2008
i
4.6. Inheren Risk dalam Perencanaan Kas .....................................................…….… 32
4.7. Tindak Lanjut Perencanaan Kas .......................................................................... 34
4.8. Kesimpulan .......................................................................................................... 36
REFERENSI ............................................................................................................... 58
ii
DAFTAR BAGAN
Bagan I. Arus Kas/Uang Pada KPPN Kantor Bank Indonesia (KBI ) ......................
Bagan II : Arus Kas/Uang Pada KPPN Non KBI .......................................................
Bagan III. Mekanisme Pelaksanaan TSA di KPPN untuk Rekening Pengeluaran ..
Bagan IV. Mekanisme Pelaksanaan TSA di KPPN untuk Rekening Penerimaan...
Bagan V. Akurasi Dalam Perencanaan Kas.............................................................
Bagan VI. Perencanaan Kas....................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Manajemen kas adalah suatu strategi dan rangkaian proses dalam rangka
mengelola aliran kas pemerintah dalam jangka pendek dan saldo kas yang ada secara
efisien, baik didalam pemerintah maupun antara pemerintah dengan pihak lain
khususnya terkait dengan moneter. Definisi tersebut mencakup perlunya suatu
kebijakan dalam mengelola aliran kas dan saldo kas untuk mendapatkan hasil yang
optimal.
Pemerintah Indonesia semakin sadar akan pentingnya penerapan manajemen
kas yang baik terutama untuk meningkatan efisiensi, efektivitas dan pengendalian atas
aliran kas negara. Manajemen kas di Indonesia semakin penting karena pemerintah
Indonesia mengalami cash mismatch dimana saat penerimaan kas dalam jumlah besar
tidak sama dengan waktu pengeluarannnya. Selain itu diharapkan juga dengan
manajemen kas yang lebih baik akan terjadi percepatan penyerapan APBN. Secara
khusus manajemen kas berfungsi untuk memastikan ketersediaan dana pada rekening
pemerintah guna memenuhi pembayaran kegiatan APBN, selain hal tersebut sejalan
dengan yang diamanatkan dalam Undang-undang No.1 tahun 2004.
Beberapa pokok manajemen kas yang baik dalam mendukung upaya
percepatan penyerapan dana meliputi adanya suatu fungsi perencanaan kas yang baik,
pemanfaatan kas yang ”menganggur” semaksimal mungkin, pencegahan terjadinya
penyimpangan penggunaan uang negara dan pencarian sumber pembiayaan yang
paling efisien untuk menutup kekurangan kas. Fungsi manajemen kas yang baik juga
akan mendukung adanya suatu transparansi dan fungsi pertanggungjawaban atas uang
publik yang dikelola oleh pemerintah.
Selama ini pengelolaan kas yang dilaksanakan pemerintah belum berpedoman
pada international best practices dalam manajemen kas negara. Salah satu
penyebabnya adalah pendekatan yang salah dalam mengelola keuangan negara.
Selama ini pengelolaan uang negara dilakukan dengan pendekatan superioritas negara
yang mengakibatkan terabaikannya prinsip-prinsip yang sangat penting dalam
pengelolaan uang, yang berlaku bagi swasta maupun pemerintahan.
1
Penerapan prinsip-prinsip manajemen kas yang baik oleh pemerintah
diharapkan akan mampu mengurangi hambatan-hambatan dalam aliran kas pemerintah
baik dari sisi pengeluaran maupun penerimaan. Proses pembayaran kepada rekanan
pemerintah atau pihak-pihak lain dapat lebih lancar sehingga mendukung upaya
percepatan penyerapan anggaran demikian pula dengan proses penerimaan negara
dalam upaya penyediaan dana.
Penerapan manajemen kas dalam keuangan pemerintah dilakukan melalui
implementasi Treasury Single Account (TSA), perencanaan kas, penempatan/investasi
kas jangka pendek, penataan rekening pemerintah dan lainnya. Manajemen kas akan
memberikan nilai tambah dalam bentuk memastikan ketersediaan dana untuk
membiayai kegiatan pemerintah, menambah pendapatan dan menurunkan cost of
financing pemerintah.
Modul ini mencoba untuk melakukan analisa terhadap mekanisme penerimaan
dan pengeluaran uang negara sehubungan dengan pelaksanaan manajemen kas dalam
menuju pengelolaan kas yang berpedoman pada international best practices serta
mendukung upaya percepatan penerapan manajemen kas berstandar internasional.
2
mengenai perbedaan antara arus kas yang sedang berjalan sekarang (existing) dan
arus kas dengan penerapan TSA. Best international practices dalam pelaksanaan TSA
pada bab ini memberikan suatu kerangka acuan dalam pelaksanaan TSA yang
didasarkan pada praktek pelaksanaan TSA diberbagai negara yang telah berhasil.
BAB V, bagian ini menjelaskan definisi perencanaan kas (cash forecasting),
dasar hukum dan latar belakang pelaksanaan. Pada bagian ini juga dibahas mengenai
pengelolaan cash mismatch (kelebihan atau kekurangan kas).
BAB VI Penutup, pada bab terakhir ini dibahas mengenai beberapa tantangan
yang harus diatasi dalam pelaksanaan manajemen kas. Pada bagian ini juga
memberikan suatu kesimpulan atas hal-hal penting yang dibahas dalam tulisan ini.
3
BAB II
PENGELOLAAN KAS NEGARA
2.2. Bendahara Umum Negara (BUN) dan Bendahara Umum Daerah (BUD)
Dengan adanya otonomi daerah maka diperlukan adanya suatu pemisahan
antara BUN dan BUD. Ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Perbendaharaan
Negara memberikan suatu landasan dalam pelaksanaan desentralisasi dan otonomi
daerah khususnya yang terkait dengan pengelolaan uang. Otonomi daerah dibidang
keuangan menuntut pemerintah daerah untuk mampu menggunakan dana yang
4
dialokasikan pada daerah tersebut sesuai dengan sasaran pembangunan daerah
tersebut sehingga mampu memacu perumbuhan ekonomi daerah.
5
e. Menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan investasi dalam
rangka pengelolaan kas melalui pembelian surat utang negara;
f. Melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran
atas beban rekening kas umum negara;
g. Menyajikan informasi keuangan negara.
Menteri Keuangan selaku BUN dan pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai
Kuasa Bendahara Umum Negara bukanlah sekedar kasir yang hanya melaksanakan
penerimaan dan pengeluaran uang negara. Menteri Keuangan mempunyai fungsi
sebagai kasir, pengawas keuangan dan manajer keuangan pada saat yang bersamaan.
6
e. Melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/menatausahakan
investasi dalam rangka pengelolaan kas melalui pembelian surat utang negara;
f. Melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran
atas beban rekening kas umum daerah;
g. Menyajikan informasi keuangan daerah.
7
ditempatkan/diinvestasikan jangka pendek dan dikelola secara profesional
sehingga memberikan tambahan pendapatan bagi negara.
d. Mempercepat penyetoran penerimaan negara.
Percepatan penyetoran penerimaan penting dalam dua hal :
Mendukung peningkatan realisasi anggaran dan perekonomian.
Dana yang bersumber dari penerimaan negara perlu segera disetor ke
Rekening Kas Umum Negara (RKUN) sehingga dapat segera
dipergunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah, dengan demikian
mencegah terhambatnya kegiatan pemerintah karena kelangkaan kas
negara. Kelancaran aliran penerimaan negara akan berdampak langsung
pada kelancaran kegiatan pemerintah yang terlihat pada meningkatnya
realisasi anggaran dan perekonomian secara nasional.
Menekan cost of money dan meningkatkan penerimaan pemerintah
Dana yang tidak segera disetorkan ke kas negara dapat dipergunakan oleh
bank umum untuk keuntungan bank tersebut disisi lain, pemerintah
dirugikan sebesar selisih bunga yang diterima pemerintah dan tingkat
return yang diterima oleh bank umum tersebut dari hasil investasinya.
Dengan penyetoran penerimaan langsung ke rekening kas negara kerugian
ini dapat diminimalisasi. Pemerintah juga akan mendapatkan keuntungan
dari investasi jangka pendek atas penerimaan negara yang segera disetor.
e. Melakukan pembayaran atas pengeluaran negara secara tepat waktu.
Pemerintah perlu melakukan perhitungan yang cermat atas saat yang tepat
untuk melunasi kewajibannya. Pemerintah dapat saja melunasi kewajibannya
lebih cepat atau lebih lambat jika memang hal tersebut lebih menguntungkan.
Sebagai contoh, pemerintah dapat melunasi utang lebih cepat jika negara
donor memberikan potongan bunga jika pemerintah melakukan pelunasan dini.
Pada umumnya hal-hal diatas belum dilaksanakan sepenuhnya dalam pengelolaan kas
sekarang ini.
2.4. Bagan Arus Kas/Uang Pada KPPN Kantor Bank Indonesia (KBI )
Untuk dapat memahami dampak penerapan manajemen kas lebih baik maka
perlu dipahami sistem yang ada selama ini. Berikut ini adalah bagan arus kas pada
KPPN KBI sebelum implementasi TSA dan penjelasan secara singkat:
8
Keterangan :
a. KPPN KBI terdiri dari KPPN KBI Induk dan Non Induk
KPPN KBI Induk adalah KPPN yang bermitra dengan KBI yang berlokasi
satu kota dengan KPPN dan melakukan transfer dana untuk membiayai
pengeluaran anggaran kepada KPPN lainnya.
KPPN KBI Non Induk adalah KPPN yang bermitra dengan KBI yang
berlokasi satu kota dengan KPPN tetapi tidak melakukan transfer dana
untuk membiayai pengeluaran anggaran KPPN lainnya.
b. Bank Operasional (BO) terdiri dari BO I, BO II dan BO III
BO I Mitra Kerja KPPN Induk dan Non Induk yang sekota dengan Bank
Indonesia adalah bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Perbendaharaan untuk mengelola pengeluaran yang membebani rekening
Kas Negara. BOI terdiri dari BO I Gaji dan Non Gaji.
BO II adalah bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan
untuk melakukan pembayaran Gaji untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pusat,
anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Polri).
BO III adalah bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan
untuk mengelola Pajak Bumi dan bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
c. Sentral Giro Gabungan (SGG) adalah Mitra Kerja KPPN Induk dan Non Induk
yang sekota dengan Bank Indonesia yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Perbendaharaan untuk mengelola penerimaan Kas Negara dan pengeluaran
yang membebani rekening Kas Negara yang tediri dari SGG Penerimaan dan
SGG Pengeluaran.
d. Bank Persepsi adalah merupakan Bank Umum Mitra Kerja KPPN Induk dan
Non Induk yang sekota dengan Bank Indonesia yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Perbendaharaan untuk mengelola/menampung seluruh penerimaan
yang akan masuk ke Kas Negara.
Berikut ini adalah bagan arus kas antara KPPN, bank persepsi, bank operasional dan
Bank Indonesia :
9
Bagan I. Arus Kas/Uang Pada KPPN Kantor Bank Indonesia (KBI )
BI PUSAT BI PUSAT
500.000.000 502.000.000
MA 814112/
824112
6
BANK INDONESIA
REK.501.000.000 7
MA814312/
MA814312/ 824312
824312
BO I
1 REKENING REKENING 2
GAJI NON GAJI
MA 814313/824313 MA 814313/824313
3 5 4
BO II
KHUSUS GAJI
4
BO III
8 8
PERSEPSI PBB BPHTB PERSEPSI
PBB BPHTB
9 MA 814316/824316
10
SG/SGG/SGGK
PENGELUARAN PENERIMAAN 11 POS
(GABUNGAN) PERSEPSI
13 MA 814315/
824315
10
Penjelasan bagan arus :
(1) Rekening Gaji pada BO I diisi dari rekening No.501.000.000 pada Bank Indonesia
paling cepat 7 (tujuh) hari sebelum tanggal 1 (tanggal pembayaran gaji) dengan
jumlah pagu maksimal sebesar plafon yang telah ditentukan oleh Kantor Pusat
DJPB atau sebesar kebutuhan riil satu bulan.
(2) Untuk mengisi rekening Non Gaji pada BO I dapat dilakukan dengan
pemindahbukuan/pergeseran uang dari rekening Kas Negara No. 501.000.000
pada Bank Indonesia dengan menerbitkan Bilyet Giro Bank Indonesia (BG-BI).
Pagu pada rekening Non Gaji maksimal sebesar pagu yang telah ditetapkan oleh
Kantor Pusat DJPB.
(3) Rekening Gaji pada BO I disalurkan ke BO II dan ke Pos Pengeluaran paling cepat
6 (enam) hari sebelum tanggal 1 (tanggal pembayaran Gaji).
(4) Bila ternyata setelah tanggal 7 (tujuh) dibutuhkan dana untuk pembayaran
kekurangan Gaji melebihi dana yang tersedia, maka kekurangan tersebut dapat
diambil dengan pemindahbukuan dari rekening non gaji pada BO I, demikian juga
untuk POS Pengeluaran.
(5) Rekening Gaji pada BO II setelah tanggal 1 (setelah pembayaran Gaji) mempunyai
saldo maksimal 5% dari realisasi gaji tanggal 1 bulan bersangkutan, sehingga bila
masih ada sisa melebihi 5% harus dipindahbukukan ke rekening Gaji pada BO I.
(6) Sisa dana Gaji pada rekening Gaji BO I harus dinihilkan dan dipindahbukukan ke
rekening 501.000.000 pada Bank Indonesia selambat-lambatnya tanggal 7 (tujuh)
setiap bulannya.
(7) Bilamana terdapat saldo pada rekening non gaji melebihi pagu yang telah
ditetapkan maka kelebihan tersebut harus dipindahbukukan dengan menerbitkan
Bilyet Giro Bank Indonesia (BG-BI) ke rekening No.501.000.000 pada Bank
Indonesia.
(8) Setiap Bank Persepsi PBB dan Bank Persepsi BPHTB harus melimpahkan ke BO
III PBB dan BPHTB semua penerimaannya pada setiap hari Jum’at atau hari kerja
berikutnya bila hari Jum’at jatuh pada hari libur.
(9) BO III BPHTB pada setiap hari Rabu atau hari kerja berikutnya bila hari Rabu jatuh
pada hari libur harus membagi habis penerimaan BPHTB dan memindahbukukan
ke rekening No.501.000.000 pada Bank Indonesia untuk pembagian pemerintah
pusat dan ke rekening Kas Daerah untuk pembagian pemerintah Daerah.
11
(10) BO III PBB pada setiap hari Jum’at atau hari kerja berikutnya bila hari Jum’at jatuh
pada hari libur harus membagi habis hasil penerimaan PBB dan memindahbukukan
ke rekening No.501.000.000 pada Bank Indonesia untuk pembagian pemerintah
pusat dan ke rekening Kas Daerah untuk pembagian pemerintah Daerah.
(11) Saldo pada Bank Persepsi/Devisa Persepsi dan Pos Persepsi harus
dipindahbukukan ke rekening Kas Negara Gabungan setiap harinya.
(12) Saldo pada rekening Kas Negara Gabungan harus dipindahbukukan ke rekening
Nomor 501.000.000 pada Bank Indonesia setiap hari Selasa, Jum’at dan tanggal 1
atau pada hari kerja berikutnya bila hari-hari tersebut jatuh pada hari libur.
(13) Khusus rekening Kas Negara Gabungan pada Sentral Giro (SG)/ Sentral Giro
Gabungan (SGG) harus dilimpahkan setiap awal hari kerja Selasa, Jumat, dan
tanggal 1. Sedangkan Sentral Giro Gabungan Khusus (SGGK) harus dilimpahkan
setiap tanggal 7, 15, 23, dan akhir bulan ke rekening No 501.000.000 pada Bank
Indonesia. Biasanya untuk Provinsi terdapat SG/SGG sedangkan SGGK hanya
terdapat di KPPN Non KBI.
Keterangan :
a. KPPN Non KBI adalah KPPN yang berlokasi tidak satu kota dengan KBI.
b. Bank Operasional (BO) I pada KPPN Non KBI adalah bank yang ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Perbendaharaan yang berfungsi menerima dan mengirimkan
dana dari/ke ke Bank Indonesia mitra KPPN Induk serta menerima/menyalurkan
dana ke BO II, BO III, dan SGG Pengeluaran baik Gaji dan Non Gaji.
12
Bagan II : Arus Kas/Uang Pada KPPN Non KBI
BI PUSAT BI PUSAT
500.000.000 502.000.000
MA 814112/
824112
KPPN INDUK
6 Rek.501.000.000 7
MA 814111/ MA 814111/
824111 824111
BO I
2
1 REKENING REKENING
GAJI NON GAJI
MA 814313/824313 MA 814313/824313
3 4
5
BO II
KHUSUS GAJI
4
BO III 8
8
PERSEPSI PBB BPHTB PERSEPSI
PBB BPHTB
9 MA 814316/824316
10
13
MA 814315/824315
13
Penjelasan bagan arus :
(1) Rekening Gaji pada BO I diisi dengan cara meminta Tambahan Uang Kas (TUK)
kepada KPPN Induk paling cepat 7 (tujuh) hari sebelum tanggal 1 (tanggal
pembayaran gaji) dengan jumlah pagu maksimal sebesar plafon yang telah
ditentukan oleh Kantor Pusat Ditjen PBN atau sebesar kebutuhan riil satu bulan.
(2) Untuk mengisi rekening non gaji pada BO I dilakukan dengan jalan meminta
Tambahan Uang Kas (TUK) kepada KPPN Induk. Pagu pada rekening non gaji
maksimal sebesar pagu yang telah ditetapkan oleh Kantor Pusat DJPB.
(3) Rekening Gaji pada BO I disalurkan ke BO II dan ke POS Pengeluaran paling
cepat 6 (enam) hari sebelum tanggal 1 (tanggal pembayaran Gaji).
(4) Bila ternyata setelah tanggal 7 (tujuh) dibutuhkan dana untuk pembayaran
kekurangan Gaji melebihi dana yang tersedia, maka kekurangan tersebut dapat
diambil dengan pemindahbukuan dari rekening non gaji pada BO I, demikian
juga untuk POS Pengeluaran.
(5) Rekening Gaji pada BO II setelah tanggal 1 (setelah pembayaran Gaji)
mempunyai saldo maksimal 5% dari realisasi gaji tanggal 1 bulan bersangkutan,
sehingga bila masih ada sisa melebihi 5% harus dipindah bukukan ke rekening
Gaji pada BO I.
(6) Sisa dana Gaji pada rekening Gaji BO I harus dinihilkan dan dipindahbukukan
ke rekening KPPN Induk No.501.000.000 pada Bank Indonesia selambat-
lambatnya tanggal 7 (tujuh) setiap bulannya.
(7) Bila mana terdapat saldo pada rekening non gaji melebihi pagu yang telah
ditetapkan maka kelebihan tersebut harus dipindahbukukan ke rekening KPPN
Induk No.501.000.000 pada Bank Indonesia.
(8) Setiap Bank persepsi PBB dan Bank Persepsi BPHTB harus melimpahkan ke
BO III PBB dan BPHTB semua penerimaannya pada setiap hari Jum’at atau hari
kerja berikutnya bila hari Jum’at jatuh pada hari libur.
(9) BO III BPHTB pada setiap hari Rabu atau hari kerja berikutnya bila hari Rabu
jatuh pada hari libur harus membagi habis penerimaan BPHTB dan
memindahbukukan ke rekening non Gaji pada BO I untuk pembagian pemerintah
pusat dan ke rekening Kas Daerah untuk pembagian pemerintah Daerah.
(10) BO III PBB pada setiap hari jum’at atau hari kerja berikutnya bila hari jum’at
jatuh pada hari libur harus membagi habis hasil penerimaan PBB dan
14
memindahbukukan ke rekening non Gaji pada BO I untuk pembagian pemerintah
pusat dan ke rekening Kas Daerah untuk pembagian pemerintah Daerah.
(11) Saldo pada Bank Persepsi/Devisa Persepsi dan Pos Persepsi harus
dipindahbukukan ke rekening Kas Negara Gabungan setiap harinya.
(12) Saldo pada rekening Kas Negara Gabungan harus dipindahbukukan ke rekening
non Gaji pada BO I setiap hari Selasa, Jum’at dan tanggal 1 atau pada hari
berikutnya bila hari-hari tersebut jatuh pada hari libur.
(13) Khusus rekening Kas Negara Gabungan pada Sentral Giro (SG)/ Sentral Giro
Gabungan (SGG) harus dilimpahkan setiap awal hari kerja Selasa, Jumat, dan
tanggal 1. Sedangkan Sentral Giro Gabungan Khusus (SGGK) harus
dilimpahkan setiap tanggal 7, 15, 23, dan akhir bulan ke rekening No
501.000.000 pada Bank Indonesia. Biasanya untuk Provinsi terdapat SG/SGG
sedangkan SGGK hanya terdapat di KPPN Non KBI.
15
BAB III
REKENING TUNGGAL PEMERINTAH (TREASURY SINGLE ACCOUNT)
Pada Bab II telah dijelaskan aliran kas yang berlaku sebelum adanya TSA.
Mekanisme tersebut mengandung berbagai kelemahan yang pada prinsipnya belum
mengacu kepada prinsip pengelolaan kas yang baik. Kelemahan tersebut secara singkat
sebagai berikut :
a. Rekening pengeluaran
Untuk mendukung pelaksanaan pengeluaran negara yang dilaksanakan oleh KPPN
disediakan dananya pada rekening bank operasional (BOI dan BOII). BOI
menampung pagu dana baik untuk pengeluaran belanja pegawai maupun belanja
non pegawai (BOI gaji dan BOI non gaji). Untuk mekanismenya telah dijelaskan di
Bab II. Pada intinya kelemahan pada mekanisme pengeluaran adalah banyaknya
dana yang menganggur karena pengeluaran tidak dilakukan tepat waktu. Selain itu,
masih banyak uang negara yang berada dalam penguasaan Kementerian
Negara/Lembaga yang tersimpan dalam berbagai rekening di bank umum berupa
penerimaan negara yang belum di setor ke kas negara dan uang persediaan untuk
membiayai pengeluaran operasional harian Kementerian Negara/Lembaga.
b. Rekening penerimaan
16
Penerimaan negara (penerimaan pajak dan non pajak kecuali PBB dan BPHTB)
ditampung pada rekening-rekening di bank persepsi dan tidak setiap hari
dilimpahkan ke rekening BUN di Bank Indonesia. Untuk mekanisme lebih rinci dapat
dilihat di Bab II. Permasalahan pada rekening penerimaan juga terdapat dana yang
tidak langsung disetor ke RKUN di BI selain menyalahi peraturan hal ini juga
menimbulkan opportunity cost yang besar.
17
d. Transparansi
Diharapkan dengan TSA akan dapat menjamin transparansi dalam pengelolaan
penerimaan dan pengeluaran negara serta dalam pelaksanaan pengendalian
saldo kas pemerintah dengan adanya laporan yang dapat diketahui oleh publik.
18
6. Uang yang berada di Bank Indonesia dan bank umum mendapatkan bunga
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
7. Pemberian imbalan jasa atas pelayanan yang diberikan oleh Bank Indonesia
dan Bank Umum untuk penerimaan dan pengeluaran negara.
8. Membuat perencanaan kas yang baik dan akurat.
9. Berdasarkan perencanaan kas yang akurat, menempatkan uang yang idle ke
rekening yang mendapatkan bunga di Bank Indonesia/Bank Umum atau
melakukan investasi jangka pendek pada instrumen moneter yang aman dan
menguntungkan.
10. Mencari dana dengan tingkat bunga yang paling ekonomis atau menjual Surat
Utang Negara (SUN) yang dimiliki dengan harga yang paling menguntungkan
untuk menutup kekurangan kas.
19
Penjelasan bagan arus:
1. KPPN setiap sore hari (pukul 16.00 waktu setempat) menyampaikan
perkiraan kebutuhan dana ke DJPB (Direktorat Pengelolaan Kas Negara)
untuk keperluan hari berikutnya. Perkiraan dana yang disampaikan
mencakup dana untuk mengisi BOI, BOII dan SGG/Pos.
2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (dalam hal ini Dit.PKN) setiap pagi hari
(sekitar pukul 07.00) meminta Bank Indonesia untuk melakukan transfer dana
dari RKUN ke kantor pusat bank umum untuk mengisi dana di Rekening
Pengeluaran Kuasa BUN Pusat (RPK-BUN-P) pada kantor pusat bank umum
berdasarkan jumlah kebutuhan semua KPPN yang telah disampaikan ke
Ditjen Perbendaharaan sore sehari sebelumnya.
3. Bank Indonesia melakukan transfer dana ke kantor pusat bank umum (RPK-
BUN-P) melalui RTGS.
4. BOI menarik dana dari RPK-BUN-P sesuai dengan SP2D yang dikirimkan
oleh KPPN dan permintaan transfer ke SGG/Pos dan BOII.
5. BOI melakukan transfer ke BOII Gaji untuk pembayaran gaji bulanan sesuai
permintaan KPPN sebesar jumlah SP2D gaji bulanan yang diterbitkan. BOI
20
melakukan transfer ke SGG berdasarkan permintaan KPPN sesuai dengan
jumlah SP2D gaji yang diterbitkan.
6. SGG membayar/melakukan transfer dana ke bendahara/rekanan sesuai
SP2D yang disampaikan oleh KPPN.
7. BOI membayar/mentransfer dana kepada rekanan/bendahara sesuai dengan
SP2D non-gaji yang dikirimkan.
8. BOII membayar/transfer dana kepada bendaharan/pegawai sesuai SP2D gaji
yang disampaikan oleh KPPN.
9. Pada setiap akhir hari kerja BOII dan SGG/Pos menihilkan sisa dana ke BOI.
10. BOI pada setiap akhir hari kerja menihilkan sisa dana ke RPK-BUN-P.
11. BOIII membayar/mencairkan dana kelebihan pembayaran PBB/BPHTB
kepada wajib bayar PBB/BPHTB sesuai dengan SP2D pengembalian yang
dikirimkan.
21
Penjelasan bagan arus:
1. Wajib bayar atau wajib pajak akan melakukan penyetoran kewajibannya
pada bank persepsi.
2. Pada setiap akhir hari kerja, bank persepsi melimpahkan seluruh penerimaan
pada hari itu ke Bank Indonesia.
3. Bank persepsi menyampaikan Laporan Harian Penerimaan (LHP) kepada
KPPN setiap akhir hari kerja.
4. Wajib bayar PBB/BPHTB melakukan penyetoran pada bank persepsi
PBB/BPHTB yang ditunjuk.
5. Bank Persepsi PBB/BPHTB melimpahkan seluruh penerimaan setiap ke
BOIII
6. BOIII memberikan laporan penerimaan PBB/BPHTB setiap harinya kepada
KPPN.
7. BOIII membagi habis penerimaan PBB/BPHTB antara bagian pemerintah
pusat dan pemerintah daerah setiap akhir hari kerja.
8. KPPN menyampaikan laporan penerimaan ke DJPBN
9. DJPBN dan Bank Indonesia melakukan rekonsiliasi.
TSA telah dilaksanakan di berbagai negara maju antara lain Amerika Serikat,
Perancis, Inggris, New Zaeland, Australia (negara-negara OECD). TSA berdasarkan
international best practices perlu dilaksanakan dalam mengelola kas, mengingat prinsip-
prinsip TSA dapat memperbaiki berbagai kelemahan yang ada pada mekanisme
penerimaan dan pengeluaran yang ada sekarang ini.
Untuk mengurangi kemungkinan bermasalah setelah implementasi, dalam
melaksanakan TSA tetap harus mempertimbangkan kondisi geografis di Indonesia,
sistem informasi yang ada serta sarana dan prasarana yang dimiliki oleh pemerintah.
Berikut beberapa best practices dalam pelaksanaan TSA sebagaimana yang telah
dilakukan oleh negara-negara yang telah berhasil menerapkan TSA.
22
a. Tidak ada dana ‘menganggur’ pada penerimaan dan pengeluaran
Dengan menerapkan TSA dalam manajemen kas yang baik diharapkan dana
menganggur yang berasal dari penerimaan dan dana yang disediakan untuk
pengeluaran negara yang berada di bank-bank umum dapat diminimalisir. Demikian
pula nantinya untuk dana yang berada pada rekening uang persediaan. Terdapat
dua keuntungan dengan mengelola dana kas yang menganggur ini pertama
keuntungan dari pendapatan bunga jika dana tersebut di investasikan, kedua
keuntungan dari pengurangan beban bunga yang berasal dari pembelian sementara
SUN dalam rangka manajemen kas.
c. Adanya imbalan yang diberikan kepada bank atas penyediaan jasa perbankan
Karena tidak ada lagi dana yang mengambang yang dapat dimanfaatkan oleh bank
umum maka tidak ada lagi keuntungan yang diperoleh oleh bank umum dalam
memberikan pelayanan penerimaan dan pengeluaran negara kepada pemerintah.
Untuk itu pemerintah harus memberikan imbalan atas penyediaan jasa perbankan
yang diberikan oleh bank umum mitra kerjanya. Seharusnya biaya ini dapat ditutupi
oleh pendapatan pemerintah dari pengelolaan dana yang menganggur.
23
Pelaksanaan TSA dilakukan secara bertahap diawali dengan pelaksanaan TSA
untuk rekening pengeluaran. Pada tanggal 1 September 2006 telah dilaksanakan uji
coba di 50 KPPN yang tidak berada di ibu kota propinsi di seluruh wilayah Indonesia,
kecuali untuk KPPN Jakarta II. Uji coba ini dimaksudkan untuk melihat hambatan yang
akan dialami khususnya untuk daerah-daerah di ibu kota kabupaten yang fasilitasnya
relatif tidak semaju di ibu kota propinsi. Meskipun terdapat beberapa hambatan namun
pelaksanaan secara keseluruhan dapat dikatakan cukup berhasil.
Selanjutnya Penerapan TSA untuk rekening pengeluaran diseluruh KPPN (178
KPPN) dilaksanakan sejak tanggal 1 Oktober 2007. Untuk pelaksanaan ini diperlukan
adanya pemilihan BOI secara terbuka (pelelangan umum). BOI yang ada saat ini adalah
hasil dari lelang tersebut.
Dalam pelaksanaan TSA untuk rekening pengeluaran, sesuai ketentuan
Undang-Undang No.1 tahun 2004 pasal 23 ayat (2) dan Pasal 24 ayat (3) pemerintah
berkewajiban untuk membayar biaya sehubungan dengan pelayanan yang diberikan
baik oleh bank sentral maupun bank umum. Berdasarkan hasil lelang BOI yang telah
dilaksanakan, pemerintah tidak perlu memberikan kompensasi atas pelayanan yang
diberikan. Bahkan, hasil lelang Bank Operasional I memberikan tambahan penerimaan
negara sebesar kurang lebih Rp. 22 milyar untuk jangka waktu tiga tahun atas
penunjukan bank umum terkait sebagai Bank Operasional I mitra kerja KPPN.
Untuk rekening penerimaan direncanakan sudah dapat dilaksanakan sebelum
akhir tahun anggaran 2007 (November-Desember 2007). Namun belum dapat
dilaksanakan karena pembicaraan dengan Bank Indonesia khususnya yang terkait
dengan remunerasi uang negara di Bank Indonesia belum terselesaikan. Diharapkan
tahun 2008, Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur BI mengenai tingkat
bunga atas uang pemerintah di BI bisa ditandatangani sehingga TSA untuk rekening
peneriman bisa dilanjutkan.
Pemerintah juga berhak memperoleh bunga atas dana yang disimpan di bank
umum serta berkewajiban untuk membayar jasa pelayanan yang diberikan oleh bank
umum baik dibidang penerimaan mapun pengeluaran negara sesuai ketentuan Pasal 24
UU No.1 tahun 2004. Sehubungan dengan itu sebelum pelaksanaan TSA untuk
rekening penerimaan perlu dikaji dan ditetapkan terlebih dahulu tarif jasa pelayanan
penerimaan negara yang akan dibayarkan kepada bank umum.
3.9. Kesimpulan
24
Negara memiliki sumber daya keuangan yang terbatas, oleh karena itu sangat
penting adanya suatu manajemen kas yang baik untuk memastikan bahwa pengelolaan
kas pemerintah berjalan dengan efektif dan efisien sehingga dapat memanfaatkan saldo
kas se-optimal mungkin untuk menghasilkan penerimaan negara dan menjaga
ketersediaan dana dalam pelaksanaan APBN. Untuk itu, penerapan rekening tunggal
pemerintah atau Treasury Single Account (TSA) yang dibarengi dengan adanya
perencanaan kas yang baik harus dilaksanakan.
Dengan penerapan TSA diharapkan sebagian besar saldo kas pemerintah
dapat dikonsolidasikan kedalam satu rekening pada setiap akhir hari kerja. Hal ini akan
membuka kemungkinan pemerintah untuk dapat melakukan pengendalian yang lebih
baik atas aliran kas dan mencegah kemungkinan terjadinya penyalahgunaan. Selain itu
dengan adanya konsolidasi kas akan memungkinkan pemerintah untuk dapat
melakukan pengelolaan kas dengan baik. Selain itu, dalam rangka meningkatkan
penerimaan negara pemanfaatan kas dapat dilakukan dalam bentuk penempatan di
Bank Indonesia atau di bank umum yang dapat menghasilkan bunga atau jasa giro.
Untuk mencapai penerapan TSA yang sempurna masih banyak tantangan yang
harus dihadapi. Tantangan tersebut antara lain keterbatasan sarana komunikasi,
perencanaan kas yang belum baik serta perlu adanya koordinasi antara Departemen
Keuangan dan Bank Indonesia. Disamping itu penerapan TSA dalam manajemen kas
menuntut adanya perubahan pola pikir dari setiap pengguna anggaran khususnya dalam
penyediaan dana untuk membiayai pengeluaran negara. Oleh karena itu perlu adanya
pembinaan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam pengeloloaan
keuangan negara. Jika semua tantangan tersebut dapat diatasi maka diharapkan
pelaksanaan TSA di Indonesia dapat berhasil dengan baik.
25
Mekanisme Penerimaan dan Pengeluaran Negara Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan TSA
(Treasury Single Account)
A. Untuk Penerimaan Kas Bank Persepsi ditunjuk oleh Menteri Keuangan Bank Persepsi ditunjuk oleh Menteri Keuangan dan
dan tidak diberikan imbalan jasa atas pelayanan diberikan imbalan jasa pelayanan penerimaan negara
penerimaan negara. berdasarkan perjanjian kerja/kontrak.
1. Bank Persepsi Penerimaan Negara yang ada di Bank Persepsi, Penerimaan Negara yang ada di Bank Persepsi setiap
dilimpahkan setiap hari Selasa, Jumat, dan akhir hari harus dilimpahkan ke RKUN di BI (tidak ada
bulan ke BI (ada pengendapan uang diluar pengendapan uang di Bank Persepsi)
hari/waktu tersebut di Bank Persepsi).
2. Bank Persepsi PBB/BPHTB Penerimaan PBB dilimpahkan ke BO III setiap Penerimaan PBB dan BPHTB berdasarkan TSA harus
hari Jumat. dilimpahkan dan dibagi setiap hari.
BO III membagi PBB setiap hari Jumat (minggu
berikutnya)
Penerimaan BPHTB dilimpahkan ke BO III setiap
hari Jumat.
BO III membagi BPHTB setiap hari Rabu (minggu
berikutnya)
B. Untuk Pengeluaran Kas Tidak diberikan imbalan jasa pelayanan Diberikan imbalan jasa pelayanan pengeluaran negara
1. Bank Operasional (BO) pengeluaran negara yang besarnya ditetapkan berdasarkan hasil lelang
terbuka.
Pemilihan BO sebagai mitra kerja KPPN Pemilihan BO sebagai mitra kerja KPPN, dilakukan
ditunjuk langsung oleh Dirjen Perbendaharaan. dengan pelaksanaan tender BO.
26
Gaji (termasuk kekurangan Gaji)
BO II = Menampung dana Gaji (bulanan BO II = Menampung dana Gaji (bulanan)
dan kekurangan Gaji) BO III = Menampung PBB dan BPHTB
BO III = Menampung PBB dan BPHTB
2. Pagu/saldo uang di BO Jumlah pagu dana di BO I telah ditetapkan baik Tidak ada penetapan pagu untuk BO I. Dana BO I
untuk gaji dan non gaji. BO II diisi dana untuk disediakan berdasarkan kebutuhan KPPN pada hari
pembayaran gaji 6 hari sebelum tanggal 1. itu. Untuk BO II, saat ini, diisi dana untuk pembayaran
gaji 3 hari kalender sebelum tanggal pembayaran
gaji.
Setiap hari BO I dan II mempunyai saldo guna Saldo di BO I setiap hari harus nihil, sedangkan untuk
persediaan pembayaran belanja negara BO II (saat ini) setelah pembayaran gaji harus Nihil
(zero balance),
C. Lainnya
1. KPPN Berkaitan dengan proses penyediaan dana bagi Pembedaaan KPPN KBI (induk), KPPN KBI (non induk)
penyaluran dana APBN, KPPN dibedakan : dan KPPN non KBI tidak ada lagi.
1. KPPN KBI (induk) Penyediaan dana bagi penyaluran dana APBN dilakukan
2. KPPN KBI (non induk) melalui kantor pusat. Dana disediakan di Rekening
3. KPPN non KBI Pengeluaran Kuasa Bendahara Umum Negara Pusat
Pada prinsipnya KPPN menyediakan dananya (RPK-BUN-P) pada Kantor Pusat BO I. Penyediaan
sendiri. Untuk KPPN non KBI penyediaan dana untuk BO I mitra KPPN dilakukan oleh masing-
dananya melalui KPPN KBI (induk) masing BO I dengan manarik dana dari RPK-BUN-P.
27
penerimaan negara dimaksud ke Bank Indonesia.
Indonesia, khusus KPPN Non KBI, pelimpahan
dilakukan ke BO I mitra kerja KPPN tersebut.
28
BAB IV
PERENCANAAN KAS PEMERINTAH
29
4.2. Latar Belakang
30
terjadinya kekurangan dan kelebihan kas dan melakukan tindakan untuk mengatasi hal
tersebut.
31
Peningkatan akurasi merupakan proses yang membutuhkan waktu cukup lama.
Diperlukan suatu upaya terus-menerus dalam meneliti selisih antara proyeksi dan
realisasi sehingga faktor-faktor yang menyebabkan selisih tersebut dapat diantisipasi.
Langkah antisipasi tersebut penting supaya dalam perencanaan kas selanjutnya
kesalahan serupa tidak terulang. Dengan koordinasi yang baik dengan semua pihak
yang memberikan data perencanaan kas diharapkan pemerintah akan mampu membuat
suatu perencanaan kas harian yang baik
32
tersebut tidak bisa divalidasi ke dokumen sumber. Oleh karena itu, ”judgement” untuk
menentukan angka forecast sangat berperan.
Mengingat laporan perencanaan kas adalah melaporkan sesuatu yang akan
terjadi, kecepatan penyampaian data untuk membuat perencanaan kas menjadi sangat
penting, sebab ketika kejadian tersebut telah menjadi kenyataan (direalisasikan) maka
laporan perencanaan kas tersebut tidak lagi berguna. Fungsinya telah berubah menjadi
laporan realisasi anggaran yaitu melaporkan transaksi ekonomi yang telah terjadi.
Skema dibawah ini menunjukkan bagaimana akurasi perencanaan kas dan kegunaan
laporan meningkat seiring dengan semakin dekat saat kejadian.
0% 50% 100% 0%
Hari Hari
(sebelum) (sesudah)
10 5 1 1 5 10
100% 50% 0%
Tingkat kegunaan forecasting Tingkat kegunaan laporan
33
Kenaikan tingkat akurasi angka yang dilaporkan seiring dengan semakin
dekatnya waktu pelaporan dengan waktu kejadian sebenarnya adalah berlaku umum
untuk setiap angka yang dilaporkan dalam perencanaan kas. Oleh karena itu membuat
suatu forecast yang terinci dalam jangka waktu yang terlalu jauh dari waktu kejadian
adalah tidak efektif dan efisien. Ilustrasi diatas juga menggambarkan pentingnya
melakukan update terus menerus atas forecast tersebut untuk meningkatkan akurasinya.
Jual SUN
Kelebihan Kas
Buffer cash
Rp 0 T+ n
Rp (-)
34
a. Pengelolaan kekurangan kas
Dalam hal pemenuhan kekurangan kas pemerintah (defisit kas) perlu perhatian
khusus karena tidak mungkin dilakukan dengan cepat terutama jika pemenuhan tersebut
berasal dari luar negeri. Untuk itu perlu antisipasi lebih awal untuk kekurangan kas, jika
berdasarkan perencanaan kas diperkirakan akan terjadi kekurangan kas pada saat
tertentu maka BUN harus melakukan pencarian pinjaman atau menjual investasi jangka
pendek sehingga saldo kas kembali mendekati jumlah buffer cash.
Pada masa yang akan datang diharapkan pemerintah akan memiliki surat hutang
jangka pendek (harian atau mingguan) yang bisa dengan segera menutupi kekurangan
kas jangka pendek. Dalam hal terjadi kekurangan kas, BUN dapat melakukan :
a. Mencairkan penempatan di bank umum atau di Bank Indonesia;
b. Menjual surat utang negara yang dimiliki;
c. Melakukan repo
Sesuai dengan prinsip pengelolaan kas yang baik, pencairan pinjaman dalam rangka
menutup kekurangan kas harus sedekat mungkin dengan saat terjadinya kekurangan
kas untuk menghindari kerugian atas pembayaran bunga. Selain itu jika masih
memungkinkan kekurangan kas tersebut ditutupi dengan menjual investasi jangka
pendek yang dimiliki daripada mengeluarkan surat utang.
Sebaliknya untuk investasi jangka pendek atas kelebihan kas perlu dilakukan
secara hati-hati dan harus memperhatikan prisip keamanan dan likuiditas. Dalam hal
terjadi kelebihan kas, Bendahara Umum Negara dapat melakukan :
a. Menempatkan uang negara pada rekening di bank sentral/bank umum yang
menghasilkan bunga/jasa giro dengan tingkat bunga yang berlaku umum.
b. Pembelian Surat Utang Negara;
c. Melakukan reverse repo.
Kelebihan kas adalah setiap rupiah diatas buffer cash. Dana tersebut dapat
dipergunakan untuk investasi jangka pendek dengan memperhatikan prinsip keamanan
dan kehati-hatian dalam penempatan uang negara. Jika pada saat tertentu terjadi
kekuarangan kas maka investasi jangka pendek yang berasal dari kelebihan kas
35
merupakan prioritas utama untuk dicairkan kecuali ada sumber pembiayaan lain yang
terbukti lebih menguntungkan.
Secara umum prinsip keamanan ini diperlukan untuk mencegah kegagalan
penarikan investasi pemerintah pada pihak ketiga yang dapat mengakibatkan
terhambatnya realisasi anggaran karena kesalahan jumlah/waktu dalam penempatan
uang negara.
4.8. Kesimpulan
36
semua pihak yang terkait, suatu saat nanti pemerintah akan mampu melakukan
perencanaan kas sebagaimana yang dilakukan dinegara-negara maju.
37
BAB V
REMUNERASI ATAS SALDO KAS PEMERINTAH
38
Ketidakmampuan pemerintah untuk melakukan pemanfaatan atas saldo kasnya
yang menganggur secara efektif dan efisien menimbulkan opportunity cost yang sangat
tinggi. Sebagai ilustrasi jika diasumsikan saldo rata-rata pemerintah yang terkonsolidasi
di BI dalam setahun adalah Rp 40 trilyun dengan tingkat bunga 3% saja maka
pemerintah mempunyai potensi pendapatan bunga sebesar Rp 1,2 trilyun pertahun.
39
Sebelum pembahasan lebih lanjut perlu dibedakan antara penyimpanan,
penempatan dan investasi. Penyimpanan didefinisikan sebagai kegiatan menyimpan kas
yang berada di BI (pasal 7 ayat g). Penyimpanan disini dapat disamakan dengan
rekening giro dimana keluar dan masuknya dana tidak dibatasi sama sekali sehingga
sulit untuk mendapatkan bunga yang tinggi.
Penempatan (pasal 7 ayat h) disini dapat diartikan sebagai investasi dalam
jangka pendek yang dapat disetarakan dengan kas seperti halnya deposito atau
overnight. Penempatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu penempatan di bank umum
dan di bank sentral. Pada negara maju seperti Australia penempatan hanya
diperbolehkan di bank sentral yaitu Reserve Bank of Australia dalam bentuk term
deposits yang bisa dicairkan sesuai keperluan manajemen kas. Di Amerika penempatan
dapat dilakukan diluar bank sentral dengan cara memberikan sejumlah
jaminan/collateral. Jenis jaminan yang diterima oleh pemerintah telah diatur tersendiri
sehingga risiko kerugian atas kegagalan pencairan penempatan bisa ditekan seminimal
mungkin.
Investasi (pasal 7 ayat h) hanya dapat dilakukan dalam bentuk Surat Utang
Negara. Hal ini mungkin dilakukan dalam rangka minimalisasi risiko investasi mengingat
investasi diluar SUN akan memberikan risiko tinggi yang dapat membahayakan likuiditas
pemerintah.
Berdasarkan prinsip manajemen kas yang baik, penempatan yang terbaik untuk
saldo kas pemerintah adalah di bank sentral. Hal ini didasarkan pada pertimbangan
resiko atas dana pemerintah dan kestabilan moneter.
Penempatan kas pemerintah di Bank Indonesia akan meminimalisasi dampak
dari pelaksanaan manajemen kas pemerintah pada kestabilan moneter. Dengan
melakukan penempatan di BI berarti tidak ada aliran kas keluar dari BI, dengan kata lain
tidak ada biaya operasi moneter untuk menarik kelebihan likuiditas melalui penerbitan
SBI. Hal ini penting mengingat saat ini sedang terjadi kelebihan likuiditas moneter.
Kegiatan penempatan yang dilakukan oleh pemerintah hanya sebatas pemindahan
saldo dari rekening penyimpanan ke rekening penempatan yang juga berada di BI
demikian pula bunga yang didapat dari hasil penempatan akan masuk ke rekening
penyimpanan.
40
Disisi pemerintah, penempatan di BI lebih baik karena adanya jaminan
keamanan dan likuiditas. Dengan menempatkan uang di BI, pemerintah tidak perlu
menuntut jaminan apapun karena penempatan di BI menjamin pencairan dana setiap
saat diperlukan dan dalam jumlah berapapun.
41
5.5. Penggunaan Repo-Reverse Repo
Perjanjian pembelian kembali (repurchase agreement - repo) adalah transaksi
jual efek dengan janji beli kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan.
Kegiatan seperti ini sebenarnya hal yang biasa dilakukan oleh berbagai negara dengan
sistem manajemen kas yang telah berjalan dengan baik. Hal ini menarik dan mudah
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kas dalam jangka pendek. Karena repo ini
menggunakan surat utang negara maka tentunya resiko yang harus ditanggung juga
relatif rendah. Kegiatan repo ini biasanya dipaket dalam bentuk master repurchase
agreement yang berlaku bagi setiap pihak yang terkait repo ini.
Jika pemerintah dalam keadaan kelebihan kas maka transaksi yang dilakukan
adalah perjanjian pembelian kembali terbalik (reverse repurchase agreement-reverse
repo). Reverse repo adalah transaksi beli efek dengan janji jual kembali pada waktu dan
harga yang telah ditetapkan. Pada prinsipnya transaksi ini serupa dengan repo hanya
saja terbalik (reversed). Kegiatan repo atau reverse repo ini akan semakin menarik
untuk dilakukan jika jenis surat utang yang diperdagangkan semakin banyak dan
semakin aktif. Seperti transaksi repo, transaksi reverse repo juga biasanya dipaket
dalam bentuk kontrak dan jaminan yang distandarisasi dalam satu master agreement.
42
Diperlukan adanya suatu sikronisasi khususnya pertukaran informasi antara
pihak yang menerbitan utang dan pihak yang mengetahui kondisi keuangan
negara. Hal ini sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya pemborosan
keuangan negara sebagai akibat dari penerbitan Surat Utang Negara (SUN)
pada saat negara sedang mengalami surplus keuangan.
c. Tempat dimana pemerintah menyimpan uang akan berpengaruh pada kebijakan
moneter
Mengingat jumlah uang yang dimiliki pemerintah sangat besar maka
penempatan uang pemerintah pada bank umum atau bank sentral memiliki
dampak berbeda. Jika pemerintah menempatkan sebagian besar dana
pemerintah pada bank umum maka hal ini akan mengakibatkan terjadinya
ekspansi moneter yang mana dapat berdampak pada naiknya inflasi dan
instabilitas nilai rupiah. Bank Indonesia akan melakukan normalisasi jumlah uang
yang beredar dengan melakukan kebijakan moneter untuk mengurangi uang
yang beredar misalnya dengan menerbitkan SBI. Hal tersebut tidak akan terjadi
jika pemerintah menempatkan uangnya pada Bank Indonesia.
43
BAB VI
REKENING KEMENTERIAN NEGARA LEMBAGA
44
a. Rekening pada BUN Pusat yang terdiri dari antara lain rekening
502.000000, rekening valuta asing dalam bentuk USD
b. Rekening pada Kuasa BUN di Daerah yang antara lain terdiri dari rekening
501.000000, rekening BOI, BOII, BOIII dan rekening di Bank Persepsi
c. Rekening Pemerintah Lainnya yang antara lain terdiri dari RDI/RPD,
Rekening pemerintah lainnya dan rekening hasil minyak perjanjian KPS.
45
kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga. Bendahara penerimaan/pengeluaran
dilarang menyimpan uang dibank atas nama pribadi.
46
Untuk menyelesaikan hal tersebut perlu dilakukan Rekonsiliasi Bank dengan mengikuti
tahapan sebagai berikut:
a. Pada setiap akhir periode, bendahara akan menerima Rekening Koran Bank
dari setiap rekening yang dimiliki;
b. Bandingkan antara saldo buku kas umum dengan saldo Rekening Koran Bank;
c. Telusuri penyebab terjadinya perbedaan antara saldo Rekening Koran Bank
dengan saldo buku kas umum;
d. Sajikan laporan rekonsiliasi bank yang memperlihatkan penyesuaian
terhadap saldo kas, baik menurut Rekening Koran Bank maupun menurut
saldo buku kas umum;
e. Setelah dilakukan penyesuaian terhadap penyebab terjadinya selisih maka
jumlah saldo kas menurut Rekening Koran Bank harus sama dengan jumlah
saldo kas menurut saldo buku kas umum;
f. Penyesuaian yang mempengaruhi saldo kas menurut buku kas umum harus
dilakukan koreksi data sehingga saldo kas menurut rekonsiliasi bank sama
dengan saldo kas menurut data buku kas umum;
g. Penyesuaian pada buku kas umum dilakukan mengikuti petunjuk koreksi yang
ditetapkan (diatur dalam suatu ketetapan).
h. Saldo Kas Penyesuaian ini akan menjadi Saldo Kas bendahara pengeluaran;
Pedoman Penyesuaian :
Saldo menurut Rekening Koran Saldo menurut Buku Kas Umum
Penyesuaian : Penyesuaian :
1. Deposit in Transit (+) 1. Nota kredit atas jasa giro (+)
2. Outstanding cek (-) 2. Nota debet lainnya (-)
3. Kesalahan bank ( + atau - ) 3. Kesalahan pencatatan BKU (+/-)
Saldo akhir kas setelah penyesuaian Saldo akhir kas setelah penyesuaian
1. Deposit in Transit
Hal ini terjadi jika penerimaan sudah dicatat oleh bendahara sebagai setoran ke
bank, sedangkan oleh Bank belum dicatat sebagai penerimaan pada Rekening
Koran yang diterima dari Bank. Penyesuaian perlu dilakukan pada Rekening Koran
Bank dengan menambah saldo kas menurut Rekening Koran pada akhir periode
tersebut.
47
2. Outsanding Check
Hal ini terjadi jika cek/giro telah dikeluarkan dan dicatat sebagai pengurang kas oleh
bendahara tetapi belum disajikan sebagai pengurang kas di bank pada rekening
koran bank. Penyesuaian perlu dilakukan pada Rekening koran bank dengan
mengurangi saldo kas menurut Rekening Koran pada akhir periode tersebut.
3. Jasa Giro
Hal ini terjadi karena Bank memberikan jasa giro atas saldo kas yang ada pada bank
dimana uang disimpan oleh bendahara. Oleh sebab itu, saldo kas menurut buku kas
umum harus ditambahkan sejumlah jasa giro tersebut.
4. Nota Debet
Peristiwa ini terjadi manakala terdapat pengurangan kas pada rekening koran bank
atas biaya-biaya antara lain biaya administrasi bank, pajak atas bunga dan lain
sebagainya yang belum dibukukan sebagai pengurang kas pada buku kas umum.
Penyesuaian terhadap saldo kas buku bank Bendum dilakukan dengan mengurangi
saldo menurut buku kas umum.
5. Kesalahan Bank
Kesalahan pencatatan yang dilakukan oleh bank dapat disebabkan oleh berbagai
hal antara lain; kesalahan jumlah dan kesalahan pemindahbukuan. Penyesuaian
atas kesalahan dimaksud dilakukan dengan menambah atau mengurang saldo kas
Rekening Koran sesuai dengan kesalahan yang terjadi.
Contoh : bank salah membukukan jumlah rupiah dari SP2D, Nota Kredit atau Nota
Debet yang ada.
48
Transaksi penerimaan dan pengeluaran melalui Bendahara disamping dibukukan
dalam Buku Kas Umum, juga dilaporkan pada Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca
Satker. Transaksi pengeluaran melalui bendahara yang telah disahkan pengeluaran
melalui SPM GU/GU Nihil dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran bersama-sama
SPM LS dan SPM pengesahan lainnya pada posnya masing-masing. Saldo Kas
bendahara yang belum digunakan baik yang disimpan di bank maupun yang ada
ditangan bendahara dan Bukti-bukti pengeluaran yang belum disahkan dilaporkan dalam
neraca satker pada pos Kas Bendahara Pengeluaran.
49
Pemerintah Non Departemen yang merupakan penegasan dari Inpres No 9 Tahun 1999.
Namun pelaksanaan kedua Inpres tersebut tidak jelas sejauh mana efektifitasnya.
Sejak Tahun 2004, Pemerintah telah berhasil menyajikan Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat (LKPP). Dalam LKPP tersebut telah diungkapkan saldo kas
pemerintah, termasuk kas di Bendahara Umum Negara (BUN) tahun 2004 sebesar Rp
52.307.558.814.276, tahun 2005 sebesar Rp 46.187.299.854.447 dan tahun 2006
sebesar Rp 38.192.834.699.360.
Berdasarkan pemeriksaan BPK tahun 2004 s.d. 2006, ditemukan sebanyak
4.643 rekening pemerintah di seluruh Kementerian Negara/Lembaga dengan jumlah
Rp32.35 triliun yang tidak dilaporkan pada LKPP maupun Laporan Keuangan
Kementerian Negara/Lembaga (LKKL). Rincian rekening temuan pemeriksaan BPK
menurut tahun anggaran dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Rekapitulasi Rekening Temuan BPK
pada Kementerian Negara/Lembaga dan BUN
Total
Tahun Giro Rupiah Dep. Rupiah Total Rupiah
Rek
A. K/L
B. BUN
Keterangan:
Temuan tahun 2004 belum memisahkan antara giro dan deposito. Rekapitulasi rekening temuan BPK per
Kementerian Negara/Lembaga dapat dilihat pada Lampiran A.
50
/Lembaga/Kantor/Satuan Kerja. PMK ini mengatur kewajiban Kementerian
Negara/Lembaga/kantor/satuan kerja untuk :
(c) Pelaporan
51
dari kas tersebut disajikan dalam daftar lampiran Laporan Keuangan. Laporan
tersebut wajib disampaikan kepada Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara
Umum Negara setiap akhir semester.
Tabel 2
Kelompok Rekening Yang Telah Selesai Dibahas
s.d. 31 Desember 2007
No. Pengelopokan Rekening Rek. Rupiah US$
6. Rek. Penampungan Hibah dan Kerjasama Terikat (S) 180 156.482.199.236 7.456.648
52
Tabel 3
Kelompok Rekening Yang Tidak Dapat Diselesaikan/Dilaksanakan
Pembahasannya
s.d. 31 Desember 2007
Tabel 4
Kelompok Rekening Direkomendasikan Ditutup Oleh Menteri Keuangan
Tabel 5
Kelompok Rekening Yang Memerlukan Investigasi
6.5. Pelaporan
Seperti telah diatur dalam pertauran perundangang, bahwa satuan kerja, kementerian
negara lembaga harus menyampaikan laporan berupa Laporan Realisasi Anggaran,
Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan.
53
Rekening pemerintah pada Satker/kementerian negara lembaga disajikan pada neraca
pada pos kas di bendahara pengeluaran atau kas di bendahara penerimaan.
Selanjutnya rekening-rekning tersebut dilampirkan dalam laporan keuangan.
54
BAB VII
PENUTUP
55
c. Kondisi geografis Indonesia
Mengingat Indonesia terdiri dari banyak pulau diperlukan suatu strategi khusus
dalam membangun sistem informasi khususnya dalam pertukaran informasi yang
cepat. Selain itu masalah investasi yang dibutuhkan juga besar untuk
membangun hal demikian. Bagi satker yang berada di daerah terpencil
pengiriman informasi melalui media fisik seperti kertas atau disket tidak lagi
memungkinkan karena sangat memakan waktu dan tidak aman, salah satu
solusi yang memungkinkan adalah penggunaan satelit komunikasi atau media
komunikasi lain yang lebih murah tetapi dapat diandalkan.
7.2. Kesimpulan
Sejalan dengan perkembangan pengelolaan keuangan negara, dirasakan pula
semakin pentingnya fungsi perbendaharaan dalam rangka pengelolaan sumber daya
keuangan negara secara efektif dan efisien. Fungsi perbendaharaan tersebut antara lain
adalah adanya perencanaan kas yang baik, pencegahan terjadinya penyimpangan
penggunaan uang, pencarian sumber pembiayaan yang paling murah dan upaya untuk
meminimalisasi dana yang menganggur (idle cash). Semua fungsi tersebut bertujuan
56
untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan yang dimiliki negara dalam
meningkatkan laju pembangunan dan efisiensi ekonomi secara nasional.
Negara memiliki sumber daya keuangan yang terbatas, oleh karena itu sangat
penting adanya suatu manajemen kas yang baik untuk memastikan bahwa aliran kas
pemerintah berjalan dengan efektif dan efisien sehingga penyerapan dana dan realisasi
anggaran dapat dipercepat. Penerapan rekening tunggal pemerintah atau Treasury
Single Account (TSA) merupakan upaya untuk mencapai hal tersebut. Selain itu, perlu
adanya suatu perencanaan kas yang baik. Hal ini penting untuk memastikan bahwa
negara selalu memiliki kas yang cukup untuk memenuhi pembayaran kewajiban negara
dan pemanfaatan kas secara optimal.
Selama ini pelaksanaan manajamen kas di Indonesia belum mengacu
sepenuhnya kepada prinsip-prinsip pengelolaan kas yang baik. Diharapkan pada masa
yang akan datang dengan mengacu kepada Undang-Undang No.1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara dan PP Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang
Negara/Daerah implementasi manajemen kas dapat dilaksanakan dengan baik.
57
REFERENSI
58