Menurut kepercayaan bangsa Batak, induk marga Batak dimulai dari Si Raja Batak yang
diyakini sebagai asal mula orang Batak. Si Raja Batak mempunyai 2 (dua) orang putra yakni
Guru Tatea Bulan dan Si Raja Isumbaon. Guru Tatea Bulan sendiri mempunyai 5 (lima) orang
putra yakni Raja Uti (Raja Biakbiak), Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja dan Malau
Raja. Sementara Si Raja Isumbaon mempunyai 3 (tiga) orang putra yakni Tuan Sorimangaraja,
Si Raja Asiasi dan Sangkar Somalidang.
Dari keturunan (pinompar) mereka inilah kemudian menyebar ke segala penjuru daerah di
Tapanuli baik ke utara maupun ke selatan sehingga munculah berbagai macam marga Batak.
Legenda mengenai bagaimana Si Raja Batak dapat disebut sebagai asal mula orang Batak masih
perlu dikaji lebih dalam.
Sebenarnya Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Tobasa, dan Samosir sekarang
tidaklah semuanya Toba.Sejak masa Kerajaan Batak hingga pembagian wilayah yang didiami
suku Batak ke dalam beberapa distrik oleh Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Tanah Batak
dibagi menjadi 4 (empat) bagian besar, yaitu:
Wilayah Bermukim
Dalam tata pemerintahan Republik Indonesia yang mengikuti tata pemerintahan Kolonial
Belanda, setiap sub suku berdiam dalam satu kedemangan yang kemudian dirubah menjadi
kabupaten setelah Indonesia merdeka.
Sub suku Batak Toba berdiam di Kabupaten Tobasa yang wilayahnya meliputi Balige, Laguboti,
Porsea, serta Ajibata (berbatasan dengan Parapat).
Sub suku Batak Samosir berdiam di Kabupaten Samosir yang wilayahnya meliputi Tele,
Baneara, Pulau Samosir, dan sekitarnya.
Sub suku Batak Humbang berdiam di Kabupaten Humbang Hasundutan dan Tapanuli Utara
bagian utara yang wilayahnya meliputi Dolok Sanggul, Siborongborong, Lintongnihuta, serta
Parlilitan.
Sub suku Batak Silindung berdiam di Kabupaten Tapanuli Utara yang wilayahnya meliputi
Tarutung, Sipoholon, Pahae, dan sekitarnya.
Suku bangsa Batak pun saat ini telah banyak tersebar ke seluruh daerah Indonesia bahkan luar
negeri.
Kepercayaan
Batak telah menganut agama Kristen Protestan yang disiarkan oleh para Missionaris dari Jerman
yang bernama Nomensen pada tahun 1863. Gereja yang pertama berdiri adalah HKBP (Huria
Kristen Batak Protestan)di huta Dame, Tarutung. Sekarang ini gereja HKBP ada dimana-mana di
seluruh Indonesia yang jemaatnya mayoritas suku Batak (Silindung-Samosir-Humbang-
Toba).Sebelum suku Batak menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem
kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan
pancaran kekuasaanNya terwujud dalam Debata Natolu
Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak mengenal tiga konsep, yaitu:
tondi
Tondi adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi
memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam
kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit
atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang
menawannya.
sahala
Sahala adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki
tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau
kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.
begu
Begu adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah
laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.
Sombaon, yaitu begu yang bertempat tinggal di pegunungan atau di hutan rimba yang
gelap dan mengerikan.
Solobean, yaitu begu yang dianggap penguasa pada tempat tempat tertentu
Silan, yaitu begu dari nenek moyang pendiri huta/kampung dari suatu marga
Begu Ganjang, yaitu begu yang sangat ditakuti, karena dapat membinasakan orang lain
menurut perintah pemeliharanya.
Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam pustaha, yang walaupun
sudah menganut agama Kristen, dan berpendidikan tinggi. Namun orang Batak belum mau
meninggalkan religi dan kepercayaan yang sudah tertanam di dalam hati sanubari mereka. Ada
juga kepercayaan yang ada di Tarutung tentang ular (ulok) dengan boru Hutabarat bahwa boru
Hutabarat tidak boleh dikatakan cantik di Tarutung. Apabila dikatakan cantik maka nyawa
wanita tersebut tidak akan lama lagi, menurut kepercayaan orang itu.
Tarombo
Silsilah atau Tarombo merupakan suatu hal yang sangat penting bagi orang Batak. Bagi mereka
yang tidak mengetahui silsilahnya akan dianggap sebagai orang Batak kesasar (nalilu). Orang
Batak khusunya kaum Adam diwajibkan mengetahui silsilahnya minimal nenek moyangnya
yang menurunkan marganya dan teman semarganya (dongan tubu). Hal ini diperlukan agar
mengetahui letak kekerabatannya (partuturanna) dalam suatu klan atau marga.
Falsafah Batak
Secara umum, suku Batak memiliki falsafah adat Dalihan Natolu yakni Somba Marhulahula
(hormat pada pihak keluarga ibu/istri), Elek Marboru (ramah pada keluarga saudara perempuan)
dan Manat Mardongan Tubu (kompak dalam hubungan semarga). Dalam kehidupan sehari-hari,
falsafah ini dipegang teguh dan hingga kini menjadi landasan kehidupan sosial dan
bermasyarakat di lingkungan orang Batak (Silindung-Samosir-Humbang-Toba).
Sementara itu, perkembangan pendidikan formal juga terus berlanjut hingga dibukanya sebuah
perguruan tinggi bernama Universitas HKBP I.L. Nommensen (UHN) tahun 1954. Universitas
ini menjadi universitas swasta pertama yang ada di Sumatra Utara dan awalnya hanya terdiri dari
Fakultas Ekonomi dan Fakultas Theologia.
Pendapat Lain
Satu suku bangsa berarti memiliki bahasa, kesenian, dan adat istiadat yang sama, serta percaya
berasal dari nenek moyang yang sama. Dalam hal ini yang dikatakan suku bangsa Batak berarti
memiliki bahasa yang sama bahasa Batak bukan bahasa Toba, kesenian yang sama gondang
Batak bukan gondang Toba, dan adat istiadat yang sama adat Batak, serta percaya berasal dari
nenek moyang yang sama Si Raja Batak. Perlu juga kita ketahui bersama bahwa hanya suku
bangsa Batak (Silindung-Samosir-Humbang-Toba) yang selau memakai identitas “BATAK”
pada berbagai hal, seperti: RUMA BATAK, HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN,
GONDANG BATAK, BANGSO BATAK, SI RAJA BATAK. Sedangkan suku-suku lain adalah
hampr tidak ada memakai identitas “BATAK” ini. Di luar hal tersebut tidak boleh dikatakan
suku bangsa Batak.
Bagi sebagian orang ada beberapa suku bangsa yang dimasukkan dalam rumpun suku bangsa
Batak. Padahal perlu kita ketahu bersama bahwa sejak zaman Kerajaan Batak hingga pembagian
ke”distik”an pada Huria Kristen Batak Protestan selalu membagi Tanah Batak dalam 4 wilayah,
yaitu: Silindung, Samosir, Humbang, dan Toba. Suku-suku yang dicaplok oleh sebagaian orang
itu pun ternyata mendapat perlawanan dari anggota suku bangsanya sendiri untuk dimasukkan
dalam suku bangsa Batak. Oleh sebab itu untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan,
untuk hari-hari berikut penyebutan suku bangsa Batak hendaknya hanya ditujukan bagi orang
Silindung, Samosir, Humbang, dan Toba.
Suku-suku yang bagi sebagian orang dinyatakan sebagai suku bangsa Batak namun tak dapat
dibuktikan kebenarannya, yaitu:
Suku Alas
Suku Kluet
Suku Karo
Suku Pakpak
Suku Padang Lawas
Suku Simalungun
Suku Angkola
Suku Mandailing
Bahkan Suku Nias sempat dinyatakan sebagai bagian suku bangsa Batak.
Suku bangsa Batak tidaklah seluruhnya TOBA dan hanya terdiri dari 4 (empat) wilayah, yaitu:
Bahasa Batak sebenarnya merupakan nama sebuah rumpun bahasa yang berkerabat yang
dituturkan di Sumatra Utara.
Bahasa Alas
Bahasa Alas adalah sebuah bahasa yang dipertuturkan di provinsi Sumatra Utara dan Aceh oleh
sukubangsa Alas.
Bahasa ini termasuk rumpun bahasa Batak dari cabang utara, bersama dengan bahasa Karo.yang
memang adat istiadatnya juga sama dengan daerah samosir keras dan tegas .kadang orang alas
sendiri banyak yang tidak memahami tentang sejarah sukunya sendiri oleh sebab dikarenakan
,dulunya persoalan agama sehingga ada upaya penghilangan jejak asal suku alas tersebut.
Bahasa Karo
Bahasa Karo adalah bahasa yang digunakan oleh suku Karo yang mendiami Dataran Tinggi
Karo (Kabupaten Karo), Langkat, Deli Serdang, Dairi, Medan, hingga ke Aceh Tenggara di
Indonesia.
Bahasa Angkola-Mandailing
Bahasa Batak Angkola adalah bahasa yang paling mirip dengan bahasa Batak Toba, disamping
letak geografis yang berdekatan bahasa Angkola sedikit lebih lembut intonasinya daripada
bahasa Toba. Bahasa Batak Angkola meliputi daerah Padangsidempuan, Batang Toru, Sipirok,
seluruh bagian kabupaten Tapanuli Selatan.
Bahasa Mandailing, merupakan rumpun bahasa Batak, dengan pengucapan yang lebih lembut
lagi dari bahasa Angkola, bahkan dari bahasa Batak Toba. Mayoritas penggunaannya di daerah
Kabupaten Mandailing-Natal tapi tidak termasuk bahasa Natal.
Marga Batak Samosir adalah marga pada Suku Batak Samosir yang berasal dari daerah di Sumatera
Utara, terutama berdiam di Pulau Samosir
Satu hal yang pasti, 2 orang yang bermarga sejenis (tidak harus sama) secara hukum adat tidak
diperbolehkan untuk menikah. Pelanggaran terhadap hukum ini akan mendapat sangsi secara
adat.
Tidak ada pengklasifikasian tertentu atas jenis-jenis marga ini, namun marga-marga biasanya
sering dihubungkan dengan rumpunnya sebagaimana Bahasa Batak. Misalnya Simatupang
merupakan perpaduan dari putranya marga Togatorop, Sianturi, dan Siburian yang ada di
wilayah HUMBANG. Naipospos merupakan perpaduan dari kelima putranya yang secara
berurutan, yaitu marga Sibagariang, Huta Uruk, Simanungkalit, Situmeang, dan Marbun yang
berada di wilayah SILINDUNG, dan sebagainya.
Tarombo
Silsilah atau tarombo merupakan cara orang batak menyimpan daftar silsilah marga mereka
masing-masing dan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi orang Batak. Bagi mereka
yang tidak mengetahui silsilahnya akan dianggap sebagai "orang Batak kesasar" (nalilu). Orang
Batak khusunya lelaki diwajibkan mengetahui silsilahnya minimal nenek moyangnya yang
menurunkan marganya dan teman semarganya (dongan tubu). Hal ini diperlukan agar
mengetahui letak kekerabatannya (partuturanna) dalam suatu klan atau marga.