1060016400
1060016400
Peluruhan Λ0 → p + π −
JA Simanullang
0399020454
Universitas Indonesia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jurusan Fisika
Depok
Penentuan Polarisasi Spin Λ0 pada
Peluruhan Λ0 → p + π −
JA Simanullang
0399020454
Depok
2003
Halaman Persetujuan
Dr T.Mart
Pembimbing
Dr. M. Hikam
Penguji I
Dr.L.T. Handoko
Penguji II
iii
Kata Pengantar
Skripsi ini merupakan persyaratan mendapatkan gelar S.Si, sarjana sains. Semoga
karya yang pernah dikerjakan ini berguna.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Dr. T. Mart yang membimbing saya dalam
pembuatan skripsi ini. Terima kasih kepada dewan penguji, Dr. M. Hikam dan Dr.
L.T. Handoko.
Penulis
iv
Intisari
Abstrak
Simetri paritas (P) dahulu dianggap kekal pada semua interaksi. Jika paritas kekal
maka alam tidak memiliki preferensi arah. Ternyata alam tidak seperti demikian.
Kekekalan paritas pada interaksi lemah ditumbangkan oleh T.D. Lee dan C.N Yang,
serta Wu. Paritas tidak kekal pada semua interaksi lemah termasuk pada peluruhan
Λ0 → p+π − . Jika paritas tidak kekal dalam peluruhan Λ, polarisasinya dapat diukur
dengan menggunakan proses peluruhan Λ0 → p + π − .
Kata kunci: peluruhan, polarisasi.
Abstract
Parity (P) symmetry was assumed to be conserved in all interactions. If parity were
conserved then nature would not have any directional preference. Nature, however,
is not so. Conservation of parity in weak interaction had been proven not always
true by T.D Lee and C.N. Yang, with Wu. Parity is not conserved in all weak
interactions including in the decay of Λ0 → p + π − . If parity were not conserved in
decay of Λ, the polarization can be measured using the decay process of Λ0 → p+π − .
Keywords: decay, polarization
v
Daftar Isi
Kata Pengantar iv
Intisari v
Daftar Tabel ix
1 Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2 Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
1.3 Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
1.4 Sistematika Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
2 Tinjauan Pustaka 4
2.1 Tumbangnya Kekekalan Paritas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
2.2 Peluruhan Nonleptonik Hyperon . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
vi
Daftar Isi Daftar Isi
A Notasi Umum 22
A.1 Aljabar Dirac . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
Bibliografi 31
vii
Daftar Gambar
viii
Daftar Tabel
ix
Bab 1
Pendahuluan
1
1.2. Metode Penelitian Bab 1. Pendahuluan
2
1.4. Sistematika Penulisan Bab 1. Pendahuluan
3
Bab 2
Tinjauan Pustaka
4
2.2. Peluruhan Nonleptonik Hyperon Bab 2. Tinjauan Pustaka
5
2.2. Peluruhan Nonleptonik Hyperon Bab 2. Tinjauan Pustaka
Setelah banyak eksperimen dilakukan, ditemukan bahwa paritas juga tidak kekal
pada peluruhan hyperon. Eksperimen mendapatkan nilai parameter asimetri yang
tidak sama dengan nol dalam peluruhan hyperon. Parameter asimetri ini dino-
tasikan dengan α dan ditunjukkan dalam tabel C.1. Keberadaan α yang tidak nol,
menghadirkan bukti yang tegas mengenai ketidakkekalan paritas dalam peluruhan
hyperon. Dalam eksperimen ditemukan bahwa ketidaksimetrian yang ada dalam
peluruhan Λ0 → p + π − cukup besar [4] ∼ [7, 10].
Jika paritas tidak kekal dalam peluruhan hyperon, maka polarisasi hyperon dapat
diukur dengan menggunakan proses peluruhannya [3]. Eksperimen belakangan [11,
12] telah menggunakan kenyataan ini. Penelitian ini akan menelusuri asal muasal
pengaitan antara polarisasi hyperon dengan proses peluruhan.
6
Bab 3
Untuk menelusuri asal muasal pengaitan antara polarisasi hyperon dengan proses
peluruhan dilakukan penurunan hubungan-hubungan yang penting dalam penelitian
ini. Perhitungan yang dilakukan harus berada dalam kerangka kerja teoretis yang
memadai. Oleh karena permasalahan yang dihadapi berhubungan dengan transfor-
masi diskret, maka fisika klasik tidak dapat dipakai disini. Kerangka kerja teoretis
yang memadai untuk menangani transformasi diskret hanyalah teori kuantum dan
perluasannya, teori medan kuantum.
Perhitungan yang dikerjakan disini berada dalam kerangka kerja teori medan
kuantum. Setelah menggambarkan diagram Feynman proses peluruhan hyperon,
kita hitung amplitudo matriks invarian. Perhitungan amplitudo tersebut dikerjakan
dengan memakai spinor dua komponen secara eksplisit. Selanjutnya digunakan op-
erator polarisasi. Kemudian dilakukan analisis terhadap hasil perkalian yang meli-
batkan 16 suku dengan teknik trace [9]. Yang semuanya bisa dibagi dalam tiga kat-
egori [8]. Kategori pertama adalah suku-suku yang berkorelasi dengan gelombang s.
Kategori kedua yang berkorelasi dengan gelombang p. Yang ketiga adalah suku-suku
yang berkorelasi dengan interferensi gelombang s dan p. Setelah dilakukan perhi-
tungan trace, selanjutnya didefinisikan parameter-parameter yang mempersingkat
penulisan hasil perhitungan trace.
Di bagian akhir bab ini diperlihatkan juga cara lain melakukan perhitungan
dengan menggunakan kerangka kerja mekanika kuantum biasa [7, 12], bukan meng-
gunakan kerangka kerja teori medan kuantum.
7
3.1. Amplitudo Bab 3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Amplitudo
Dari diagram Feynman dapat ditulis persamaan untuk elemen matriks efektif
Jika digunakan konvensi normalisasi Particle Data Group [10], persamaan tersebut
dengan GF adalah konstanta kopling interaksi lemah dan mπ adalah massa pion.
Dalam spinor dua-komponen
!
φi
† † σ · pf
Bi = σ · pi φf , −φf
φi , B̄f = Ef + mf
Ei + mi
Di sini φ adalah spinor dua-komponen, sedangkan σ adalah matriks Pauli, p, E dan
m adalah momentum, energi total dan massa partikel. Peluruhan ditinjau dalam
sistem diam hyperon (pi = 0). Dengan demikian,
† σ · pf
M = φf A + B φi φπ
Ef + mf
8
3.2. Kuadrat Amplitudo Bab 3. Hasil dan Pembahasan
Oleh karena kita belum menuliskan laju peluruhan total disini, kita tidak menuliskan
faktor perbandingannya. Laju peluruhan akan dibahas pada Subbab 3.3. Pada
bagian ini kita akan melakukan pekerjaan yang cukup melelahkan, yaitu mencari
ekspresi untuk |M|2
(T race dari matriks satuan 2 × 2 sama dengan 2, sedangkan trace matriks σ sama
dengan nol.)
Perhatikan bahwa perhitungan kita akan melibatkan 16 suku perkalian. Suatu
pekerjaan yang perlu dikerjakan secara sistematis. Kita bagi ke-16 suku perkalian
9
3.2. Kuadrat Amplitudo Bab 3. Hasil dan Pembahasan
ke dalam tiga kategori yang berlainan. Kategori pertama adalah suku-suku yang
sebanding dengan |s|2 sebanyak 4 suku. Kategori kedua adalah suku-suku yang se-
banding dengan |p|2 sebanyak 4 suku. Kategori ketiga adalah suku-suku interferensi
s dan p, yang sebanding dengan sp∗ sebanyak 4 suku, yang sebanding dengan s∗ p
sebanyak 4 suku.
tr [ (1 + σ · ω̂ f )σ · n̂(1 + σ · ω̂ i )σ · n̂]
= tr[(σ · n̂)(σ · n̂) + (σ · n̂)(σ · ω̂ i )(σ · n̂)
+ (σ · ω̂ f )(σ · n̂)(σ · n̂) + (σ · ω̂ f )(σ · n̂σ · ω̂ i )(σ · n̂]
= 2(1 + 2(ω̂ f · n̂)(ω̂ i · n̂) − (ω̂ f · ω̂ i ))
10
3.2. Kuadrat Amplitudo Bab 3. Hasil dan Pembahasan
tr [ (1 + σ · ω̂ f )(1 + σ · ω̂ i )σ · n̂]
= tr [σ · n̂ + (σ · ω̂ f )(σ · n̂) + (σ · ω̂ i )(σ · n̂) + (σ · ω̂ f )(σ · ω̂ i )(σ · n̂)]
= 2(ω̂ f · n̂ + ω̂ i · n̂ + i(ω̂ f × ω̂ i ) · n̂))
dan
tr [ (1 + σ · ω̂ f )σ · n̂(1 + σ · ω̂ i )]
= tr [σ · n̂ + (σ · ω̂ f )(σ · n̂) + (σ · ω̂ i )(σ · n̂) + (σ · ω̂ f )(σ · n̂)(σ · ω̂ i )]
= 2(ω̂ f · n̂ + ω̂ i · n̂ + i(ω̂ f × n̂) · ω̂ i )
= 2(ω̂ f · n̂ + ω̂ i · n̂ − i(ω̂ f × ω̂ i ) · n̂)
sp∗
tr [(1 + σ · ω̂ f )(1 + σ · ω̂ i )σ · n̂] = sp∗ (ω̂ f · n̂ + ω̂ i · n̂ + i(ω̂ f × ω̂ i ) · n̂)
2
s∗ p
tr [(1 + σ · ω̂ f )σ · n̂(1 + σ · ω̂ i )] = s∗ p(ω̂ f · n̂ + ω̂ i · n̂ − i(ω̂ f × ω̂ i ) · n̂).
2
Dengan menjumlahkan kontribusi suku interferensi, kita dapatkan
11
3.3. Polarisasi dan Laju Peluruhan Bab 3. Hasil dan Pembahasan
Mudah untuk dilihat, suku ini di bawah pembalikan ruang atau transformasi paritas
(P) akan mengalami perubahan tanda karena ω̂ → ω̂, dan n → − n.
Kita ingat, berdasarkan saran Lee dan Yang, bahwa untuk memperoleh bukti
yang tegas mengenai ketidakkekalan paritas dalam interaksi lemah, harus ditentukan
apakah interaksi lemah membedakan kiri dan kanan. Hal ini mungkin hanya apabila
dihasilkan interferensi antara keadaan-keadaan dengan paritas yang berlawanan [1].
Suku-suku interferensi inilah yang berperan dalam memberikan bukti yang tegas
mengenai pelanggaran kekekalan paritas. Suku-suku tersebut merupakan suku-suku
yang tidak mengekalkan paritas. Keberadaan suku-suku tersebut yang tidak nol,
akan menjadi bukti ketidakkekalan paritas dalam interaksi peluruhan hyperon.
Dengan mendefinisikan parameter α, β dan γ seperti dalam referensi [10], dan
dalam lampiran C, |M|2 akan sebanding dengan
(Dalam PDG dituliskan hasil yang serupa, cf [10] atau lihat lampiran C.)
Polarisasi Hyperon
Jika kita hanya tertarik dengan polarisasi hyperon, kita dapat menurunkan ulang
semua perhitungan dalam Subbab 3.1, mengaplikasikan operator polarisasi pada
hyperon saja. tanpa mengaplikasikan operator polarisasi pada nukleon. Perhitungan
kuadrat amplitudo akan lebih mudah. Perhitungan trace akan melibatkan hanya 8
suku perkalian, bukannya 16 seperti yang telah dikerjakan.
Kita mungkin tidak ingin menurunkan ulang seluruh Subbab 3.1, cara yang lebih
mudah adalah dengan mengingat bahwa tanpa adanya polarisasi
φf φ̄f = /p + m, (3.5)
12
3.3. Polarisasi dan Laju Peluruhan Bab 3. Hasil dan Pembahasan
sehingga semua referensi terhadap (1+σ·ω̂ f ) digantikan dengan /p+m yang hanyalah
konstanta. Hasil akhirnya akan menghilangkan semua suku yang memuat ω̂ f dalam
Pers. (3.4).
|M|2 ∝ 1 + α(ω̂ i · n̂) (3.6)
Polarisasi Nukleon
Argumentasi yang serupa juga berlaku untuk polarisasi hyperon, sehingga dengan
demikian kuadrat amplitudo akan sebanding dengan
Laju Peluruhan
Besaran yang diukur dalam eksperimen adalah laju peluruhan. Laju peluruhan
berbanding dengan kuadrat amplitudo, seperti ditunjukkan oleh Pers. (3.3). Secara
lengkap, ungkapan untuk laju peluruhan adalah :
1 |p1 |
dΓ = 2
|M|2 2 d Ω (3.8)
32π M
yang dapat ditulis sebagai distribusi angular peluruhan
dΓ 1 |p1 |
= 2
|M|2 2 (3.9)
dΩ 32π M
atau ditulis dalam laju peluruhan total
Γ
dΓ = × [1 + αω̂ i · n̂ + ω̂ f · {
8π
(α + ω̂ i · n̂)n̂) + γ(n̂ × (ω̂ i × n̂)) + β(ω̂ i × n̂)}] (3.10)
Oleh karena kuadrat amplitudo |M|2 memuat polarisasi hyperon awal dan baryon
akhir, para eksperimentalis (menggunakan hubungan ini) dapat mengetahui po-
larisasi hyperon Λ yang dihasilkan dalam proses π − + p → Λ + K tanpa perlu
menggunakan polarimeter. Hanya dengan mengukur laju peluruhan, dapat diukur
polarisasi hyperon.
13
3.4. Metode Pengkopelan Momentum Angular Bab 3. Hasil dan Pembahasan
Dalam penelitian ini, polarisasi yang menjadi minat utama adalah polarisasi hy-
peron. Kembali meninjau Pers. (3.6) dan (3.9) dapat ditulis hubungan semacam
dΓ 1 |p1 |
∝ 2
(1 + α cos θ) 2 . (3.11)
dΩ 32π M
Sudut θ disini adalah sudut antara vektor polarisasi hyperon dengan momentum
nukleon. Definisi sumbu dan arah proses ini diperlihatkan secara skematis pada Gb.
dΓ
3.2. Dari hubungan ini dapat dilihat bahwa besaran distribusi angular peluruhan dΩ
berhubungan langsung dengan kuantitas (1+α cos θ). Dengan pengetahuan ini, kita
dapat membangun suatu grafik linear [12] yang menghubungkan besaran distribusi
angular dengan θ. Jika kita melakukan hal tersebut, grafik yang kita peroleh tidak
akan jauh dari yang digambarkan pada Gb. 3.4. (Tentu saja dengan mem-fit data
eksperimen.)
14
3.4. Metode Pengkopelan Momentum Angular Bab 3. Hasil dan Pembahasan
Gambar 3.2: Definisi sumbu dan arah pada peluruhan Λ. Disini θ adalah sudut
antara vektor spin Λ dengan momentum proton.
15
3.4. Metode Pengkopelan Momentum Angular Bab 3. Hasil dan Pembahasan
Dalam formalisme ini, sudut θ didefinisikan relatif terhadap spin hyperon. Ini
diperlihatkan secara skematis dalam Gb. 3.2. Dalam eksperimen, arah spin hyperon
tidak dapat diukur secara langsung. Pengukuran dilakukan relatif terhadap bidang
produksi hyperon. Jika θ didefinisikan ulang secara demikian, Pers. (3.12) menjadi
I = 1 − αP cos θ (3.13)
16
3.4. Metode Pengkopelan Momentum Angular Bab 3. Hasil dan Pembahasan
dengan N↑ dan N↓ secara berurutan adalah jumlah proton peluruhan pada arah
sumbu normal ke atas dan ke bawah. (Lihat Gb 3.2.) Dengan demikian kita akan
menemukan bahwa A = αP , ungkapan yang menghubungkan pengukuran eksper-
imen dengan hasil kali αP . Dalam Ref. [12], dikutip suatu eksperimen polar-
isasi yang menerapkan hubungan ini. Eksperimen tersebut dilakukan dengan mele-
takkan teleskop pencacah di atas dan di bawah bidang produksi hyperon. Namun,
dalam laboratorium yang memiliki hampir lingkup ruang 4π metode pencacahan
yang sederhana ini tidak dipakai. Pengukuran justru dilakukan terhadap distribusi
angular sepanjang sumbu polarisasi mengikuti hubungan
dN
∝ 1 + αPΛ cos θ, (3.15)
dΩ
dengan α = 0.642 ± 0.013 [10].
Dalam penelitian ini dilakukan perhitungan nilai polarisasi menggunakan metode
distribusi angular dengan data yang diperoleh dari Ref [12]. Data di-fit dengan poli-
nomial orde satu lalu dinormalisasi hingga berbentuk 1 + c cos θ yang berkorespon-
densi dengan 1 + αP cos θ. Dengan diketahuinya nilai α dan c dari korespondensi
ini, dihitung nilai polarisasi P dari setiap data pada Gb. 3.4.
17
3.4. Metode Pengkopelan Momentum Angular Bab 3. Hasil dan Pembahasan
20000
Corrected Yield
Corrected Yield
Corrected Yield
15000
10000 10000
10000
5000 5000
5000 (a) (b) (c)
0 0 0
-1 0 1 -1 0 1 -1 0 1
Cos theta Cos theta Cos theta
10000
15000
Corrected Yield
Corrected Yield
Corrected Yield
7500
10000
10000
5000
5000
5000
(d) 2500 (f)
(e)
0 0 0
-1 0 1 -1 0 1 -1 0 1
Cos theta Cos theta Cos theta
6000
8000
Corrected Yield
Corrected Yield
Corrected Yield
2000
6000
4000
1500
4000
1000
2000
2000 (g) (h)
500 (i)
0 0 0
-1 0 1 -1 0 1 -1 0 1
Cos theta Cos theta Cos theta
Gambar 3.4: Distribusi angular proton peluruhan Λ dalam kerangka diam Λ sepan-
jang sumbu normal pada energi: (a)1.61 < W < 1.716 GeV, (b)1.716 < W < 1.766
GeV (c)1.766 < W < 1.816 GeV (d)1.816 < W < 1.866 GeV (e)1.866 < W < 1.916
GeV (f)1.916 < W < 1.966 GeV (g)1.966 < W < 2.016 GeV (h)2.016 < W < 2.066
GeV (i)2.066 < W < 2.166 GeV (diambil dari Ref [12])
18
3.4. Metode Pengkopelan Momentum Angular Bab 3. Hasil dan Pembahasan
Berikut ini adalah tabel yang memberikan nilai A dan B untuk setiap persamaan
garis A + B cos θ, serta nilai polarisasi P.
19
Bab 4
4.1 Kesimpulan
Simetri paritas telah dilanggar dalam interaksi lemah sebagaimana disarankan per-
tama kali oleh Chen Ning Yang dan Tsung Dao Lee. Dalam penelitian ini pelang-
garan itu telah diilustrasikan melalui polarisasi spin yang terjadi pada peluruhan
hyperon. Diambil peluruhan Λ0 → p + π − sebagai kasus khusus peluruhan hyper-
on. Polarisasi yang menjadi minat utama adalah polarisasi hyperon. Namun dalam
20
4.2. Saran Penelitian ke Depan Bab 4. Kesimpulan dan Saran
penurunan dengan spinor Dirac-Pauli diturunkan secara umum untuk polarisasi hy-
peron bersama-sama nukleon.
21
Lampiran A
Notasi Umum
γ µ ≡ (γ 0 , γ) , (A.1)
σi, σj ≡ σ i σ j + σ j σ i = 2δij ,
(A.4)
{γ µ , γ ν } ≡ γ µ γ ν + γ ν γ µ = 2g µν , (A.6)
22
A.1. Aljabar Dirac Lampiran A. Notasi Umum
[γ µ , γ ν ] ≡ γ µ γ ν − γ ν γ µ ≡ −2iσ µν , (A.7)
(jangan dikacaukan dengan matriks Pauli 2 × 2). Dalam representasi ini kita memi-
liki
ij σk 0 0i 0 σi
σ = and σ = i . (A.8)
0 σk σi 0
Kombinasi lain yang bermanfaat
5 0 1 2 3 0 1
γ ≡ iγ γ γ γ = γ5 = 1
i
24 µνρσ
γ µγ ν γ ργ σ = , (A.9)
1 0
iµνρσ γ µ = γ5 (−γν γρ γσ + gνρ γσ + gρσ γν − gνσ γρ ) , (A.10)
γ5 σ µν = 1 µνρσ
2
i σρσ , (A.11)
γ5 γσ = −γσ γ5 = 1
i
6 µνρσ
γµγν γρ , (A.12)
γ µ pµ = γ 0 p0 − γ · p ≡ /p . (A.14)
23
A.1. Aljabar Dirac Lampiran A. Notasi Umum
dengan χs spinor dua-komponen Pauli, dan spinor adjoin Dirac didefinisikan dengan
u(p, s) = u† γ 0 , (A.19)
v(p, s) = v † γ 0 . (A.20)
Dengan memakai spinor Dirac u dan v, persamaan Dirac dapat ditulis dengan
/ − m)u(p, s) = 0 ,
(p (A.21)
(p
/ + m)v(p, s) = 0 , (A.22)
/ − m) = 0 ,
u(p, s)(p (A.23)
v(p, s)(p
/ + m) = 0 . (A.24)
24
Lampiran B
Koefisien Clebsch-Gordan
Koefisien Clebsch-Gordan adalah angka, apabila kita memahami apa itu koefisien
Clebsch-Gordan, maka kita akan tahu bagaimana mengkopel spin-spin yang ber-
sesuaian.
q
1
(1 1 2
− 12 ) = 2
3
q
1 1
(1 0 2 2
) = − 13
1 1
(0 0 2 2
) = 1
1 1 21 − 21 |1 1i| 12 − 12 i + 1 0 12 21 |1 0i| 12 12 i
ψ 1 = αp
2
25
Lampiran B. Kopling Momentum Angular
q q q q q
2 3 iφ 1 3 1
ψ1 = αp 3
− 8π e sin θ χ− 1 − 3 4π
cos θ χ 1 + αs χ1
4π 2
2 2 2
q q q
1 iφ 1 1
= αp − 4π e sin θ χ− 1 − 4π
cos θ χ 1 + αs 4π
χ1 ,
2 2 2
kita mendapatkan
1 h i
eiφ sin θ χ− 1 + (cos θ) χ 1 − αs χ 1
ψ1 = −√ αp
2
4π 2 2 2
1 h i
ψ ∗1 = − √ αp∗ e−iφ sin θ χ∗− 1 + (cos θ) χ∗1 − αs∗ χ∗1 .
2 4π 2 2 2
Kita dapat menghitung |ψ|2 secara per bagian dalam tiga kategori: suku-suku yang
sebanding dengan |αs |2 , sebanding dengan |αp |2 , dan suku-suku interferensi.
26
Lampiran C
dengan n̂ adalah vektor satuan pada arah momentum akhir baryon dan ω̂ i dan ω̂ f
merupakan vektor satuan pada arah spin baryon awal dan akhir. Parameter α, β,
dan γ didefinisikan sebagai
α2 + β 2 + γ 2 = 1. (C.2)
27
C.1. Peluruhan Hyperon Lampiran C. Parameter Peluruhan Baryon
dalam daftar 1 , kita kumpulkan α dan φ untuk setiap peluruhan, oleh karena kuanti-
tas ini paling berdekatan dengan eksperimen dan pada hakikatnya tidak berkorelasi.
Bila perlu, kami mengubah tanda nilai yang dilaporkan agar bersesuaian dengan
konvensi tanda kita. Dalam Tabel Ringkasan Baryon, kami memberikan α, φ, dan
∆ (didefinisikan di bawah ini) dengan galatnya, dan juga memberikan nilai γ tanpa
galat.
Invariansi pembalikan-waktu menuntut bahwa, dengan ketiadaan interaksi keadaan-
akhir, s dan p relatif nyata, dan oleh karenanya β = 0. Namun demikian, untuk pelu-
ruhan yang kita bahas disini, interaksi keadaan-akhirnya kuat. Dengan demikian
−2 |s| |p|
β= sin(δs − δp ). (C.6)
|s|2 + |p|2
1
Review of Particle Physics∗ K. Hagiwara et.al.,Physical Review D66, 010001 (2002)
28
C.1. Peluruhan Hyperon Lampiran C. Parameter Peluruhan Baryon
Λ Baryon (S = −1 , I = 0) Λ0 = uds
Λ
1+
P
I(J ) = 0
2
Parameter peluruhan
pπ − α− = 0.642 ± 0.013
pπ − φ− = (−6.5 ± 3.5)◦
pπ − γ− = 0.76
pπ − ∆− = (8 ± 4)◦
nπ0 α0 = +0.65 ± 0.05
−
pe ν̄e gA /gV = −0.718 ± 0.015
29
C.2. Sifat Peluruhan Hyperon Lampiran C. Parameter Peluruhan Baryon
kita lihat bahwa α berbagai modus peluruhan dapat mengambil nilai-nilai yang
rentangnya luas. Peluruhan Σ → pπ 0 punya nilai α yang dekat dengan nilai negatif
maksimumnya, menjadikannya mudah untuk mengukur polarisasi Σ+ melalui modus
peluruhan ini. Peluruhan Σ− → nπ − punya nilai yang kecil tetapi jelas tidak nol
menjadikannya memerlukan banyak sampel data dan pengendalian kesalahan sis-
tematis yang baik untuk mendapatkan pengukuran polarisasinya. Dalam peluruhan
seperti Ξ− → Λ0 π − , kita juga mengamati peluruhan berikutnya Λ0 → pπ − , infor-
masi mengenai arah spin Ξ− terkandung dalam distribusi peluruhan Λ0 .
30
Bibliografi
[1] T.D. Lee and C.N. Yang, Phys.Rev. 104, 254 (1956)
[2] T.D. Lee, Reinhard Oehme and C.N. Yang, Phys.Rev. 106, 340 (1957)
[3] T.D. Lee, J. Steinberger, G. Feinberg, P.K. Kabir and C.N. Yang, Phys.Rev.
106, 1367 (1957)
[4] T.D. Lee and C.N. Yang, Phys.Rev. 108, 1645 (1957)
[5] T.D. Lee and C.N. Yang, Phys.Rev. 109, 1755 (1958)
[7] J. Lach, Hyperons: Insights into Baryon Structures, Invited Lectures given at
the Fourth Mexican School of Particles and Fields Oaxtepec, Mexico December
3-12.1990, Fermi National Accelerator Laboratory, Batavia, Illinois
[9] M.E. Peskin and D.V. Schroeder, An Introduction to Quantum Field Theory,
Addison-Wesley, 1995.
[10] Particle Data Group, Phys. Rev D, Particles and Fields, 1 July 2002.
[11] M.Q. Tran et. al., Physics Letters B 445, 20-26 (1998)
31
LATEX ¥]10
kompilasi: 28 Juli 2003, pk.7:29
32