Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat
dan kasih karunia-Nya penulis masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah yang
berjudul Polemik Anggaran Pendidikan di Indonesia sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Iwam Siswadi selaku pengajar Pendidikan
Kewarganegaraan yang memberi tugas akhir semester ini atas bimbingan dan pengarahannya,
para penyedia informasi di internet serta teman-teman yang telah menyumbangkan ide,
memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa ketidaksempurnaan adalah milik penulis dan


kesempurnaan adalah milik Tuhan. Penulisan makalah ini masih perlu mendapat pengembangan
baik dalam teknik penulisan, penggunaan bahasa, maupun dari segi materi yang dibahas, oleh
sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dikemudian hari penulis
dapat menyusun makalah selanjutnya dengan lebih baik. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Amin.

Terima kasih.

Tangerang, Januari 2010

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………….. i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. ii

BAB I : PENDAHULUAN .......................................................................................1


1.1. LATAR BELAKANG..............................................................................1
1.2. IDENTIFIKASI MASALAH ………………………..………………… 2
1.3. PEMBATASAN MASALAH...................................................................6
1.4. PERUMUSAN MASALAH.....................................................................6
1.5. TUJUAN..................................................................................................6
1.6. MANFAAT .............................................................................................7

BAB II : PEMBAHASAN............................................................................................9
2.1. PENGERTIAN ANGGARAN.................................................................1
2.2. FUNGSI ANGGARAN............................................................................5
2.3. SISTEMATIKA ANGGARAN................................................................6
2.4. PENGERTIAN ANGGARAN PENDIDIKAN........................................6
2.5. ALOKASI ANGGARAN PENDIDIKAN................................................6
2.6. PRIORITAS ANGGARAN PENDIDIKAN.............................................6
2.7. POLEMIK PENGALOKASIAN DAN PENGAWASAN
PENGGUNAAN ANGGARAN PENDIDIKAN .....................................7

BAB III : PENUTUP....................................................................................................27


3.1. KESIMPULAN...........................................................................................27
3.2. SARAN.......................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................28
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pendidikan seharusnya menjadi prioritas utama di masa depan apabila kita ingin
menghindarkan diri sebagai salah satu negara terbelakang dan agar dapat turut
berperan penting dalam percaturan dunia internasional.

Banyak negara yang memfokuskan ekonominya pada eksploitasi sumber daya


alam akhirnya gagal membuat rakyatnya sejahtera. Indonesia termasuk dalam deretan
negara seperti ini. Untuk konteks Indonesia, kegagalan ini bukan karena kekayaan
yang dieksploitasi tidak laku dipasaran, tetapi akibat sumber daya alam yang besar itu
tidak dikelola sendiri namun meminta pertolongan kepada pihak luar, sehingga
keuntungannya pun tidak sepenuhnya milik Indonesia.

Sebaliknya, negara seperti Singapura, Korea Selatan, Jepang, berbeda jauh dari
Indonesia. Meski minim sumber daya alam, sumber daya manusianya begitu terlatih
dan siap saing, sehingga kesejahteraan yang diraih melebihi negara-negara yang kaya
sumber daya alam tapi minus kualitas sumber daya manusia. Pertama dan yang paling
utama perbedaan itu terlihat dalam sistem pendidikannya. Negara-negara luar telah
lama menerapkan anggaran 20% dari total APBN. Mereka menaruh perhatian besar
terhadap sektor pendidikan karena dampaknya sangat besar di masa depan. Mereka
sadar, kesejahteraan berbanding lurus dengan modal manusianya (human capital), dan
bukan hanya modal alam (nature capital) semata-mata.

Itu artinya, berapapun besarnya kekayaan bumi Indonesia, jika masyarakatnya


tidak terdidik, mimpi kesejahteraan tidak akan pernah terwujud, kalah dari negara yang
hanya punya pendidikan yang bagus, meski sumber daya alamnya sedikit. Dan
Singapura membuktikan itu dengan menjadi mitra Indonesia dalam hal pengelolaan
sumber daya minyak meski mereka tidak punya ladang minyak sendiri.

Seandainya pemerintah menyadari betul efek futuristik pendidikan bagi


kesejahteraan rakyat, tentu sektor pendidikan telah dari dulu diperhatikan. Tapi
realitanya, bangsa Indonesia harus menunggu sekian tahun untuk benar-benar menikmati
besaran anggaran 20% itu. Padahal, biaya besar pendidikan tidak akan terbuang percuma
jika benar-benar dilakukan pengawalan dan kontrol yang ketat untuk menutup
penyelewengan.

Berbagai kritikan dilontarkan terhadap sistem pendidikan yang ada sekarang ini.
Dikatakan bahwa salah satu penyebab sulitnya Indonesia bangkit dari berbagai krisis
yang melanda saat ini adalah akibat bobroknya sistem pendidikan. Lebih lanjut, sistem
pendidikan nasional yang dijalankan ternyata tidak mampu menghasilkan sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas dan penuh kreativitas sehingga bisa mandiri. Dan kita
semua tentunya tidak ingin sistem pendidikan kita makin lama makin terpuruk.

Kita tentu sama-sama berkeinginan agar bangsa ini melalui sektor pendidikan,
memperoleh kesejarahan di antara berbagai negara lainnya di dunia. Kita tentunya
berharap bahwa bukan karena krisis ekonomi atau karena keuangan negara yang tidak
mencukupi lantas sektor pendidikan menjadi terabaikan nasibnya. Namun, penempatan
pendidikan sebagai salah satu prioritas utama tentunya harus didasarkan atas rasionalisme
yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Rasional tersebut seyogianya didasarkan
atas berbagai isu yang erat kaitannya dengan penyelenggaraan sistem pendidikan tersebut.

Setidaknya terdapat beberapa isu kritis yang harus dipertimbangkan baik oleh jajaran
birokrasi pendidikan maupun masyarakat umum. Pertama, kelayakan mengajar dan
kesejahteraan guru. Kedua, efisiensi pemanfaatan anggaran pendidikan. Kurang
proporsionalnya anggaran pendidikan menjadi isu yang tidak pernah berhenti untuk
diperdebatkan oleh berbagai pakar dan pengamat pendidikan. Ada yang berpendapat
bahwa rendahnya anggaran tersebut dijadikan indikator kurangnya kepedulian pemerintah
untuk membenahi sistem pendidikan. Selain itu, rendahnya anggaran dituding sebagai
sumber penyebab kebobrokan sistem pendidikan nasional. Padahal semakin tinggi alokasi
anggaran pendidikan maka semakin besar kemungkinan keberhasilan program
pembangunan manusianya. Kiranya kritisi para pakar maupun pengamat tentang
rendahnya anggaran pendidikan ini membantu kita secara bijak mencermati pemanfaatan
dana yang ada. Menuntut kenaikan anggaran bukanlah tidak benar sepanjang dana
tersebut dimanfaatkan secara benar. Di masa mendatang, tampaknya mekanisme kontrol
terhadap penggunaan anggaran pendidikan yang ada perlu dijadikan prioritas. Untuk hal
tersebut, peran dari lembaga pengawasan baik yang ada di dalam maupun di luar
departemen seyogianya menegakkan aturan yang sudah ditetapkan.

Ketiga, depolitisasi kebijakan pendidikan. Berbagai kebijakan telah ditetapkan yang


pada umumnya berada dalam kerangka perbaikan ‘mutu pendidikan’. Pengalaman yang
ada menunjukkan bahwa setiap adanya pergantian pimpinan dalam lingkungan Depdiknas
akan muncul pemikiran-pemikiran baru. Kebijakan baru cenderung tidak memiliki
kesinambungan dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pimpinan sebelumnya.
Tambal sulam kebijakan di dunia pendidikan kita tampaknya sudah menjadi suatu hal
yang lumrah. Sayangnya perubahan-perubahan kebijakan tersebut cenderung
bernuansakan politis ketimbang didasarkan perubahan-perubahan filosofi serta substansi.
Di masa mendatang ada baiknya dalam penetapan suatu kebijakan perlu melalui suatu
perencanaan yang bersifat filosofis dan komprehensif. Mekanisme sosialisasi dan
pemberdayaan masyarakat luas sebagai salah satu komponen pengambil keputusan
menjadi hal yang tidak dapat ditawar lagi. Tidak seperti selama ini, masyarakat cenderung
tidak memahami latar belakang lahirnya suatu kebijakan tetapi harus menanggung segala
konsekuensi adanya kebijakan-kebijakan dimaksud.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan sebelumnya, dimana terjadinya ketidaktepatan


pengalokasian dan kurangnya pengawasan penggunaan anggaran pendidikan sebesar
20% dari APBN, penulis berinisiatif mengetahui lebih jauh dengan mencoba mencari
kebenaran secara studi kasus mengenai pengalokasian dan pengawasan penggunaan
anggaran pendidikan, dan menuliskannya dalam bentuk makalah dengan judul “Polemik
Anggaran Pendidikan di Indonesia”.

2.1. Identifikasi Masalah


Sebenarnya anggaran untuk bidang pendidikan terutama sejak tahun 2009
sudah cukup besar. Sekarang permasalahnnya hanya terletak pada pengalokasian
dan pengawasan penggunaan anggaran tersebut sebagaimana mestinya.
Kebocoran atau penyalahgunaan anggaran yang terjadi juga karena kurangnya
pengontrolan dan pengawasan dari pemerintah serta masyarakat.
2.2. Pembatasan Masalah
Makalah ini hanya membahas tentang pengalokasian dan pengawasan
terhadap penggunaan anggaran pendidikan di Indonesia agar pembahasan dapat
dilakukan secara fokus dan lebih mendalam.

2.3. Perumusan Masalah


Masalah tersebut diatas dapat dirumuskan dalam kalimat tanya sebagai
berikut :

1. Apakah ada hubungan antara pemerintah dan elemen masyarakat dengan


pengalokasian anggaran pendidikan ?

2. Apakah ada pengaruh pengawasan penggunaan anggaran pendidikan


terhadap keberhasilan pendidikan di Indonesia?

2.4. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan mendapatkan hubungan antara besarnya anggaran
pendidikan dengan pengalokasian dan pengawasan penggunaannya
di Indonesia.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan kebijakan pemerintah Indonesia
dengan penggunaan anggaran pendidikan
b. Mengetahui hubungan stabilitas keuangan negara
dengan besarnya anggaran yang dialokasikan untuk bidang
pendidikan

2.5. Manfaat
a. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai masukan dalam
meningkatkan reliabilitas, efektivitas dan kualitas keberhasilan
Pengalokasian dan Pengawasan Penggunaan Anggaran Pendidikan di
Indonesia.
b. Di perolehnya pengalaman dalam mengkaitkan teori yang didapat dalam

kurikulum kuliah dengan kondisi nyata dilapangan.

c. Memperluas ilmu, kemampuan dan pengetahuan di bidang anggaran.

d. Untuk menambah khasanah pustaka STAN, sehingga diharapkan dapat


bermanfaat bagi para mahasiswa dan pembaca lainnya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Anggaran

Secara umum, anggaran diartikan sebagai rencana keuangan yang mencerminkan


pilihan kebijakan untuk suatu periode pada masa yang akan datang yang disajikan dalam
bentuk angka-angka. Sedangkan secara sempit pengertian anggaran terutama dalam suatu
negara adalah :

1. Suatu pernyataan tentang perkiraan penerimaan (pendapatan) dan pengeluaran


(belanja) pemerintah yang diharapkan akan terjadi pada satu periode anggaran di
masa yang akan datang, juga berisi data pengeluaran dan penerimaan yang
sungguh-sungguh terjadi di saat ini dan di masa lalu.

2. Kebijakan keuangan negara selama satu tahun menyangkut untuk apa saja uang
negara itu dikeluarkan (sektor-sektor mana yang diprioritaskan pemerintah untuk
dibiayai) dan darimana diperoleh.

3. Kebijakan operasional yang diwujudkan dalam bentuk alokasi dana dan


merupakan turunan dari strategi pemerintah sesuai dengan visi misi yang
ditetapkan DPR.

Segala tindakan pemerintah yang mempunyai akibat keuangan sehingga negara


dibebani dengan kewajiban untuk membayar dan negara memperoleh hak untuk menagih
adalah termasuk dalam bidang keuangan negara. Keuangan Negara itu sendiri
menggambarkan bahwa semua hak dan kewajiban negara, serta segala sesuatu yang
berkaitan dengan hak dan kewajiban tersebut, yang dapat dinilai dengan uang. Dengan
demikian keuangan negara dapat dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama, hak-hak negara dan
Kedua, kewajiban-kewajiban negara, khususnya yang dapat dinilai dengan uang.

Pertama, hak-hak negara didefinisikan sebagai segala hak atau usaha yang
dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka mengisi kas negara. Dijabarkan bahwa hak-hak
negara terdiri dari:
a) Hak Mencetak Uang, yang dilakukan oleh BI.
b) Hak Mengadakan Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan luar negeri. Ini
harus diwaspadai, sebab utang itu berpotensi menyengsarakan kita dan anak
cucu.
c) Hak Mengadakan Pinjaman Paksa, yang dikenal dengan pemotongan uang atau
sanering.
d) Hak Menarik Pajak, yang digunakan untuk membiayai pembangunan.
e) Hak Menarik Iuran dan Pungutan.

Kedua, kewajiban-kewajiban negara yang terbagi menjadi dua:


a) Kewajiban meyelenggarakan tugas-tugas negara. Kewajiban ini harus
diselenggarakan Pemerintah untuk memenuhi amanat Pembukaan UUD 1945 dan
dijabarkan dalam bentuk APBN, diantaranya untuk menyelenggarakan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
b) Kewajiban membayar tagihan-tagihan yang datang dari pihak ketiga, yang
biasanya berkaitan dengan adanya pekerjaan, barang,atau jasa yang diterima
Pemerintah dari pihak ketiga. Kewajiban ini dibagi menjadi kewajiban rutin dan
pembangunan.

Untuk dapat menjabarkan pengertian keuangan negara tersebut secara riil maka
diperlukan adanya proses perencanaan (planning). Proses perencanaan dalam kaitannya
dengan APBN tentu berkaitan dengan perencanaan keuangan (budgeting atau
penganggaran).

Di Indonesia sendiri, pada awal mulanya (pada zaman pemerintahan Hindia-


Belanda) secara resmi digunakan istilah begrooting untuk menyatakan pengertian
anggaran. Namun sejak Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, istilah Anggaran
Pendapatan dan Belanja dipakai secara resmi dalam pasal 23 ayat 1 UUD 1945, dan di
dalam perkembngan selanjutnya ditambahkan kata Negara untuk melengkapinya menjadi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
2.2. Fungsi Anggaran

Anggaran mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Sebagai pedoman dalam mengelola negara dalam suatu periode tertentu

b. Sebagai alat pengawasan dan pengendalian masyarakat terhadap kebijakan yang


telah dipilih oleh pemerintah

c. Sebagai alat pengawasan dan pengendalian terhadap kemampuan pemerintah


dalam melaksanakan kebijakan yang telah dipilih

2.3. Sistematika Anggaran

Secara garis besar, Anggaran Negara terdiri dari Anggaran Pendapatan


(penerimaan) Negara dan Anggaran Belanja (pengeluaran) Negara, sehingga secara
lengkap disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Untuk melaksanakan tugas sehari-hari (rutin) dalam rangka pelaksanaan kegiatan


di bidang pemerintahan umum perlu disusun suatu anggaran rutin yang terdiri dari :

1. Anggaran Penerimaan Rutin (dalam negeri)

2. Anggaran Belanja Rutin

Selain itu, untuk melaksanakan tugas pembangunan (non rutin) perlu disusun
suatu Anggaran Pembangunan yang terdiri dari :
1. Anggaran Penerimaan Pembangunan

2. Anggaran Belanja Pembangunan

Masing-masing komponen APBN tersebut di atas selanjutnya dapat diuraikan lagi


menjadi sebagai berikut:

1. Anggaran Pendapatan Negara, dibagi menurut sumber-sumbernya yaitu:

a. Penerimaan dalam negeri

a.1. Penerimaan pajak


a.2. Penerimaan bukan (non) pajak

b. Penerimaan Pembangunan

b.1. Bantuan Program

b.2. Bantuan Proyek

2. Anggaran Belanja Negara, dibagi menurut sumber-sumbernya yaitu:

a. Anggaran Belanja Rutin

Dalam Keputusan Presiden No. 33 Tahun 1969, dinyatakan bahwa “Anggaran


belanja rutin memuat seluruh pengeluaran aparatur pemerintah sehari-hari yang tiap tahun
diperlukan untuk mengamankan dalam menjamin kelangsungan tugas dan kewajiban
secara efektif”. Agar lebih jelasnya, maka pengertian belanja rutin dapat dibagi empat
yaitu:

1. Belanja pengawai, yaitu semua pengeluaran yang langsung berhubungan dengan


pegawai dan menjadi penghasilan bagi pegawai baik berupa uang maupun dalam
bentuk barang pangan.
2. Belanja barang, yaitu semua pengeluaran yang langsung di manfaatkan untuk
keperluan kantor baik untuk keperluan sehari-hari maupun inventaris kantor atau
pengeluaran yang berbentuk langganan dan jasa maupun dalam bentuk
pengeluaran lainnya.
3. Biaya pemeliharaan, yaitu meliputi pengeluaran untuk pemanfaatan
mempertahankan daya guna, baik berupa barang-barang bergerak maupun barang
yang tidak bergerak dalam rangka kelangsungan tugas dan kewajiban pemerintah.
4. Biaya Perjalanan Dinas, meliputi pengeluaran untuk perjalanan dinas biasa dalam
rangka operasional dan pengawasan ke daerah-daerah.

Digunakan juga untuk subsidi daerah otonom, cicilan bunga dan lain-lain.

Jadi anggaran rutin adalah suatu anggaran yang diberikan setiap tahun yang
besarnya ditetapkan oleh pemerintah yang digunakan untuk kelancaran kegiatan
pemerintah sehari-hari, dikeluarkan untuk melayani kepentingan umum dan kesejahteraan
masyarakat. Karena itu dalam anggaran rutin perlu dipertimbangkan faktor-faktor yang
mendapat prioritas, guna membiayai kegiatan pelaksanaan pada pemerintah dalam
melayani kebutuhan masyarakat.

b. Anggaran Belanja Pembangunan

1. Pembiayaan dalam rupiah

2. Bantuan Proyek

Dalam rangka memenuhi kebutuhan dana bagi kegiatan pemerintah yang bersifat
rutin dan non rutin tersebut, pemerintah harus berusaha mencari sumber dana yang
diperlukan. Usaha tersebut secara garis besar dapat dipenuhi melalui penerimaan yang
berasal dari dalam negeri dan penerimaan yang berasal dari luar negeri (pinjaman luar
negeri) yang sering juga disebut sebagai penerimaan pembangunan.

2.4. Pengertian Anggaran Pendidikan

Menurut UU Sisdiknas No 20/2003, anggaran pendidikan adalah: “Dana


pendidikan selain gaji pendidikan dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal
20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD”. Pengecualian
gaji pendidikan dan biaya pendidikan kedinasan dipersoalkan konstitusionalitasnya
karena Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 menentukan:

“Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% anggaran


pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.

Pada saat pengujian konstitusionalitas besaran anggaran pendidikan dalam APBN,


Mahkamah Konstitusi tidak dapat menunjukkkan apa yang dimaksud dengan anggaran
pendidikan. Pada dasarnya Mahkamah Konstitusi hanya mendapat rujukan konstitusional
berupa 20% dari APBN. Sehingga MK hanya mengikuti pendapat UU Sisdiknas No.
20/2003. Padahal jika anggaran pendidikan dalam APBN dilihat menurut UU Sisdiknas,
yaitu dana pendidikan selain (atau tak mencakup) gaji pendidikan dan biaya kedinasan,
anggaran pendidikan belum mencapai 20% APBN.
2.5. Alokasi Anggaran Pendidikan di Indonesia

Kewajiban konstitusi pemerintah untuk mengalokasikan anggaran pendidikan


sebesar 20% dari APBN dan APBD belumlah dipenuhi hingga saat ini. APBN Tahun
Anggaran 2008 telah disahkan pada Rapat Paripurna DPR, 9 Oktober 2007 lalu dan
menetapkan alokasi anggaran pendidikan hanya 12 persen.

Dalam RAPBN 2008, alokasi untuk anggaran pendidikan hanya sebesar 12 %,


jauh di bawah ketentuan UUD 1945 Pasal 31 ayat (4) dan UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, bahwa anggaran pendidikan sebesar 20 persen. Formulasi
anggaran pendidikan 20% kemudian dirumuskan oleh Pemerintah dan DPR dalam UU
20/2003 tentang Sisdiknas, bahwa gaji pendidik dan biaya kedinasan tidak termasuk
dalam anggaran 20%, bahwa pemenuhan amanah konstitusi dengan cara bertahap seperti
dalam penjelasan pasal 49 ayat (1) UU sisdiknas adalah tidak dibenarkan. Hal ini dapat
dilihat pada putusan MK No 011/PUU-III/2005, Putusan No. 012/PUU-III/2005, dan
Putusan No. 026/PUU-III/2005.

Kenyataan APBN 2007 pun tidak sesuai dengan amanah konstitusi. Anggaran
pendidikan masih berada pada level 11,8%. Karenanya MK dalam Putusan No. 026/PUU-
IV/2007 kembali menegaskan bahwa UU No. 18/2006 tentang APBN 2007 menyangkut
anggaran pendidikan adalah bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat. Pemerintah mengulangi kembali pelanggaran konstitusional
pada APBN 2008 ini. Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah mengeluarkan
keputusan bahwa APBN 2006 dan APBN 2007 melanggar konstitusi. Jadi, dengan tidak
tercapainya anggaran pendidikan 20% berarti pemerintah dan DPR bersama-sama
mengabaikan keputusan MK. Rupanya keputusan MK itu tidak mampu juga
menggetarkan kemauan politik para penentu kebijakan di negara ini.

Pengabaian juga terjadi terhadap keputusan raker yang telah disepakati antara
Komisi X DPR RI dengan tujuh Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, yaitu Menko Kesra,
Mendiknas, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara
(Menpan), Menteri PPN/Ketua Bappenas, Menteri Agama, dan Menteri Keuangan pada 4
Juli 2005 lalu telah menyepakati kenaikan anggaran pendidikan adalah 6,6% pada 2004,
menjadi 9,3% (2005), menjadi 12% (2006 ), menjadi 14,7% (2007), menjadi 17,4 %
(2008 ), dan terakhir 20,1% (2009).
Sementara realisasinya, tahun 2004 anggaran pendidikan masih sekitar
5,5%(2004), dari APBN atau sekitar Rp20,5 triliun. Dan meningkat menjadi Rp 24,6
tiriliun pada 2005. Pada tahun 2006 pemerintah hanya mengalokasikan anggaran
pendidikan sebesar 9% dan dalam APBN 2007 anggaran untuk sektor pendidikan hanya
sebesar 11,8 persen, Dan APBN 2008 hanya mengalokasikan 12%, nilai ini setara dengan
Rp61,4 triliun dari total nilai anggaran Rp854,6 triliun.

2.6. Prioritas Anggaran Pendidikan di Indonesia

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, tidak terpenuhinya alokasi


anggaran pendidikan minimal 20 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) semata-mata karena terbatasnya anggaran pemerintah. Menurut DPR, belum
tercapainya anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN 2008 menunjukan lemahnya
kemauan politik (political will) pemerintah untuk memposisikan sektor pendidikan
sebagai prioritas utama.

Wakil Ketua Komisi Pendidikan (Komisi X) DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan
Heri Akhmadi berpendapat anggaran pendidikan yang kian tahun kian membesar tidaklah
dapat dijadikan rujukan satu-satunya untuk menilai bahwa pemerintah telah menunjukan
komitmennya secara serius. Sebab, di saat bersamaan, kenaikan juga terjadi pada sektor-
sektor lainnya, bahkan ada yang jauh lebih besar dari sektor pendidikan itu sendiri.
Sehingga posisi persentase anggaran pendidikan tidak bergeser naik jauh dari tahun-tahun
sebelumnya bahkan anggaran pendidikan lebih kecil dari cicilan hutang Indonesia dan
anggaran subsidi.

Pada APBN 2008. Pembayaran bunga utang disepakati sebesar Rp91,365 triliun.
Sementara subsidi disepakati sebesar Rp97,874 triliun. Kenyataannya, perbandingan di
lapangan juga demikian, misalnya di Indonesia biaya pendidikan di universitas hanya
1.300 dolar AS per mahasiswa per tahun, sedangkan di Malaysia 12.000 dolar AS per
mahasiswa per tahun. Di pendidikan dasar (SD, red) di Indonesia hanya 110 dolar per
murid per tahun sedangkan di Malaysia 18.900 dolar Amerika per murid per tahun.

Tidak diketahui alasan mengapa negara kita mendahulukan membayar utang


daripada mendidik anak bangsa dan apakah itu perintah konstitusi atau tidak. Menurut
Heri, yang bisa dihemat adalah dengan mengurangi belanja untuk membayar utang.
Kemudian, menambah penerimaan negara, misalnya dari sektor pajak. Pasalnya,
pendidikan ini satu-satunya investasi yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

2.7. Polemik Pengalokasian dan Pengawasan Penggunaan Anggaran Pendidikan

Berawal dari tuntutan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) serta berubah
menjadi tuntutan Mahkamah Konstitusi dan para birokrat yang berkecimpung dalam
dunia pendidikan, peningkatan anggaran pendidikan yang dikupas menjadi bahan
pengambilan keputusan sidang MPR dalam Perubahan UUD 1945 yang kelima kalinya
dalam pasal 31 ayat 4 yang berbunyi :

“Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari


anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”,

merupakan bentuk dan upaya untuk menghargai dan merealisasikan terhadap anggapan
bahwa “Sumber daya yang terbesar adalah Pendidikan”. Artinya bahwa untuk dapat
memajukan serta meningkatkan perkembangan berbagai aspek kehidupan baik individu,
keluarga, masyarakat termasuk juga kehidupan bernegara maka potensi, eksistensi dan
subtansi pendidikan merupakan hal yang sangat penting kedudukannya. Ini juga
merupakan bukti bahwa adanya peningkatan kesadaran dari bangsa Indonesia jika
pendidikan itu merupakan bagian dari kebutuhan pokok dalam kehidupan.

Amanat Undang-undang 1945 untuk mengalokasikan dana 20% (di luar gaji guru)
dari total jumlah APBN 2009 akhirnya terealisasi meski harus menunggu waktu yang
cukup lama ditambah sedikit tekanan dari Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam sejarah,
baru tahun 2009 pemerintah menetapkan anggaran sesuai amanat undang-undang 1945,
sementara sebelum itu, anggaran 20% yang dikeluarkan masih memasukkan gaji guru dan
alokasi dana administratif lainnya, hingga jumlahnya tidak mencapai 20% lagi. Ada
banyak alasan untuk berharap kesejahteraan rakyat akan terangkat dengan ditetapkannya
jumlah 20% tersebut. Karena idealnya, kualitas pendidikan yang baik akan berakibat pada
daya saing SDM yang juga bagus, sehingga dengan itu, pembangunan akan merata dan
kesejahteraan bisa dicapai.
Meskipun anggaran pendidikan naik menjadi Rp 224 triliun atau 20 persen dari
APBN 2009,pemerintah tidak akan menggratiskan pendidikan. Kenaikan anggaran
tersebut diarahkan untuk menyelenggarakan wajib belajar sembilan tahun yang lebih
baik, murah, dan terjangkau. Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional, Dodi
Nandika, mengatakan hal itu dalam diskusi publik bertajuk ”Anggaran Pendidikan 20
persen, Mau Dibawa ke Mana?” yang berlangsung di Jakarta, Kamis (11/9/2009).

Selain membiayai wajib belajar sembilan tahun yang murah dan terjangkau,
seperti yang dikatakan oleh kepala Negara kita, Susilo Bambang Yudhoyono,
Departemen Pendidikan Nasional akan memfokuskan penggunaan anggaran pendidikan
untuk kesejahteraan guru dan dosen. Selain itu juga untuk penyelenggaraan pendidikan
menengah yang lebih baik seperti merehabilitasi gedung sekolah dan kampus perguruan
tinggi, membangun puluhan ribu kelas dan sekolah baru, serta pemberian beasiswa
pendidikan S-1 sampai S-3 bagi peraih medali di ajang olimpiade internasional. Dana
lainnya untuk peningkatan kualitas pendidikan nonformal.

Tetapi sebagian besar masyarakat kita hingga saat ini masih berpandangan bahwa
kewajiban mengalokasikan anggaran pendidikan hanyalah terletak di pundak Pemerintah
Pusat melalui APBN-nya. Padahal, sebagaimana dituliskan secara tegas di dalam Pasal 31
ayat (4) UUD 1945, pengalokasian minimum 20% anggaran pendidikan juga menjadi
kewajiban bagi Pemerintah Daerah melalui APBD-nya. Artinya, setiap Pemerintah
Daerah di tingkat Propinsi, Kabupaten, dan Kotamadya harus juga melaksanakan amanat
konstitusi yang sama tersebut.

Ironinya, berdasarkan data yang terbaru, saat ini hanya sekitar 44 Kabupaten saja
yang baru mengalokasikan anggaran pendidikan di atas 20% dari APBD-nya. Dengan
kata lain, pelaksanaan kewajiban konstitusi (constitutional obligation) itu baru dipenuhi
tidak lebih dari 10% dari total 483 Kabupaten yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari
yang belum menyentuh 20% anggaran pendidikan tersebut, sekitar 90% Kabupaten masih
mengalokasikan anggaran pendidikan di bawah 10%, bahkan beberapa di antaranya
masih saja ada yang menganggarkan di bawah 5%.

Terlepas dari latar belakang disahkannya jumlah 20%, sikap pertama yang harus
kita munculkan adalah menumbuhkembangkan kesadaran akan arti pentingnya
pendidikan di tengah-tengah roda jaman yang begerak begitu cepat dan mendukung
langkah pemerintah tersebut. Dengan akumulasi dana yang mencapai Rp 224 triliun
sebagaimana dipaparkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sidang Paripurna
DPR (15/8/2009) di Gedung DPR/MPR Senayan, harapan akan terangkatnya nasib
manusia Indonesia kian besar. Dengan asumsi bahwa jika anggaran pendidikan mencapai
seperlima dari biaya operasional negara maka diharapkkan adanya peningkatan
pencapaian berbagai indikator yang terkait dengan naiknya kualitas bidang pendidikan,
baik tenaga kependidikan, sarana prasarana pendidikan , sistem pengelolaan pendidikan
serta output atau produk lembaga pendidikan yaitu para siswa sebagai subyek pendidikan
itu sendiri. Antara sebelum dan sesudah mata anggaran pendidikan dinaikkan, diharapkan
terdapat perbedaan signifikan menyangkut kesejahteraan masyarakat Indonesia pula. Dan
membebaskan bangsa Indonesia dari kebodohan, keterbelakangan, dan kemiskinan, tiga
unit masalah yang menjadi kewajiban sektor pendidikan.

Di sisi lain, tingginya kekhawatiran akan realisasi dan penggunaan anggaran


tersebut justru melanda sebagian besar kalangan pemerhati pendidikan. Pasalnya,
anggaran pendidikan sebesar Rp. 224 triliun yang nantinya akan dikelola oleh beberapa
lembaga pemerintah, seperti Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama,
bisa jadi berubah menjadi ladang emas penyelewengan anggaran dan praktik korupsi.
Kekhawatiran ini berangkat salah satunya dari hasil evaluasi BPK terhadap kinerja
penyelenggaran anggaran di tahun 2007 yang memberikan stempel “disclaimer” (buruk)
terhadap kedua Departemen tersebut.

Sementara alokasi anggaran pendidikan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan


dan Belanja Negara (RAPBN) 2010 dipertanyakan. Berdasarkan kajian Indonesia Budget
Center, alokasi dana pendidikan 2010 bukan 20 persen seperti yang diminta undang-
undang. "Terdapat kejanggalan pada alokasi anggaran melalui transfer ke daerah," kata
peneliti Indonesia Budget Center, Roy Salam, di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta pada
Koran Tempo (5/8/2009).

Menurut beliau, kejanggalan ini terlihat dari Nota Keuangan dan Rancangan
Undang-Undang APBN 2010. Pada kedua dokumen tersebut, anggaran pendidikan
dialokasikan 20 persen sebesar Rp 201,93 triliun. Perinciannya, untuk belanja pemerintah
pusat Rp 79,13 triliun (39,2 persen) dan transfer ke daerah Rp 122,79 triliun (60,8
persen).
Roy Salam juga mengatakan bahwa berdasarkan hitungan Indonesia Budget
Center, transfer ke daerah hanya Rp 28,28 triliun. Dengan perhitungan seperti itu, total
anggaran pendidikan hanya Rp 108,25 triliun atau setara dengan 10,7 persen. Beliau
mempertanyakan apakah terjadi salah tulis atau kesengajaan sistematis. Transfer ke
daerah meliputi dana alokasi khusus, dana bagi hasil, dan dana otonomi khusus, serta
dana alokasi umum.

Pada pidato kenegaraan dalam Sidang Paripurna Luar Biasa DPR di Jakarta
(3/8/2009), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebutkan bahwa anggaran
pendidikan tetap 20 persen. Sedangkan alokasi untuk Departemen Pendidikan Nasional
Rp 51,8 triliun, dan Departemen Agama Rp 26 triliun. Cukup besarnya alokasi untuk dua
departemen itu menuntaskan program wajib belajar sembilan tahun.

Koordinator Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch, Ade


Irawan, juga khawatir atas berkurangnya anggaran Departemen Pendidikan yang turun
dibanding tahun lalu yang Rp 62,485 triliun. Dengan penurunan itu, beliau khawatir
pemerintah tak bisa mencapai tiga target utama pendidikan, yakni perluasan akses,
peningkatan mutu, dan perbaikan tata kelola pendidikan. Dalam hal perluasan akses, Ade
menjelaskan, dikhawatirkan orang tua siswa akan diberi beban berupa sumbangan.

Pengurangan itu juga akan berdampak pada peningkatan mutu, terutama dari segi
infrastruktur, seperti gedung, buku-buku, yang otomatis akan berkurang dananya. Itu pun
kalau 5,1 persen benar-benar dipakai semuanya. Selama ini Ade melihat Departemen
Pendidikan banyak menghabiskan anggaran untuk menyewa konsultan atau untuk iklan di
media massa. Padahal masyarakat butuh transparansi dan informasi menjelang
penerimaan mahasiswa atau siswa baru.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengatakan wajib


belajar sembilan tahun masih menjadi prioritas penggunaan anggaran pendidikan. Beliau
menambahkan, anggaran Departemen Pendidikan Rp 51,8 triliun itu tidak termasuk Rp
8,9 triliun tunjangan profesi guru, yang mulai tahun depan dipindahkan ke dana alokasi
umum.

Namun harus diakui, anggaran yang besar tidak secara otomatis menjadikan
sektor pendidikan bebas masalah. Kenaikan anggaran pendidikan dari tahun-tahun
sebelumnya harus disikapi dengan hati-hati. Realisasi anggaran pendidikan yang tepat
sasaran harus selalu dikawal tidak saja oleh Pemerintah, namun juga oleh seluruh elemen
masyarakat. Setidaknya ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam proses pengawalan
dan pengawasan realisasi anggaran pendidikan ini.

Pertama, pengawalan utama harus dilakukan pada saat terjadinya kesepakatan


bersama antara Presiden dan DPR ketika melakukan pembahasan RAPBN tahun
mendatang terkait dengan sektor pendidikan. Oleh karenanya, para wakil rakyat harus
senantiasa dikawal untuk menyetujui dan turut memeriksa rancangan penggunaan
anggaran pendidikan yang cukup visioner tersebut.

Kedua, bilamana telah terjadi persetujuan dan pengesahan, maka implementasi


program pendidikan haruslah yang bermutu dan sesuai dengan tujuan pengembangan
pendidikan nasional. Departemen yang terakit wajib memberikan transparansi dan
akuntabilitas terhadap seluruh rancangan program dan penggunaan anggaran kepada
masyarakat luas. Artinya, tugas Departemen tersebut bukan hanya sekedar menghabiskan
anggaran yang berlimpah-ruah demi tercapainya penyerapan anggaran yang maksimal,
tetapi juga harus mengutamakan unsur kualitas penggunaan (quality of spending).

Ketiga, agar tidak terjadinya kebocoran dan penyelewenangan anggaran


pendidikan, seluruh komponen bangsa wajib untuk ikut serta memasang mata dan
telinganya setiap saat, dalam rangka memonitor penggunaan anggaran pedidikan. Sudah
pasti untuk tahun-tahun berikutnya, BPK dan KPK harus membidik dan memberikan
prioritas pengawasan anggaran di kedua Departemen tersebut, termasuk terhadap instansi-
instansi turunannya. Begitu pula dengan lembaga-lembaga pengawasan anti-korupsi dan
berbagai organisasi tenaga pendidik, haruslah bersatu padu untuk bersama-sama
melakukan pengawasan yang terintegrasi (integrated monitoring). Sebab, kedua
departemen inilah yang sebenarnya menjadi teknisi dan pembuka pintu gerbang
kecerdasan, moral dan akhlak bangsa ini. Seandainya ditemukan praktik penyelewengan
anggaran negara, pejabat yang terlibat harus segera diseret ke meja hijau dan diadili
dengan hukuman administratif dan pidana yang seberat mungkin.

Hanya dengan itu kita berharap pendidikan menuju manusia yang sejahtera di masa
depan perlahan-lahan akan terwujud. Melalui anggaran pendidikan 20% tahun 2009 dan
2010 , kita berharap kesempatan untuk mengurangi bahkan memberantas kebodohan,
keterbelakangan dan kemiskinan di masa depan lebih terbuka.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Ada hubungan yang kuat antara pemerintah dan elemen masyarakat dengan
pengalokasian anggaran pendidikan. Pemerintah terutama DPR harus dapat
memenuhi aspirasi dan hak rakyat melalui kebijakan-kebijakan dalam
pengalokasian anggaran pendidikan.

2. Ada pengaruh pengawasan penggunaan anggaran pendidikan terhadap


keberhasilan pendidikan di Indonesia. Ini dikarenakan pengawasan dapat
mengurangi terjadi tindak penyalahgunaan anggaran yang seharusnya digunakan
untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia.

3.2. Saran

1. Kita sebagai rakyat Indonesia sebaiknya tidak hanya menuntut kenaikan anggaran
pendidikan saja, tetapi juga harus berpartisipasi mendukung kebijakan pemerintah
yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat itu sendiri. Dan tidak berpikir
bahwa masalah pendidikan adalah masalah negara bukan masalah kita secara
pribadi.

2. Pemerintah, mayarakat dan lembaga hukum meningkatkan kerjasama dalam


pengawasan pengalokasian dan pengunaan anggaran pendidikan.

3. Setiap daerah hendaknya meningkatkan kesadaran pengalokasian anggaran


pendidikan dari APBD sehingga dapat membantu pemerintah pusat
menyukseskan pendidikan secara nasional.

4. Sebagai pelajar dan mahasiswa, kita hendaknya memanfaatkan saran dan


prasarana yang disediakan pemerintah melalui anggaran pendidikan serta
memeliharanya.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/09/05/brk,20080905-133964,id.html

http://www.diknas.go.id/headline.php?id=1

http://km.itb.ac.id/web/diskusi/?p=3

http://nasional.vivanews.com/news/read/29523anggaran_pendidikan__alokasi_dan_korup
si

http://beritasore.com/2009/01/28/presiden-berkomitmen-awasi-penggunaan-anggaran-
pendidikan/

http://antikorupsi.org/indo/content/view/15052/1/

http://www.pos-kupang.com/spiritntt/read/artikel/36130/alokasi-anggaran-pendidikan-
tak-maksimal

http://padang-today.com/index.php?today=article&j=4&id=52

http://www.tempointeractive.com/hg/ekbis/2008/08/15/brk,20080815-131020,id.html

http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=59054

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09/12/00513341/pemerintah.tak.akan.gratiskan.p
endidikan

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/akuntansipemerintahan/bab2-
anggaranpendapatandanbelanjanegara.pdf

http://tabloidekspresi.blogdetik.com/2009/11/03/artikel-anggaran-pendidikan-20-5-
semoga-tidak-membodohi-rakyat/

http://edukasi.kompas.com/read/2009/09/03/13371035/ICW:.Anggaran.Pendidikan..Sebu
ah.Kenaikan.Tanpa.Makna

http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=9175&coid=1&caid=52&gid=3

http://jurnalhukum.blogspot.com/2008/08/implementasi-20-anggaran-pendidikan.html

Anda mungkin juga menyukai