P
105060607111022
PWK-B
SISEM SOSIAL DI DALAM KELUARGA
Keluarga adalah institusi ideal yang dikonstruksi untuk menjadi mesin penghasil dan
perawat calon pekerja. Anak sebagai generasi pelanjut keluarga, sejak kecil telah ditanamkan
pada orientasi masa depan lewat gambaran karir. Keluarga terus menuntun anak pada cita-
cita yang menggambarkan sebuah kesuksesan. Dokter, polisi, pengusaha, pejabat adalah
sekian yang mewakilkan kesuksesan tersebut. Kesuksesan untuk mampu meraih banyak
kapital. Semua norma disetting untuk selaras dengan kaidah kapital, seorang anak yang malas
bersekolah akan dicap sebagai orang yang gelap masa depannya, seorang yang tidak bertitel
akademik, atau memiliki pekerjaan dengan gaji minim hanyalah remah-remah dalam sistem
sosial. Anak layaknya sebuah investasi masa depan, sejak kecil mereka dipersiapkan menjadi
calon pekerja, memasukkannya dalam institusi pendidikan, jalur formal bagi pencapaian cita-
cita.Suami terus menjual tenaganya untuk dapat membiayai sekolah anaknya sampai jenjang
terakhir, Istri sebagai Ibu rumah tangga adalah yang melahirkan, menyusui dan memberi
makan anak-anaknya, merawat, menjamin kesehatannya, mendidik, mengantarnya ke
sekolah, dan menuntun dalam perjalanan pencapaian karirnya. Dan anak tetap menyiapkan
dirinya sebagai pekerja, gambaran cita-cita yang tertanam sejak kecil adalah harapan
penyemangat, belajar dan terus mengembangkan diri, berprestasi, mengikuti aktivitas
tambahan yang mendukung (kursus, dll.), anak terus ditanamkan untuk seminimal mungkin
bermain dan mengisi waktu mereka untuk belajar dan hal-hal lain dipandang lebih bernilai
untuk bekal masa depan.
Di dalam keluarga tak luput juga ada sebuah penyimpangan yang biasanya terjadi.
Hal tersebut terbagi menjadi dua, secara intrinsik dan ekstrinsik.
1) Intelegensi
2) Jenis kelamin
Perilaku menyimpang dapat juga diakibatkan karena perbedaan jenis kelamin. Anak
laki-laki biasanya cenderung sok berkuasa dan menganggap remeh pada anak
perempuan.Contonya dalam keluarga yang sebagian besar anaknya perempuan, jika terdapat
satu anak laki-laki biasanya minta diistimewakan, ingin dimanja.
3) Umur
Umur memengaruhi pembentukan sikap dan pola tingkah laku seseorang. Makin
bertambahnya umur diharapkan seseorang bertambah pula kedewasaannya, makin mantap
pengendalian emosinya, dan makin tepat segala tindakannya.Namun demikian, kadang kita
jumpai penyimpanganpenyimpangan yang dilakukan oleh orang yang sudah berusia lanjut,
sikapnya seperti anak kecil, manja, minta diistimewakan oleh anak-anaknya.
Dalam keluarga yang terdiri atas beberapa anak, sering kali anak tertua merasa dirinya
paling berkuasa dibandingkan dengan anak kedua atau ketiga. Anak bungsu mempunyai sifat
ingin dimanjakan oleh kakak-kakaknya maupun orang tuanya. Jadi, susunan atau urutan
kelahiran kadang akan menimbulkan pola tingkah laku dan peranan dari fungsinya dalam
keluarga.
1) Peran keluarga
Keluarga sebagai unit terkecil dalam kehidupan sosial sangat besar perananya dalam
membentuk pertahanan seseorang terhadap serangan penyakit sosial sejak dini. Orang tua
yang sibuk dengan kegiatannya sendiri tanpa mempedulikan bagaimana perkembangan anak-
anaknya merupakan awal dari rapuhnya pertahanan anak terhadap serangan penyakit sosial.
Sering kali orang tua hanya cenderung memikirkan kebutuhan lahiriah anaknya dengan
bekerja keras tanpa mempedulikan bagaimana anak-anaknya tumbuh dan berkembang
dengan alasan sibuk mencari uang untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Alasan tersebut
sangat rasional dan tidak salah, namun kurang tepat, karena kebutuhan bukan hanya materi
saja tetapi juga nonmateri. Kebutuhan nonmateri yang diperlukan anak dari orang tua seperti
perhatian secara langsung, kasih sayang, dan menjadi teman sekaligus sandaran anak untuk
menumpahkan perasaannya.
2) Peran masyarakat
Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan anak dari lingkungan keluarga akhirnya
berkembang ke dalam lingkugan masyarakat yang lebih luas. Ketidakmampuan keluarga
memenuhi kebutuhan rohaniah anak mengakibatkan anak mencari kebutuhan tersebut ke luar
rumah. Ini merupakan awal dari sebuah petaka masa depan seseorang, jika di luar rumah anak
menemukan sesuatu yang menyimpang dari nilai dan norma sosial. Pola kehidupan
masyarakat tertentu kadang tanpa disadari oleh para warganya ternyata menyimpang dari
nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat umum. Itulah yang disebut sebagai
subkebudayaan menyimpang. Misalnya masyarakat yang sebagian besar warganya hidup
mengandalkan dari usaha prostitusi, maka anak-anak di dalamnya akan menganggap
prostitusi sebagai bagian dari profesi yang wajar. Demikian pula anak yang tumbuh dan
berkembang di lingkungan masyarakat penjudi atau peminum minuman keras, maka akan
membentuk sikap dan pola perilaku menyimpang.
3) Pergaulan
Pola tingkah laku seorang anak tidak bisa terlepas dari pola tingkah laku anak-anak
lain di sekitarnya. Anak-anak lain yang menjadi teman sepergaulannya sering kali
memengaruhi kepribadian seorang anak. Dari teman bergaul itu, anak akan menerima norma-
norma atau nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Apabila teman bergaulnya baik, dia
akan menerima konsep-konsep norma yang bersifat positif. Namun apabila teman bergaulnya
kurang baik, sering kali akan mengikuti konsep-konsep yang bersifat negatif. Akibatnya
terjadi pola tingkah laku yang menyimpang pada diri anak tersebut. Misalnya di suatu kelas
ada anak yang mempunyai kebiasaan memeras temannya sendiri, kemudian ada anak lain
yang menirunya dengan berbuat hal yang sama. Oleh karena itu, menjaga pergaulan dan
memilih lingkungan pergaulan yang baik itu sangat penting.
4) Media massa
Hal ini pastinya perlu pembenahan guna melancarkan sistem sosial. Ada cara
pembenahan ini dengan cara pemakaian efek terapi sosial. Terapi keluarga adalah suatu
tindakan berupa modifikasi keadaan sekarang bukan sekedar eksplorasi dan interaksi masa
lampau. Adapun sasarannya adalah sistem keluarga. Tetapi bergabung dengan sistem tersebut
dan menggunakan dirinya untuk mengubah sistem tadi dengan mengubah posisi anggota
keluarga, terapi mengubah pengalaman dan subyektif. Perubahan di dalam struktur akan
memberi paling sedikit satu kemungkinan untuk berubah berikutnya. Sistem keluarga
diorganisir sekitar dukungan, aturan, asuhan dan sosialisasi anggota keluarga tadi. Dalam hal
ini terapist bergabung dengan keluarga bukan untuk mendidik dan membuatnya sosial tetapi
memperbaiki dan memodifikasi fungsi keluarga itu sendiri sehingga dapat menjalankan
fungsi dengan baik. Sistem keluarga mempunyai sifat – sifat pertahanan diri karena itu sekali
perubahan terjadi keluarga ini akan mempertahankan dan mengubah umpan balik atau
memberi nilai pengalaman pada anggota keluarganya.