Anda di halaman 1dari 7

POLA KOLUSI ANTARA PARTAI POLITIK, POLITISI, DAN PENGUSAHA

JajakPendapat "Kompas

Mendanai Partai, Membuang C


TERBUKA terhadap masalah keuangan memang susah. Apalagi berkaitan dengan dana untuk
kegiatan partai politik. Bisa jadi, ketakutan akan terciumnya borok dalam pengelolaan dana menjadi
kekhawatiran semua partai politik dan para petingginya saat ini. Apalagi pub-lik meyakini bahwa semua
partai politik yang ada saat ini masih rentan terhadap praktik korupsi. KEYAKINANtigada-ri empat
responden yang terungkap da-lam jajak pendapat Kompas ini semakin menguatkan kesimpulan terse-but.
Kondisi demikian juga menjadi indikator semakin tingginya kecurigaan masya-rakat terhadap adanya
bera-gam penyimpangan dana di dalam tubuh partai politik.
Penilaian ini memang sangat beralasan mengingat dalam persoalan keuangan, bentuk-bentuk
pengawasan masih ter-golong lemah. Meskipun we-wenang sudah ada di tangan Mahkamah Agung,
namun au-dit yang dilakukan melalui kantor akuntan publik seka-Upun, rasanya sulit membuah-kan hasil
yang maksimal.
Hal ini terbukti dari laporan Ikatan Akuntan Indonesia pa da 3 Juni 1999 yang mengung-kap
bahwa secara umum seba-gian besar partai peserta pemi-lu tidak memiliki sistem pem-bukuan yang
memadai, dan ti-dak mencatat atau melaporkan penerimaan sumbangan. PDI-P, misalnya, pada 5 Maret
hingga 18 Mei 1999 terdapat 304 sum-bangan tanpa nama. Bahkan, tiga di antaranya melebihi ba-tas
maksimal yang diperbo-lehkan undang-undang. Kon-disi yang sama juga terjadi pa-da beberapa pai'tai
besar lain-nya. Di PKB ditemukan empat kasus dan Partai Golkar ada tiga kasus yang menyangkut
sumbangan dari perusahaan melebihi batas keterituan, yaitu Rp 150 juta pele'-t'ahun.
Kesulitan akuntan publik akibat minimnya catatan-ca-tatan keuangan di hampir se-mua partai
politik mengindikasikan belum transparannya pengelolaan keuangan. Hal ini dibenarkan pula oleh lebih
dari empat per lima responden bahwa semua partai politik saat ini tidak transparan, baik dalam hal
mencari maupun menggunakan dana. Sehingga dikhawatirkan akan merebak skandal-skandal keuangan
yang melibatkan partai politik.
Sejarah sebenamya sudah membuktikan bahwa skandal keuangan yang melibatkan partai politik
akan merontok-kan pamor partai bersangkut-an. Skandal keuangan Partai Demokrat Kristen (CDU) di
Jerman, misalnya, adalah salah contoh betapa reputasi partai yang besar dalam sekejap akan terkoyak-
koyak setelah ter-bongkamya skandal yang me-malukan. Pengakuan mantan Kanselir Jerman Helmut
Kohl akhir 1999 lalu yang telah me-nerima uang ilegal untuk kas partainya sempat berakibat pa-da
runtuhnya kredibilitas CDU.

SECAKA mendasar keber-adaan partai politik memang sangat tergantung kepada pen-
dukungnya. Semakin banyak anggbta dan- simpatts'an dj:, se-buah partai, kian menggelem- bung pula
pundi-pundi rupiah yang masuk ke partai politik tersebut. Oleh karena itu, setiap partai politik akan
berlomba-lomba menjaring anggota dan simpatisan.
Sayangnya, besarnya kera-guan publik terhadap transpa-ransi partai politik . dalam penggunaan
dana menumbuh-kan sikap apatis terhadap se-pak terjang partai politik sela-ma ini. Munculnya anggapan
seperti ini tampaknya telah berlangsung sejak Pemilu 1999 lalu. Hal ini terbukti dan mi-nimnya bantuan
simpatisan yang pernah diberikan kepada partai pilihannya (19 persen). Berturut-turut, dalam jajak
pendapat ini hanya delapan persen responden saja yang mengaku pemah membantu dalam bentuk uang,
empat persen yang membantu dalam bentuk barang, dan satu persen saja yang membantu, baik da-lam
bentuk uang maupun ba-rang. Selain itu, ada sekitar enam persen yang pemah membantu partai politik
pilih-annya dalam bentuk jasa. Sisa-nya, yang merupakan bagian terbesar responden (81 persen), 'enggan
membantu partai poli-tik pilihannya.
Kondisi semacam ini tam-paknya akan berlarut-larut hingga kini. Keengganan pub-lik tidak
lepas dari ketidak-percayaan mereka terhadap sepak terjang partai, termasuk di dalam pengelolaan
keuang-an. Kekecewaan dan kega-mangan tercennin dari penilai-an hampir 70 persen responden, yang
menganggap bahwa par-tai politik pihhannya belum transparan, baik dalam men-cari maupun
penggunaan dana. Tidaklah mengherankan bila hampir separuh responden me-nolak untuk memberi
bantuan dalam bentuk apa pun kepada partai politik pilihannya.
Dilihat dari sisi responden se-bagai pemilih partai politik da-lam Pemilu 1999, keengganan
tersebut terdapat pada hampir setiap parpol. Publik yang me-milih PDI-P, misalnya, lebih da-ri separuh
responden menyata-kan tidak bersedia lagi untuk menyumbang dalam bentuk apa pun kepada partai
pilihan-nya itu. Hal yang sama juga ter-jadi di berbagai partai politik lainnya, secara merata, yaitu le-bih
dari separuh responden ju-ga tidak bersedia menyumbang guna kepentingan partainya.
Besamya ketidakpedulian publik terhadap partai poli-tiknya saat ini sangat ber-alasan. Hampir
70 persen res-ponden beranggapan bahwa bantuan yang diperoleh selama tni lebih banyak dimanfaatkan
oleh para petinggi dan peng-urus partai politik ketimbang untuk kepentingan institusi.
MERUJUK dari berbagai pemyataan responden dan ek-sistensi partai politik selama ini
menunjukkan bahwa anggota maupun simpatisan lebih di-fungsikan sebagai "sapiperah". Upaya
pengumpulan dana dan mendapatkan suara guna ke-langsungan hidup partai dan mendapatkan kursi di
parle-men tampaknya lebih dikede-pankan ketimbang mendengar-kan suara para pemilihnya. Hal ini
terbukti dari tidak berjalan-nya fimgsi-fungsi partai politik. Dalam memperjuangkan aspi-rasi misalnya,
lebih dari tiga per empat responden tidak puas dengan upaya partai politik se-lama ini dalam
mewujudkan keinginan masyarakat.
Selain itu, dua dari tiga res-ponden menyatakan ketidak-puasannya terhadap upaya partai politik
selama ini dalam mengembangkan kehidupan demokrasi. Hal ini sebenamya sudah terbukti dari sikap
para anggota parlemen, baik di pu-sat maupun di daerah yang ke-rap menunjukkan arogansinya dalam
meyakini pendapatnya tanpa memandang nilai-nilai demokrasi.

(TWEKI TRIARDIANTO/LITBANG KOMPAS)

Sulil Disentuh
DANA partai merupakan wilayah gelap dan serba tertutup, baik pencarian maupun
penggunaannya. Ke-curigaan seringkali dilayang-kan kepada partai jika yang dibicarakan adalah soal
dana. "Saya sebenamya mau-mau saja bila dimintai sumbangan partai, asalkan kerjanya benar.
Kalau diminta sekarang, ya mikir-mikir dulu. Banyak par-tai sekarang sudah lupa sama
masyarakat pemilihnya. Janji waktu kampanye dulu, mau ini, mau itu, mana hasilnya? Mereka sudah
seperti memakai kacamata kuda, tidak lagi me-noleh ke belakang."
FREDY, 33 Karyawan swasta, Jakarta
"Sebenamya, melihat ke-uangan partai itu sama gelap-nya dengan semua lembaga di negara ini.
Entah itu pemerin-tah, perusahaan swasta, yaya-san, koperasi, apalagi partai. Ja-di saya enggak heran bila
orang-orang partai itu selalu menutup-nutupi keuangannya. Wong nyari duitnya saja juga tertutup kok!
Apalagi kalau sudah ber-kuasa, tidak ada orang awam yang bisa menyentuhnya' "Danpada repqt-repot;
.gatifa .saja. peraturannya. Untuk cari dana, partai boleh melakukan apa saja termasuk berbisms. Asalkan
bisnisnya diawasi ke dan pelaporannya harus teri ka secara umum. Itu baru k( sisten! Kalau enggak
begitu, seperti sekarang ini, partai c uang dengan berbisnis sec; malu-malu."
TEGUH,Stafkeuangan perusahc konsultan, Swabi
"Yang lemah itu sebenam pengawasan partai. Lihat sa apakah ada lembaga yang ku untuk
mengawasi partai? r dak ada, kan? Kalau ada lei baga yang isinya orang-ora: bersih, pasti partai akan h
takutan. Lalu, partai akan be tindak bersih pula dan trar paran, termasuk dalam me cari dana maupun
dalam kar panye."
ANDI ABDULLAH,PNS, Makass

"Masalah cari dana di part itu sebenamya bukan baru. Sejak dulu pun sudah ada, d; berlangsung sampai
sekaran Bila dulu mereka terang-t rangan minta dana-ke masyar. kat, sekarang sembunyi-sembi nyi.
Orang-orang partai itu m minta uang dengan malu-mal terutama kepa.dapara-gengus har.Ada.puia.-
yaffg'.
Pengusaha eleKtrortik,' (KR1/UTBANG KOMPA.S'
Menggali Dana, Menghalalkan Cara
BIAYA politik di negeri ini memang besar, tak heran bila hanya partai politik yang memiliki sumber
dana yang banyak saja yang mampii bertahan. Seperti halnya dalam meraih kekuasaan, partai politik
dapat menghalalkan segala cara asalkan dapat cepat meraih dana yang besar.
1 Februari 1999 Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 1999 mengenai Partai Politik ditetapkan. Dalam
Pasal 12 Ayat 1 undang-undang itu ditentukan bahwa sumber keuangan partai dapat diperoleh dari iuran
anggota, sumbangan, dan iisaha lain yang sah. Kata-kata "usaha lain yang sah" inilah yang kemudian
menimbulkan interpretasi macam-maGam
30 Maret 1999 Untuk menambah kas partai guna mengikuti pemilu, anggota Komisi Pemilihan Umum
(KPU) wakil partai meminta pemerintah menyediakan dana pemilu sebesar Rp 1 milyar bagi setiap
partai peserta pemilu. Meskipun baru sebatas usulan, tetapi telah disetujui seluruh anggota KPU lewat
rapat. Usulan ini mendapat tentangan keras dari anggota KPU nonpartai.
12Februari 2000 Menteri Pertahanan waktu itu, Mahfud MD, mengungkapkan adanya dana Rp 90
milyar dari Bulog yang dikucurkan ke Partai Golkar untuk kampanye Pemilu 1999. Kemudian kasus ini
dibawa ke pengadilan dengan terdakwa antara lain Ketua Umum Golkar AkbarTandjung. Dua tahun
kemudian, Akbar Tandjung divonis hukuman penjara 3 tahun berkaitan dengan jabatannya sebagai
Mensesneg bukan sebagai Ketua Umum Partai. Golkar akhirnya selamat. Pengadilan menolak untuk
menyidangkan aliran dana ke partai ini. 23 Februari 2000 Mahkamah Agung mulai menyidangkan
perkara dugaan pelanggaran Pemilu 1999 dari gugatan 11 partai politik peserta Pe-milu 1999 terhadap
PartaiQolkaryang _________ disangka melakukan kecurangan dalam UOOLONGANKARTJ).
pemilu karena menggunakan dana melebihi ketentuan. Golkar dituduh telah menggunakan dana
kampanye sebesar Rp 15 milyar berasal dari cessie Bank Bali. Sebulan kemudian gugatan itu ditolak
oleh MA.
28 Juni2001
Setelah dua tahun berkiprah, ternyata kinerja partai politik belum memuaskan. Sebagian besar
responden jajak pen-dapat Kompas merasa kecewa terhadap pattai pilihannya.
"Kecewa tidak kecewakah terhadap kiprah partai pilihan Anda selama ini?" Kecewa 47,8% dan yang
tidak kecewa 39,7% sedangkan yang menjawab Tidak tahu/jawab 12,5 n = 810; Sampling errors 3,4%

21 Juni 2002 Sedikitnya 80 dari 89 mobil milik KPU yang dipergunakan oleh anggota KPU periode
1999, yang dari partai, belum dikembalikan ke KPU. Mobil ini masih dipakai untuk keperluan
operasional partai maupun perorangan. Pihak yang sudah mengembalikan, di antaranya anggota KPU
dari Partai Keadilan, PDI Perjuangan, dan Partai Umat Islam. Se-dangkan partai lain masih
memanfaatkan fasilitas milik negara ini.
22 Juli 2002
Setelah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pecah menjadi dua kepemimpinan, maka pemerintah
menunda pemberian dana bantuan Rp 13,3 milyar kepada partai ini sampai ada keputusan final di
pengadilan. Untuk memperoleh dana itu, PKB kubu AIwi Sihab mengusulkan islah finansial. Dana itu
dibagi dua berdasarkan proporsi jumlah anggota di DPR. Artinya, PKB pimpinan AIwi mendapat 48/51
kali Rp 13,3 milyar, sedangkan kubu Mathori mendapat 5/51. Tawaran ini ditolak oleh Matori.
3 September 2002
Ketua DPP PPP Tosari Widjaya meng-akui bahwa ada dana Induk Koperasi PPP sebesar Rp 1,5 milyar
dan dana PPP sebesar Rp 5 milyar yang diinves-tasikan ke PT Qurnia Subur Alam Raya yang
bermasalah. Akan tetapi, seminggu kemudian pernyataan itu diralat oleh Tosari sendiri yang me-
nyatakan bahwa dana investasi PPP itu tidak ada. Dana sebesar Rp 5 milyar itu adalah milik PPP yang
dipinjam dirinya.
5 September 2002
Dua mantan anggota KPU Bambang Mintoko (Partai Demokrasi Indo-nesia) dan Clara Sitompul (Partai
Krisna) mulai disidang di PN Jakarta Pusat dengan dugaan korupsi pengadaan bendera partai menjelang
Pemilu 1999. Merska didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 5,157 milyar. Dalam dakwaan
sidang disebutkan, nyaris hampir semua partai peserta pemilu menerima aliran dana tersebut. Hanya
Partai Kebangsaan Merdeka yang tidak menerinia.
11-12 September 2002
Hasil jajak pendapat Kompas menunjukkan, usaha partai politik dalam mencari dana maupun mengelola
dananya ternyata dinilai belum transparan oleh sebagian bssar publik.
Sudah transparar "Selama ini sudah transparan atau belumkah partai politik, dalam mencari dana untuk
kepentingan partainya?"
Tidak tahu/jawab 9,3, Sudah transparan 6,1% dan belum transparan 84,6% dengan n= 864 dan
Sampling error 3,3%

TABEL 1 PERUSAHAAN YANG DIDIRIKAN DALAM 1951 DAN 1953


(MENURUT DISTRIBUSI ETNIK)

No PEMILIK MENURUT 1951 1953


GOLONGAN ETNIS
1 Indonesia Asli 212 261
2 Cina 224 237
3 Belanda Peranakan 35 16
4 Separuh Asli dan separuh 5 7
Cina Peranakan
5 Arab 4 1
Sumber. John O. Sutter, op.cit.,hal.1307 , Apendiks U.

TABEL 2
JUMLAH KEPENTINGAN BISNIS MILIK ANGGOTA – ANGGOTA PARTAI-PARTAI P0LITIK
BESAR DALAM PARLEMEN DALAM MASA JABATAN SEBELUM 1955
No PARTAI POLITIK JUMLAH ANGGOTA JUMLAH ANGGOTA
PARLEMEN YANG PARTAI DALAM
AKTIF DALAM PARLEMEN
BISNIS1951
1 PNI 28 47
2 MASYUMI 16 49
3 NU 3 9
4 PKI 4 27
5 PSI 6 1
Sumber. John O. Sutter, op.cit.,hal.1311.

TABEL 3 POLA PATRON-KLIEN DALAM BISNIS JAMAN DEMOKRASI PARLEMENTER


No PATRON ATAU KLIEN ATAU KRONI KETERANGAN
AKSES
1 FATMAWATI + ABDUL WAHAB AFFAN Bidang pelayaran.
SOEKARNO Berlanjut sampai
Demokrasi Terpimpin.
Jaman Orba mendirikan
PT. Indokaya –Nissan,
mendirikan BOURAQ
AIRLINES
2 MASYUMI (1945 –1952) GKBI Monopoli impor kain
mori.
3 WILOPO + ISKAQ a.N.V. SUEZ Monopoli mori
TJOKROADISURJO b.N.V.GOENOENG PERA- Monopoli mori
HU TRADING
COMPANY
c.P.T. INDOPLANO Perdagangan dan industri
d.P.T. INTERKERTAS Monopoli kertas
Mereka semua adalah
simpatisan dan anggota
PNI

4 ELIT PSI a.N.V.WIBOWO


CORPORATION
b.N.V. PERUSAHAAN Kemudian bisa mandiri
DAGANG SOEDARPO
CORPORATION
c. C.V. PUTRA Impor kendaraan dan
senjata
d. C.V. BINA USAHA Impor kendaraan dan
senjata
e. ISC (milik HASJIM Awalnya simpatisan PSI.
NING) Ketika PNI kuat dia masuk
PNI. Ketika ABRI kuat dia
masuk IPKI
Diolah dari Yahya A. Muhaimin : Bisnis dan Politik : Kebijaksanaan Ekonomi Indonesia 1950-1980;
1991.

TABEL 3 POLA PATRON-KLIEN DALAM BISNIS JAMAN DEMOKRASI TERPIMPIN


No PATRON ATAU KLIEN ATAU KRONI KETERANGAN
AKSES
1 SOEKARNO + JUSUF AGOES MUCHSIN Tokoh PNI. Bergerak
MUDA DALAM DASAAD dalam bidang kontraktor
(PT Pembangunan Jaya),
Westing house (keagenan
mobil) diambil alih oleh
William Suryajaya saat
Orba dan menjadi ASTRA.
2 ELIT TNI – AD a.HASYIM NING Sama dengan atas
b.ASLAM Bergerak dalam bidang
tekstil
c.KOSGORO
d.SOEDARTO
3 ELIT ABRI + MARKAM Monopoli eksport karet
SOEKARNO
4 ELIT ABRI MARDANUS Monopoli galangan kapal
5 SOEKARNO TUMPAL DORIANUS Aktifis PNI dan bergerak
PARDEDE di bidang tekstil
6 ELIT ABRI + SIPIL BRAM TAMBUNAN Tekstil
7 SOEHARTO PROBOSUTEDJO Monopoli perdagangan di
(Pangkostrad) Irian Barat
8 ELIT PNI R.R.M. KUSMULYONO Perbankan
Diolah dari Yahya A. Muhaimin : Bisnis dan Politik : Kebijaksanaan
Ekonomi Indonesia 1950-1980; 1991.
Keterangan : Sejak diberlakukan SOB, 1957, ABRI mengambil alih perusahaan-perusahaan asing yang
bergerak dalam bidang perbankan, industri, perkebunan.

TABEL 4 POLA PATRON-KLIEN DALAM BISNIS JAMAN DEMOKRASI ORDE BARU


No PATRON ATAU KLIEN ATAU KRONI KETERANGAN
AKSES
1 ELIT ABRI a.HASYIM NING Sama dengan atas
b.SOEDARPO
c.HUSEIN AMINUDDIN
2 IBU TIEN SUKAMDANI Monopoli pupuk dengan
P.T PUSRI
3 SOEHARTO + a.PROBOSUTEDJO P.T. MercuBuono,
SUMITRO monopoli cengkeh
DJOJOHADIKUSUMO b.LIEM SIOE LIONG Monopoli cengkeh
(SUDONO SALIM)
c.AGUS NURSALIM
(CINA)
d.HERAWATI DIAH

4 ABRI e. SUMUAL, SIMBOLON,


HUSSEIN, LAHADE,
LUBIS, NAWAWI,
5 ELIT MILITER + ELIT BRAM TAMBUNAN(Batak) Pabrik tekstil (PT.Textiles)
SIPIL PT. Texaco (Galangan
Kapal)
6 MILITER KOSGORO (Koperasi Serba
Usaha Gotong Royong)
7 SOEKARNO
8 SOEHARTO
(Pangkostrad)
Diolah dari Yahya A. Muhaimin : Bisnis dan Politik : Kebijaksanaan Ekonomi Indonesia 1950-1980;
1991.

Perusahaan Milik Anak-Anak (Keluarga) Soeharto


No NAMA Sigit Tutut(Siti Titik(Siti Bambang Mamik(Si Tommy(H Ari Harjo
Harjojudan Hardijanti Hediati Trihatmoj ti Hutami utomo Wibowo
to Hastuti) Harijadi) o Endang Mandala Sigit
Adiningsi Putra) (cucu)
ISSUE h)
1 Perusahaan 1 3 1 2 1 1 1
induk
2 Perdagangan 3 12 5 11 - 4 9
3 Makanan & - 5 - - - 2 -
minuman
4. Perkebunan 4 12 1 1 - - 1
5. Konstruksi 2 12 1 7 - 7 5
6. Keuangan/invest 11 6 7 9 - 4 -
asi
7. Jasa - 4 - - - - 3
8. Perikanan - 3 - - - - -
9. Media massa / 3 3 - 2 -- 4 -
komunikasi
10. Perkayuan - 2 - - - 2 -
11. Properti/manage - 2 3 7 - 3 -
men/perbelanjaa
n/perkantoran
12. Real estate - - - 5 - - 3
13. Pertambangan 1 1 - - - - 2
14. Percetakan - 1 - - - -- -
15. Kertas - 1 - - - - -
16. Pariwisata - 1 - - 1 - 2
17. Farmasi - 1 - 1 - 1 -
18. Produk metal 1 3 - - - - -
19. Transportasi/oto 8 1 1 10 - 20 1
motif
20. Produk non - - - - - - 1
metal
21. Kehutanan 6 - 3 2 - 2 -
22. Telekomunikasi 3 - - 2 - - -
23. Elektronika - - - - 6 8 -
24. Petrokimia - - - 5 8 8 -

No NAMA Bob Hasan I.B. Sudjana Siswono Abdul Latief Harmoko


Yudohusodo

JENIS BISNIS
1 Perusahaan induk 1 11 - 1 -
2 Perdagangan 4 - 2 1 -

3 Makanan & 3 - 2 - 1
minuman/pabrik es
4. Perkebunan/agrobisnis 6 - - 1 -
5. Konstruksi - - 2 1 -
6. Keuangan/investasi - - - - -
7. Jasa 1 - - - -
8. Perikanan - - - - -
9. Media massa/ - - - - 14
komunikasi
10. Perkayuan 11 - - - -
11. Properti/managemen/p 1 - 1 1 -
erbelanjaan/perkantor
an/perhotelan
12. Real estate - - - - -
13. Pertambangan/pengeb - - 1 - -
oran minyak
14. Percetakan - - - - -
15. Kertas 4 - - - -
16. Pariwisata 1 - - - -
17. Farmasi - - - - -
18. Produk metal 3 - - - -
19. Transportasi /otomotif 2 - - - -
20. Pproduk non metal - - - - -
21. Kehutanan - - - - -
22. Telekomunikasi - - - - -
23. Elektronika - - - - -
24. Petrokimia/ kimia 1 - - - -
25 Tekstil - - - - 1
Diolah dari majalah Pilar No. 12/Tahun I/17-30 Juni 1998

Anda mungkin juga menyukai