I. PENGERTIAN
1. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu tubuh
rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Mansjoer,
A.dkk. 2000: 434)
2. Kejang demam : kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan
oleh kelainan ekstrakranium (Lumban tobing, 1995: 1)
3. Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat
sementara (Hudak and Gallo,1996).
4. Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan
demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).
5. Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering
juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia
di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang
timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M.
Wikson, 1995).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh lebih dari 38o C yang sering di jumpai pada
usia anak dibawah lima tahun.
II. KLASIFIKASI
III. ETIOLOGI
Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995: 18-19) dan Whaley
and Wong (1995: 1929)
1. Demam itu sendiri , yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul
pada suhu yang tinggi.
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme
3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau
enselofati toksik sepintas.
6. Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang
demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana
demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering
disebabkan oleh virus daripada bakterial
Gangguan
difusi Na+ dan K+ Kekakuan otot suply O2
napas
Pengobatan perawatan
Kondisi, prognosis, lanjut KEJANG resiko cedera Pola Nafas Tdk
Efektif
Dan diit
Menurut Komite Medik RSUP Dr. sardjito ( 2000:193) dan LUmbantobing dan Ismail
(1989 :43), pemeriksaannya adalah :
1. EEG
Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan kelainan
likuor. Gelombang EEG lambat didaerah belakang dan unilateral menunjukan
kejang demam kompleks.
2. Lumbal Pungsi
Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan
lintas likuor. Tes ini dapaat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang
karena infeksi pada otak.
- Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologhis dan pemeriksaan
lumbal pungsi
- Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :
1) Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen
kuning santokrom
2) Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal
bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan dewasa
130-150ml)
3) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0
mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L)
VII. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
A.1 Pengkajian Primer
a) Airway
Pastikan udara menuju paru-paru tidak terhambat. Temuan kritis seperti obstruksi
karena benda asing, lidah dan akibat penurunan kesadaran.
b) Breathing
RR Meningkat, sesak (+), PCH, Otot bantu pernapasan (+), kekakuan otot pernapasan
c) Circulation
Nilai tekanan darah, Nadi cepat/meningkat.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doengoes, dkk (1999 : 876), Angram (1999 : 629 – 630) dan carpenito (2000
: 132), diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam
1. Bersihan Jalan Nafas Inefektif Berhubungan Dengan Peningkatan Sekresi
Mukus dan Obstruksi Jalan Nafas
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya kesadaran, kekakuan
otot pernafasan
3. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif Berhubungan dengan reduksi aliran
darah ke otak
4. Hipertermi Berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus
5. Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang
6. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan
kebutuhan pengobatan Berhubungan dengan kurangnya informasi
7. Risiko tinggi kejang berulang berhubungan dengan hipertermi
.
C. PERENCANAAN
2 Pola nafas tidak efektif Pola nafas efektif 1. Auskultasi bunyi nafas, catat
berhubungan dengan dalam jangka waktu adanya bunyi napas abnormal,
menurunnya kesadaran, 3 X 24 jam dengan seperti, ronhi, cracles,
kekakuan otot pernafasan wheezing.
Data subyektif kriteria hasil : 2. Kaji /observasi frekuensi,
Pasien mengeluh sesak • bunyi nafas kedalaman, catat rasio
nafas vesikuler, inspirasi, ekspirasi dan
• bronkovesik penggunaan otot dada.
Data obyektif uler 3. Pantau status mental dan
• takipnea • jalan nafas perubahan terhadap
• apnea bersih lingkungan.
• dispnea • keluhan 4. Observasi TTV tiap 1-2 Jam
• sianosis sesak tidak 5. Pantau adanya sianosis
• bingung ada terutama pada bibir
• gelisah • tidak ada 6. Atur posisi semi fowler /
sianosis foasler atau senyaman pasien
• somnolen
• kesadaran sesuai indikasi
• hipoksia
composment 7. observasi pengaruh obat
is terhadap pola napas.
8. Kolaborasi :
• TTV dalam
batas a) pemberian O2 melalui
Normal nasal/masker sesuai
instruksi
• PaO2 dn
b) pemberian bronkodilator
PaCo2
c) nebulezer
dalam Batas
d) cek AGD
normal
e) foto thorax
3 Perfusi jaringan cerebral Suplai darah ke 1. Monitor TD, nadi, suhu,
tidak efektif otak dapat kembali respirasi rate
Berhubungan dengan normal dalam 2. Catat adanya fluktuasi TD
reduksi aliran darah ke jangka waktu 3x24 3. Monitor jumlah dan irama
otak jam kriteria hasil : jantung
Data Subyektif • TD sistolik 4. Monitor bunyi jantung
Orang tua mengatakan dbn 5. Monitor TD pada saat klien
anak terjadi penurunan • TD diastole berbarning, duduk, berdiri
kesadaran dbn 6. Monitor tingkat kesadran
Data Obyektif : • Kekuatan 7. Monitor tingkat orientasi
• GCS < 15 nadi dbn 8. Monitor status TTV
• TD < 90/60 • Tekanan 9. Monitor GCS
mmHg vena sentral
dbn
• Rata- rata
TD dbn
4 Hipertermi Berhubungan Suhu tubuh normal 1. Identifikasi penyebab atau
dengan efek langsung dalam jangka 3 X 24 faktor yang dapat menimbulkan
dari sirkulasi endotoksinjam dengan hipertensi infeksi.
pada hipotalamus kriteria. 2. Observasi TNSR minimal per 2
Data subyektif • suhu X shift.
Orang tua pasien 36.5 C - 3. Observasi fungsi neurologis =
Mengatakan 37,4 C status mental, reaksi terhadap
anaknya demam. • nadi normal stimulasi dan reaksi pupil
• kulit tdk 4. Observasi cairan masuk dan
Data obyektif teraba panas keluar, hitung balance cairan.
• suhu tubuh • tidak ada 5. Observasi tanda-2 kejang
meningkat gangguan mendadak.
• pasien tampak Neurologis 6. Beri cairan sesuai kebutuhan
gelisah (kejang) bila tidak ada kontraindikasi
• RR meningkat 7. Berikan kompres air hangat
• Kejang 8. Berikan cairan dan karbohidrat
• Takikardi yang cukup untuk
• Kulit teraba mengimbangi
panas hipermetabolisme akibat
peningkatan suhu
9. Ciptakan lingkungan yang
nyaman.
10. Kolaborasi : pemberian
antipiretik, antibiotik,
pemeriksaan penunjang