Anda di halaman 1dari 4

B.

Topografi dan Sumber Daya Alam

Wilayah Provinsi KepRi membentang seluas sekitar 251.810,71 kilometer persegi dan memiliki sekitar
2.408 pulau. Sebagian besar atau sekitar 95 persen wilayahnya terdiri dari lautan sementara
daratannya hanya 5 persen, yang tersebar luas mulai dari Selat Malaka hingga ke Laut Cina Selatan
berbatasan dengan Vietnam. Keberadaan pulau-pulau kecil maupun besar yang tersebar di perairan
KepRi membuat provinsi yang beribu kota di Tanjungpinang ini dijuluki “Segantang Lada”, sebuah
julukan yang merujuk pada kekayaan sumber alamnya.

Sebagaimana terlihat pada peta dunia, letak geografis Provinsi KepRi cukup strategis karena berada
pada pintu masuk Selat Malaka dan berbatasan dengan pusat bisnis dan keuangan di Asia Tenggara
yakni Singapura. Di sebelah utara, provinsi ini berbatasan dengan Laut Cina Selatan dan di sebelah
timur berbatasan dengan Malaysia dan Provinsi Kalimantan Barat. Di sebelah selatan, berbatasan
dengan Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi, sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan
Singapura, Malaysia, dan Provinsi Riau.

Peta Batas Wilayah Provinsi Kepulauan Riau


Sumber: kepriprov.go.id
Secara keseluruhan, provinsi yang diresmikan pada 1 Juli 2004 ini terbagi dalam lima kabupaten dan
dua kota, antara lain Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, Kabupaten Natuna,
Kabupaten Kepulauan Anambas, Kota Batam, serta Kota Tanjungpinang. Lima kabupaten dan dua
kota tersebut mencakup 42 kecamatan, 256 kelurahan/desa dengan gugusan pulau besar dan kecil
sekitar 2.408 pulau (40 persen di antaranya belum bernama dan berpenduduk).

Menurut data yang terhimpun di situs resmi Provinsi Kepulauan Riau (kepriprov.go.id), provinsi ribuan
pulau ini memiliki topografi dengan kemiringan lahan datar antara 0 s/d 2 persen, kemiringan lahan
curam antara 10 s/d 30 persen, dan kemiringan sangat curam sekitar 20 persen dengan ketinggian
rata-rata 10 meter di atas permukaan laut. Secara umum, topografi pada beberapa kabupaten dan
kota di wilayah Provinsi KepRi merupakan daerah dataran rendah dan agak bergelombang dengan
ketinggian antara 2 s/d 91 meter di atas permukaan laut.

Daerah daratan Provinsi KepRi yang hanya 5 persen dari keseluruhan wilayahnya, menurut penelitian
Zwieryeki pada tahun 1919 hingga 1929, dapat dikatakan tanah tua. Sedangkan selebihnya yang
membentang ke utara sampai dengan daerah-daerah pantai, merupakan konstruksi dari formasi jenis
tanah alluvium (endapan) yang berasal dari zaman Quarter sampai dengan zaman Recen. Jenis tanah
tersebut terutama terdapat di daerah-daerah pantai Provinsi KepRi sampai dengan pertengahan
daratan yang berformasi sebagai daratan muda (yang kini merupakan wilayah Provinsi Riau). Dari
susunan jenis tanah tersebut, menjadi jelas bahwa Provinsi KepRi jauh lebih tua apabila dibandingkan
dengan formasi tanah yang ada di Provinsi Riau. Hal ini dibuktikan dengan dikenalnya arus pasang
naik dan pasang surut sepanjang tahun yang pengaruhnya dirasakan sampai jauh mencapai arah hulu
sungai-sungai di daratan Provinsi Riau.

Dengan keadaan topografi tersebut, Provinsi KepRi memiliki sumber daya alam yang melimpah, baik
kekayaan yang terkandung di perut bumi, berupa minyak dan gas bumi, emas, dan lain-lain, maupun
kekayaan pertanian dan perkebunannya, serta kekayaan sungai dan lautnya. Seiring diterapkannya
otonomi daerah, hasil kekayaan alam Provinsi KepRi yang mulanya disalurkan ke Pemerintah Pusat
(Jakarta) secara bertahap akan dinikmati langsung oleh daerah setempat, meski tidak secara
keseluruhan. Hal ini mengacu pada aturan baru dari Pemerintah RI pascareformasi, yang memberi
batasan dan aturan tegas mengenai pemanfaatan sumber daya alam daerah, bagi hasil dengan
Pemerintah Pusat, dan kewajiban penanaman modal di daerah (lihat www.kepriprov.go.id).

Peranan sektor pertanian merupakan sektor terkecil yakni hanya berkontribusi 5,32 persen terhadap
PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) tahun 2007. Sektor tersebut belum berkembang maksimal
karena luas lahan pertanian lebih kecil dibandingkan luas perairan. Di samping itu, tanah merah di
Kepulauan Riau pun hanya dapat ditanami jenis tanaman tertentu yang masih memerlukan penelitian
dan pengembangan khusus untuk meningkatkan produksinya.
Pada tahun 2007, sektor pertanian padi di Provinsi KepRi memiliki lahan sawah seluas 1.792 hektar,
sedangkan lahan bukan sawah yang terdiri dari lahan kering mencapai 694.924 hektar dan lahan
lainnya mencapai 74.607 hektar. Luas lahan hortikultura mencapai 42.728 hektar. Lahan sawah irigasi
teknis mencapai 130 hektar, lahan sawah irigasi sederhana mencapai 104 hektar, sementara lahan
sawah dengan irigasi desa mencapai 309 hektar, dan lahan sawah tadah hujan seluas 1.249 hektar.

Luas lahan panen padi seluruh kabupaten dan kota di Provinsi KepRi mencapai 94 hektar dan dapat
memproduksi padi sebanyak 249 ton dengan rata-rata produksi 5,20 ton/hektar. Pada sektor
pertanian palawija, menurut data tahun 2007 menyebutkan tanaman jagung dengan luas lahan panen
585 hektar berproduksi 1.267 ton, ubi kayu dengan luas lahan panen 708 hektar berproduksi 4.927
ton, ubi jalar dengan luas lahan panen 130 hektar berproduksi 1.159 ton, dan kacang tanah dengan
lahan panen 124 hektar berproduksi 179 ton. Sementara, sayur-mayur berproduksi 723 ton, kacang
panjang berproduksi 1.295 ton, bayam berproduksi 26.715 ton, dan kangkung berproduksi 842 ton.

Di sektor perkebunan, komoditas yang berpotensi di Provinsi KepRi antara lain, cengkeh dengan luas
lahan 14.716 hektar, kelapa seluas 39.491 hektar, karet seluas 34.891 hektar, lada seluas 449
hektar, sagu seluas 3.949 hektar, dan gambir seluas 996 hektar. Sedangkan di sektor peternakan,
kambing merupakan populasi terbanyak mencapai sekitar 18.166 ekor, diikuti sapi sekitar 9.976 ekor,
dan babi sekitar 4.655 ekor. Populasi unggas terdiri atas ayam buras sekitar 585.226 ekor, ayam
petelur sekitar 347.800 ekor, ayam pedaging sekitar 452.510 ekor, itik sekitar 21.634 ekor, dan
puyuh sekitar 26.270 ekor.

Untuk sektor perikanan, terutama perikanan tangkap dan pengembangan budidaya perikanan yang
meliputi usaha pembenihan dan pemanfaatan teknologi budidaya sangat cocok dikembangkan di
Provinsi KepRi. Di Kabupaten Bintan, Karimun, dan Natuna, misalnya, terdapat budidaya ikan yang
bernilai ekonomis seperti ikan kerapu, napoleon, dan kakap. Begitu pula potensi budidaya ikan air
tawar dapat dikembangkan di Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, dan
Kabupaten Natuna. Pada tahun 2007, total produksi perikanan tangkap mencapai 217.094,91 ton dan
produksi ikan budidaya 3.475,70 ton.

Sementara di sektor pertambangan, pada tahun 2007, Provinsi KepRi memiliki potensi hasil minyak,
gas, timah, dan bauksit yang melimpah. Cadangan minyak bumi mencapai 298,81 Million Meter Barrel
Oil (MMBO) dan cadangan gas alam mencapai 55,3 Triliun Square Cubic Feet (TSCF) yang terdapat di
Kabupaten Natuna. Timah dengan jumlah cadangan mencapai 11.360.500 m3 terdapat di Pulau
Karimun. Bauksit dengan total cadangan 15.880,000 ton terdapat di Pulau Bintan dan Tanjungpinang.
Granit dengan total cadangan mencapai 858.384.000 m3 terdapat di Pulau Karimun dan Pulau Bintan.
Sementara pasir darat dengan total cadangan mencapai 39.826.400 ton terdapat di Pulau Karimun
dan Pulau Bintan.

Diolah dari berbagai sumber: www.kepriprov.go.id dan www.dprd-kepriprov.go.id


Kelautan

Sebagai provinsi kepulauan, wilayah ini terdiri atas 96 % lautan. Kondisi ini sangat mendukung
bagi pengembangan usaha budidaya perikanan mulai usahapembenihan sampai pemanfaatan
teknologi budidaya maupun penangkapan. Di Kabupaten Karimun terdapat budidaya Ikan kakap,
budidaya rumput laut, kerambah jaring apung. Kota Batam, Kabupaten Bintan, Lingga, dan
Natuna juga memiliki potensi yang cukup besar di bidang perikanan. Selain perikanan tangkap di
keempat Kabupaten tersebut, juga dikembangkan budidaya perikanan air laut dan air tawar. Di
kota Batam tepatnya di Pulau Setoko, bahkan terdapat pusat pembenihan ikan kerapu yang
mampu menghasilkan lebih dari 1 juta benih setahunnya. Di Kota Batam tepatnya didaerah
telaga punggur, ada satu pelabuhan perikanan yang dikelola murni oleh swasta . Pelabuhan
Perikanan Swasta Telaga Punggur diresmikan pada tanggal 08 Januari 2010 oleh Menteri
Kelautan dan Perikanan R.I Dr. Ir. H. Fadel Muhammad. Letak pelabuhan perikanan swasta
Telaga Punggur sangat strategis karena berhadapan dengan jalur lintas kapal penangkapan ikan
antara Propinsi Kepri dan Natuna, ZEEI , Laut Cina Selatan serta keberadaan pelabuhan
perikanan swasta Telaga Punggur di Kota Batam sangat dekat dengan negara Singapura yang
dapat meningkatkan ekspor hasil laut dan menambah pendapatan asli daerah.

Potensi Daerah
Data Pontesi Daerah memberikan gambaran sektor-sektor yang dominan dalam memberikan kontribusi
terhadap pertumbuhan perekonomian dan penyerapan tenaga kerja di Kepulauan Riau. Sektor-sektor
tersebut antara lain :

1. Sektor Kelautan, yang merupakan sektor yang memiliki potensi sangat besar karena berdasarkan
karakteristik wilayah Kepulauan Riau yang merupakan 96% lautan. Pada sektor kelautan ini akan
memaparkan data potensi Perikanan Tangkap dan Budidaya, Sumberdaya Pesisir dan Pulau-
pulau, Migas dan Kapal Tenggelam, serta Industri Kelautan.
2. Sektor Peternakan, memaparkan potensi ternak di Kepulauan Riau yang meliputi jumlah
populasi, pemotongan, dan daging yang dihasilkannya.
3. Sektor Pertanian, memaparkan potensi pertanian di Kepulauan Riau yang meliputi luas lahan
menurut jenis lahan dan produksi tanaman buah-buahan.
4. Sektor Pariwisata, memaparkan tentang potensi objek-objek pariwisata di Kepulauan Riau.
Selain itu juga dipaparkan jumlah fasilitas hotel, kamar, dan tempat tidur serta perkembangan
jumlah wisatawan.
5. Sektor Pertambangan, memaparkan potensi potensi sumberdaya alam mineral dan energi di
Kepulauan Riau.

6. Sektor Industri, memaparkan tentang kondisi industri manufaktur serta daftar investor asing di
kawasan Batam, Bintan, dan Karimun.

Anda mungkin juga menyukai