bantuan
Pertama siswa dibantu untuk menghafal konsep dengan kalimat sendiri,
tidak harus hafal verbal terhadap konsep yang dipelajari (dalam hal ini
Pasal tentang keterwakilan politik perempuan).
Langkah 3: Umpan balik
Berikan umpan balik atau informasi apakah siswa benar atau salah da-
lam memberikan contoh. Jika benar berikan konfirmasi, jika salah beri-
kan koreksi atau pembetulan.
Langkah 4: Tes
Berikan tes untuk menilai apakah siswa benar-benar telah paham terha-
dap materi pelestarian budaya daerah. Soal tes hendaknya berbeda de-
ngan contoh kasus yang telah diberikan pada saat penyampaian konsep
dan soal la-tihan untuk menghindari siswa hanya hafal tetapi tidak pa-
ham.

d. Strategi Penyampaian Materi Pembelajaran Prinsip


Yang termasuk materi pembelajaran jenis prinsip adalah dalil, rumus,
okum (law), postulat, dan teori.
Langkah-langkah mengajarkan atau menyampaikan materi pembelajar-
an jenis prinsip adalah: (a) sajikan prinsip oleh siswa hasil penelusuran di per-
pustakaan lewat penugasan, (b) berikan bantuan berupa contoh penerapan
prinsip dalam kehidupan sehari-hari, (c) berikan soal-soal latihan, (d) berikan
umpan balik, dan (e) berikan tes atau penilaian praktek.
Contoh:
Langkah 1: Sajikan teori
Langkah 2: Memberikan bantuan
Langkah 3: Memberikan umpan balik
Beritahukan kepada siswa apakah jawaban mereka betul atau salah. Jika
betul berikan penguatan atau konfirmasi. Misalnya, “Ya jawabanmu
betul”. Jika salah berikan koreksi atau pembetulan.
Langkah 4: Berikan tes
e. Strategi Penyampaian Prosedur
Tujuan mempelajari prosedur adalah agar siswa dapat melakukan atau
mempraktekkan prosedur tersebut, bukan sekedar paham atau hafal. Terma-

27
suk materi pembelajaran jenis prosedur adalah langkah-langkah mengerjakan
suatu tugas secara urut. Misalnya langkah-langkah mencoblosan tanda gam-
bar dalam Pemilu Presiden Langsung 5 Juli 2004.
Langkah-langkah mengajarkan prosedur meliputi:
a) Menyajikan prosedur
b) Pemberian bantuan dengan jalan mendemonstrasikan bagaimana cara me-
laksanakan prosedur
c) Memberikan latihan (praktik)
d) Memberikan umpan balik
e) Memberikan tes.
Contoh:
Prosedur menelpon di telpon umum koin.
Langkah-langkah mengajarkan prosedur:
Langkah 1: Menyajikan prosedur
Sajikan langkah-langkah atau prosedur menelpon dengan menggunakan
bagan arus (flow chart)
Langkah 2: Memberikan bantuan
Beri bantuan agar murid hafal, paham, dan dapat menelpon dengan ja-
lan mendemonstrasikan cara menelpon.
Langkah 3: Pemberian latihan
Tugasi siswa paraktek berlatih cara menelpon.
Langkah 4: Pemberian umpan balik
Beritahukan apakah yang dilakukan siswa dalam praktek sudah betul
atau salah. Beri konfirmasi jika betul, dan koreksi jika salah.
Langkah 5: Pemberian tes
Berikan tes dalam bentuk “do it test”, artinya siswa disuruh praktek, la-
lu diamati.

f. Strategi Mengajarkan/Menyampaikan Materi Aspek Sikap (Afektif)


Termasuk materi pembelajaran aspek sikap (afektif) adalah pemberian
respon, penerimaan suatu nilai, internalisasi, dan penilaian.
Beberapa strategi mengajarkan materi aspek sikap antara lain: pencipta-
an kondisi, pemodelan atau contoh, demonstrasi, simulasi, penyampaian ajar-
an atau dogma.

28
Contoh:
Penciptaan kondisi.
Agar memiliki sikap disiplin dalam berlalu lintas, di jalan dibuat rambu-
rambu lalu lintas. Pemodelan atau contoh: Disajikan contoh atau model sese-
orang baik nyata atau fiktif yang perilakunya diidolakan oleh siswa. Misalnya
tokoh agama atau tokoh nasional yang menjadi idola anak.

4. Pengolahan Bahan Ajar


Bahan ajar adalah bahan atau material atau sumber belajar yang mengan-
dung subtansi kemampuan tertentu yang akan dicapai oleh siswa. Secara ga-
ris besar bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional material) menca-
kup pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dipelajari siswa (Dikmenum,
2003) dalam rangka mencapai komptensi yang telah ditetapkan. Subtansi ma-
teri dalam pembelajaran IPS terdiri atas fakta, konsep, prinsip, prosedur, dan
nilai (Abdul Gafur, 1989; Dikmenum, 2003). Termasuk dalam materi fakta
adalah nama-nama obyek, peristiwa sejarah, nama tempat, nama orang, lam-
bang, dan sebagainya. Termasuk dalam materi prinsip adalah dalil, rumus,
adagium, postulat, teorema, atau hubungan antara konsep. Prosedur adalah
langkah-langkah secara sistematis atau berurutan dalam mengerjakan suatu
tugas. Nilai atau sikap tercakup dalam afeksi seperti nilai kejujuran, kasih sa-
yang, tolong-menolong, etos kerja, disiplin, dan sebagainya (Dikmenum, 2003).
Secara lebih rinci uraian mengenai fakta, konsep, prinsip, prosedur, dan nilai
dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Fakta
Materi pembelajaran termasuk kategori fakta jika menunjukkan suatu
nama, objek, atau peristiwa yang terjadi secara nyata pada suatu daerah atau
tempat tertentu. Materi yang bersifat faktual mencakup beberapa hal, seperti:
Nama tokoh politik, contoh: nama Ketua MPR periode 2004-2009
1) Peristiwa sejarah, contoh: sejarah Perang Diponegoro
2) Jumlah anggota atau unsur-unsur kelengkapan suatu badan/lembaga/orga-
nisasi. Contoh: jumlah anggota negara ASEAN, unsur-unsur kelengkapan
DPR
3) Letak suatu objek, contoh: letak Indonesia secara geografis.

29
4) dan sebagainya.

b. Konsep
Konsep adalah materi pembelajaran dalam bentuk definisi/batasan atau
pengertian dari suatu obyek baik yang bersifat abstrak maupun kongkrit. Ma-
teri yang berupa konsep dalam pembelajaran IPS, misalnya, apa itu hukum?
Gambarkan klasifikasi hukum? Jelaskan ciri-ciri hukum? dan sebagainya. Da-
lam mempelajari materi dalam bentuk konsep membutuhkan pemahaman se-
cara utuh atau lengkap, tidak bisa sebagian-sebagian, karena akan mengaki-
batkan miskonsep atau salah konsep. Kata-kata operasional yang menunjuk-
kan aktivitas siswa mempelajari konsep antara lain: definisikan, klasifikasi-
kan, identifikasikan, ciri-ciri dari, dan sebagainya.

c. Prinsip
Prinsip adalah dasar atau asas yang menunjukkan hubungan antara ber-
bagai konsep yang telah teruji kebenarannya sehingga berlaku di mana saja
dan kapan saja. Hubungan antara konsep memiliki sifat materi yang disebut
generalisasi. Prinsip disebut juga dalil, dogma, aksioma atau rumus karena si-
fat kebenarannya yang universal. Contoh prinsip dalam materi IPS adalah asas
kewarganegaraan (ius soli dan ius sanguinis), asas-asas hubungan antarbang-
sa, perjanjian bilateral, dan sebagainya.

d. Prosedur
Prosedur adalah tahapan atau langkah-langkah untuk menyelesaikan ke-
giatan atau aktivitas tertentu atau secara singkat sering juga disebut tatacara.
Materi ini menuntut siswa untuk melakukan langkah-langkah, atau mengerja-
kan sesuatu menurut urutan atau tatacara tertentu. Kata-kata yang menunjuk-
kan prosedur di antaranya adalah tahap-tahap Pemilu, cara menetapkan ang-
gota DPR, dan prosedur peradilan HAM.

e. Nilai
Secara harfiah nilai dapat diartikan sebagai sesuatu yang berguna (usefull)
atau berharga. Dalam konteks sosiokultural, nilai diartikan sebagai sesuatu
yang diyakini kebenarannya dan berguna bagi kehidupan masyarakat dan ma-
nusia pada umumnya. Sehingga secara praksis masyarakat menghargai dan

30
menjunjung tinggi nilai tersebut. Nilai atau disposisi nilai mewujud dalam si-
kap dan perbuatan manusia. Contoh nilai yang dikembangkan dalam IPS an-
tara lain jujur, tanggung jawab, tolong menolong, kerja keras, disiplin, meng-
hargai perbedaan, dan sebagainya.
Bahan ajar dipersiapkan dan dikonstruksi secara sengaja oleh guru un-
tuk dipelajari siswa dalam rangka pencapaian standar kompetensi dan kompe-
tensi dasar yang telah ditentukan dalam kurikulum.
Dilihat dari sifatnya bahan ajar untuk suatu pembelajaran ada yang ber-
sifat self instructional dan memiliki kemampuan menjelaskan sendiri self
explanatory power (Atwi Suparman, 2000) dan ada yang tidak. Indikasi jenis
bahan ajar yang pertama adalah ketika siswa membacanya maka siswa seolah-
olah sedang berkomunikasi dengan guru. Artinya jenis bahan ajar ini mampu
membelajarkan siswa, meskipun tanpa ada atau tanpa bantuan guru. Sedang-
kan jenis yang kedua hanya bersifat uraian atau paparan materi subtansial.
Bentuk bahan ajar yang pertama di antaranya adalah modul atau modifikasi
modul (semi modul), sedangkan bentuk yang kedua di antaranya adalah dik-
tat, buku teks, kompilasi bahan ajar, hand out, kliping, dan sumber-sumber
lain baik yang berupa cetakan atau elektronik.
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan materi pem-
belajaran adalah prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan. Prinsip rele-
vansi artinya keterkaitan. Materi pembelajaran hendaknya relevan dengan pen-
capaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Jika kemampaun yang di-
harapkan dikuasai siswa berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran
yang diajarkan harus berupa fakta.
Prinsip konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus
dikuasai siswa empat macam, maka materi yang harus diajarkan juga harus
meliputi empat macam.
Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup me-
madai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan.
Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu
sedikit akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi
dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan te-
naga yang tidak perlu untuk mempelajarinya.
Kriteria pokok pemilihan materi pembelajaran adalah standar kompeten-

31
si dan kompetensi dasar. Materi yang dipilih untuk diajarkan oleh guru dan
harus dipelajari siswa hendaknya materi yang benar-benar menunjang terca-
painya standar kompetensi dan kompetensi dasar: (a) langkah-langkah pemi-
lihan; (b) identifikasi standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Sebelum menentukan materi pembelajaran terlebih dahulu perlu diiden-
tifikasi aspek-aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus di-
pelajari atau dikuasai siswa. Aspek tersebut perlu ditentukan, karena setiap
aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar memerlukan jenis materi yang
berbeda-beda dalam kegiatan pembelajaran. Perlu ditentukan apakah aspek
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dipelajari siswa terma-
suk: (1) kognitif yang meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, sintesis,
analisis, dan penilaian; (2) psikomotorik yang meliputi gerak awal, semi ru-
tin, dan rutin; (3) sikap (afektif) yang meliputi pemberian respon, apresiasi,
penilaian, dan internalisasi; (d) identifikasi jenis-jenis materi pembelajaran.
Materi pembelajaran aspek kognitif secara terperinci dapat dibagi men-
jadi empat jenis, yaitu: fakta, konsep, prinsip dan prosedur (Reigeluth, 1987).
Pertama, materi jenis fakta adalah materi berupa nama-nama objek, nama tem-
pat, nama orang, lambang, peristiwa sejarah, nama bagian atau komponen su-
atu benda, dan lain sebagainya. Kedua, materi konsep berupa pengertian, defi-
nisi, hakikat, inti isi. Ketiga, materi jenis prinsip berupa dalil, rumus, postulat
adagium, paradigma, dan teori. Keempat, materi jenis prosedur berupa lang-
kah-langkah mengerjakan sesuatu secara urut, misalnya langkah-langkah ber-
diskusi secara demokratis. Materi pembelajaran aspek afektif meliputi: pem-
berian respon, penerimaan (apresisasi), internalisasi, dan penilaian.

Tabel 1 Klasifikasi Materi Pembelajaran IPS Menjadi Fakta, Konsep,


Prosedur, dan Prinsip
No. Jenis Materi Pengertian dan Contoh
1. Fakta Menyebutkan kapan, berapa, nama, dan di mana.
Contoh: Kapan PILPRES Langsung dilaksanakan pertama kali
2. Konsep Definisi, identifikasi, klasifikasi, ciri-ciri khusus.
Contoh: Budaya adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia.
3. Prinsip Penerapan dalil, hukum, atau rumus. (Jika…maka…)
Contoh: Jika Pemimpin adil maka rakyat sejahtera
4. Prosedur Bagan arus atau bagan alur (flowchart), langkah-langkah menger-
jakan sesuatu secara urut. Contoh langkah-langkah mengibarkan
Bendera Merah putih.

32
Materi Pembelajaran Fakta
Contoh:
Apakah kompetensi dasar berupa Nama Demokrasi di Indonesia Demkrasi
mengingat fakta? Pancasila
Kata kunci: Nama, jenis. jumlah, tempat,
lambang.

Materi Pembelajaran Konsep.


Apakah kompetensi dasar berupa Contoh :
mengemukakan suatu definisi, menjelaskan, Kaarakteristik Sistem Demokrasi
mengklasifikasikan beberapa contoh/sesuai Kata kunci
dengan definisi? Definisi, klasifikasi, identifikasi, ciri-ciri,
aksioma.

Materi Pembelajaran Prinsip.


Contoh :
Pilih Jika Pemerintahan tidak demokrasi maka
Apakah kompetensi dasar berupa
kompetensi menjelaskan hubungan antara berbagai
rakyat tertekan
dasar yang Kata kunci
konsep, sebab-akibat?
akan Dalil, rumus, postulat
Hubungan, sebab-akibat, jika..maka….
diajarkan

Apakah kompetensi dasar yang harus Materi Pembelajaran Prosedur.


dikuasai berupa menjelaskan langkah-langkah Contoh:
mengerjakan sesuatu sesuai dengan prosedur Cara Pemilihan Presiden Langsung.
tertentu? Kata kunci: Langkah-langkah mengerjakan
tugas secara urut/prosedural

Materi pembelajaran aspek Afektif


Contoh:
Apakah siswa diminta untuk memilih sikap Sikap jujur,bertanggungjawab, berbudi pekerti
tertentu terhadap suatu obyek atau kejadian? luhur.
Kata kunci: Sikap atau nilai

Materi pembelajaran aspek Motorik


Apakah siswa diminta untuk melakukan
perbuatan dengan menggunakan sebagian
Contoh:
atau keseluruhan anggauta badan? Berbaris dalam upacara Bendera
Kata kunci: Kegiatan fisik

Diagram 1 Pengolahan Bahan Ajar

5. Metode dan Teknik Pembelajaran IPS


a. Metode Pembelajaran IPS
Dalam kegiatan pembelajaran metode berarti cara yang tepat untuk ber-
langsungnya proses pembelajaran agar dapat mencapai tujuan pembelajaran.
Metode pembelajaran adalah salah satu komponen dalam strategi pembelajar-
an. Komponen ini terkait dengan bagaimana atau dengan cara yang bagaima-
na guru menyempaikan materi kepada siswa. Metode penyajian yang diguna-
kan berkaitan erat dengan strategi pembelajaran yang dipilih untuk mencapai
tujuan pembelajaran.

33
Dasar pertimbangan pemilihan metode adalah: (1) kompetensi yang akan
dicapai, (2) isi pembelajaran, (3) waktu dan siswa, (4) fasilitas yang tersedia,
(5) kemampuan guru, (6) kemampuan yang akan dicapai pengetahuan, kete-
rampilan, sikap dan perilaku.
Fungsi Metode Pembelajaran adalah: (1) menentukan belajar dan pem-
belajaran, (2) meningkatkan minat dan perhatian, (3) menciptakan peluang in-
teraksi, (4) penciptaan iklim belajar, (5) proses perubahan.
Ada beberapa macam metode yang biasa digunakan dalam proses pem-
belajaran, namun untuk kepentingan ini akan dipilih metode yang penting dan
diasumsikan belum tersosialisasikan secara efektif, yaitu: (a) simulasi, (b)
role playing, (c) inquiri, (d) penemuan (discovery), (e) pemecahan masalah,
(f) karyawisata, (g) peta konsep, (h) pe-nugasan (resitasi), (i) diskusi, (j) cera-
mah, (k) tanya jawab, dan (l) kooperatif (cooperative learning).

b. Teknik Pembelajaran IPS


1) Teknik Resolusi Konflik
Teknik Resolusi Konflik (TRK), dalam National Commission of Social
Studies (NCSS) di USA dalam Sudiatmaka (2003: 4) mendefinisikan TRK
sebagai “the teaching and learning of Civic Education in the context of real
societies “ (NCSS, 2000). NCSS mengajukan 10 (sepuluh) ciri dalam konteks
pembelajaran yaitu: (1) siswa mengidentifikasikan masalah-masalah sosial-
budaya kemasyarakatan di daerahnya masing-masing yang ada kaitannya de-
ngan kehidupan masyarakat; (2) pelibatan siswa secara aktif dalam mencari
dan memformulasikan informasi yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah yang ada di lingkungan sosial masyarakatnya; (3) menggunakan me-
dia elektronik dan media masa lokal, regional, dan nasional untuk mempero-
leh informasi yang digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial
dan budaya masyarakat; (4) memfokuskan pengaruh informasi tentang sosial-
budaya kepada siswa; (5) perluasan batas dan waktu pembelajaran siswa yang
melampaui batas-batas kelas dan lingkungan sekolah; (6) berorientasi bahwa
materi pelajaran bukan sebatas fakta, konsep, dan generalisasi yang harus di-
kuasai oleh siswa melainkan sebuah kompetensi dasar berkehidupan; (7) me-
nekankan pada keterampilan proses yang dapat digunakan oleh siswa untuk
memecahkan masalah sosial-budaya dalam kehidupan sehari-hari; (8) mem-

34
beri kesempatan yang optimal kepada siswa untuk memerankan dirinya seba-
gai warga masyarakat, pemimpin, negara, dan bangsa bilamana telah mampu
mengidentifikasi isu-isu sosial dan budaya yang dihadapinya; (9) menekan-
kan pada otonomi siswa dalam proses pembelajaran dalam kapasitasnya seba-
gai individu (personal ability) maupun kelompok (group abilities); dan (10)
menekankan pada kemampuan dan keterampilan identifikasi siswa terhadap
konflik sosial-kemasyarakatan dalam kehidupan di masa mendatang (future
life) serta mampu merancang dan mengambil tindakan yang akurat.
Prosedur Pembelajaran metode resolusi konflik.

Identifikasi

Eksplorasi

Ekspalanasi

Negosiasi Konflik

2) Teknik Pemecahan Masalah


Pembelajaran melalui pemecahan masalah terdiri atas lima langkah
(Ha-mid Hasan, 1996), yaitu: (1) identifikasi masalah, (2) pengembangan
alterna-tif, (3) pengumpulan data untuk menguji alternatif, (3) pengujian
alternatif, dan (4) pengambilan keputusan.
Isu Kontroversial, Muessing (1975: 4) me-ngatakan isu kontroversial de-
ngan kalimat “sesuatu yang mudah diterima oleh seseorang atau kelompok, te-
tapi juga mudah ditolak oleh orang atau kelompok lain”. Hal-hal yang harus
diperhatikan guru dalam memilih metode isu kontroversial: (1) isu kontrover-
sial tidak boleh menimbulkan pertentangan suku, agama dan ras; (2) dekat
dengan kehidupan siswa masa kini; (3) sesuatu yang sudah menjadi milik ma-
syarakat; dan (4) berkenaan dengan masalah setempat, nasional maupun in-
ternasional.

35
3) Teknik Studi Kasus
Pembelajaran dengan studi kasus menghendaki partisipasi aktif siswa
dalam proses berpikir menghadapi kasus.
Dalam pembelajaran dengan kasus langkah-langkah berikut ini dapat
dilakukan (Hamid Hasan: 1996): (1) menentukan pokok/sub pokok bahasan,
(2) mengembangkan bahan pelajaran, (3) mengembangkan kasus, (4) meren-
canakan proses, dan (5) melaksanakan penilaian
Dalam pembelajaran IPS semua metode tersebut bisa digunakan baik
secara sendiri-sendiri maupun gabungan atau variasi dari dua atau tiga meto-
de tersebut. Selain harus menguasai metode pembelajaran, dalam pembelajar-
an PKN dan IPS, guru juga perlu menguasasi teknik atau keterampilan yang
kerap digunakan dalam pembelajaran. Beberapa teknik atau keterampilan ter-
sebut, seperti yang dikatakan Hasibuan (2004), adalah: (1) keterampilan mem-
buka dan menutup pelajaran, (2) keterampilan bertanya, (3) keterampilan
memberi penguatan, (4) keterampilan menjelaskan, (5) keterampilan menggu-
nakan variasi, (6) keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan, (7)
keterampilan mengelola kelas, dan (8) keterampilan membimbing diskusi.

6. Pendekatan Pembelajaran
Metode pembelajaran terkait erat dengan pendekatan pembelajaran yang
digunakan untuk itu dalam uraiannya sulit dipisahkan.
Pendekatan Pembelajaran dalam mata pelajaran Kewarganegaraan me-
rupakan proses dan upaya dengan menggunakan pendekatan belajar konteks-
tual untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan, keterampilan, dan
karakter warga negara Indonesia. Pendekatan belajar kontekstual dapat diwu-
judkan antara lain dengan metode-metode: (1) kooperatif, (2) penemuan, (3)
inkuiri, (4) interaktif, (5) eksploratif, (6) berpikir kritis, dan (7) pemecahan
masalah.
Metode-metode pembelajaran tersebut dapat dilaksanakan secara berva-
riasi di dalam atau di luar kelas dengan memperhatikan ketersediaan sumber-
sumber belajar. Guru dengan persetujuan kepala sekolah selain dapat memba-
wa siswa menemui tokoh masyarakat dan pejabat setempat, juga dapat mengun-
dang tokoh masyarakat dan pejasbat setempat ke sekolah untuk memberikan
informasi yang relevan dengan materi yang dibahas dalam kegiatan pembela-

36
jaran.

a. Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan CTL,
yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-
konyong. Contoh: Dalam kelas siswa dilatih melalui pembiasaan diri untuk
menghargai pendapat orang lain.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesu-
atu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Contoh: Kasus
perbedaan pandangan tentang proses penyelesaian kasus perkelahian di kelas,
sehingga siswa sampai pada kesimpulan bahwa perkelahian itu terjadi karena
persoalan harga diri dilecehkan.
Contoh siswa diberi tugas untuk mengamati toleransi antar umat bera-
gama dalam pelaksanaan ibadah puasa di bulan Romadhon.
Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan: (1)
menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (2) memberi ke-
sempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri,dan (3) menya-
darkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

b. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis
CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan
hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.
Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemu-
kan, apapun materi yang diajarkannya. Siklus inkuiri: (1) observasi, (2) berta-
nya, (3) mengajukan dugaan, (4) pengumpulan data, dan (5) penyimpulan.
Langkah-langkah kegiatan menemukan: (1) merumuskan masalah; (2)
mengamati atau melakukan observasi; (3) menganalisis dan manyajikan hasil
dalam tulisan, gambar,laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya; (4) mengko-
munikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sejawat, gu-
ru, atau audien yang lain.
Contoh: Model pembelajaran portofolio, siswa dilatih untuk melakukan
penelitian di lapangan.

37
c. Bertanya (Questioning)
Contoh: (1) setiap kali pertemuan guru diharapkan membuat pertanyaan
apakah pelajaran yang lalu mampu diserap atau tidak; (2) membuat beberapa
kuis yang relevan dengan materi, misalnya kuis pengamalan budaya demokra-
si; dan (3) guru memberi kesempatan kepad siswa untuk bertanya.

d. Masyarakat Belajar ( Learning Community)


“Masyarakat belajar” bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua
arah. “seorang guru yang mengajari siswanya” adalah bukan contoh masyara-
kat belajar karena komunikasi hanya terjadi satu arah, yaitu informasi hanya
datang dari guru ke arah siswa, tidak ada arus informasi yang perlu dipelajari
guru yang datang dari arah siswa. Dalam contoh ini yang belajar hanya siswa
bukan guru. Dalam masyarakat belajar, dua kelompok atau lebih yang terlibat
dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Contoh: Diskusi kelompok
membahas topik demokrasi. Dalam kelompok perlu diamati apakah terbentuk
masyarakat belajar atau tidak, jika tidak maka guru melakukan perbaikan.

e. Pemodelan (Modeling)
Sebagian guru memberi contoh tentang cara bekerja sesuatu, sebelum
siswa melaksanakan tugas. Misalnya, cara merumuskan masalah dalam mo-
del pembelajaran Portofolio.
Secara sederhana, kegiatan itu disebut pemodelan. Artinya, ada model
yang bisa ditiru dan diamati siswa, sebelum mereka berlatih merumuskan ma-
salah. Dalam kasus itu, guru menjadi model.

f. Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengeta-
huan yang baru diterima. Misalnya, ketika pelajaran berakhir, siswa merenung
“kalau begitu, cara saya melaporkan tugas lapangan tentang pengamalan de-
mokrasi dalam kehidupan sehari-hari adalah salah, ya! Mestinya, dengan cara
yang baru saya pelajari ini, yang betul”.

g. Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment)


Assessment adalah proses pengumpulan data yang bisa memberikan gam-
baran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa

38
perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan kemajuan. Kemajuan belajar
itu diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dila-
kukan di akhir periode pembelajaran, melainkan dilakukan secara terintegrasi
tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
Karakteristik authentik assessment: (1) dilaksanakan selama dan sesudah
proses pembelajaran berlangsung; (2) bisa digunakan formatif maupun suma-
tif; (3) yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta;
(4) berkesinambungan; (5) terintegrasi; dan (6) dapat digunakan sebagai feed
back .
Hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa ada-
lah: (a) proyek/kegiatan dan laporan tentang masalah Narkoba, (b) kuis
sekitar Pelanggaran HAM di Indonesia, (c) karyawisata ke Mesium Nasional,
(d) presentasi atau penilaian Peer Grou, misalnya tampilan kasus yang dipilih
Kasus PILKADA di Depok.

7. Media/Sumber Belajar
Media pembelajaran, berupa media cetak dan atau media audiovisual
yang digunakan pada setiap langkah pada urutan kegiatan pembelajaran. Se-
perti halnya penggunaan metode pembelajaran mungkin beberapa media di-
gunakan pada suatu langkah atau satu media digunakan pada beberapa lang-
kah.
Media adalah alat yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau infor-
masi dari pengirim kepada penerima pesan. Media dapat berupa: alat elektro-
nika, gambar, buku dan sebagainya. Media digunakan dalam kegiatan pembe-
lajaran karena berbagai kemampuannya, sebagai berikut: (1) memperbesar
gambar; (2) menyajikan gambar atau peristiwa yang tak terjangkau; (3) me-
nyajikan peristiwa yang kompleks, rumit, dan berlangsung sangat cepat; (4)
meningkatkan daya tarik dengan menggambarkan keindahan; dan (5) mening-
katkan sistematika pembelajaran menjadi satu kesatuan yang utuh: seperti
penggunaan transparansi, kaset audio, dan grafik
Berbagai sumber dapat kita gunakan untuk mendapatkan materi pembe-
lajaran dari setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar, seperti: (1) buku
teks; (2) laporan hasil penelitian; (3) jurnal (penerbitan hasil penelitian dan
pemikiran ilmiah); (4) majalah ilmiah; (5) pakar bidang studi; (6) profesional;

39
(7) buku kurikulum; (8) penerbitan berkala seperti harian, mingguan, dan bu-
lanan; (9) internet; (10) media audiovisual (TV, Video, VCD, kaset audio);
dan (11) lingkungan (alam, sosial, seni budaya, teknik, industri, ekonomi).
Perlu diingat, dalam menyusun rencana pembelajaran berbasis kompe-
tensi, buku-buku atau terbitan tersebut hanya merupakan bahan rujukan. Ar-
tinya, tidaklah tepat jika hanya menggantungkan pada buku teks sebagai satu-
satunya sumber materi. Mengajar bukanlah menyelesaikan satu buku, tetapi
membantu siswa mencapai kompetensi. Karena itu, hendaknya guru menggu-
nakan banyak sumber materi. Bagi guru, sumber utama untuk mendapatkan
materi pembelajaran adalah buku teks dan buku penunjang yang lain.

8. Penilaian Berbasis Kelas (PBK)


Penilaian dalam mata pelajaran PKn dan IPS dilakukan untuk mengukur
pencapaian indikator hasil belajar PKn dan IPS. Penilaian dapat mengguna-
kan model penilaian berdasarkan perbuatan (performance-based assessment)
atau juga dikenal dengan penilaian otentik (authentic assessment).
Penilaian perbuatan atau otentik dapat menggunakan campuran bebera-
pa teknik berikut ini: (1) catatan kegiatan, (2) catatan anekdot, (3) skala sikap,
(4) catatan tindakan, (5) koleksi pekerjaan, (6) tugas individu, (7) tugas ke-
lompok atau kelas, (8) diskusi, (9) wawancara, (10) catatan pengamatan, (11)
peta perilaku, (12) portofolio, (13) kuesioner, (14) pengukuran sosiometrik,
(15) tes buatan guru, (16) tes standar prestasi, dan (17) tes standar psikologis.
Ada beberapa kriteria atau hal-hal yang perlu diperhatikan dalam peni-
laian adalah:
(1) Penilaian dapat dilakukan melalui tes dan nontes.
(2) Penilaian harus mencakup tiga aspek kemampuan, yaitu pengetahuan, si-
kap, dan keterampilan.
(3) Menggunakan berbagai cara penilaian ketika kegiatan belajar sedang ber-
langsung, misalnya melalui observasi, mendengarkan, mengajukan perta-
nyaan, mengamati hasil kerja siswa, dan memberikan tes.
(4) Pemilihan alat dan jenis penilaian berdasarkan rumusan indikator hasil
belajar.
(5) Mengacu pada tujuan dan fungsi penilaian: sebagai umpan balik, laporan
kepada orangtua, memberikan informasi tentang kemauan belajar siswa.

40
(6) Alat penilaian harus mendorong kemampuan penalaran dan kreativitas
siswa, misalnya dalam bentuk tes tertulis uraian, tes kinerja, hasil karya
siswa (produk), proyek, dan portofolio.
(7) Mengacu pada prinsip differensiasi atau keberagaman kemampuan siswa.
(8) Tidak bersifat diskriminasi, melainkan adil bagi semua siswa.
Berdasarkan kriteria tersebut di atas, maka penilaian yang dikembang-
kan menurut Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah Penilaian Kelas atau
sering disebut Penilaian Berbasis Kelas (PBK).

a. Pengertian Penilaian Berbasis Kelas (PBK)


Penilaian Berbasis Kelas (PBK) merupakan salah satu komponen dalam
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Penilaian Berbasis Kelas merupakan
prinsip, sasaran, dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang akurat dan
konsisten tentang kompetensi atau hasil belajar siswa serta pernyataan yang
jelas mengenai kemajuan siswa sebagai akuntabilitas publik. Dinamakan Pe-
nilaian Berbasis Kelas, karena penilaian ini dilakukan secara terpadu dengan
kegiatan belajar mengajar di kelas.
Penilaian Berbasis Kelas (PBK) dilakukan dengan pengumpulan kerja
siswa (portofolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek), performance
(kinerja), dan tes tertulis. Adapun guru menilai kompetensi dan hasil belajar
siswa berdasarkan level pencapaian prestasi siswa.

b. Manfaat Hasil Penilaian Berbasis Kelas


a) Memberikan umpan balik bagi siswa dalam mengetahui kemampuan dan
kekurangannya, sehinga menimbulkan motivasi untuk memperbaiki hasil
belajarnya.
1) Memantau dan mendiagnosis kemampuan belajar siswa, sehingga memung-
kinkan dilakukannya pengayaan dan remediasi untuk memenuhi kebutuh-
an siswa sesuai dengan kemajuan dan kemampuannya.
2) Memberikan masukan kepada guru untuk memperbaiki program pembe-
lajarannya di kelas.
3) Memungkinkan siswa mencapai kompetensi yang telah ditentukan walau
pun dengan kecepatan belajar yang berbeda-beda.
4) Memberikan informasi yang lebih komunikatif kepada masyarakat tentang

41
efektivitas pendidikan, sehingga dapat meningkatkan partisipasi masyara-
kat dalam pendidikan.

c. Pelaksanaan Penilaian Berbasis Kelas


Ada beberapa hal yang harus dipahami oleh guru dalam melaksanakan
penilaian, yaitu:
a) Memandang penilaian sebagai bagian yang integral dari kegiatan belajar-
mengajar.
b) Mengembangkan strategi yang mendorong dan memperkuat proses peni-
laian sebagai kegiatan refleksi (bercermin dairi dan pengalaman belajar).
c) Melakukan berbagai strategi penilaian di dalam program pengajaran untuk
menyediakan berbagai jenis informasi tentang hasil belajar siswa.
d) Mengakomodasi kebutuhan siswa.
e) Mengembangkan sistem pencatatan yang menyediakan cara bervariasi
dalam pengamatan belajar.
f) Menggunakan penilaian dalam rangka mengumpulkan informasi untuk
membuat keputusan tentang tingkat pencapaian kompetensi siswa.
Dalam menjaring hasil kerja siswa, pelaksanaan PBK dapat berbentuk
tes tertulis, penampilan (performance), peugasan atau proyek, dan portofolio.
Tes tertulis dapat berbentuk memilih jawaban (jawaban ganda) dan mem-
buat jawaban sendiri (tes uraian). Melalui tes uraian, dapat memberikan infor-
masi tentang kemampuan siswa dalam mengorganisasikan gagasannya secara
sistematis.
Tes penampilan (performance) merupakan tes yang menuntut siswa me-
lakukan tugas dalam bentuk perbuatan yang dapat diamati oleh guru, misalnya
tes percobaan, praktek olah raga, menyanyikan lagu, dan sebagainya.
Penugasan atau proyek merupakan tugas yang harus dikerjakan oleh
siswa yang memerlukan waktu relatif lama dalam pengerjaannya. Penugasan
ini dimaksudkan untuk menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam
mengorganisasikan seluruh pengetahuannya yang diperoleh dalam bentuk la-
poran karya tulis.
Portofolio, dapat diartikan sebagai suatu wujud benda fisik dan suatu
proses sosial pedagogis. Dalam wujud benda fisik, portofolio merupakan bun-
del kumpulan atau dokumentasi hasil pekerjaan siswa yang disimpan dalam

42
suatu bundel. Portofolio sebagai proses sosial pedagogis merupakan kumpul-
an pengalaman belajar yang terdapat dalam pikiran siswa berupa pengetahu-
an, keterampilan, nilai, dan sikap. Portofolio sangat bermanfaat untuk mela-
yani siswa secara individual maupun kelompok. Penyekoran untuk portofolio
menggunakan catatan kemajuan prestasi siswa yang dilakukan oleh guru.

F. Model Pelaksanaan Pembelajaran PKn dan IPS


1. Kegiatan Pendahuluan (Awal)
Kegiatan pendahuluan (introduction) pada dasarnya merupakan kegiat-
an awal yang harus ditempuh guru dan peserta didik pada setiap kali pelaksa-
naan pembelajaran. Fungsinya terutama untuk menciptakan suasana awal pem-
belajaran yang efektif yang memungkinkan peserta didik dapat mengikuti
proses pembelajaran dengan baik. Efisiensi waktu dalam kegiatan pendahulu-
an pembelajaran ini perlu diperhatikan, karena waktu yang tersedia untuk ke-
giatan tersebut relatif singkat, berkisar antara 5-10 menit. Dengan waktu yang
relatif singkat tersebut diharapkan guru dapat menciptakan kondisi awal pem-
belajaran dengan baik, sehingga dalam kegiatan inti pembelajaran peserta di-
dik sudah siap untuk mengikuti pelajaran dengan seksama.
Kegiatan utama yang dilaksanakan dalam pendahuluan pembelajaran ini
di antaranya untuk menciptakan kondisi-kondisi awal pembelajaran yang kon-
dusif, melaksanakan kegiatan apersepsi (apperception), dan penilaian awal
(pre-test). Penciptaan kondisi awal pembelajaran dilakukan dengan cara: me-
ngecek atau memeriksa kehadiran peserta didik (presence, attendance), me-
numbuhkan kesiapan belajar peserta didik (readiness), menciptakan suasana
belajar yang demokratis, membangkitkan motivasi belajar peserta didik, dan
membangkitkan perhatian peserta didik. Melaksanakan apersepsi (apperception)
dilakukan dengan cara: mengajukan pertanyaan tentang bahan pelajaran yang
sudah dipelajari sebelumnya dan memberikan komentar terhadap jawaban pe-
serta didik, dilanjutkan dengan mengulas materi pelajaran yang akan dibahas.
Melaksanakan penilaian awal dapat dilakukan dengan cara lisan atau tulisan
berupa kuis singkat pada beberapa peserta didik yang dianggap mewakili se-
luruh peserta didik, bisa juga penilaian awal ini dalam prosesnya diintegrasi-
kan melalui apersepsi.

43
2. Kegiatan Inti
Kegiatan inti merupakan kegiatan dalam rangka pelaksanaan pembela-
jaran yang menekankan pada proses pembentukan pengalaman belajar peserta
didik (learning experiences). Pengalaman belajar tersebut bisa dalam bentuk
kegiatan tatap muka di kelas atau di luar kelas dan kegiatan nontatap muka.
Pengalaman belajar tatap muka dimaksudkan sebagai kegiatan pembelajaran
yang dilakukan dengan mengembangkan bentuk-bentuk interaksi langsung
antara guru dengan peserta didik, sedangkan pengalaman belajar nontatap
muka dimaksudkan sebagai kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik da-
lam berinteraksi dengan sumber belajar lain yang bukan kegiatan interaksi
langsung guru-peserta didik.
Kegiatan inti dalam pembelajaran bersifat situasional, dalam arti perlu
disesuaikan dengan situasi dan kondisi tempat proses pembelajaran itu ber-
langsung. Terdapat beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam kegiatan
inti pembelajaran. Kegiatan paling awal yang perlu dilakukan guru adalah
memberitahukan Kompetensi Dasar yang harus dicapai oleh peserta didik be-
serta garis-garis besar materi/bahan pembelajaran yang akan dipelajari. Hal
ini perlu dilakukan agar peserta didik mengetahui sejak awal kemampuan-ke-
mampuan apa saja yang akan diperolehnya setelah proses pembelajaran ber-
akhir. Cara yang cukup praktis untuk memberitahukann kompetensi tersebut
kepada peserta didik bisa dilakukan dengan cara tertulis atau lisan, atau ke-
dua-duanya. Guru menuliskan kompetensi tersebut di papan tulis dilanjutkan
dengan penjelasan secara lisan mengenai pentingnya kompetensi tersebut di-
kuasai peserta didik.
Kegiatan lainnya di awal kegiatan inti pembelajaran terpadu yaitu men-
jelaskan alternatif kegiatan belajar yang akan dialami peserta didik. Dalam
tahapan ini guru perlu menyampaikan kepada peserta didik tentang kegiatan-
kegiatan belajar yang harus ditempuh peserta didik dalam mempelajari tema/
topik, atau materi pembelajaran PKn atau IPS terpadu. Kegiatan belajar yang
ditempuh peserta didik dalam pembelajaran IPS terpadu lebih diutamakan pa-
da terjadinya proses belajar yang berkadar aktivitas tinggi. Pembelajaran ber-
orientasi pada aktivitas peserta didik, sedangkan guru lebih banyak bertindak
sebagai fasilitator yang memberikan kemudahan-kemudahan kepada peserta
didik untuk belajar. Peserta didik diarahkan untuk mencari dan menemukan

44
sendiri apa yang dipelajarinya, sehingga prinsip-prinsip belajar dalam teori
konstruktivisme dan teori Kolb dapat diterapkan.
Dalam menyajikan materi/bahan pembelajaran harus diarahkan pada su-
atu proses perubahan pengetahuan, sikap, nilai, dan perilaku peserta didik.
Mengingat PKn dan IPS syarat dengan nilai maka strategi yang tepat diguna-
kan adalah membangkitkan rasa, karsa dan karya yang dapat membentuk ke-
pribadian, karakter dan jati diri sebagai manusia. Penyajian bahan pembela-
jaran harus dilakukan secara terpadu melalui penghubungan konsep dari mata
pelajaran satu dengan konsep mata pelajaran lainnya. Dalam hal ini, guru ha-
rus berupaya menyajikan bahan pelajaran dengan strategi mengajar yang ber-
variasi, yang mendorong peserta didik pada upaya penemuan pengetahuan
baru. Kegiatan pembelajaran bisa dilakukan melalui kegiatan pembelajaran
secara klasikal, kelompok, dan perorangan.

3. Kegiatan Akhir dan Tindak Lanjut


Kegiatan akhir dalam pembelajaran terpadu tidak hanya diartikan seba-
gai kegiatan untuk menutup pelajaran, tetapi juga sebagai kegiatan penilaian
hasil belajar peserta didik dan kegiatan tindak lanjut. Kegiatan tindak lanjut
harus ditempuh berdasarkan pada proses dan hasil belajar peserta didik. Wak-
tu yang tersedia untuk kegiatan ini relatif singkat, oleh karena itu guru perlu
mengatur dan memanfaatkan waktu seefisien mungkin. Secara umum kegiat-
an akhir dan tindak lanjut dalam pembelajaran terpadu di antaranya:
a. Melaksanakan dan mengkaji penilaian akhir.
b. Melaksanakan tindak lanjut pembelajaran melalui kegiatan pemberian tu-
gas atau latihan yang harus dikerjakan di rumah, menjelaskan kembali ba-
han pelajaran yang dianggap sulit oleh peserta didik, membaca materi pe-
lajaran tertentu, dan memberikan motivasi atau bimbingan belajar.
c. Mengemukakan topik yang akan dibahas pada waktu yang akan datang,
dan menutup kegiatan pembelajaran.

4. Penilaian
Objek dalam penilaian pembelajaran terpadu mencakup penilaian terha-
dap proses dan hasil belajar peserta didik. Penilaian proses belajar adalah upa-
ya pemberian nilai terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru

45
dan peserta didik, sedangkan penilaian hasil belajar adalah proses pemberian
nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai dengan menggunakan kriteria
tertentu. Hasil belajar tersebut pada hakikatnya merupakan pencapaian kom-
petensi-kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap
dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kom-
petensi tersebut dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikator-
nya yang dapat diukur dan diamati. Penilaian proses dan hasil belajar itu sa-
ling berkaitan satu dengan lainnya, hasil belajar merupakan akibat dari suatu
proses belajar.
Penilaian yang dikembangkan mencakup teknik, bentuk dan instrumen
yang digunakan terdapat pada lampiran.

a. Teknik Penilaian
Teknik penilaian merupakan cara yang digunakan dalam melaksanakan
penilaian tersebut. Teknik-teknik yang dapat diterapkan untuk jenis tagihan
tes meliputi: (1) kuis dan (2) tes harian.
Untuk jenis tagihan nontes, teknik-teknik penilaian yang dapat diterap-
kan adalah: (1) observasi, (2) angket, (3) wawancara,(4) tugas, (5) proyek,
dan (6) portofolio.

b. Bentuk Instrumen
Bentuk instrumen merupakan alat yang digunakan dalam melakukan
penilaian/pengukuran/evaluasi terhadap pencapaian kompetensi peserta didik.
Bentuk-bentuk instrumen yang dikelompokkan menurut jenis tagihan dan tek-
nik penilaian adalah:
- Tes: isian, benar-salah, menjodohkan, pilihan ganda, uraian, dan unjuk
kerja
- Nontes: panduan observasi, kuesioner, panduan wawancara, dan rubrik.

c. Instrumen
Instrumen merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengukur ting-
kat ketercapaian kompetensi. Apabila penilaian menggunakan teknik tes ter-
tulis uraian, tes unjuk kerja dan tugas rumah yang berupa proyek, harus diser-
tai rubrik penilaian.

46
G. Faktor Penting dalam Implementasi Strategi Pembelajaran PKn dan
IPS
1. Taksonomi Kecerdasan
Perkembangan taksonomi kecerdasan dapat digambarkan bahwa kecer-
dasan atau inteligensi bukanlah bersifat kebendaan, melainkan suatu kondisi
mental psikologis yang menggambarkan kemampuan intelektual individu.
Ada berbagai pengertian mengenai inteligensi, di antaranya C.P. Chaplin (1975)
yang mengartikan inteligensi sebagai kemampuan menghadapi dan menyesu-
aikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif. Pengertian lain dike-
mukakan oleh Woolfolk (1995), bahwa inteligensi memiliki 3 pengertian, ya-
itu: (1) kemampuan untuk belajar, (2) keseluruhan pengetahuan yang dipero-
leh, dan (3) kemampuan untuk melakukan adaptasi secara berhasil dengan si-
tuasi baru atau lingkungan pada umumnya. Selanjutnya Binet dalam Surya-
brata, 1984, menyatakan bahwa hakikat inteligensi ada 3 macam, yaitu: (1)
kecerdasan untuk menetapkan dan mempertahankan tujuan, (2) kemampuan
untuk melakukan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan, dan (3) kemam-
puan untuk melakukan otokritik, kemampuan untuk belajar dari kesalahan
yang telah dibuatnya.
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh 3 ahli tersebut dapat
disimpulkan, bahwa inteligensi atau kecerdasan adalah kemampuan individu
yang berkaitan dengan pengetahuan, kemampuan dalam menentukan tujuan,
mencapai dan memperbaikinya, serta beradaptasi dengan situasi baru dan
lingkungannya.
Karena inteligensi berkait dengan pengetahuan, maka kecerdasan indi-
vidu sangat bergantung pada informasi atau pengetahuan yang diperolehnya.
Disinilah pentingnya pendidikan dalam meningkatkan inteligensi individu.
Dalam kaitan ini, maka para guru harus memahami benar hakikat inteligensi,
terutama yang berkait dengan struktur inteligensi manusia. Sehingga guru se-
bagai pendidik mampu mengembangkan inteligensi para peserta didik secara
optimal.
Untuk itu, kita perlu memahami teori inteligensi yang berkembang. Pa-
da awalnya teori inteligensi dikemukakan oleh Spearman pada tahun 1904
(Semiawan, 1997; Yusuf, 2004) yang memandang inteligensi sebagai kemam-
puan yang terdiri atas dua faktor, yaitu: (1) kemampuan umum (general faktors),

47
dan (2) kemampuan khusus (specific faktors). Kemudian berkembang teori
baru yang dikemukakan oleh Thurstone pada tahun 1938 (Semiawan, 1997;
Yusuf, 2004) dengan teorinya Multiple Faktors. Thurstone menyatakan bah-
wa inteligensi merupakan penjelmaan dari kemampuan primer yang terdiri
atas: (1) kemampuan berbahasa: verbal comprehension, (2) kemampuan me-
ngingat: memory, (3) kemampuan nalar atau berpikir logis: reasoning, (4) ke-
mampuan ruang: spatial, (5) kemampuan menggunakan kata-kata: word fluency,
dan (6) kemampuan menanggapi dengan cepat: perceptual speed.
Perluasan teori multiple faktors secara komprehensif dilakukan oleh JP
Guilford (Semiawan, 1997) pada 1982 dengan teorinya “struktur intelek”.
Guilford menyatakan bahwa struktur kemampuan intelek dapat dilihat dari
tiga parameter atau yang disebut faces of intellect, yaitu: (1) operasi mental:
proses berpikir, (2) konten: isi yang dipikirkan, dan (3) produk: hasil berpikir.
Dari ketiga parameter yang masing-masing terdiri atas beberapa unsur diper-
oleh struktur kemampuan intelek manusia yang berjumlah 120 kemampuan
dan kemudian bertambah menjadi 150 kemampuan, setelah memisahkan kon-
ten figural dari dimensi auditoris.
Dalam perkembangannya, kini muncul teori mutakhir tentang inteligen-
si yang disebut Multiple Intelligence. Teori ini dikemukakan oleh Howard
Gardner (Semiawan, 1999; Yusuf, 2004) yang menyatakan bahwa inteligensi
manusia memiliki dimensi yang banyak. Pada awalnya ada tujuh dimensi, ke-
mudian bertambah menjadi delapan dan kini bertambah lagi menjadi 10. Tu-
juh dimensi yang dimaksud pada awalnya adalah: (1) logical-mathematical,
(2) linguistic, (3) musical, (4) spatial, (5) bodily kinesthetic, (6) interpersonal,
dan (7) intrapersonal. Tambahannya adalah (8) natural, dan kemudian ber-
tambah dua lagi, yaitu: (9) spiritual, (10) eksistensial. Untuk memperjelas ke-
mampuan apa saja yang tercakup dalam teori inteligensi ganda yang dikemu-
kakan Gardner di bawah ini disajikan tabel penjelasannya.

48
Dimensi Inteligensi Kemampuan Utama
Logical-Mathematical Kepekaan dan kemampuan untuk mengamati pola-pola logis
dan numerik (bilangan) serta kemampuan untuk berpikir rasi-
onal/logis
Linguistic Kepekaan terhadap suara, ritme, makna kata-kata, dan keraga-
man fungsi-fungsi bahasa
Musical Kemampuan untuk menghasilkan dan mengapresiasikan rit-
me, nada, dan bentuk-bentuk ekspresi musik
Spatial Kemampuan mempersepsi dunia visual-ruang secara akurat
dan melakukan transformasi persepsi tersebut
Bodily Kinesthetic Kemampuan mengontrol gerakan tubuh dan menangani
objek-objek secara terampil
Interpersonal Kemampuan untuk mengamati dan merespon suasana hati,
temperamen dan motivasi orang lain
Intrapersonal Kemampuan menganalisis dan refleksi diri, untuk memahami
perasaan, kekuatan, dan kelemahan sendiri.
Natural Kemampuan mengenal kembali flora dan fauna, dan mencin-
tai alam
Spiritual Kemampuan untuk melakukan hubungan dengan Tuhan.
Eksistensial Kemampuan untuk menyadari dan menghayati keberadaan
dirinya di dunia dan tujuan hidupnya.

2. Multiple Intelegences
Dalam membentuk karakter dan rara kebangsaan kepada anak didik da-
lam hal ini adalah siswa TK, SD, SMP dan SMA serta SMK adalah menjadi
tugas pendidik dan sebagai hasil dari proses panjang dan terus menerus dari
pembelajaran PKn dan IPS yang meliputi : mental dan moral yang meliputi:
budi pekerti, disiplin, dan demokratis dan aspek intelektual yang meliputi: ke-
terampilan berpikir logis, luwes, orisinil, elaborasi, dan memperluas wawas-
an, profesionalisme, serta kreativitas. Hal ini baru bisa diraih tatkala guru da-
lam menerapkan pembelajaran di kelas menggunakan strategi pembelajaran
yang dapat mendukung dan memotivasi terbentuknya Multiple Intelegensi
siswa.
Howard Gardner adalah seorang psikolog perkembangan dan profesor
pendidikan di Graduate School of Education, Harvard University, Amerika
Serikat. Ia menulis gagasannya tentang Multiple Inteligences dalam bukunya
Framers of Mind (1983) dan pada tahun 1993 mempublikasikan bukunya ber-
judul Multiple Inteligences. Menurut nya bahwa Inteligence sebagai kemam-
puan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu
setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Intelegensi se-
seorang bukan hanya diukur dengan tes tertulis, melainkan lebih tepat diukur

49
melalui cara bagaimana orang itu memecahkan persoalan dalam kehidupan
yang nyata. Intelegensi seseorang dapat dikembangkankan melalui pendidik-
an dan intelegensi jumlahnya banyak.
Multiple Intelegences meliputi: (1) kecerdasan bahasa adalah kapasitas
menggunakan bahasa secara lisan dan tulisan secara efektif. Kemampuan me-
ngolah kata-kata secara efektif yakni berbahasa lancar, baik dan lengkap. Con-
toh: Siswa dilatih menggunakan tata bahasa dan kosa kata yang tepat dalam
berdiskusi membahas topik terkait dengan kompetensi dasar misalnya perlin-
dungan hukum bagi kaum perempuan; (2) kecerdasan logika matematika ada-
lah kemampuan menggunakan bilangan dan logika secara efektif orang yang
kemampuan nya tinggi akan sangat mudah membuat klasifikasi dan kategori-
sasi dalampemikiran dan cara mereka bekerja. Dalam menghadapi persoalan
dia tidak mudah bingung karena ia bisa memilah-milahkannya, mana yang
pokok dan mana yang tidak, dan kuat dalam berpikir abstrak dan berfilsafat;
(3) kecerdasan keruangan adalah kemampuan mengenali, mengetahui, dan
mentranformasikan ide keruangan dan visual ke dalam persepsi secara tepat.
Kemampuan untuk mengenal bentuk dan benda secara tepat, melakukan pe-
rubahan suatu benda dalam pikirannya dan mengenali perubahan itu dalam
bentuk nyata; serta mengungkapkan data dalam bentuk grafik. Dia juga peka
terhadap keseimbangan, relasi, warna, garis, bentuk, dan ruang; (4) kecerdas-
an kinestetik (Bodily Kinestetic Intelligence) adalah kemampuan untuk meng-
gunakan seluruh tubuh atau gerak tubuh untuk mengekspresikan ide-ide atau
gagasan dan perasaan-perasaan dalam memproduksi karya termasuk koordi-
nasi keseimbangan, kekuatan, kelenturan, kecepatan, ketangkasan serta ke-
mampuan menerima rangsang; (5) kecerdasan musik (Musical Intelligence)
adalah kemampuan untuk mengembangkan, mengekspresikan, dan menikma-
ti bentuk-bentuk musik dan suara. Di dalamnya kepekaan akan ritme, melodi,
dan intonasi. Di samping itu juga meliputi kemampuan memainkn alat musik,
kemampuan menyanyi, mencipta lagu dan menikmatinya. Juga mencakup ke-
mampuan merasakan, membedakan, membentuk dan mengekspresikan musik
dan nyanyian. Contoh: siswa ditugasi untuk mengekspresikan perasaannya
melalui lagu dan puisi yang terkait dengan masalah sosial, kenegaraan dan
kehidupan sehari-hari; (6) kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk
mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, dan

50
temperamen orang lain. Kepekaan akan ekspresi wajah, suara dan gerak tu-
buh orang lain (isyarat), dan kemampuan seseorang untuk menjalin relasi dan
kamunikasi dengan berbagai orang. Contoh siswa dilatih berorasi ilmiah atau
berdiplomasi dalam berkomunikasi; (7) kecerdasan intra personal adalah ke-
mampuan memahami diri dan bertindak adaptif berdasarkan pengetahuan ten-
tang diri. Kemampuan berefleksi dan keseimbangan diri, kesadaran diri ting-
gi, inisiatif, dan berani. Contoh toleransi antar umat beragama; (8) intelegensi
lingkungan adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengerti flora dan fau-
na dengan baik, dapat membuat distingsi konsekuensial lain dalam alam natu-
ral, serta kemampuan untuk memahami dan menikmati alam. Contoh siswa
diajak berkarya wisata menikmati keadaan dan keindahan alam yang dekat
lokasinya dengan tempat tinggal mereka, selanjutnya ditugasi pada siswa un-
tuk menceritakan pengalamannya; dan (9) inteligensi eksistensial adalah me-
nyangkut kepekaan dan kemampuan seseorang untuk menjawab persoalan-
persoalan terdalam eksistensi atau keberadaan manusia. Orang tidak puas ha-
nya menerima keadaannya, keberadaannya secara otomatis, tetapi mencoba
menyadarinya dan mencari jawaban yang terdalam. Pertanyaan itu antara la-
in, mengapa aku ada, apa makna dari hidup ini, bagaimana kita sampai ke tu-
juan hidup. Contoh: Guru dapat menceritakan betapa pentingnya tujuan hidup
pribadi yang mengacu pada tujuan hidup beragama, bermasyarakat, dan ber-
negara.
Berdasarkan uraian di atas maka tantangan bagi guru dalam pembelajar-
an adalah bagaimana menyajikan materi pembelajaran dalam mencapai kom-
petensi yang komprehenship dengan tercapainya multiple intelegensi. Semen-
tara tantangan bagi pengawas bagaimana melakukan bimbingan dan supervisi
akademik pada guru-guru PKn dan IPS agar mengorientasikan pembelajaran-
nya pada pencapaian kompetensi menyeluruh baik dalam proses pembelajar-
annya maupun hasil akhir.

H. Implikasi Pembelajaran IPS


1. Guru
Pembelajaran IPS Terpadu merupakan gabungan antara berbagai disi-
plin ilmu-ilmu sosial, yang biasanya terdiri atas beberapa mata pelajaran se-
perti Geografi, Sosiologi/Antropologi, Ekonomi, dan Sejarah, maka dalam

51
pelaksanaannya tidak lagi terpisah-pisah melainkan menjadi satu kesatuan.
Hal ini memberikan implikasi terhadap guru yang mengajar di kelas. Seyogya-
nya guru dalam pembelajaran IPS dilakukan oleh seorang guru mata pelajar-
an, yakni Guru Mata Pelajaran IPS.
Di sekolah pada umumnya guru-guru yang tersedia terdiri atas guru-gu-
ru disiplin ilmu seperti guru Geografi, Sosiologi/Antropologi, Ekonomi, dan
Sejarah. Guru dengan latar belakang tersebut tentunya sulit untuk beradaptasi
ke dalam pengintegrasian disiplin ilmu-ilmu sosial, karena mereka yang me-
miliki latar belakang Geografi tidak memiliki kemampuan yang optimal pada
Ekonomi dan Sejaran, begitu pula sebaliknya. Di samping itu, pembelajaran
IPS Terpadu juga menimbulkan konsekuensi terhadap berkurangnya beban
jam pelajaran yang diemban guru-guru yang tercakup ke dalam IPS, sementa-
ra ketentuan yang berkaitan dengan kewajiban atas beban jam mengajar un-
tuk setiap guru masih tetap.
Untuk itu, dalam pembelajaran IPS dapat dilakukan dengan dua cara,
yakni: (1) team teaching, dan (2) guru tunggal. Hal tersebut disesuaikan de-
ngan keadaan guru dan kebijakan sekolah masing-masing.

a. Team Teaching
Pembelajaran terpadu dalam hal ini diajarkan dengan cara team, satu to-
pik pembelajaran dilakukan oleh lebih dari seorang guru. Setiap guru memili-
ki tugas masing-masing sesuai dengan keahlian dan kesepakatan. Kelebihan
sistem ini antara lain adalah: (1) pencapaian KD pada setiap topik efektif ka-
rena dalam tim terdiri atas beberapa yang ahli dalam ilmu-ilmu sosial, (2) pe-
ngalaman dan pemahaman peserta didik lebih kaya daripada dilakukan oleh
seorang guru karena dalam satu tim dapat mengungkapkan berbagai konsep
dan pengalaman, dan (3) peserta didik akan lebih cepat memahami karena
diskusi akan berjalan dengan narasumber dari berbagai disiplin ilmu.
Kelemahan dari sistem ini antara lain adalah jika tidak ada koordinasi,
maka setiap guru dalam tim akan saling mengandalkan sehingga pencapaian
KD tidak akan terpenuhi. Selanjutnya, jika kurang persiapan, penampilan di
kelas akan tersendat-sendat karena skenario tidak berjalan dengan semesti-
nya, sehingga para guru tidak tahu apa yang akan dilakukan di dalam kelas.
Untuk itu maka diperlukan beberapa langkah seperti berikut.

52
1) Dilakukan penelaahan untuk memastikan berapa KD dan SK yang harus
dicapai dalam satu topik pembelajaran. Hal ini berkaitan dengan berapa
guru bidang studi IPS yang dapat dilibatkan dalam pembelajaran pada to-
pik tersebut.
2) Setiap guru bertanggung jawab atas tercapainya KD yang termasuk dalam
SK yang ia mampu, seperti misalnya SK-1 oleh guru dengan latar belakang
Sosiologi/Antropologi, SK-2 oleh guru dengan latar belakang Geografi,
dan seterusnya.
3) Disusun skenario pembelajaran dengan melibatkan semua guru yang ter-
masuk ke dalam topik yang bersangkutan, sehingga setiap anggota me-
mahami apa yang harus dikerjakan dalam pembelajaran tersebut.
4) Sebaiknya dilakukan simulasi terlebih dahulu jika pembelajaran dengan
sistem ini merupakan hal yang baru, sehingga tidak terjadi kecanggungan
di dalam kelas.
5) Evaluasi dan remedial menjadi tanggung jawab masing-masing guru se-
suai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, sehingga aku-
mulasi nilai gabungan dari setiap Kompetensi Dasar dan Standar Kompe-
tensi menjadi nilai mata pelajaran IPS.

b. Guru Tunggal
Pembelajaran IPS dengan seorang guru merupakan hal yang ideal dila-
kukan. Hal ini disebabkan: (1) IPS merupakan satu mata pelajaran, (2) guru
dapat merancang skenario pembelajaran sesuai dengan topik yang ia kem-
bangkan tanpa konsolidasi terlebih dahulu dengan guru yang lain, dan (3)
oleh karena tanggung jawab dipikul oleh seorang diri, maka potensi untuk
saling mengandalkan tidak akan muncul.
Namun demikian, terdapat beberapa kelemahan dalam pembelajaran IPS
terpadu yang dilakukan oleh guru tunggal, yakni: (1) oleh karena mata pela-
jaran IPS terpadu merupakan hal yang baru, sedangkan guru-guru yang terse-
dia merupakan guru bidang studi sehingga sangat sulit untuk melakukan peng-
gabungan terhadap berbagai bidang studi tersebut, (2) seorang guru bidang
studi geografi tidak menguasai secara mendalam tentang sejarah dan ekonomi
sehingga dalam pembelajaran IPS terpadu akan didominasi oleh bidang studi
geografi, serta (3) jika skenario pembelajaran tidak menggunakan metode

53
yang inovatif maka pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
tidak akan tercapai karena akan menjadi sebuah narasi yang kering tanpa mak-
na.
Untuk tercapainya pembelajaran IPS Terpadu yang dilakukan oleh guru
tunggal tersebut, maka dapat dilakukan beberapa hal sebagai berikut.
1) Guru-guru yang tercakup ke dalam mata pelajaran IPS diberikan pelatih-
an bidang-bidang studi di luar bidang keahliannya, seperti guru bidang
studi Sejarah diberikan pelatihan tentang bidang studi Geografi dan Eko-
nomi.
2) Koordinasi antarbidang studi yang tercakup dalam mata pelajaran IPS te-
tap dilakukan, untuk mereviu apakah skenario yang disusun sudah dapat
memenuhi persyaratan yang berkaitan dengan bidang studi di luar yang ia
mampu.
3) Disusun skenario dengan metode pembelajaran yang inovatif dan memun-
culkan nalar para peserta didik sehingga guru tidak terjebak ke dalam pe-
maparan yang parsial bidang studi.
4) Persiapan pembelajaran disusun dengan matang sesuai dengan target pen-
capaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar sesuai dengan topik
yang dihasilkan dari pemetaan yang telah dilakukan.

2. Peserta Didik
Dilihat dari aspek peserta didik, pembelajaran IPS Terpadu memiliki
peluang untuk pengembangan kreativitas akademik. Hal ini disebabkan mo-
del ini menekankan pada pengembangan kemampuan analitik, kemampuan
asosiatif, serta kemampuan eksploratif dan elaboratif. Pembelajaran IPS Ter-
padu ini akan lebih dipahami peserta didik jika dalam penyajiannya lebih me-
ngupas pada permasalahan sosial yang ada, terutama permasalahan sosial di
lingkungan peserta didik itu sendiri.
Selain itu, model pembelajaran IPS Terpadu dapat mempermudah dan
memotivasi peserta didik untuk mengenal, menerima, menyerap, dan mema-
hami keterkaitan atau hubungan antara konsep, pengetahuan, nilai atau tin-
dakan yang terdapat dalam beberapa indikator dan Kompetensi Dasar.
Dengan mempergunakan model pembelajaran IPS Terpadu, secara psi-
kologik, peserta didik digiring berpikir secara luas dan mendalam untuk me-

54
nangkap dan memahami hubungan-hubungan konseptual yang disajikan guru.
Selanjutnya, peserta didik akan terbiasa berpikir terarah, teratur, utuh, menye-
luruh, sistemik, dan analitik. Dengan demikian, pembelajaran model ini me-
nuntun kemampuan belajar peserta didik lebih baik, baik dalam aspek inteli-
gensi maupun kreativitas.

3. Bahan Ajar
Bahan ajar memiliki peran yang penting dalam pembelajaran termasuk
dalam pembelajaran terpadu. Oleh karena pembelajaran terpadu pada dasar-
nya merupakan perpaduan dari berbagai disiplin ilmu yang tercakup dalam
ilmu-ilmu sosial, maka dalam pembelajaran ini memerlukan bahan ajar yang
lebih lengkap dan komprehensif dibandingkan dengan pembelajaran monoli-
tik. Dalam satu topik pembelajaran, dalam hal ini, diperlukan sejumlah sum-
ber belajar yang sesuai dengan jumlah Standar Kompetensi yang merupakan
jumlah bidang studi yang tercakup di dalamnya. Jika pembelajaran dalam sa-
tu topik tersebut mencakup seluruh SK (4 Standar Kompetensi), maka ia akan
memerlukan bahan ajar yang mencakup empat bidang studi yakni Sosiologi/
Antropologi, Geografi, Sejarah, dan Ekonomi.
Sumber belajar utama yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPS
Terpadu dapat berbentuk teks tertulis seperti buku, majalah, brosur, surat ka-
bar, poster dan informasi lepas, atau berupa lingkungan sekitar seperti: ling-
kungan alam, lingkungan sosial sehari-hari. Seorang guru yang akan menyu-
sun materi perlu mengumpulkan dan mempersiapkan bahan kepustakaan atau
rujukan (buku dan pedoman yang berkaitan dan sesuai) untuk menyusun dan
mengembangkan silabus. Pencarian informasi ini, sebenarnya dapat pula me-
manfaatkan perangkat teknologi informasi mutakhir seperti multimedia dan
internet.
Bahan yang akan digunakan dapat berbentuk buku sumber utama Sosio-
logi/Antropologi, Geografi, Sejarah, dan Ekonomi maupun buku penunjang
lainnya. Di samping itu, bahan bacaan penunjang seperti jurnal, hasil peneliti-
an, majalah, koran, brosur, serta alat pembelajaran yang terkait dengan indi-
kator dan Kompetensi Dasar ditetapkan. Sebagai bahan penunjang, dapat juga
digunakan disket, kaset, atau CD yang berisi cerita atau tayangan yang berka-
itan dengan bahan yang akan dipadukan. Guru, dalam hal ini, dituntut untuk

55
rajin dan kreatif mencari dan mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan
dalam pembelajaran. Keberhasilan seorang guru dalam melaksanakan pembe-
lajaran terpadu tergantung pada wawasan, pengetahuan, pemahaman, dan
tingkat kreativitasnya dalam mengelola bahan ajar. Semakin lengkap bahan
yang terkumpulkan dan semakin luas wawasan dan pemahaman guru terha-
dap materi tersebut maka berkecenderungan akan semakin baik pembelajaran
yang dilaksanakan.
Bahan yang sudah terkumpul selanjutnya dipilah, dikelompokkan, dan
disusun ke dalam indikator dari Kompetensi Dasar. Setelah bahan-bahan yang
diperlukan terkumpul secara memadai, seorang guru selanjutnya perlu mem-
pelajari secara cermat dan mendalam tentang isi bahan ajar yang berkaitan
dengan langkah kegiatan berikutnya.

4. Sarana dan Prasarana


Sarana dan prasarana yang harus tersedia dalam pembelajaran IPS Ter-
padu pada dasarnya relatif sama dengan pembelajaran yang lainnya, hanya
saja ia memiliki kekhasan tersendiri dalam beberapa hal. Dalam pembelajaran
IPS Terpadu, guru harus memilih secara jeli media yang akan digunakan, da-
lam hal ini media tersebut harus memiliki kegunaan yang dapat dimanfaatkan
oleh berbagai bidang studi yang terkait dan tentu saja terpadu. Misalnya, peta
yang digunakan tidak hanya peta yang dapat digunakan untuk Standar Kom-
petensi yang berkaitan dengan Geografi saja melainkan juga seyogianya da-
pat digunakan untuk mencapai Standar Kompetensi yang lainnya. Dengan de-
mikian, efisiensi pemanfaatan sarana dapat terlaksana dalam pembelajaran
ini.
Namun demikian, dalam pembelajaran ini tidak menutup kemungkinan
untuk menggunakan sarana yang relatif lebih banyak dari pembelajaran mo-
nolitik. Hal ini disebabkan untuk memberikan pengalaman yang terpadu, pe-
serta didik harus diberikan ilustrasi dan demonstrasi yang komprehensif un-
tuk satu topik tertentu. Guru dalam pembelajaran ini diharapkan dapat meng-
optimalkan sarana yang tersedia untuk mencapai tujuan pembelajaran IPS
Terpadu.

56
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Gafur. 1986. Disain Instruksional: Langkah Sistematis Penyusunan


Pola Dasar Kegiatan Belajar Mengajar. Sala: Tiga Serangkai.
Abdul Gafur. 1987. Pengaruh Strategi Urutan Penyampaian, Umpan Balik,
dan Keterampilan Intelektual Terhadap Hasil Belajar Konsep. Jakarta:
PAU - UT.
Udimansyah, Dasim. 2002. Model Pembelajaran dan Penilaian Berbasis Por-
tofolio. Bandung: Penerbit PT Genesindo.
Hayat, Bahrul “Penilaian Kelas (Classroom Assessment) dalam Penerapan
Standar Kompetensi”, dalam Buletin Puspendik edisi Oktober 2004
Pusat Kurikulum. 2002. Penilaian Berbasis Kelas dalam Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Balitbang Depdiknas.
Bloom et al. 1956. Taxonomy of Educational Objectives: the Classification of
Educational goals. New York: McKay.
Center for Civics Education. 1997. National Standars for Civics and Governement.
Calabasas CA: CEC Publ.
Dick, W. & Carey L. 1978. The Systematic Desgin of Instruction. Illinois:
Scott & Co. Publication.
Direktorat Pendidikan Menengah Umum. 2001. Kebijakan Pendidikan Me-
nengah Umum. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Edwards, H. Cliford, et.al. 1988. Planning, Teaching, and Evaluating: A
Competency Approach. Chicago: Nelson-Hall.
Gronlund, Norman E. 1984. Determining Accountabilty for Classroom
Instruction. New York: Macmillan Publishing Company.
Hall, Gene E & Jones, H.L. 1976. Competency-Based Education: A process
for the improvement of education. New Jersey: Englewood Cliffs, Inc.
Joice, B, & Weil, M. 1980. Models of Teaching. New Jersey: Englewood
Cliffs, Publ.
Kemp, Jerold. 1977. Instructional Design: A Plan for Unit and Curriculum
Development. New Jersey: Sage Publication.
Kaufman, Roger A. 1992. Educational Systems Planning. New Jersey:
Englewood Cliffs.
Marzano RJ & Kendal JS. 1996. Designing standard-based districs, schools,
and classrooms. Vriginia: Assiciation for Supervision and Curriculum
Development.
McAshan, H.H. 1989. Competency-Based Education and Behavioral Objectives.
New Jersey: Educational Technology Publications, Engelwood Cliffs.
Oneil Jr., Harold F. 1989. Procedures for Instructional Systems Development.
New York: Academic Press.

57
Reigeluth, Charles M. 1987. Instructional Theories in Action: Lessons
Illustrating Selected Theories and Models. New Jersey: Lawrence
Erlbaum Associates Publ.
Russell, James D. 1984. Modular Instruction: A Guide to Design, Selection,
Utilization and Evaluation of Modular Materials. Minneapolis: Burgess
Publishing Company.
Fajar, Malik. 2004. “ Pendidikan Kewarganegaraan Menuju Nation and
Character Bulding”, Semiloka Nasional tentang Revitalisasi Nasionalis-
me Indonesia Menuju Character and Nation Building, tanggal 18 Mei
2004.
Gaffar, Afan. 2002. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakar-
ta: Pustaka Pelajar.
Nadiroh dan Etin Solihatin. 1998. Ilmu Politik, Kenegaraan dan Hukum da--
lam PIPS, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran
Guru SLTP D-III.
Rosyada, Dede. 2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Ma-
dani, Jakarta : Prenada Media dan TIM ICCE UIN Jakarta.
Soedijarto. 2004. “Kurikulum dan Sistem Evaluasi Pendidikan Sebagai Unsur
Strattegis dalam Penyelenggaraan Sistem Pembelajaran Nasional”,
Diskusi Panel Rakernas ISPI, tanggal 21 Januari 2004.
Winataputra, Udin S. 2004. “Pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana
Pendidikan Demokrasi Konstitusional RI”, Semiloka Nasional tentang
Revitalisasi Nasionalisme IIndonesia Menuju Character and Nation
Building, tanggal 18 Mei 2004.
Undang- undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

58
Lampiran

Lembar Kerja 1. Simulasikan Pembelajaran PKn di Kelas 1 SMP dengan


mengunakan strategi pembelajaran yang efektif sesuai
dengan Kompetensi Dasar. Beri komentar dari simulai
tersebut

Lembar Kerja 2. Simulasikan Pembelajaran IPS di Kelas 1 SD dengan


mengunakan strategi pembelajaran yang efektif sesuai
dengan Kompetensi Dasar. Beri komentar dari simulai
tersebut

Pre Test:
1. Apa makna pembelajaran menurut UNESCO ?
2. Bagaimana Prinsip pembelajarn UNESCO diterapkan dalam strategi
pembelajaran PKn dan IPS?
3. Apa tantangan pembelajaran pada abad 21 bagi guru dan pengawas
dalam menggunakan strategi pembelajaran PKn dan IPS
4. Bagaimana keterkaitan antara Standar kompetensi, Kompetensi Da-
sar dan Indikator dalam mata pelajaran IPS dengan Strategi pembe-
lajaran yang digunakan?
5. Mengapa tidak tiap metode pembelajaran tidak selalu tepat diguna-
kan untuk materi yang berbeda?
6. Bagaimana mengukur efektifitas dari strategi pembelajaran yang di-
gunakan?
7. Indikator-indikator apa yang yang digunakan dalam menilai keber-
hasilan pembelajaran untuk mata pelajaran IPS dan PKn

Post Test:
1. Apa makna pembelajaran menurut UNESCO ?
2. Bagaimana Prinsip pembelajarn UNESCO diterapkan dalam strategi
pembelajaran PKn dan IPS?
3. Apa tantangan pembelajaran pada abad 21 bagi guru dan pengawas
dalam menggunakan strategi pembelajaran PKn dan IPS

59
4. Bagaimana keterkaitan antara Standar kompetensi, Kompetensi Da-
sar dan Indikator dalam mata pelajaran IPS dengan Strategi pembe-
lajaran yang digunakan?
5. Mengapa tidak tiap metode pembelajaran tidak selalu tepat diguna-
kan untuk materi yang berbeda?
6. Bagaimana mengukur efektifitas dari strategi pembelajaran yang di-
gunakan?
7. Indikator-indikator apa yang yang digunakan dalam menilai keber-
hasilan pembelajaran untuk mata pelajaran IPS dan PKn

60

Anda mungkin juga menyukai