Anda di halaman 1dari 16

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 36 TAHUN 2008


TENTANG
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 7 TAHUN 1983

TENTANG PAJAK PENGHASILAN

Kelompok 5 :

ANOVRIKA P. (6)

MUTHMAN HAKIM RAMBE (23)

RAHMAN TRIADI PUTRA (28)

PRIYANTO (26)

RAIKMAN WALDO (29)

YOHANES DWIKI R D (38)

1-I PERPAJAKAN
Pasal 1

Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap wajib pajak atas penghasilan yang diterima
dalam tahun pajak.

Pasal 2

(1) Subyek Pajak:


a. Orang pribadi dan warisan yang belum terbagi
b. Badan
c. Bentuk usaha tetap
(2) Subyek pajak dibedakan menjadi subyek pajak dalam negeri dan luar negeri
(3) Subyek pajak dalam negeri :
a. Orang yang tinggal di Indonesia, berada di Indonesia min 183 hari dalam setahun atau dalam
satu tahun pajak berada di Indonesia dan berniat untuk tinggal di Indonesia
b. Badan yang didirikan di Indonesia
c. Warisan yang belum terbagi
(4) Subyek pajak luar negeri :
a. Orang yang tinggal di Indonesia, berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari tiap tahunnya
b. Badan yang didirikan mau bertempat bukan di Indonesia yang melakukan usaha tetap di
Indonesia
c. Orang pribadi atau badan yang mendapat penghasilan tidak dari menjalankan usaha tetap di
Indonesia
(5) Penjelasan bentuk usaha tetap

Pasal 3

Yang bukan subyek pajak adalah kantor perwakilan negara asing, pejabat diplomatik negara asing,
organisasi internasional, dan pejabat dari organisasi internasional
Pasal 4

(1) Obyek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
WP
(2) Yang bukan obyek pajak:
a. Bantuan
b. Hibah
c. Warisan
d. Imbalan
e. Pembayaran asuransi
f. Dividen
g. Dana pensiun
h. Penghasilan dari dana pensiun
i. dll

Pasal 5

Obyek pajak usaha tetap :

a. Penghasilan dari usaha


b. Penghasilan kantor pusat dari usaha

Pasal 6

(1) Besar pajak ditentukan berdasar penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan.
(2) Apabila terjadi kerugian dikompensasikan dengan 5 tahun berikutnya
(3) Kepada orang pribadi sebagai WP dalam negeri diberi pengurangan Penghasilan Tidak Kena
Pajak
Pasal 7
Ketentuan PTKP

(4) Berisi mengenai aturan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi Wajib Pajak beserta
tambahan-tambahan yang menyertainya sesuai dengan kondisi Wajib Pajak itu sendiri.
(5) Ketentuan ayat (1) diterapkan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.
(6) Jumlah PTKP ditetapkan oleh Peraturan Menteri Keuangan setelah dikonsultasikan dengan DPR.

Pasal 8
Sistem pengenaan pajak berdasarkan UU menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis,
artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan
yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. Namun, dalam
hal-hal tertentu pemenuhan kewajiban pajak dilakukan secara terpisah.

(1) Penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada awal
bagian tahun pajak dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya dan dikenai Pajak
sebagai satu kesatuan, beserta pengecualiannya.
(2) dan (3)
Dalam hal suami istri telah hidup berpisah berdasarkan keputusan hakim, penghitungan
Penghasilan Tidak Kena Pajak dan pengenaan pajaknya dilakukan sendiri-sendiri. Apabila suami-
istri mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis atau jika istri
menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, penghitungan
pajaknya dilakukan berdasarkan jumlah penghasilan neto suami-istri dan masing-masin memikul
beban Pajak sebanding dengan besarnya penghasilan neto.

(4) Penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan penghasilan orangtuanya. Ketentuan
“anak yang belum dewasa” adalah di bawah umur 18 tahun dan belum pernah menikah.

Pasal 9
(1) Pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan Wajib Pajak dapat dibedakan antara pengeluaran yang
boleh dan tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto meliputi pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan atau yang
jumlahnya melebihi kewajaran. Semuanya dijabarkan dalam huruf a-k.
(2) Aturan bagi pengeluaran utnuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun.
Pasal 10
Ketentuan ini mengatur tentang cara penilaian harta, termasuk persediaan, dalam rangka menghitung
penghasilan sehubungan dengan penggunaan harta dalam perusahaan, menghitung keuntungan atau
kerugian apabila terjadi penjualan atau pengalihan harta, dan penghitungan penghasilan dari penjualan
barang dagangan. Dijabarkan secara detil ayat per ayat.

Pasal 11
(1) dan (2)
Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaa lebih dari 1
tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta
berwujud melalui penyusutan. Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik,
termasuk tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang pertama kali
tidak boleh disusutkan. Penggunaan metode penyusutan atas harta harus dilakukan secara taat
asas

(3) Waktu mulainya penyusutan

(4) Berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, saat mulainya penyusutan dapat dilakukan
pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan.

(5) Dasar penyusutan setelah Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva.

(6) Ketetapan masa manfaat dan tarif penyusutan.

(7) Ketentuan mengenai penyusutan atas harta berwujud oleh usaha tertentu diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan.

(8) dan (9)

Pada dasarnya keuntungan atau kerugian karenan pengalihan harta dikenai pajak dalam tahun
dilakukannya pengalihan harta tersebut. Dalam hal pennggantian asuransi yang diterima
jumkahnya baru dapat diketahui kemudian, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada
Direktur Jenderal Pajak agar jumlah sebesar kerugian tersebut dapat dibebankan dalam tahun
penggantian asuransi tersebut.

(10) Dalam hal pengalihan harta berwujud yang memenuhi syarat sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (3)
huruf a dan b, nilai sisa bukunya tidak boleh dibebankan sebagai kerugian oleh pihak yang
mengalihkan.

(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 11A
Ketentuan Amortisasi

Pasal 12
Dihapus

Pasal 13
Dihapus

Pasal 14
Informasi yang benar dan lengkap tentang penghasilan Wajib Pajak sangat penting untuk dapat
mengenakan pajak yang adil dan wajar sesuai dengan kemampuan ekonomis Wajib Pajak . Untuk dapat
menyajikan informasi dimaksud, Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan. Namun, tidak semua
Wajib Pajak mampu menyelengarakan pembukuan.

Semua Wajib Pajak badan dan bentuk usaha tetap diwajibkan menyelenggarakan pembukuan. Wajib
Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran
bruto tertentu tidak diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Untuk memberikan kemudahan
dalam menghitung besarnya penghasilan neto bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha
atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto tertentu, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan norma
penghitungan.

Pasal 15
Mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus untuk golongan Wajib pajak tertentu antara lain
perusahaan pelayanan atau penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan
pengeboran minyak, gas, dan panas bumi, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-
guna-serah.

Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan Norma Penghitungan Khusus guna menghitung
besarnya penghasilan netto dari wajib Pajak tertentu tersebut.
Pasal 16
Mengatur bagaimana penghitungan Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar untuk menentukan Pajak
Penghasilan yang terutang.

Undang-undang mengatur 2 golongan Wajib Pajak, yaitu Wajib Pajak dalam negeri dimana dapat
diterapkan penghitungan pajak cara biasa dan norma Penghitungan Khusus. Sedangkan Wajib pajak luar
negeri dikenakan penghitungan tertentu sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Pasal 17
Mengatur tentang besarnya tarif yang dikenakan pada Wajib Pajak orang pribadi atau badan dan ada
pula keringanan atau pengurangan tarif dalam kondisi tertentu sesuai dengan ketetapan yang berlaku.

Wajib Pajak Orang pribadi :

Rp. 500000000 = 5%

>Rp.50000000 – Rp 250000000 = 15%

>Rp.2500000000 –Rp500000000 = 25%

>Rp 50000000 = 30%

Wajib Pajak Badan :

Dinenakan tarif 28% atas pendapatannya

Pasal 18
Menerangkan bahwa Menteri Keuangan memiliki wewenang untuk menetukan besarnya perbandingan
antara utang dan modal perusahaan untuk keprluan penghitungan pajak.

Menjelaskan berbagai cara atau langkah yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penhindaran pajak
sebgai mana diatur dalam Undang-undang.

Pasal 19
Menteri Keuangan berwenang menetapkan peraturan tentang penilaian kembali aktiva dan faktor
penyesuaian sehingga diterapkan tarif pajak tersendiri dengan peraturan Menteri Keuangan sepanjang
tidak melebihi tarif pajak tertinggi.
Pasal 20
Menjelaskan tentang tatacara pelunasan pajak terutang dalam suatu tahun pajak oleh Wajib Pajak yang
bersangkutan.

Pasal 21
Mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan
yang diterima oleh Wajib pajak sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan.

Pihak yang wajib melakukan pemotongan pajak : pemberi kerja, bendahara pemerintah, dana pensiun,
badan, perusahaan, dan penyelenggara kegiatan.

Pasal 22

Ayat 1 menjelaskan tentang Menteri Keuangan dapat menetapkan Bendahara pemerintah,


badan-badan tertentu dan wajib pajak badan tertentu untuk memungut pajak.

Ayat 2 menjelaskan tentang dasar pemungutan, kriteria, sifat dan besarnya pungutan pajak
ditentukan oleh Peraturan Menteri Keuangan.

Ayat 3 menjelaskan tentang besarnya pemungutan pajak bagi WP yang tidak mempunyai NPWP
dapat dikenakan tarif 100% lebih banyak dari WP yang dapat menunjukkan NPWPnya.
Pasal 23

Ayat 1 menjelaskan tentang pemotongan pajak atas penghasilan yang diperoleh WP dalam
negeri dan BUT yang berasal dari modal. Dasar pemotongan pajak untuk pembayaran
penghasilan dalam bentuk dividen, bunga, royalti, hadiah, dan penghargaan adalah jumlah
penghasilan bruto. Dasar pemotongan untuk sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta adalah perkiraan penghasilan neto. Penghasilan berupa imbalan jasa yang
wajib dilakukan pemotongan pajak adalah jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain yang diterima oleh WP selain jasa yang telah dipotong Pajak
Penghasilan sesuai Pasal 21.

Ayat 1a menjelaskan tentang WP yang menerima penghasilan tapi tidak memiliki NPWP tarif
pemotongan adalah lebih besar 100% dari sebagaimana yang telah disebutkan pada Pasal 1.

Ayat 2 menjelaskan tentang Direktur Jenderal Pajak diberi wewenang untuk menetapkan jenis-
jenis jasa lain dan besarnya perkiraan penghasilan neto.

Ayat 3 menjelaskan tentang orang pribadi sebagai WP dalam negeri dapat ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak.

Ayat 4 menjelaskan tentang pemotongan pajak tidak dilakukan atas penghasilan yang
dibayar/terutang pada bank, sewa yang dibayarkan yang berhubungan dengan sewa guna
usaha atau hak opsi, dividen dan dividen yang diterima orang pribadi, bagian laba, sisa hasil
usaha koperasi, dan penghasilan yang dibayar/terhutang kepada badan usaha yang berfungsi
sebagai penyalur pinjaman diatur oleh Menteri Keuangan.

Pasal 24
Ayat 1 menjelaskan tentang pajak penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri yang
dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia hanyalah pajak yang langsung
dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP.

Ayat 2 menjelaskna tentang besarnya kredit pajak yang terutang sebesar pajak penghasilan
yang dibayar tapi tidak boleh melebihi perhitungan pajak yang terutang berdasakan UU PPh.

Ayat 3 menjelaskan tentang penentuan sumber penghasilan, penghasilan dari saham dan
sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham. Penghasilan berupa
bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak. Penghasilan berupa
sewa, imbalan, bentuk usaha tetap, penghasilan atas pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan atau tanda turut serta permodalan dalam perusahaan
pertambangan.Keuntungan dari pengalihan harta tetap dan keuntungan dari pengalihan harta
yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap.

Ayat 4 menjelaskan tentang penentuan sumber penghasilan ditentukan dari prinsip yang sama
dengan prinsip dari ayat ini.

Ayat5 menjelaskan tentang apabila terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas
penghasilan yang dibayar di luar negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di
indonesia menjadi lebih kecil dari besarnya perhitungan semula, maka selisihnya ditambahkan
pada Pajak penghasilan yang terutang menurut undang-undang.

Ayat 6 menjelaskan tentang ketentuan mengenai pengkreditan pajak penghasilan luar negeri
ditetapkan MenKeu.

Pasal 25
Ayat 1 menjelaskan tentang besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus
dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan.

Ayat 2 menjelaskan tentang batas waktu penyampaian SPT pajak penghasilan adalah 3 bulan
setelah tahun pajak berakhir, maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh
WP sebelum batas waktu penyampaian SPT pajak penghasilan belum dapat dihitung jadi
perhitungan tersebut sama dengan angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang
lalu.

Ayat 4 menjelaskan tentang perubahan angsuran pajak berlaku mulai bulan berikutnya setelah
bulan diterbitkannya surat ketetapan pajak.

Ayat 6 menjelaskan tentang DirJen Pajak berwenang unuk menentukan besarnya angsuran
pajak dalam tahun berjalan yaitu WP berhak atas kompensasi kerugian, memperoleh
penghasilan tidak teratur, SPT PP tahun lalu lewat batas waktu yang ditentukan, WP diberika
perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT PP, WP membetulkan sendiri SPTPP yang
mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan,
terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP.

Ayat 7 menjelaskan tentang MenKeu menetapkan perhitungan besarnya angsuran pajak bagi
WP baru, bank, BUMN, BUMD dan WP tertentu termasuk WP orang pribadi pengusaha tertentu
dengan keputusan MenKeu.

Ayat 8 menjelaskan tentang WP orang pribadi yang telah berusia 21 tahun dan tidak punya
NPWP jika ingin pergi keluar negeri maka dikenakan pajak.

Ayat 8A menjelaskan tentang ketentuan pada Pasal 8 berlaku sampai tanggal 31desember
2010.

Pasal 26
Ayat 1 menjelaskan tentang tarif sebesar 20% dari jumlah bruto, jenis-jenis penghasilan yang
wajib dilakukan pemotongan dapat digolongkan seperti : penghasilan yang bersumber dari
modal dalam bentuk dividen, bunga termasuk premium, diskonto, premi swap dan transaksi
lindung nilai lainnya, imbalan karena jaminan pengembalian hutang, royalti,dan sewa serta
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. Imbalan sehubungan dengan jasa,
pekerjaan, atau kegiatan. Hadiah da penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.Keuntungan karena pembebasan hutang.

Ayat 1A menjelaskan tentang negara domisili bagi WP luar negeri adalah negara tempat tinggal
atau tempat kedudukan WP luar negeri yang menerima manfaat dari penghasilan
tersebut(benefit owner).

Ayat 2 menjelaskan tentang penghasilan dari penjualanatau pengalihan harta di Indonesia yang
diperoleh WP luar negeri dikenakan potongan pajak 20 % dari perkiraan penghasilan neto.

Ayat 2a menjelaskan tentang penghasilan atau pengalihan saham juga dikenakan potongan
pajak 20% dari perkiraan penghasilan neto.

Ayat 3 menjelaskan tentang peraturan ayat 2 dan 2a sesuai MenKeu.

Ayat 4 menjelaskan tentang PKP yang sudah dikurangi oleh pajak BUT di Indonesia dikenakan
pajak lagi sebesar 20 % kecuali penghasilan tersebut ditanam kembali di Indonesia.

Ayat 5 menjelaskan tentang pengecualian terhadap penghasilan yang tidak dikenai pajak
seperti WP luar negeri yang berubah status menjadi WP dalam negeri atau BUT.

Pasal 28
Ayat 1 menjelaskan tentang bagi WP dan BUT, pajak yang terutang dikurangi dengan kredit
pajak bagi pajak yang bersangkutan berupa yang dijelaskan pada Pasal 21, 22, 23, 24, 25, dan
Pasal 26 ayat 5.

Ayat 2 menjelaskan tentang sanksi administrasi.

Pasal 28A

Apabila ada kelebihan pembayaran pajak yang terhutang maka Direktur Jenderal Pajak
berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan. Maksud dari pemeriksaan ini
untuk memastikan bahwa uang yang akan dibayarkembali kepada WP sebagai restitusiitu
adalah benar merupakan hak WP.

Pasal 29

Apabila ada kekurangan pembayaran pajak yang terhutang maka pembayaran yang terutang
harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.

Pasal 31A

Ayat 1 menjelaskan fasilitas perpajakan yang diberikan jika WP yang melakukan penanaman
modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu yang mendapat
prioritas tinggi dalam skala nasional

Ayat 2 menjelaskan ketentuan lebih lanjut mengenai bidang-bidang usaha tertentu dan atau
daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional serta pemberian
fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah

Pasal 31C
Penerimaan negara dari Pajak Penghasilan orang pribadi dalam negeri dan Pajak Penghasilan
Pasal 21

Pasal 31D

Ketentuan mengenai perpajakan bagi bidang usaha pertambangan minyak dan gas bumi,
bidang usaha panas bumi, bidang usaha pertambangan umum termasuk batubara, dan bidang
usaha berbasis syariah diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pasal 31E

Ayat 1 menjelaskan tentang pengurangan tarif pajak dari bagian peredaran bruto bagi WP
Badan dalam negeri
Ayat 2 menjelaskan tentang kenaikan besarnya peredaran bruto yg diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan

Pasal 32

Tata cara pengenaan dan sanksi-sanksi berkenaan dengan pelaksanaan Undang-Undang ini
dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 yang telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007

Pasal 32 A

Wewenang pemerintah bekerjasama dengan pemerintah negara lain dalam rangka


penghindaran dan pengelakan pajak

Pasal 32B
Ketentuan mengenai pengenaan pajak atas bunga atau diskonto Obligasi Negara yang
diperdagangkan di negara lain diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 33

Ayat1 menjelaskan tentang ketentuan yang terkait dengan Wajib Pajak yang tahun bukunya
berakhir pada tangal 30 Juni 1984 serta yang berakhir antara tanggal 30 Juni 1984 dan tanggal
31 Desember 1984 dapat memilih cara menghitung pajaknya
Ayat 2 menjelaskan tentang fasilitas perpajakan yang telah diberikan sampai dengan tanggal 31
Desember 1983
Ayat 3 menjelaskan tentang penghasilan kena pajak yang diperoleh dalam bidang
penambangan dikenakan pajak berdasarkan ketentuan-ketentuan Ordonansi Pajak Perseroan
1925 dan Undang-undang Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalti 1970 beserta semua peraturan
pelaksanaannya.

Pasal 33A

Ayat 1 menjelaskan tentang Wajib Pajak yang tahun bukunya berakhir setelah tanggal 30 Juni
1995 menghitung pajaknya berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang ini
Ayat 2 menjelaskan tentang fasilitas perpajakan dapat dinikmati sesuai dengan jangka waktu
yang ditentukan oleh Wajib Pajak yang telah mendapat keputusan tentang saat mulai
berproduksi sebelum tanggal 1 Januari 1995
Ayat 3 menelaskan tentang fasilitas perpajakan yang berakhir pada tanggal 31 Desember 1994
Ayat 4 menjelaskan tentang penghitungan pajak berdasarkan ketentuan dalam perjanjian
kerjasama pengusahaan pertambangan.

Pasal 34
Peraturan pelaksanaan di bidang Pajak Penghasilan yang masih berlaku

Pasal 35

Peraturan Pemerintah mengatur hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang ini

Anda mungkin juga menyukai