Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat
dan kasih karunia-Nya penulis masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah yang
berjudul Polemik Anggaran Pendidikan di Indonesia sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Iwam Siswadi selaku pengajar Pendidikan
Kewarganegaraan yang memberi tugas akhir semester ini atas bimbingan dan pengarahannya,
para penyedia informasi di internet serta teman-teman yang telah menyumbangkan ide,
memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan makalah ini.
Terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
BAB II : PEMBAHASAN............................................................................................9
2.1. PENGERTIAN ANGGARAN.................................................................1
2.2. FUNGSI ANGGARAN............................................................................5
2.3. SISTEMATIKA ANGGARAN................................................................6
2.4. PENGERTIAN ANGGARAN PENDIDIKAN........................................6
2.5. ALOKASI ANGGARAN PENDIDIKAN................................................6
2.6. PRIORITAS ANGGARAN PENDIDIKAN.............................................6
2.7. POLEMIK PENGALOKASIAN DAN PENGAWASAN
PENGGUNAAN ANGGARAN PENDIDIKAN .....................................7
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan seharusnya menjadi prioritas utama di masa depan apabila kita ingin
menghindarkan diri sebagai salah satu negara terbelakang dan agar dapat turut
berperan penting dalam percaturan dunia internasional.
Sebaliknya, negara seperti Singapura, Korea Selatan, Jepang, berbeda jauh dari
Indonesia. Meski minim sumber daya alam, sumber daya manusianya begitu terlatih
dan siap saing, sehingga kesejahteraan yang diraih melebihi negara-negara yang kaya
sumber daya alam tapi minus kualitas sumber daya manusia. Pertama dan yang paling
utama perbedaan itu terlihat dalam sistem pendidikannya. Negara-negara luar telah
lama menerapkan anggaran 20% dari total APBN. Mereka menaruh perhatian besar
terhadap sektor pendidikan karena dampaknya sangat besar di masa depan. Mereka
sadar, kesejahteraan berbanding lurus dengan modal manusianya (human capital), dan
bukan hanya modal alam (nature capital) semata-mata.
Berbagai kritikan dilontarkan terhadap sistem pendidikan yang ada sekarang ini.
Dikatakan bahwa salah satu penyebab sulitnya Indonesia bangkit dari berbagai krisis
yang melanda saat ini adalah akibat bobroknya sistem pendidikan. Lebih lanjut, sistem
pendidikan nasional yang dijalankan ternyata tidak mampu menghasilkan sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas dan penuh kreativitas sehingga bisa mandiri. Dan kita
semua tentunya tidak ingin sistem pendidikan kita makin lama makin terpuruk.
Kita tentu sama-sama berkeinginan agar bangsa ini melalui sektor pendidikan,
memperoleh kesejarahan di antara berbagai negara lainnya di dunia. Kita tentunya
berharap bahwa bukan karena krisis ekonomi atau karena keuangan negara yang tidak
mencukupi lantas sektor pendidikan menjadi terabaikan nasibnya. Namun, penempatan
pendidikan sebagai salah satu prioritas utama tentunya harus didasarkan atas rasionalisme
yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Rasional tersebut seyogianya didasarkan
atas berbagai isu yang erat kaitannya dengan penyelenggaraan sistem pendidikan tersebut.
Setidaknya terdapat beberapa isu kritis yang harus dipertimbangkan baik oleh jajaran
birokrasi pendidikan maupun masyarakat umum. Pertama, kelayakan mengajar dan
kesejahteraan guru. Kedua, efisiensi pemanfaatan anggaran pendidikan. Kurang
proporsionalnya anggaran pendidikan menjadi isu yang tidak pernah berhenti untuk
diperdebatkan oleh berbagai pakar dan pengamat pendidikan. Ada yang berpendapat
bahwa rendahnya anggaran tersebut dijadikan indikator kurangnya kepedulian pemerintah
untuk membenahi sistem pendidikan. Selain itu, rendahnya anggaran dituding sebagai
sumber penyebab kebobrokan sistem pendidikan nasional. Padahal semakin tinggi alokasi
anggaran pendidikan maka semakin besar kemungkinan keberhasilan program
pembangunan manusianya. Kiranya kritisi para pakar maupun pengamat tentang
rendahnya anggaran pendidikan ini membantu kita secara bijak mencermati pemanfaatan
dana yang ada. Menuntut kenaikan anggaran bukanlah tidak benar sepanjang dana
tersebut dimanfaatkan secara benar. Di masa mendatang, tampaknya mekanisme kontrol
terhadap penggunaan anggaran pendidikan yang ada perlu dijadikan prioritas. Untuk hal
tersebut, peran dari lembaga pengawasan baik yang ada di dalam maupun di luar
departemen seyogianya menegakkan aturan yang sudah ditetapkan.
2.4. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan mendapatkan hubungan antara besarnya anggaran
pendidikan dengan pengalokasian dan pengawasan penggunaannya
di Indonesia.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan kebijakan pemerintah Indonesia
dengan penggunaan anggaran pendidikan
b. Mengetahui hubungan stabilitas keuangan negara
dengan besarnya anggaran yang dialokasikan untuk bidang
pendidikan
2.5. Manfaat
a. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai masukan dalam
meningkatkan reliabilitas, efektivitas dan kualitas keberhasilan
Pengalokasian dan Pengawasan Penggunaan Anggaran Pendidikan di
Indonesia.
b. Di perolehnya pengalaman dalam mengkaitkan teori yang didapat dalam
PEMBAHASAN
2. Kebijakan keuangan negara selama satu tahun menyangkut untuk apa saja uang
negara itu dikeluarkan (sektor-sektor mana yang diprioritaskan pemerintah untuk
dibiayai) dan darimana diperoleh.
Pertama, hak-hak negara didefinisikan sebagai segala hak atau usaha yang
dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka mengisi kas negara. Dijabarkan bahwa hak-hak
negara terdiri dari:
a) Hak Mencetak Uang, yang dilakukan oleh BI.
b) Hak Mengadakan Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan luar negeri. Ini
harus diwaspadai, sebab utang itu berpotensi menyengsarakan kita dan anak
cucu.
c) Hak Mengadakan Pinjaman Paksa, yang dikenal dengan pemotongan uang atau
sanering.
d) Hak Menarik Pajak, yang digunakan untuk membiayai pembangunan.
e) Hak Menarik Iuran dan Pungutan.
Untuk dapat menjabarkan pengertian keuangan negara tersebut secara riil maka
diperlukan adanya proses perencanaan (planning). Proses perencanaan dalam kaitannya
dengan APBN tentu berkaitan dengan perencanaan keuangan (budgeting atau
penganggaran).
Selain itu, untuk melaksanakan tugas pembangunan (non rutin) perlu disusun
suatu Anggaran Pembangunan yang terdiri dari :
1. Anggaran Penerimaan Pembangunan
b. Penerimaan Pembangunan
Digunakan juga untuk subsidi daerah otonom, cicilan bunga dan lain-lain.
Jadi anggaran rutin adalah suatu anggaran yang diberikan setiap tahun yang
besarnya ditetapkan oleh pemerintah yang digunakan untuk kelancaran kegiatan
pemerintah sehari-hari, dikeluarkan untuk melayani kepentingan umum dan kesejahteraan
masyarakat. Karena itu dalam anggaran rutin perlu dipertimbangkan faktor-faktor yang
mendapat prioritas, guna membiayai kegiatan pelaksanaan pada pemerintah dalam
melayani kebutuhan masyarakat.
2. Bantuan Proyek
Dalam rangka memenuhi kebutuhan dana bagi kegiatan pemerintah yang bersifat
rutin dan non rutin tersebut, pemerintah harus berusaha mencari sumber dana yang
diperlukan. Usaha tersebut secara garis besar dapat dipenuhi melalui penerimaan yang
berasal dari dalam negeri dan penerimaan yang berasal dari luar negeri (pinjaman luar
negeri) yang sering juga disebut sebagai penerimaan pembangunan.
Kenyataan APBN 2007 pun tidak sesuai dengan amanah konstitusi. Anggaran
pendidikan masih berada pada level 11,8%. Karenanya MK dalam Putusan No. 026/PUU-
IV/2007 kembali menegaskan bahwa UU No. 18/2006 tentang APBN 2007 menyangkut
anggaran pendidikan adalah bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat. Pemerintah mengulangi kembali pelanggaran konstitusional
pada APBN 2008 ini. Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah mengeluarkan
keputusan bahwa APBN 2006 dan APBN 2007 melanggar konstitusi. Jadi, dengan tidak
tercapainya anggaran pendidikan 20% berarti pemerintah dan DPR bersama-sama
mengabaikan keputusan MK. Rupanya keputusan MK itu tidak mampu juga
menggetarkan kemauan politik para penentu kebijakan di negara ini.
Pengabaian juga terjadi terhadap keputusan raker yang telah disepakati antara
Komisi X DPR RI dengan tujuh Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, yaitu Menko Kesra,
Mendiknas, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara
(Menpan), Menteri PPN/Ketua Bappenas, Menteri Agama, dan Menteri Keuangan pada 4
Juli 2005 lalu telah menyepakati kenaikan anggaran pendidikan adalah 6,6% pada 2004,
menjadi 9,3% (2005), menjadi 12% (2006 ), menjadi 14,7% (2007), menjadi 17,4 %
(2008 ), dan terakhir 20,1% (2009).
Sementara realisasinya, tahun 2004 anggaran pendidikan masih sekitar
5,5%(2004), dari APBN atau sekitar Rp20,5 triliun. Dan meningkat menjadi Rp 24,6
tiriliun pada 2005. Pada tahun 2006 pemerintah hanya mengalokasikan anggaran
pendidikan sebesar 9% dan dalam APBN 2007 anggaran untuk sektor pendidikan hanya
sebesar 11,8 persen, Dan APBN 2008 hanya mengalokasikan 12%, nilai ini setara dengan
Rp61,4 triliun dari total nilai anggaran Rp854,6 triliun.
Wakil Ketua Komisi Pendidikan (Komisi X) DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan
Heri Akhmadi berpendapat anggaran pendidikan yang kian tahun kian membesar tidaklah
dapat dijadikan rujukan satu-satunya untuk menilai bahwa pemerintah telah menunjukan
komitmennya secara serius. Sebab, di saat bersamaan, kenaikan juga terjadi pada sektor-
sektor lainnya, bahkan ada yang jauh lebih besar dari sektor pendidikan itu sendiri.
Sehingga posisi persentase anggaran pendidikan tidak bergeser naik jauh dari tahun-tahun
sebelumnya bahkan anggaran pendidikan lebih kecil dari cicilan hutang Indonesia dan
anggaran subsidi.
Pada APBN 2008. Pembayaran bunga utang disepakati sebesar Rp91,365 triliun.
Sementara subsidi disepakati sebesar Rp97,874 triliun. Kenyataannya, perbandingan di
lapangan juga demikian, misalnya di Indonesia biaya pendidikan di universitas hanya
1.300 dolar AS per mahasiswa per tahun, sedangkan di Malaysia 12.000 dolar AS per
mahasiswa per tahun. Di pendidikan dasar (SD, red) di Indonesia hanya 110 dolar per
murid per tahun sedangkan di Malaysia 18.900 dolar Amerika per murid per tahun.
Berawal dari tuntutan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) serta berubah
menjadi tuntutan Mahkamah Konstitusi dan para birokrat yang berkecimpung dalam
dunia pendidikan, peningkatan anggaran pendidikan yang dikupas menjadi bahan
pengambilan keputusan sidang MPR dalam Perubahan UUD 1945 yang kelima kalinya
dalam pasal 31 ayat 4 yang berbunyi :
merupakan bentuk dan upaya untuk menghargai dan merealisasikan terhadap anggapan
bahwa “Sumber daya yang terbesar adalah Pendidikan”. Artinya bahwa untuk dapat
memajukan serta meningkatkan perkembangan berbagai aspek kehidupan baik individu,
keluarga, masyarakat termasuk juga kehidupan bernegara maka potensi, eksistensi dan
subtansi pendidikan merupakan hal yang sangat penting kedudukannya. Ini juga
merupakan bukti bahwa adanya peningkatan kesadaran dari bangsa Indonesia jika
pendidikan itu merupakan bagian dari kebutuhan pokok dalam kehidupan.
Amanat Undang-undang 1945 untuk mengalokasikan dana 20% (di luar gaji guru)
dari total jumlah APBN 2009 akhirnya terealisasi meski harus menunggu waktu yang
cukup lama ditambah sedikit tekanan dari Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam sejarah,
baru tahun 2009 pemerintah menetapkan anggaran sesuai amanat undang-undang 1945,
sementara sebelum itu, anggaran 20% yang dikeluarkan masih memasukkan gaji guru dan
alokasi dana administratif lainnya, hingga jumlahnya tidak mencapai 20% lagi. Ada
banyak alasan untuk berharap kesejahteraan rakyat akan terangkat dengan ditetapkannya
jumlah 20% tersebut. Karena idealnya, kualitas pendidikan yang baik akan berakibat pada
daya saing SDM yang juga bagus, sehingga dengan itu, pembangunan akan merata dan
kesejahteraan bisa dicapai.
Meskipun anggaran pendidikan naik menjadi Rp 224 triliun atau 20 persen dari
APBN 2009,pemerintah tidak akan menggratiskan pendidikan. Kenaikan anggaran
tersebut diarahkan untuk menyelenggarakan wajib belajar sembilan tahun yang lebih
baik, murah, dan terjangkau. Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional, Dodi
Nandika, mengatakan hal itu dalam diskusi publik bertajuk ”Anggaran Pendidikan 20
persen, Mau Dibawa ke Mana?” yang berlangsung di Jakarta, Kamis (11/9/2009).
Selain membiayai wajib belajar sembilan tahun yang murah dan terjangkau,
seperti yang dikatakan oleh kepala Negara kita, Susilo Bambang Yudhoyono,
Departemen Pendidikan Nasional akan memfokuskan penggunaan anggaran pendidikan
untuk kesejahteraan guru dan dosen. Selain itu juga untuk penyelenggaraan pendidikan
menengah yang lebih baik seperti merehabilitasi gedung sekolah dan kampus perguruan
tinggi, membangun puluhan ribu kelas dan sekolah baru, serta pemberian beasiswa
pendidikan S-1 sampai S-3 bagi peraih medali di ajang olimpiade internasional. Dana
lainnya untuk peningkatan kualitas pendidikan nonformal.
Tetapi sebagian besar masyarakat kita hingga saat ini masih berpandangan bahwa
kewajiban mengalokasikan anggaran pendidikan hanyalah terletak di pundak Pemerintah
Pusat melalui APBN-nya. Padahal, sebagaimana dituliskan secara tegas di dalam Pasal 31
ayat (4) UUD 1945, pengalokasian minimum 20% anggaran pendidikan juga menjadi
kewajiban bagi Pemerintah Daerah melalui APBD-nya. Artinya, setiap Pemerintah
Daerah di tingkat Propinsi, Kabupaten, dan Kotamadya harus juga melaksanakan amanat
konstitusi yang sama tersebut.
Ironinya, berdasarkan data yang terbaru, saat ini hanya sekitar 44 Kabupaten saja
yang baru mengalokasikan anggaran pendidikan di atas 20% dari APBD-nya. Dengan
kata lain, pelaksanaan kewajiban konstitusi (constitutional obligation) itu baru dipenuhi
tidak lebih dari 10% dari total 483 Kabupaten yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari
yang belum menyentuh 20% anggaran pendidikan tersebut, sekitar 90% Kabupaten masih
mengalokasikan anggaran pendidikan di bawah 10%, bahkan beberapa di antaranya
masih saja ada yang menganggarkan di bawah 5%.
Terlepas dari latar belakang disahkannya jumlah 20%, sikap pertama yang harus
kita munculkan adalah menumbuhkembangkan kesadaran akan arti pentingnya
pendidikan di tengah-tengah roda jaman yang begerak begitu cepat dan mendukung
langkah pemerintah tersebut. Dengan akumulasi dana yang mencapai Rp 224 triliun
sebagaimana dipaparkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sidang Paripurna
DPR (15/8/2009) di Gedung DPR/MPR Senayan, harapan akan terangkatnya nasib
manusia Indonesia kian besar. Dengan asumsi bahwa jika anggaran pendidikan mencapai
seperlima dari biaya operasional negara maka diharapkkan adanya peningkatan
pencapaian berbagai indikator yang terkait dengan naiknya kualitas bidang pendidikan,
baik tenaga kependidikan, sarana prasarana pendidikan , sistem pengelolaan pendidikan
serta output atau produk lembaga pendidikan yaitu para siswa sebagai subyek pendidikan
itu sendiri. Antara sebelum dan sesudah mata anggaran pendidikan dinaikkan, diharapkan
terdapat perbedaan signifikan menyangkut kesejahteraan masyarakat Indonesia pula. Dan
membebaskan bangsa Indonesia dari kebodohan, keterbelakangan, dan kemiskinan, tiga
unit masalah yang menjadi kewajiban sektor pendidikan.
Menurut beliau, kejanggalan ini terlihat dari Nota Keuangan dan Rancangan
Undang-Undang APBN 2010. Pada kedua dokumen tersebut, anggaran pendidikan
dialokasikan 20 persen sebesar Rp 201,93 triliun. Perinciannya, untuk belanja pemerintah
pusat Rp 79,13 triliun (39,2 persen) dan transfer ke daerah Rp 122,79 triliun (60,8
persen).
Roy Salam juga mengatakan bahwa berdasarkan hitungan Indonesia Budget
Center, transfer ke daerah hanya Rp 28,28 triliun. Dengan perhitungan seperti itu, total
anggaran pendidikan hanya Rp 108,25 triliun atau setara dengan 10,7 persen. Beliau
mempertanyakan apakah terjadi salah tulis atau kesengajaan sistematis. Transfer ke
daerah meliputi dana alokasi khusus, dana bagi hasil, dan dana otonomi khusus, serta
dana alokasi umum.
Pada pidato kenegaraan dalam Sidang Paripurna Luar Biasa DPR di Jakarta
(3/8/2009), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebutkan bahwa anggaran
pendidikan tetap 20 persen. Sedangkan alokasi untuk Departemen Pendidikan Nasional
Rp 51,8 triliun, dan Departemen Agama Rp 26 triliun. Cukup besarnya alokasi untuk dua
departemen itu menuntaskan program wajib belajar sembilan tahun.
Pengurangan itu juga akan berdampak pada peningkatan mutu, terutama dari segi
infrastruktur, seperti gedung, buku-buku, yang otomatis akan berkurang dananya. Itu pun
kalau 5,1 persen benar-benar dipakai semuanya. Selama ini Ade melihat Departemen
Pendidikan banyak menghabiskan anggaran untuk menyewa konsultan atau untuk iklan di
media massa. Padahal masyarakat butuh transparansi dan informasi menjelang
penerimaan mahasiswa atau siswa baru.
Namun harus diakui, anggaran yang besar tidak secara otomatis menjadikan
sektor pendidikan bebas masalah. Kenaikan anggaran pendidikan dari tahun-tahun
sebelumnya harus disikapi dengan hati-hati. Realisasi anggaran pendidikan yang tepat
sasaran harus selalu dikawal tidak saja oleh Pemerintah, namun juga oleh seluruh elemen
masyarakat. Setidaknya ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam proses pengawalan
dan pengawasan realisasi anggaran pendidikan ini.
Hanya dengan itu kita berharap pendidikan menuju manusia yang sejahtera di masa
depan perlahan-lahan akan terwujud. Melalui anggaran pendidikan 20% tahun 2009 dan
2010 , kita berharap kesempatan untuk mengurangi bahkan memberantas kebodohan,
keterbelakangan dan kemiskinan di masa depan lebih terbuka.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Ada hubungan yang kuat antara pemerintah dan elemen masyarakat dengan
pengalokasian anggaran pendidikan. Pemerintah terutama DPR harus dapat
memenuhi aspirasi dan hak rakyat melalui kebijakan-kebijakan dalam
pengalokasian anggaran pendidikan.
3.2. Saran
1. Kita sebagai rakyat Indonesia sebaiknya tidak hanya menuntut kenaikan anggaran
pendidikan saja, tetapi juga harus berpartisipasi mendukung kebijakan pemerintah
yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat itu sendiri. Dan tidak berpikir
bahwa masalah pendidikan adalah masalah negara bukan masalah kita secara
pribadi.
http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/09/05/brk,20080905-133964,id.html
http://www.diknas.go.id/headline.php?id=1
http://km.itb.ac.id/web/diskusi/?p=3
http://nasional.vivanews.com/news/read/29523anggaran_pendidikan__alokasi_dan_korup
si
http://beritasore.com/2009/01/28/presiden-berkomitmen-awasi-penggunaan-anggaran-
pendidikan/
http://antikorupsi.org/indo/content/view/15052/1/
http://www.pos-kupang.com/spiritntt/read/artikel/36130/alokasi-anggaran-pendidikan-
tak-maksimal
http://padang-today.com/index.php?today=article&j=4&id=52
http://www.tempointeractive.com/hg/ekbis/2008/08/15/brk,20080815-131020,id.html
http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=59054
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09/12/00513341/pemerintah.tak.akan.gratiskan.p
endidikan
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/akuntansipemerintahan/bab2-
anggaranpendapatandanbelanjanegara.pdf
http://tabloidekspresi.blogdetik.com/2009/11/03/artikel-anggaran-pendidikan-20-5-
semoga-tidak-membodohi-rakyat/
http://edukasi.kompas.com/read/2009/09/03/13371035/ICW:.Anggaran.Pendidikan..Sebu
ah.Kenaikan.Tanpa.Makna
http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=9175&coid=1&caid=52&gid=3
http://jurnalhukum.blogspot.com/2008/08/implementasi-20-anggaran-pendidikan.html