Versi Bahasa Inggrisnya yang berjudul "The Millennium Development Goals Report
2008" dapat diunduh di
http://www.targetmdgs.org/download/MDG_Report_2008_En.pdf
Laporan ini dibuat berdasarkan satu set data induk yang dihimpun oleh Inter-Agency
and Expert Group on MDG Indicators yang dipimpin oleh Department of Economic
and Social Affairs of the United Nations Secretariat, sebagai tanggapan atas harapan
Majelis Umum (General Assembly) untuk penilaian berkala terhadap kemajuan Tujuan
Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/MDGs). Expert Group yang
dimaksud terdiri dari perwakilan organisasi internasional yang kegiatannya termasuk
persiapan satu atau lebih seri indikator statistik yang dianggap cukup untuk
memantau kemajuan MDGs, seperti terlihat pada daftar berikut.
Sejumlah besar ahli statistik nasional dan para penasehat ahli eksternal juga ikut
memberikan kontribusi.
Pendahuluan
Ban Ki Moon
Sekretaris Jenderal – PBB
Ikhtisar
atau bantuan resmi untuk pembangunan seperti yang telah dijanjikan dan tidak dapat
dipenuhi hanya dengan merealokasi sumber daya antar sektor.
Disamping keberhasilan yang disebutkan sebelumnya, masih ada banyak tujuan dan
sasaran yang kemungkinan besar tidak akan tercapai kecuali tindakan tambahan,
penguatan atau perbaikan dapat dilaksanakan secepatnya:
• Proporsi masyarakat di sub-sahara Afrika yang hidup kurang dari US$1 per
hari tampaknya sulit untuk dikurangi menjadi setengahnya;
• Sekitar seperempat dari jumlah seluruh anak di Negara-negara berkembang
digolongkan kurang gizi dan beresiko memiliki masa depan suram karena
dampak jangka panjang dari kurangnya gizi mereka;
• Dari total 113 negara yang gagal mencapai kesetaraan jender dalam partisipasi
pendidikan dasar dan lanjutan sampai dengan 2005, hanya 18 negara yang
agaknya dapat mencapai target 2015;
• Hampir dua pertiga dari wanita bekerja di dunia berkembang memiliki
pekerjaan di sektor yang rentan baik berusaha sendiri atau menjadi pekerja di
usaha keluarga tanpa dibayar;
• Di sekitar sepertiga Negara-negara berkembang, kurang dari 10% dari anggota
parlemen adalah wanita;
• Lebih dari 500.000 calon ibu di Negara-negara berkembang meninggal saat
melahirkan anak atau karena komplikasi dari kehamilan tiap tahunnya;
• Sejumlah 2,5 Milyar manusia, atau hampir setengah dari populasi negara
berkembang, hidup tanpa sanitasi yang baik;
• Lebih dari sepertiga populasi kota di Negara-negara berkembang hidup di
daerah kumuh;
• Emisi Karbondioksida semakin meningkat meskipun adanya kesepakatan
internasional untuk mengatasi permasalahan tersebut;
• Pengeluaran bantuan asing dari Negara-negara maju menurun selama dua
tahun berturut-turut di tahun 2007 dan beresiko gagal memenuhi komitmen
yang dibuat tahun 2005 yang lalu;
• Negosiasi perdagangan internasional masih akan lama tercapai dan apapun
hasilnya agaknya tidak memenuhi harapan awal yaitu hasil yang berorientasi
kepada pembangunan
Jika dilihat secara umum, hasil-hasil yang telah tercapai sampai saat ini menekankan,
sekali lagi, karakter multi dimensi kemiskinan, interaksi berbagai penyebabnya dan
manifestasinya, serta karakter tindakan yang harus dilakukan. Kaum miskin bukan saja
mereka yang berpenghasilan sangat rendah tetapi juga mereka yang berada dalam
kondisi buruk dalam hal kesehatan pendidikan dan aspek lainnya sebagai manusia.
Ibu yang miskin lebih mungkin meninggal saat melahirkan; anak-anak dari keluarga
miskin sangat mungkin kurang gizi sehingga lebih rentan terhadap kematian dini
karena penyakit masa kecil; anak-anak miskin menerima pendidikan lebih sedikit dan
bahkan sebagian tidak menerima sama sekali; dan ketidakseimbangan jender lebih
terlihat di antara kaum miskin, membuat mereka tersingkir dari manfaat dan
kesempatan pembangunan. Karakteristik ini, selanjutnya, menyebabkan kemiskinan.
Terlebih bagi orang miskin, penghasilan mereka sangat dipengaruhi oleh konfik,
bencana alam dan fuktuasi ekonomi, seperti juga kenaikan harga pangan baru-baru
ini dan efek pemanasan global yang makin terasa.
Secara keseluruhan, sebagian besar kaum miskin berada dalam lingkaran setan.
Memutus lingkaran ini membutuhkan suatu susunan aksi yang bersamaan: intervensi
tunggal tidaklah cukup. Pemerintah harus dapat menjamin bahwa pengurangan
kemiskinan dapat diarus-utamakan ke dalam semua kebijakan, mulai dari strategi
makroekonomi nasional ke dalam aksi di tingkat daerah. Perhatian khusus harus
diberikan kepada kesempatan lebih untuk pekerjaan yang lebih baik. Investasi dan
institusi publik harus berusaha untuk menargetkan kaum miskin, terutama dalam
rencana pengeluaran mereka untuk pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.
Memastikan kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan dalam segala hal atau
tujuan dibutuhkan untuk mengatasi kemiskinan, kelaparan dan penyakit serta untuk
menjamin pembangunan yang berkelanjutan. Perkembangan yang terbatas dalam
pemberdayaan perempuan dan pencapaian atas kesetaraan jender adalah kegagalan
yang tersebar luas, bahkan berlanjut lebih luas daripada tujuan itu sendiri.
Diabaikannya, secara relatif dan secara prasangka de facto,
perempuan maupun anak perempuan berlanjut terus hingga saat ini di banyak Negara.
Sebagai awal yang penting bagi kehidupan perempuan yang lebih baik di masa
mendatang, seluruh Negara yang gagal dalam mencapai kesetaraan jender dalam
partisipasi sekolah dasar dan lanjutan sampai dengan target tahun 2005, harus
melakukan upaya baru secepat mungkin. Dukungan yang membaik kepada
kewirausahaan perempuan dan hak atas tanah serta aset lainnya, adalah kunci untuk
pembangunan ekonomi Negara-negara. Namun demikian, yang terpenting demi
pencapaian kesetaraan jender adalah perlunya perempuan memiliki peran yang sama
dengan laki-laki dalam pengambilan keputusan di semua lapisan, mulai di rumah
tangga sampai ke puncak kekuatan ekonomi dan politik.
Kondisi sulit di desa mendukung migrasi ke kota, akibatnya sekitar setengah populasi
dunia sekarang tinggal di dareah perkotaan. Namun demikian hal ini tidak berarti
keluar dari kemiskinan atau lebih maju menuju MDGs. Di tahun 2005, misalnya, lebih
dari sepertiga populasi urban di Negara-negara berkembang tinggal di kondisi kumuh,
bersama dengan masalah kurangnya fasilitas sanitasi dan air, dan kurangnya
infrastruktur sosial, termasuk untuk kesehatan dan pendidikan.
Sekalipun fokus global diarahkan kepada MDGs dan hasil-hasil yang mengesankan
tercapai di berbagai area, hasil sampai saat ini, di sebagian besar Negara, ada
sekelompok masyarakat yang tidak menikmati manfaat tanpa adanya tindakan terarah
untuk merangkul mereka. MDGs adalah universal: mereka dimaksudkan untuk
merangkul tidah hanya semua Negara tapi juga masyarakat dalam setiap Negara.
Pemerintah dan aktor lainnya harus memperhatikan lebih lanjut kepada sebagian atau
semua resiko yang terlewati oleh kemajuan menuju MDGs.
Hanya sejak beberapa tahun yang lalu saja, data yang berkaitan dengan MDG untuk
periode sejak tahun 2000 tersedia. Yang menggembirakan, untuk banyak variabel, data
tersebut menunjukkan kemajuan yang semakin meningkat. Hal ini menunjukkan
bahwa Deklarasi Millenium dan tugas yang dijalankannya memang membuat suatu
perubahan kepada pencapaian pembangunan. Juga mengimplikasikan bahwa trend
dari tahun 1990 ke 2000 memberikan basis yang lemah untuk meramalkan
kemungkinan hasil di tahun 2015 nanti. Tetapi data tersebut belum lagi menunjukkan
efek makin buruknya harapan pembangunan global saat ini. Suatu upaya yang lebih
besar dibutuhkan untuk mencapai MDGs jika situasi ekonomi dari Negara-negara
berkembang melemah secara signifkan. Jika demikian halnya, kemajuan yang lebih
baik saat ini menuju MDGs bukan lagi menjadi indikator yang baik untuk prospek
mendatang.
Komponen pertama dari respon ini adalah untuk menjamin bahwa arah aksi saat ini
dipercepat dan diperluas sehingga kemajuan kini dapat dipelihara dan diperluas.
Seluruh pemangku kepentingan harus memperbarui komitmen mereka terhadap
berbagai macam kegiatan yang saling berkaitan, yang telah memberikan sumbangan
terhadap kemajuan MDGs di seluruh dunia. Kebijakan, program dan proyek yang
berhasil harus dikembangkan di manapun dan kapanpun dibutuhkan.
Pada saat yang sama, pemerintah nasional dan komunitas internasional perlu
merespon kepada pelajaran dari pengalaman
Agenda ini akan membutuhkan suatu upaya dengan cakupan luas dan berkelanjutan
selama periode sampai dengan 2015 dan ke depan. Tugas ini luas dan rumit, namun
kemajuan yang telah dicapai sampai saat ini menunjukkan bahwa kemajuan dapat
dilakukan dengan strategi jelas dan komitmen politik. Yang kemudian harus mencakup
komitmen pendanaan yang lebih besar. Meskipun dengan kondisi ekonomi yang tidak
kondusif, negara maju harus menghormati kesepakatan mereka sendiri untuk
menyiapkan tambahan substansial untuk ODA dan secara umum memelihara suatu
lingkungan internasional yang lebih kondusif terhadap pembangunan.
Seluruh warga dunia, khususnya kaum miskin yang rentan, memiliki hak untuk
mengharapkan pimpinannya untuk mencapai komitmen yang telah dibuat pada tahun
2000. Hal ini mungkin dilakukan jika pemerintah, bersama dengan masyarakat sipil,
sektor swasta dan organisasi PBB dan organisasi internasional lainnya, berjanji untuk
membangun momentum dan menghadapi tantangan yang terlihat jelas pada laporan
ini.
SHA ZUKANG
Wakil Sekretaris Jenderal untuk Masalah Ekonomi dan Sosial
Naiknya harga pangan mungkin mendorong 100 juta orang ke dalam jurang
kemiskinan
Data baru, berdasarkan perkiraan terbaru mengenai biaya hidup di Negara-negara
berkembang, mungkin akan mengubah pandangan kita tentang skala dan penyebaran
kemiskinan global (lihat Kotak). Tapi pertumbuhan ekonomi yang terus berlangsung di
seluruh Negara berkembang menunjukkan kecenderungan kemiskinan menurun
sampai dengan tahun 2007. Tujuan untuk menurunkan hingga setengahnya proporsi
penduduk di Negara berkembang yang tingkat pendapatannya di bawah US$1 per hari
di tahun 2015 masih dalam jangkauan. Namun demikian, pencapaian ini mungkin
disebabkan oleh keberhasilan ekonomi yang luar biasa di hampir seluruh Asia.
Sebaliknya, perkiraan sebelumnya menunjukkan bahwa hanya sedikit kemajuan
dibuat untuk mengurangi kemiskinan ekstrim di Sub Sahara Afrika. Di Asia Barat,
angka kemiskinan memang relatif rendah namun meningkat. Dan ekonomi transisi
dari Persemakmuran Negara-Negara Merdeka (Commonwealth of Independent States /
CIS) dan Eropa Tenggara masih mengejar kembali dari keterpurukan akibat lonjakan
kemiskinan di awal 1990an.
Sejak tahun 2002, salah satu faktor utama pertumbuhan di banyak Negara
berkembang, terutama di Sub Sahara Afrika dan juga di Asia Barat serta Latin
Amerika, adalah naiknya harga komoditas, termasuk minyak. Bagi para pengekspor,
kondisi ini sangat menguntungkan. Tapi tingginya harga komoditas, terutama harga
minyak, telah menghambat pertumbuhan di Negara-negara yang mengimpor produk-
produk tersebut. Sebagian adalah Negara-negara termiskin di dunia.
Naiknya harga makanan saat ini telah memiliki dampak langsung dan negatif terhadap
kaum miskin. Orang miskin yang tidak memproduksi makanannya sendiri adalah
mereka yang terkena paling parah karena sebagian besar proporsi dari pengeluaran
mereka dialokasikan untuk membeli makanan. Naiknya harga makanan membatasi
kemampuan mereka untuk tidak hanya mendapatkan makanan juga barang dan
layanan lainnya, termasuk pendidikan dan perawatan kesehatan. Sebagian besar dari
masyarakat kota dan desa yang miskin berada dalam situasi seperti ini. Petani miskin,
sebaliknya, dapat mengambil keuntungan dari naiknya harga makanan jika mereka
mampu memproduksi lebih dari yang mereka konsumsikan. Tapi banyak dari mereka
yang kekurangan sumberdaya untuk melakukan hal demikian, sebagian karena
naiknya harga minyak telah meningkatkan harga pupuk. Secara keseluruhan, naiknya
harga makanan akan mendorong semakin banyak orang ke dalam kemiskinan absolut,
dengan perkiraan menunjukkan peningkatan yang mencapai hingga 100 juta orang.
Sebagian besar pertambahan akan terjadi di Sub Sahara Afrika dan Asia Selatan,
kedua wilayah yang saat ini terdapat angka populasi hidup dalam kemiskinan absolut
terbesar.
Sejak 1990, kemiskinan ekstrim di dunia berkembang diukur dengan suatu standar
yang mewakili garis kemiskinan yang terdapat di Negara-negara termiskin di dunia.
Jika awalnya diukur pada US€1 di tahun 1985, garis kemiskinan internasional
kemudian direvisi menjadi US$ 1.08 per hari, dihitung dengan Tingkat Daya Beli (atau
Purchasing Power Parity/PPP) di tahun 1993.
Survei juga menemukan bahwa tingkat harga di beberapa Negara berkembang lebih
tinggi dari perkiraan semula, sehingga ukuran sebenarnya dari ekonomi Negara-negara
tersebut menjadi lebih kecil daripada yang sebelumnya diperkirakan. Demikian pula
dengan, harga yang tinggi berarti bahwa jumlah penduduk miskin dan tingkat
kemiskinan akan naik di beberapa wilayah. Ukuran baru ini sangat mungkin untuk
mengubah penilaian tentang cakupan dan penyebaran kemiskinan global, akan tetapi
tingkat penurunan kemiskinan diharapkan untuk setidaknya sama, bahkan lebih cepat
dari yang diperkirakan sebelumnya.
Perkiraan kemiskinan yang makin baik dan komprehensif merupakan contoh utama
bagi berbagai perkembangan statistik penting saat ini yang akan memperbaiki
pengertian kita mengenai kemajuan terhadap MDGs.
Konfik terus membuat orang mengungsi orang dari rumahnya serta mendorong
mereka ke dalam kemiskinan. Satu indikasi dari akibat konfik adalah jumlah
pengungsi di dunia yang telah meningkat secara nyata selama beberapa tahun ini,
terutamanya disebabkan oleh konfik di Irak. Lebih dari 42 juta orang sekarang
mengungsi karena konfik atau penganiayaan, keduanya dalam dan di luar perbatasan
Negara mereka sendiri. Dari jumlah ini, 16 juta adalah pengungsi, termasuk 11,4 juta
yang berada di bawah tanggung jawab Komisi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) dan 4,6
juta berada di bawah pengawasan Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (United
Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East). Sebagai
tambahan, lebih dari 26 juta manusia telah dipindah-paksakan karena kekerasan atau
penganiayaan tapi tetap berada di dalam perbatasan Negara mereka.
Asia Selatan, Asia Barat dan sub-Sahara Afrika merupakan rumah bagi populasi
pengungi yang terbesar. Di Lebanon dan Yordania, jumlah pengungsi mencapai 10
persen atau lebih dari keseluruhan penduduk. Di Irak dan Somalia, satu dari sepuluh
orang mengungsi dalam negeri (internally displaced). Apa yang gagal diungkapkan
oleh angka-angka ini adalah sampai sejauh mana konfik meningkatkan kemiskinan
kepada mereka yang tidak memiliki keterlibatan langsung dalam perselisihan ini.
Target: Mencapai pekerjaan penuh dan produksi untuk semua orang, termasuk
perempuan dan orang muda
Lapangan pekerjaan untuk tiap angkatan kerja masih menjadi jauh dari harapan
Proporsi penduduk usia kerja yang memiliki pekerjaan, 2007 (Persentase)
Pengentasan kemiskinan tidak dapat dicapai tanpa lapangan pekerjaan yang produktif
untuk tiap angkatan kerja dan pekerjaan yang layak bagi semua. Proporsi penduduk
usia kerja yang memiliki pekerjaan adalah indikator yang baik mengenai kemampuan
suatu ekonomi untuk menyediakan pekerjaan. Meskipun demikian, tidak ada rasio
pekerjaan terhadap populasi yang optimal. Negara maju memiliki rasio lebih rendah
ketimbang negara berkembang karena produktiftas dan rata-rata penghasilan mereka
yang lebih tinggi sehingga hanya sedikit pekerja yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan seluruh penduduk. Sebaliknya, rasio yang sangat tinggi di Sub Sahara
Afrika mengindikasikan bahwa ada banyak penduduk miskin yang harus bekerja
untuk bertahan hidup, terlepas dari bagaimana kualitas pekerjaan itu tersebut.
Di Asia Timur, ada perbedaan jelas antara rasio pekerjaan terhadap penduduk untuk
kaum muda dan penduduk lainnya. Agar dapat terlepas dari pengangguran anak muda
yang tinggi di daerah lain, anak muda di Asia bagian barat lebih memilih untuk
bekerja daripada berinvestasi untuk masa depan melalui pendidikan.
Pekerjaan dengan Bayaran Rendah menyebabkan satu dari lima pekerja di negara
berkembang terjebak dalam kemiskinan
Bagi jutaan manusia di dunia saat ini, pekerjaan hanya memberikan sedikit keringanan
dari beban kemiskinan karena bayaran mereka sangat kecil. Anggota keluarga yang
bekerja di suatu keluarga dimana setiap anggotanya hidup kurang dari US€1 per hari
digolongkan sebagai pekerja miskin atau "working poor”. Di sub – Sahara Afrika, lebih
dari setengah pekerjanya berada dalam ketegori ini.
Jumlah pekerja miskin kelihatannya sulit untuk dikurangi tanpa kenaikan
produktiftas. Selama 10 tahun terakhir, produktiftas telah meningkat setidaknya 4
persen setiap tahunnya di Asia Selatan, Asia Timur dan Persemakmuran Negara-
Negara Merdeka (Commonwealth of Independent States / CIS). Akibatnya, pekerja
miskin di tiga wilayah ini semakin berkurang. Sebaliknya, produktiftas rendah dan
perubahan yang dinamis di sub-Sahara Afrika telah membatasi menurunnya
kemiskinan bekerja di wilayah tersebut.
Setengah dari angkatan kerja di dunia bekerja keras dalam kondisi pekerjaan yang
tidak stabil dan tidak aman
Proporsi pekerja usaha mandiri dan pekerja dalam usaha keluarga dari keseluruhan
pekerjaan, 2007, laki-laki dan wanita (persentase)
Kemajuan dalam mengurangi jumlah orang kelaparan sekarang ini masih terhambat
oleh naiknya harga pangan di seluruh dunia. Kenaikan harga ini sebagian didorong
oleh gangguan persediaan, namun terutamanya oleh naiknya permintaan karena
perubahan pola makan, pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, urbanisasi,
penggunaan tanaman pangan untuk bio-energi dan kebijakan pertanian yang tidak
tepat, termasuk subsidi di Negara-negara maju.
Rakyat miskin merupakan kelompok yang sangat terpengaruh oleh naiknya harga
pangan. Pada situasi yang paling parah, mereka menjadi terlalu miskin untuk membeli
makanan yang cukup ketika harga naik dan mereka juga yang menjadi korban
kelaparan dan kurang gizi.
Tidak ada cara cepat untuk mengatasi krisis pangan, namun penanganan segera sangat
diperlukan untuk mengatasi kerawanan pangan yang dialami oleh rakyat yang tak
terhitung jumlahnya yang menghadapi kelaparan dan kurang gizi. Pada KTT Pangan
Dunia yang diadakan di Roma, Juni tahun 2008, beberapa langkah untuk mengatasi
masalah kelaparan telah diidentifkasikan. Hal yang paling penting adalah
meningkatkan bantuan pangan darurat dan membantu orang miskin dalam mencapai
hasil maksimal pada panen berikutnya.
Proporsi balita kurang gizi menurun dari 33 persen di tahun 1990 menjadi 26 persen
di tahun 2006. Namun demikian, sampai dengan tahun 2006, jumlah anak-anak di
Negara berkembang yang kurang gizi masih melebihi 140 juta. Jika kekurangan gizi
pada anak-anak dalam golongan umur ini merupakan representasi global tentang
luasan masalah kelaparan di dalam populasi secara keseluruhan, maka kemajuan yang
ada sangatlah tidak cukup untuk mencapai target MDG. Yang lebih buruk lagi, situasi
global akan diperparah oleh naiknya harga makanan.
Asia Selatan, terutama Cina, lebih berhasil dalam mengurangi hingga setengah
proporsi anak-anak kurang gizi antara tahun 1990 hingga tahun 2006. Sebaliknya dan
meski adanya perbaikan sejak tahun 1990, hampir setengah dari anak-anak di Asia
Selatan mengalami kurang gizi. Di wilayah ini saja terdapat lebih dari setengah jumlah
anak-anak kurang gizi di dunia. Mayoritas negara-negara yang membuat kemajuan
yang paling lambat dalam mengurangi anak kurang gizi ada di Sub Sahara Afrika.
Mengurangi proporsi kelaparan sampai setengah, antara tahun 1990 dan 2015.
Proporsi balita yang kekurangan nutrisi menurun dari 33% di tahun 1990 ke 26% di
tahun 2006. Namun, pada tahun 2006, jumlah anak-anak di negara berkembang yang
berat badannya kurang dari batas normal masih melebihi 140 juta. Sesuai dengan
kondisi dimana tingkat kekurangan nutrisi pada balita mewakilkan secara luas
mengenai tingkat kepalaran sebuah populasi secara keseluruhan, progress tidaklah
cukup untuk mencapai target MDG. Lebih buruknya, situasi global akan memburuk
dengan harga pangan yang meningkat.
Asia Timur, terutama RRC, sukses dalam mengurangi proporsi tingkat kanak-kanak
yang mempunyai berat badan dibawah rata-rata lebih dari setengah dari tahun 1990
dan 2006. Sebaliknya, walaupun terdapat perbaikan pada tahun 1990, hampit 50%
kanak-kanak di Asia Selatan masih mempunyai berat badan dibawah normal. Jumlah
di daerah ini sendiri bertanggung jawab atas lebih dari setengah jumlah di dunia.
Mayoritas negara yang mempunyai progress terendah dalam mengurangi tingkat gizi
buruk adalah di daerah Afrika bagian Sahara.
Secara total, jenis kelamin tidak signifkan dalam tingkat batita ber-berat badan
rendah, termasuk di Asia Selatan, dimana di data yang terdahulu mengindikasikan
bahwa lebih banyak perempuan yang ber-berat bada rendah dibandingkan laki-laki.
Pembagian kota-desa merupakan faktor yang lebih besar dalam menentukan tingkat
gizi buruk. Secara rata-rata, anak-anak yang tinggal di area pedesaan dalam dunia
berkembang mempunyai kemungkinan ber-berat badan rendah dua kali lipat
dibandingkan anak-anak yang tinggal di daerah perkotaan. Di Asia Timur, dimana
tingkat gizi rendah telah menurun secara total dan sekarang lebih rendah daipada
rata-rata negara berkembang lainnya, anak-anak di pedesaan mempunyai
kemungkinan lima kali lipat untuk ber-berat bada rendah dibandingkan dengan anak-
anak yang di daerah perkotaan.
Sasaran 3
Sasaran
Mengentaskan perbedaan gender pada sekolah dasar dan sekolah menengah,
diharapkan akan tercapai pada tahun 2005, dan pada semua tingkatan pendidikan
selambatnya pada tahun 2015
Pendaftaran siswi dibandingkan siswa, 1009/1001, 1999/2000 dan 2005/2006 (siswi per
100 siswa)
Aa aa 1991
Bb bb 2000
Cc cc 2006
Oceania
90
90
89
Afrika Utara
82
91
93
Asia Selatan
77
84
95
CIS Asia
99
99
98
Asia Timur
94
101
99
CIS, Eropa
100
99
100
Negara Maju
99
99
100
Sebagai bagian dari keberhasilan peningkatan jumlah pendaftaran siswa siswi sekolah
dasar, Asia Selatan mencapai progres yang paling besar dalam kesetaraan gender sejak
tahun 2000. Sub-Sahara Afrika, Asia Barat dan Afrika Utara juga berhasil menekan
perbedaan gender. Pada saat yang bersamaan, kawasan Oceania mundur selangkah
dengan menurunnya kesetaraan pada pendaftaran jumlah siswi di sekolah dasar.
Oceania, sub-Sahara Afrika dan Asia Barat memiliki kesenjangan gender yang paling
besar pada pendaftaran sekolah dasar.
Di Afrika Barat dan Tengah, dimana repetisi tinggi dan retensi/ daya mempertahankan
rendah merupakan hal yang lazim jika orang tua jarang mendaftarkan anak
perempuan dan jarang juga yang berhasil terdaftar di sekolah dasar yang mampu
bertahan menamatkan sekolahnya. Kekeringan, kelangkaan makanan, pertikaian,
kemiskinan, lemahnya pendaftaran kelahiran anak, buruh anak, dan HIV serta AIDS
semua menyebabkan rendahnya angka pendaftaran anak ke sekolah, dan tingginya
drop out baik untuk siswa maupun siswi, namun jumlahnya lebih nyata bagi kaum
perempuan.
Aa Aa 1991
Bb bb 2000
Cc cc 2006
Asia Barat*
80
84
Asia Selatan
60
77
85
Oceania
82
91
88
CIS, Asia
98
97
96
CIS, Eropa
106
102
98
Afrika Utara
79
95
99
Asia Timur*
97
101
Asia Tenggara
90
98
102
Negara Maju
101
101
100
Pada kawasan dimana kesetaraan gender tercapai, siswi pada umumnya melanjutkan
sekolah ke sekolah menengah, sementara siswa berlanjut ke jajaran tenaga kerja.
Pendaftaran siswi di sekolah menengah melebihi para siswa di tiga wilayah. Kurangnya
kemampuan siswa merupakan kekawatiran bagi Amerika Latin dan Karibia. Sementara
di tempat-tempat dimana pendaftaran anak perempuan jauh dibawah anak laki-laki,
kesenjangan gender lebih nyata di sekolah menengah dan sekolah menengah atas.
Dibutuhkan tindakan yang sesuai dengan sasaran untuk membantu anak perempuan
di daerah miskin, pedesaan bertahan terus sekolah
Angka kehadiran siswa siswi sekolah dasar di negara berkembang, menurut tempat
tinggal dan pendapatan rumah tangga, 2000/2006 (Persentase)
100
80
60
40
20
0 73 69 85 83 66 63 73 70 78 75 83 82 90 89
Pedesaan Kota Termiskin 20% Kedua 20% Menengah 20% Keempat 20% Terkaya 20%
Di negara berkembang, kehadiran siswa siswi sekolah dasar hampir sama di rumah
tangga terkaya dan di perkotaan. Namun anak-anak perempuan di pedesaan dan yang
tinggal dalam rumah tangga yang paling berkekurangan memerlukan intervensi untuk
membujuk orang tua mendaftarkan anak mereka ke sekolah dan bertahan sampai
menamatkan sekolah. Sekolah satelit di kawasan terpencil, menghapuskan biaya
sekolah, menyediakan makanan sehat disekolah, membangun fasilitas wc yang terpisah
antara anak laki-laki dan perempuan, memastikan adanya lingkungan sekolah yang
aman dan mendukung pernikahan di usia dewasa telah membantu meningkatkan
angka kehadiran di sekolah.
Kesempatan bejerka terbuka, namun perempuan tetap terjebak dalam posisi yang
tidak aman, dengan gaji rendah
Pekerja yang wanita bukan pekerja agrikultur, 1990 dan 2006 (Persentase)
Bb bb 1990
Cc cc 2006
Asia Selatan*
13
19
Asia Barat*
17
20
Afrika Utara
21
21
Sub-Sahara Afrika
25
31
Oceania
33
36
Asia Tenggara
38
38
Asia Timur
38
38
CIS
49
51
Negara Maju
43
46
Dunia
35
39
Wanita juga secara tidak proporsional menjadi pekerja paruh-waktu, pekerja musiman
dan pekerja tidak resmi yang berjangka pendek maka tidak dapat memperoleh paket
kesejahteraan dan manfaat. Pekerjaan terus dikategorikan sebagai gender spesifk, dan
posisi yang secara dominan diisi wanita cenderung memiliki status inferior, dengan
gaji lebih rendah dan kondisi yang kurang baik. Kendati wanita yang berpendidikan
telah maju dan jumlah manager wanita meningkat, sebagian besar wanita tetap
menempati pekerjaan dengan status rendah, dan kurang bernilai dan harus
menghadapi rintangan yang lebih besar untuk mencapai posisi yang lebih tinggi.
Akibatnya, wanita lebih sulit mewujudkan hasil pekerjaannya menjadi pekerjaan yang
dibayar, dan pekerjaan yang dibayar menjadi pekerjaan yang diupah lebih besar
dengan paket kesejahteraan yang lebih baik. Bahkan di sektor pemerintahan, dimana
wanita sering kali mendapat paket kesejahteraan yang sama dengan pria, umumnya
wanita bekerja di pemerintah daerah dibanding pemerintah pusat. Dalam rangka
menghadapi kesenjangan ini, mitra pembangunan berfokus pada kesetaraan gender
dan pemberdayaan wanita. Di tahun 2005-2006 misalnya, seperenam bantuan bilateral
dialokasikan ke sektor-sektor yang bertujuan memperbaiki status wanita.
Lambat laun wanita mendapat posisi dalam pengambilan keputusan dalam arena
politik, namun prosesnya tidak jelas dan berbeda-beda untuk tiap daerah
Proporsi kursi yang diduduki wanita dalam satu atau setingkat lebih rendah parlemen
nasional, 1990,2000 dan 2008 (persentase)
Aa Aa 1990
Bb bb 2000
Cc cc 2008
Oceania
1,2
3,4
2,5
Afrika Utara
2,6
2,1
8,3
Asia Barat
4,6
4,7
9,1
Asia Selatan
5,7
6,7
12,9
CIS, Eropa*
7,5
13,9
CIS, Asia*
7,1
13,9
Sub-Sahara Afrika
7,2
9,1
17,3
Asia Tenggara
10,4
9,7
17,4
Asia Timur
20,2
19,9
19,8
Pada Januari 2008, porsi kursi parlemen secara global yang diisi oleh wanita mencapai
18 persen. Namun posisi yang tersedia bagi kursi wanita hilang timbul dan angka rata-
rata global ini menyembunyikan angka nasional dan berbeda dengan angka untuk
masing-masing daerah. Wanita paling sedikitnya memegang 40 persen kursi di lima
parlemen: Rwanda memimpin dengan 48,8 persen, diikuti dengan Swedia (47 persen),
Kuba (43,2 persen), Finlandia (41,5 persen) dan Argentina (40 persen). Wanita paling
sedikitnya menduduki 30 persen kursi parlemen dalam 20 kota, kendati tidak ada di
Asia. Tidak ada wanita yang menduduki parlemen Negara Federal Mikronesia, Nauru,
Oman dan Qatar dan wanita hanya menduduki kurang dari 10 persen anggota
parlemen untuk sepertiga semua negara.
Parlemen Nordic terus lebih menonjol dibanding negara-negara lainnya dengan lebih
dari 41 persen perwakilan dari kaum wanita secara rata-rata. Perwakilan wanita di
Amerika Latin dan Kepulauan Karibia meningkat hingga 22 persen yang menduduki
kursi parlemen. Peningkatan perwakilan wanita di Sub-Sahara Afrika dapat
dipertahankan dalam pemilu 2007. Oceania merupakan satu-satunya wilayah dimana
angka perwakilan wanita mengalami stagnasi.
Perwakilan wanita yang tidak seimbang dalam parlemen nasional bukan merupakan
suatu kebetulan. Wanita dipilih dengan posisi perwakilan yang lebih besar dalam
system yang melibatkan kuota.Kuota merupakan sistem mekanisme pendukung yang
menjadi kunci keberhasilan dan dapat diterapkan dengan langkah tambahan, seperti
promosi kandidat wanita oleh partai politik dan adanya pelatihan dalam kampanye
pemilihan umum serta kegiatan penggalang dana. Di beberapa negara, kandidat
wanita didukung oleh gerakan masyarakat sipil. Dibelakang semua usaha ini adalah
niat politik para pemimpin dalam mempromosi akses wanita dalam parlemen.
Kendati saat ini partisipasi wanita dalam parlemen sudah meningkat, kehadiran wanita
di pucuk pimpinan pemerintahan tetap terasa kurang. Pada Januari 2008, hanya ada 7
wanita dari 150 orang yang menduduki kepemimpinan negara dan hanya 8 dari 192
pimpinan pemerintahan Negara-negara Anggota Persatuan Bangsa-Bangsa merupakan
wanita. Secara keseluruhan hanya 16 persen dari posisi kementrian di seluruh dunia
diduduki oleh wanita. Dari jumlah ini, 13 negara sama sekali tidak memiliki kaum
wanita dalam posisi cabinet, namun wanita memiliki sedikitnya 30 persen jabatan
kementrian di 22 negara – sebagian besar di Eropa dan Afrika.
Perwakilan wanita di arena lain juga sangat penting. Secara rata-rata wanita
menduduki setengah dari jumlah pengungsi, namun keterlibatan mereka dalam
pengambilan keputusan dalam kamp pengungsian tetap rendah. Data dari lebih dari
80 kamp menunjukkan kesetaraan hanya dicapai dalam dua dari lima kamp yang ada.
Namun data terbaru dari tahun 2005 dan 2007 menunjukkan bahwa partisipasi wanita
dalam kamp pengungsian mulai meningkat.
Walau telah terjadi perbaikan, angka kematian Balita tetap terlalu tinggi
Pada tahun 2006, untuk pertama kali nya sejak data angka kematian balita tersedia,
angka tersebut berada di bawah 10 juta. Tetapi jumlah kematian anak yang disebabkan
oleh penyakit yang dapet dicegah masih tetap terlalu tinggi. Dibanding dengan anak
yang lahir di negara maju, probabilitas seorang anak tidak bertahan hidup selama lima
tahun pertama 13 kali lebih tinggi apabila anak tersebut lahir di negara berkembang.
Setengah dari jumlah kematian anak Balita di negara berkembang berasal dari negara-
negara di Afrika Sub-Sahara.
Antara tahun 1990 dan 2006, 27 negara, yang kebanyakan berada di Afrika Sub-
Sahara, tidak mengalami perbaikan angka kematian anak. Tingkat mortalitas anak di
daerah Asia Timur, Amerika Selatan dan kepulauan di Karibia empat kali lebih tinggi
daripada anak di negara-negara maju. Perbedaan ini terlihat di semua kawasan: angka
kematian anak menjadi lebih tinggi apabila lahir di pedesaan terpencil, dari keluarga
miskin atau mempunyai ibu yang tidak mengenyam pendidikan tingkat dasar.
Penyebab utama kematian pada anak-anak, seperti radang paru-paru, diare, malaria
dan campak, adalah penyakit yang mudah dicegah dengan pelayanan kesehatan pokok
dan berbagai intervensi yang terbukti efektif, seperti terapi rehidrasi oral, kelambu
tidur yang mengandung insektisida, dan vaksinasi. Radang paru-paru adalah penyakit
pembunuh utama. Jumlah Balita di negara berkembang yang menderita gejala radang
paru-paru dan mendapatkan perawatan layak sangatlah rendah.
Tiga puluh tujuh persen dari kematian Balita terjadi pada usia hidup lima bulan
pertama. Perbaikan kualitas perawatan pre dan pasca-kelahiran dapat menyelamatkan
nyawa bayi yang baru lahir dalam jumlah yang tidak terhitung banyaknya. Selain itu,
kekurangan gizi diperkirakan sebagai penyebab yang lebih mendasar pada lebih dari
sepertiga kematian anak balita.
Campak, salah satu penyebab utama kematian anak, dapat dicegah secara efektif
melalui vaksin yang relatif murah dan vaksinasi lanjutan yang mampu memberikan
perlindungan seumur hidup. Gabungan dari vaksinasi rutin dan vaksinasi susulan
telah mengurangi angka kematian yang disebabkan oleh Campak sebanyak dua pertiga
sejak tahun 1990. Angka ini telah melampaui target awal, yaitu mengurangi
setengahnya korban campak setidaknya pada tahun 2005. Tingkat kematian akibat
campak, terutama pada balita, berkurang 68%, dari 757,000 di tahun 2000 menjadi
242,000 di tahun 2006. Di kawasan sub-Sahara Afrika, angka kematian oleh campak
berkurang hingga 91%.
Kampanye vaksin dosis-tunggal tidak lagi memadai untuk melindungi masyarakat dari
bahaya Campak. Karena itu, program pelengkap (pelayanan rutin di negara-negara
yang telah memiliki cakupan vaksis dosis tunggal yang tinggi) atau program berkala
(dilaksanakan setiap tiga sampai empat tahun di negara-negara dengan cakupan dosis-
tunggal yang rendah) sangatlah diperlukan untuk mencapai kekebalan terhadap
campak secara global. Pada tahun 1990, 47 negara, yang mencakup 95% dari korban
Campak dunia, memiliki cakupan dosis-pertama yang rendah dan tanpa dosis kedua.
Pada tahun 2007, dosis-kedua mulai diimplementasikan di 44 dari 47 negara resiko-
tinggi, melalui berbagai kampanye nasional. Lebih dari 600 juta anak mendapatkan
“kesempatan kedua” dosis susulan sejak 1990.
Pada tahun 2006, sekitar 80 persen dari anak-anak di dunia telah mendapatkan
vaksinasi campak secara rutin. Walau peningkatan ini cukup menggembirakan, upaya-
upaya tambahan tetap diperlukan untuk memastikan setiap anak mendapatkan
imunisasi, dan agar korban Campak dapat berkurang sebanyak 90 persen pada tahun
2010.
TARGET
Mengurangi sampai tiga-perempatnya rasio mortalitas ibu antara tahun 1990 dan 2015
Resiko kematian selama hamil dan melahirkan tetap sangat tinggi di kawasan sub-
Sahara Afrika dan Selatan Asia
Angka kematian ibu tetap terlalu tinggi di bagian dunia negara-negara berkembang.
Pada tahun 2005, lebih dari 500,000 wanita meninggal ketika hamil, pada saat
melahirkan atau dalam jangka waktu enam minggu sejak melahirkan. Sembilan puluh
sembilan persen dari kematian ini terjadi di negara berkembang, terutama di kawasan
sub-Sahara Afrika dan Selatan Asia, dimana 86 persen dari kematian ibu tersebut
terjadi. Di sub-Sahara Afrika, resiko seorang ibu meninggal disebabkan oleh
komplikasi kehamilan dan kelahiran yang dapat dicegah atau ditangani adalah 1 dalam
22; bandingkan dengan bagian negara-negara maju yang memiliki rasio kematian ibu1
dalam 7,300.
Di tingkat global, angka kematian ibu berkurang tidak sampai 1 persen antara tahun
1990 dan 2005 – jauh dibawah angka 5.5 persen yang diperlukan agar target dapat
tercapai. Kawasan Afrika Utara, Amerika Selatan, kepulauan Karibia dan Selatan-
Tenggara Asia, walau tetap tidak cukup untuk mencapai target, berhasil mengurangi
rasio kematian ibu hingga sepertiganya pada periode di atas. Di kawasan sub-Sahara
Afrika, kawasan dimana tingkat kematian ibu tertinggi, tidak ada kemajuan berarti.
Peningkatan pesat di semua aspek pelayanan kesehatan reproduktif, terutama di
bidang kandungan tapi tidak terbatas pada itu, sangat diperlukan di semua kawasan
agar tujuan dapat tercapai.
Ketersediaan tenaga kesehatan terlatih (dokter, perawat dan bidan) pada saat kelahiran
sangat dibutuhkan untuk mengurangi angka kematian ibu. Pada tahun 2006, hampir
61 persen dari kelahiran di negara berkembang ditangani oleh tenaga keseharan
terlatih, meningkat hingga dua kali lipatnya dibandingkan dengan tahun 1990. Tetapi,
cakupan di kawasan Selatan Asia (40 persen) dan sub-Sahara Afrika (47 persen) –
kawasan angka kematian ibu tertinggi, tetap rendah. Pertolongan oleh tenaga
kesehatan terlatih yang dilengkap dengan peralatan memadai dan dengan opsi rujukan
apabila terjadi komplikasi, harus menjadi prosedur standar dalam proses kelahiran
jika diinginkannya penurunan berarti pada angka kematian ibu.
Perawatan pra-kelahiran adalah jaring keselamatan yang esensial bagi ibu hamil dan
proses kelahiran, dimana kesehatan bakal ibu dan bayi dapat dipantau. Proporsi ibu
hamil di negara berkembang yang setidaknya mendapatkan satu kali pelayanan saat
kehamilan meningkat dari 50% di tahun 1990 menjadi hampir 75% di tahun 2000.
Walaupun telat merupakan peningkatan, WHO dan UNICEF menyarankan dilakukan
sekurang-kurangnya empat kali kunjungan kesehatan pra-kelahiran. Di Afrika, hanya
42 persen ibu hamil yang memenuhi rekomendasi UNICEF-WHO.
Kehamilan pada remaja berpengaruh pada siklus kematian pada saat kelahiran dan
angka kematian anak. Menjadi ibu di usia sangat muda tidak hanya meningkatkan
resiko kematian pada saat kelahiran, tetapi juga mengancam kesejahteraan ibu dan
anak yang dilahirkan. Ibu muda seringkali harus meninggalkan pendidikan dan tidak
dapat mengambil berbagai kesempatan sosio-ekonomi. Seorang anak yang lahir dari
ibu usia remaja berada dalam resiko yang jauh lebih tinggi untuk meninggal di usia
bayi dan cenderung tidak mendapatkan manfaat yang biasanya mampu diberikan oleh
seorang ibu yang berpendidikan. Mengurangi kehamilan usia remaja berperan secara
langsung dan tidak langsung dalam pencapaian kesehatan ibu yang lebih baik beserta
dengan tujuan-tujuan lainnya.
Di semua kawasan, kebutuhan yang tidak terpenuhi ini paling tinggi diantara keluarga
termiskin. Hal tersebut terlihat nyata di daerah Amerika Latin dan Kepulauan
Karibia, dimana 27 persen dari rumah tangga termiskin kebutuhannya tidak
terpenuhi, dibandingkan dengan 12 persen di rumah tangga terkaya.
Kebutuhan keluarga berencana yang tidak terpenuhi khususnya sangat tinggi pada
wanita muda yang banyak diantaranya berniat menunda kehamilan. Jangka waktu
yang pendek diantara dua kehamilam meningkatkan resiko kesehatan bagi wanita.
Ketika seorang wanita telah mempunyai anak sejumlah yang dia inginkan,
ketidaktersediaan alat kontrasepsi berakibat pada kehamilan yang tidak diinginkan.
Hal ini meningkatkan resiko kematian pada ibu dan makin menyulitkan satu keluarga
untuk menyekolahkan dan menyediakan perawatan kesehatan bagi semua anak-
anaknya.
TARGET
Berhasil menghentikan dan menurunkan tingkat penyebaran HIV/AIDS pada tahun
2015
Walau telah berkurang, AIDS tetap menjadi ancaman, terutama di daerah sub-
Sahara Afrika
Setiap hari hampir 7,500 orang terinfeksi oleh HIV dan 5,500 meninggal karena AIDS,
dikarenakan kurangnya usaha pencegahan dan perawatan HIV. Tetapi, terdapat
perkembangan yang menjanjikan dalam memerangi AIDS.
(graph heading) Proporsi pengidap HIV wanitadewasa berusia15 tahun atau lebih, 1990,
2000 dan 2007 (persentasi)
Diperkirakan pada tahun 2007 di dunia terdapat 15.5 juta wanita dan 15.3 juta pria
berusia 15 tahun atau lebih yang mengidap HIV, dibandingkan 14.1 juta wanita dan
13.8 juta pria di tahun 2001. Di kawasan sub-Sahara Afrika, hampir 60 persen
pengidap HIV berusia dewasa adalah wanita.
Data sampel dan berbagai survey di tingkat nasional menunjukkan bahwa pencegahan
HIV telah cukup berhasil, terutama dalam mengurangi perilaku seksual beresiko.
Jumlah HIV diantara wanita hamil berusia 15-24 tahun diyakini dapat mencerminkan
secara akurat tingkat penyebaran dari epidemik HIV/AIDS, karena pengidap dengan
profl ini kemungkinan besar baru saja terjangkit, dan juga pengaruh tingkat
mortalitas dan adanya perawatan antiretrovirus pada data cukup sedikit. Sejak tahun
2000-2001, HIV diantara wanita yang berkunjung ke klinik pasca-kelahiran telah
menurun di 14 dari 17 negara dengan tingkat terjangkit HIV paling tinggi.
Pada tahun 1990 dan 2007, 19 dari 35 negara dengan tingkat infeksi tertinggi, jumlah
wanita dan pria berumur 15-19 tahun yang memulai perilaku seksual aktif sebelum
umur 15 tahun telah menurun di tujuh negara dan meningkat di dua negara. Dalam
periode yang sama, jumlah wanita dan pria berumur 15-24 tahun yang mempunyai
lebih dari satu pasangan dalam 12 bulan terakhir telah berkurang di 10 negara,
sementara di satu negara jumlah tersebut tidak berubah, dan terjadi peningkatan pada
jumlah wanita di dua negara, dan jumlah pria di satu negara lainnya. Tingkat
penggunaan kondom diantara pria berumur 15-24 tahun yang mempunyai lebih dari
satu pasangan dalam 12 bulan terakhir telah meningkat di 12 negara, dan juga diantara
wanita dengan profl yang sama di delapan negara.
(graph heading) Populasi pengidap HIV yang membutuhkan dan menjalani terapi
antiretrovirus, 2006 dan 2007 (persentasi)
Perencanaan Penanganan Anak-Anak yang menjadi yatim piatu karena AIDS terus
meningkat, tetapi arus dukungan nyata masih lamban
Banyak negara telah mengintegrasikan kebijakan bagi anak pengidap AIDS ke dalam
perencanaan pengembangan nasional, dengan kebijakan dan rencana aksi ditangani
oleh berbagai lembaga kementrian seperti kementrian pendidikan dan kesehatan.
Diantara 19 negara yang memiliki data, jumlah rumah tangga yang memiliki anak
yatim piatu dan anak resiko tinggi serta mendapatkan santunan eksternal berkisar
antara 1 persen di Sierra Leone dan 41 persen di Swaziland, dan dengan median 9
persen. Tetapi, jangkauan cakupan tetap rendah, bahkan di negara-negara yang
memiliki tingkat HIV tinggi.
TARGET
Berhasil menghentikan dan menurunkan tingkat penyebaran Malaria dan penyakit
menular lainnya pada tahun 2015
Walau ada kemajuan pesat, penggunaan jaring anti-nyamuk mengandung
insektisida tetap tidak mencapai target global
Strategi Perawatan Malaria yang baru efektif tapi tetap kurang digunakan
(graph heading) Jumlah pemberian dosis dari terapi kombinasi berbasis artemisilin di
dunia, 2003 – 2006 (dalam jutaan)
Peningkatan dalam pencegahan malaria lebih rendah daripada peningkatan perawatan
malaria. Walau perawatan bagi anak-anak terjangkit demam malaria sudah cukup
tinggi di kawasan sub-Sahara Afrika, masih sedikit jumlah negara-negara yang
meningkatkan cakupan perawatan sejak tahun 2000, dan seringkali banyak penderita
menerima pengobatan yang kurang efektif. Di dalam subset data 22 negara di sub-
Sahara Afrika, mencakup hampir setengah dari penduduk di kawasan tersebut dan
dimana data memungkinkan untuk menganalisa perkembangan, jumlah anak
menderita demam yang menerima obat anti malaria menurun dari 41% pada tahun
2000 menjadi 34 persen pada tahun 2005. Selain itu, tingkat penggunaan terapi dosis
kombinasi berbasis artemisilin, yang lebih efektif tetapi juga lebih mahal, adalah 6
persen atau kurang antara tahun 2004 dan 2006 di dalam subset data 14 negara
(terkecuali Zambia, dimana cakupan ACT meningkat menjadi 13 persen). Pendanaan
dan penyediaan ACT telah meningkat secara jelas sejak tahun 2005, dan hampir semua
negara di sub-Sahara Afrika telah secara cepat mengalihkan kebijakan obat nasional
mereka untuk mempromosikan penggunaan ACT.
Peningkatan tajam dalam hal pendanaan dan perhatian kepada malaria telah
mempercepat tingkat aksi pengendalian malaria di banyak negara, walau masih banyak
diantaranya belum mencapai target global. Selain itu, intervensi baru yang lebih
efektif (seperti jaring anti-nyamuk mengandung insektisida yang tahan lama) telah
dikembangkan, produksi dan distribusi dari komoditas kunci pembuatan jaring juga
telah ditingkatkan. Berbagai negara juga menjadi lebih cepat dalam mengadopsi
strategi yang bermanfaat, dimana hal ini tentu menjadi kendala apabila pendanaan
tidak tersedia (misalnya untuk mempromosikan penggunaan ACT). Perkembangan ini
menunjukkan adanya usaha-usaha besar dalam memerangi malaria di masa depan.
(graph heading) Jumlah pengidap baru tuberkulosis per 100,000 penduduk (tidak
termasuk pengidap HIV-positf), 1990, 2004 dan 2006
Pada tahun 2006, terdapat sekitar 1.7 juta kematian karena tuberkulosis dan 14.4 juta
penduduk terinfeksi tuberkulosis, termasuk diantaranya 9.2 juta kasus baru. Angka ini
meningkat dari 2005, dikarenakan karena laju pertumbuhan penduduk. Di bagian
dunia negara berkembang, jumlah kasus baru tuberkulosis mencapai puncak pada
tahun 2004, dan perlahan berkurang sebanyak 0.7 persen antara tahun 2005 dan 2006.
Apabila kecenderungan ini terus berlanjut secara global, maka jumlah insiden
tuberkulosis dapat dihentikan dan tingkat penyebarannya akan berkurang sebelum
tahun 2015.
Kesuksesan dalam menghapus tuberkulosis bergantung pada deteksi dini pada kasus-
kasus baru dan juga perawatan yang efektif. Sayangnya, antara tahun 2005 dan 2005,
kemajuan dalam pendeteksian dini melambat: tingkat pendeteksian hanya meningkat
secara marjinal menjadi 61 persen, masih kurang dari target 65 persen di tahun 2006,
sebagaimana tercantum di dalam rancang global “Kerjasama Menghentikan TB” (Stop
TB Partnership) dan target puncak 70 persen.
Afrika, Cina dan India secara kolektif mencakup dua pertiga dari kasus tuberkulosis
yang tidak terdeteksi. Tidak ada kemajuan dalam memperbaiki tingkat deteksi dini di
Cina dan India pada tahun 2006. Tingkat deteksi dini di Afrika -46 persen di tahun
2006- merupakan yang terjauh dari target.
Jumlah pengidap tuberkulosis per 100,000 penduduk (tidak termasuk pengidap HIV-
positif), 1990, 2004 dan 2006
Jumlah kasus tuberkulosis –angka penderita per 100,000 penduduk- dan tingkat
kematian dikarenakan tuberkulosis menurun lebih cepat daripada jumlah insiden.
Antara tahun 2005 dan 2006, jumlah tersebut, termasuk di dalamnya penderita HIV-
positif, menurun 2.8 persen menjadi 219 orang per 100,000 penduduk, dibandingkan
dengan target yang ingin dicapai pada tahun 2015, yaitu 214 orang. Angka kematian
karena tuberkulosis turun 2.5 persen menjadi 25 orang per 100,000 penduduk,
dibandingkan dengan target 14 orang.
Walaupun cukup sukses, DOTS tetap belum berdampak banyak pada tingkat
penyebaran dan insiden global yang keduanya dibutuhkan untuk mencapai target
“Kerjasama Menghentikan TB” (Stop TB Partnership), yaitu mengurangi sampai
setengahnya jumlah kasus dan kematian pada tahun 2015. Apabila kecenderungan
pada 5 tahun terakhir berlanjut, negara di kawasan sub-Sahara Afrika dan anggota
persemakmuran dari kenegaraan independen, tidak akan mencapai pada kedua target
tersebut, dan akan melemahkan kemungkinan untuk mencapai target global. Supaya
tujuan ini dapat tercapai, kawasan yang tertinggal harus dapat memperbaiki jangkauan
dan ketepatan waktu dalam mendiagnosa kasus tuberkulosis aktif dan meningkatkan
tingkat kesuksesan perawatan.
Sasaran ke-7
Menjamin Ketahanan Lingkungan
Tujuan
Menggabungkan prinsip-prinsip yang mendukung pengembangan kebijakan negara
dan program-program serta mengembalikan kehilangan sumber daya
lingkungan.
Langkah yang cepat dibutuhkan untuk menahan peningkatan emisi dari rumah
kaca
Pada 2007, Divisi Pelaporan Keempat dari Pengawas Antar Negara terhadap Perubahan
Iklim memberikan laporan bahwa iklim di dunia telah menghangat dan “sebagian
besar dari peningkatan temperatur rata-rata di seluruh dunia sejak abad ke-20
disebabkan karena peningkatan dari emisi rumah kaca”. Karbondioksida (CO2) yang
dilepaskan dari hasil pembakaran bahan bakar fosil menyumbang lebih dari setengah
emisi rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim.
Emisi dari Karbondioksida telah mencapai 28 triliun metrik ton pada 2005 dan terus
meningkat yang menyebabkan kadar dari karbondioksida di atmosfer meningkat.
Secara global, peningkatan emisi ini mencapai 30% bila dibandingkan 1990 sampai
2005, dengan peningkatan pertahun dari tahun 2000 sampai 2005 lebih besar dari
dekade yang lalu. Peningkatan emisi ini berkisar antar 38% di negara-negara
persemakmuran dan 82% di negara-negara di Asia Tenggara. Bila dilihat per kapita
tetap tertinggi diantara daerah berkembang, sekitar 12 MT CO2 per orang per tahun,
dibandingkan sekitar 3 MT di daerah sedang berkembang dan 0.8 MT di pinggiran
sahara di Afrika. Emisi per unit dari hasil perekonomian menurun lebih dari 20% di
daerah berkembang, sementara meningkat di Asia Tenggara sebesar 35% dan 25% di
Afrika Utara.
Sementara tidak ada daerah di dunia yang dapat menghindari efek merugikan dari
perubahan iklim ini, antartika, pulau-pulau kecil, delta-delta besar di Asia dan Afrika,
serta Benua Afrika secara keseluruhan nampaknya sangat rentan dikarenakan mereka
sangat terbuka terhadap efek dari perubahan iklim ini, kemempuan populasi mereka
yang sangat terbatas dalam beradaptasi terhadap konsekuensinya, atau keduanya.
Negara-negara berkembang yang menjadi bagian dari Protokol Kyoto telah menyetujui
untuk mengurangi emisi dari rumah kaca mereka sebesar 5 % dari tingkat emisi
mereka di 1990 pada tahun 2012. Pada Konferensi Perubahan Iklim PBB tahun 2007 di
Bali, negara-negara memulai persetujuan baru dibawah kerangka ketentuan PBB
terhadap Perubahan Iklim yang harus dapat diselesaikan pada 2009. Persetujuan
tersebut mencakup baik itu mengurangi dan beradaptasi terhadap perubahan iklim –
dua segi yang harus dilakukan secara bersama dan secepat mungkin. Pemasukan dari
sumber keuangan dan investasi, sebagaimana juga pengembangan teknologi dan
pemindahan (berbagi keahlian dan teknologi diantara negara-negara dan benua),
merupakan masalah utama.
Memotong hubungan antara penggunaan energi dengan emisi gas rumah kaca akan
membutuhkan teknologi yang lebih efsien dalam peyaluran serta penggunaan energi
dan peralihan kepada sumber energi yang bersih dan dapat diperbaharui. Sebagai
tanggapan dari peningkatan permintaan dunia terhadap energi, investasi yang besar
pada proyek-proyek energi diharapkan pada tahun-tahun mendatang. Sekarang adalah
saatnya untuk bertindak. Hal yang kita lakukan sekarang akan menentukan pola emisi
gas rumah kaca untuk dekade selanjutnya.
Tujuan
Mengurangi kehilangan keanekaragaman biologis, menuju keberhasilan, pada 2010,
pengurangan yang signifkan rata-rata kehilangan
Jumlah spesies yang terancam akibat kepunahan yang meningkat dengan cepat
Tren dari kepunahan dapat di lihat dari Daftar Merah yang dikeluarkan oleh Persatuan
Internasional Pelestarian Alam, dimana daftar tersebut menunjukkan perbandingan
antara perkembangan keadaan suatu spesies (sebagaimana diukur dengan perubahan
kategori mereka dalam Daftar Merah IUCN), seperti hasil dari perlindungan yang
berhasil, dengan kemunduran dari keadaan mereka, seperti penurunan tingkat
populasi. Daftar ini tidak termasuk perubahan dalam klasifkasi mereka atau
perkembangan ilmu pengetahuan. Daftar dari burung-burung menunjukan bahwa
paling sedikit terancam di Afrika Utara, Asia Barat dan paling terancam di Oseania,
dimana spesies daratan lebih rentan terhadap spesies-spesies baru yang dengan
sengaja maupun tidak di bawa oleh manusia. Penurunan tajam baru-baru ini
ditunjukan pada keadaan burung-burung di Asia Tenggara yang dipacu oleh
penebangan hutan yang sangat cepat di daerah dataran rendah Sundaic.
Saat ini, data yang paling lengkap adalah data mengenai keadaan burung-burung,
dimana hal ini sangat berguna, meskipun indikator tren tidak sempurna untuk
keanekaragaman yang lain. Beberapa kelas dari organisme lain, seperti mamalia,
amfbia, tumbuh-tumbuhan lebih terancam daripada burung-burung.
Penggunaan air telah meningkat hampir dua kali lipat dari perhitungan abad yang
lalu. Walaupun belum terjadi kelangkaan air secara global, sekitar 2,8 triliun orang,
mewakili hampir 40 % dari populasi dunia, hidup di lembah sungai dengan sedikit
kelangkaan air bersih. Sekitar 1,2 triliun dari mereka hidup dengan kelangkaan air, hal
ini sering kali disebabkan oleh karena lebih dari 75 % aliran sungai dihentikan. Afrika
Utara dan Asia Barat merupakan yang paling serius menghadapi hal ini, diantaranya
daerah-daerah di negara besar seperti Cina dan India. Gejalanya termasuk penurunan
kualitas dearah dan persaingan untuk mendapatkan air. Sekitar 1,6 triliun orang
lainnya hidup di daerah kelangkaan air ekonomis, keadaan dimana manusia, institusi
dan keuangan membatasi akses mendapatkan air, padahal sumber air di alam tersedia
untuk memenuhi kebutuhan mereka. Keadaan ini terjadi hampir di seluruh wilayah di
Asia Selatan dan Pinggiran Sahara di Afrika. Gejalanya termasuk kurang maksimalnya
prasarana penghasil air, rentan terhadap musim kemarau baik jangka pendek maupun
panjang dan sulitnya akses untuk mendapatkan pasokan air yang dapat diandalkan,
khususnya untuk mesyarakat pedesaan.
Tujuan
Membagi dua, per 2015, keseimbangan di populasi yang tidak memiliki akses kepada
air minum yang aman dan kebersihan dasar
Banyak orang yang menggunakan fasilitas kebersihan standar, tapi mencapai
tujuan membutuhkan usaha yang berlipat ganda.
Walaupun akses kepada air minum yang bersih telah ditingkatkan, hampir sati
triliun orang masih belum mendapatkannya.
Sejak tahun 1990, 1,6 triliun orang telah memperoleh air minum yang aman untuk di
konsumsi. Atas dasar ini, dunia diharapkan dapat memenuhi target air minum yang
aman, dimana 89 % dari populasi di negara-negara yang sedang berkembang telah
memperoleh akses ke air minum yang aman, namun tetap saja hampir satu triliun
orang belum memperoleh akses ke air minum yang aman.
Perkembangan telah dilaporkan sebagian besar di Asia Timur, dimana lebih dari 400
juta orang telah mendapatkan akses kepada sumber air minum yang aman dan
cakupannya telah meningkat sekitar 20% dari tahun 1990. Perkembangan yang kurang
baik dilaporkan dari Pinggiran Sahara Afrika, dimana jumlahnya tiga kali lipat untuk
orang-orang yang belum memperoleh air bersih dan membutuhkan peningkatan yang
signifkan untuk memenuhi target.
Pada tahun 2006, sumber air bersih telah menjangkau 96% masyarakat perkotaan di
negara-negara yang sedang berkembang, tapi hanya 78% di masyarakat pedesaan.
Sekitar 742 juta orang pedesaan hidup tanpa sumber air bersih, dibandingkan 137 juta
orang perkotaan. Perbedaan yang sama juga ditunjukan oleh penyaluran pipa, yang
hanya menjangkau 30% dari rumah-rumah pedesaan.
Perempuan memikul beban terberat dalam memperoleh air
Tujuan
Pada 2015, diharapkan dapat meningkatkan kehidupan setidaknya 100 juta penduduk
kawasan miskin
Mudah, campur tangan yang berbiaya kecil dapat meningkatkan kehidupan dari
penduduk-penduduk di kawasan miskin.
Kurangnya fasilitas kebersihan dansumber air yang layak merupakan dua dari empat
masalah utama untuk penduduk yang tinggal dikawasan miskin. Sisanya adalah tempat
tinggal yang layak dan lingkungan hidup yang baik. Pada 2005, lebih dari sepertiga
masyarakat perkotaan di negara-negara yang sedang berkembang hidup di kondisi
miskin; di Pinggiran Sahara Afrika hampir jumlahnya lebih dari 60%.
Di Pinggiran sahara Afrika, setengah dari rumah tangga kawasan miskin menderita
akibat dua atau lebih pencabutan hak perumahan, kombinasi kekurangan antara akses
mendapatkan air yang layak, kebersihan yang layak, tempat tinggal yang layak atau
lingkungan yang memadai. Di wilayah ini, peningkatan kehidupan di kawasan yang
miskin memerlukan investasi yang sangat besar.
Pad banyak negara di Afrika Utara, Asia dan Amerika Latin, mayoritas rumah-rumah di
kawasan miskin berasal dari satu pencabutan hak perumahan. Afrika Utara, tidak
hanya memiliki penyebaran kawasan miskin paling rendah, tapi sembilan dari sepuluh
kawasan miskin tidak memiliki cukup kebersihan dan kurangnya area tempat tinggal.
Rumah-rumah dari hampir tiga perempat rumah tangga miskin di Asia hanya memiliki
satu karakteristik, biasanya antara kurangnya lingkungan yang layak atau rumah
tinggal yang layak. Bahkan di Pinggiran Sahara Afrika, ada kawasan miskin yang hanya
kekurangan satu layanan yaitu kebersihan yang layak. Mudah, campur tangan yang
berbiaya rendah dapat membenahi kekurangan ini yang menuntut jalan yang masih
panjang untuk membenahi kehidupan dari banyak masyarakat yang hidup di kawasan
miskin.
Tujuan ke 8
Mengembangkan kerjasama global untuk pembangunan
Bantuan pengembangan turun di tahun ke 2, membahayakan komitmen tahun 2010
Berdasarkan nilai tukar sekarang, pemberi bantuan resmi ( Offcial Development
Assisstance – ODA ) terus menurunkan dari nilai tertinggi yang sekitar $ 107,1 miliar
pada tahun 2005, menjadi $ 104.4 miliar pada 2006 dan $ 103.7 miliar pada 2007. Ini
merupakan hasil utama dari penurunan terhadap penghapusan hutang. Penyesuaian
dalam perubahan harga dan nilai tukar, bantuan pembayaran turun 8.4% di tahun 2007
bila dibandingkan dari tahun 2006. Tidak termasuk didalamnya bantuan penghapusan
hutang, nilai bersih mengalami kenaikan 2.4% dalam nilai Dollar yang stabil.
Pada pertemuan dunia PBB dan beberapa pertemuan terkait yang berlangsung pada
2005, Negara maju menyanggupi untuk meningkatkan jumlah bantuan dari $80 miliar
pada tahun 2001 menjadi $130 miliar pada 2010 sesuai dengan harga pada 2004.
Sementara mayoritas dari komitmen tersebut berkompromi dengan kekuatan,
beberapa negara mengumumkan target baru mereka. –beberapa melibatkan mengenai
peningkatan arus bantuan, dan beberapa menyarankan penurunan. Dengan bantuan
penghapusan nilai hutang yang akan kembali ke level tahun 2005 atau 2006, bantuan
bilateral dan kontribusi untuk institusi pembangunan multirateral akan
membutuhkan peningkatan pertumbuhan untuk 3 tahun ke depan jika Negara maju
ingin memenuhi komitmen mereka pada 2010. Bahkan peningkatan arus bantuan
tidak akan berkompromi terhadap kegagalan untuk menyediakan bantuan
pembangunan yang diharapkan dan berkelanjutan yang tertera pada komitmen
mereka di tahun 2005.
Organisasi non pemerintah, sector swasta dan sejumlah negara berkembang menjadi
sumber yang meningkat secara signifkan bagi bantuan pembangunan. Dana untuk
tujuan tertentu- seperti dana global untuk memerangi AIDS,Tubercolosis dan Malaria
– menjadi saluran yang sangat penting untuk sumber ini.
Sasaran
Memberikan bantuan khusus terhadap setidaknya negara berkembang, negara yang
terisolasi dan Negara kepulauan yang berkembang.
Bantuan pembangunan jumlahnya akan meningkat dua kali lipat untuk Africa pada
2010.
Jumlah total bantuan tetap dibawah target PBB sebesar 0.7 persen dari pendapatan
bersih nasional tiap-tiap anggota komite pemberi bantuan pembangunan .Denmark,
Luksemburg, Norwegia, dan Swedia adalah Negara yang mampu meraih target ini pada
tahun 2007. Untuk Negara –negara maju, dilihat sebagai kelompok turun menjadi
0.28% dari rata-rata pendapatan nasional bersih di tahun 2007.
Negara tertinggal menerima sepertiga dari total bantuan . Semenjak tahun 2000,
bantuan pembangunan secara resmi telah bertumbuh lebih cepat dibandingkan
pendapatan bersih nasional negara maju, tapi tetap luput dari target 0.15-0.20 persen
dari pendapatan bersih nasional pada 2010 termasuk didalamnya Program Bantuan
dari Brussels untuk Negara Tertinggal (Brussels Programme of Action for The Least
Developed Countries).
Pada pertemuan Gleneagles 2005, G- 8 negara-negara industri memprediksi bahwa
komitmen mereka bersamaan dengan penyumbang lain, secara resmi akan
melipatgandakan bantuan pembangunan untuk Afrika pada 2010. Tidak termasuk
didalamnya penghapusan hutang terhadap benua yang notabene untuk Nigeria, data
awal menunjukkan bahwa bantuan bilateral terhadap Afrika meningkat 9% pada 2007.
Walaupun meningkat, dibutuhkan peningkatan bantuan yang lebih tinggi terhadap
Afrika untuk mencapai proyeksi Gleneagles pada 2010.
Sasaran
Mengembangkan lebih jauh sistem fnancial dan perdagangan yang terbuka, sesuai
peraturan, dapat diprediksi dan tidak diskriminatif.
Akses pasar untuk sebagian negara berkembang sedikit meningkat.
Baru-baru ini terlihat ada sedikit peningkatan dalam mengurangi hambatan pada
ekspor dari negara berkembang ke negara maju. Perjanjian Organisasi Perdagangan
Dunia tahun 2005, di bidang tekstil dan pakaian membebaskan perdagangan di sector
tersebut, yang tentunya menguntungkan bagi negara berkembang dan negara
tertinggal tanpa merugikan yang lain, termasuk didalamnya beberapa negara tertinggal
di Africa dan negara dengan pendapatan menengah ke atas di Asia Timur. Pada
Desember 2005, negara negara maju yang merupakan anggota dari Organisasi
Perdagangan Dunia ( World Trade Organization-WTO ) memberikan suara, bahwa
pada tahun 2008 mereka akan menurunkan tariff masuk setidaknya 97% dan
membebaskan kuota untuk imppor yang berasal dari negara tertinggal.
Walaupun beberapa perjanjian unilateral yang menguntungkan negara berkembang
telah diperpanjang dan mengalami perubahan menjadi perjanjian perdagangan
regional dan bilateral , tidak ada yang memberikan inisiatif baru untuk membantu
negara berkembang sebagai kelompok. Tidak termasuk didalamnya senjata dan
minyak, porsi dari negara-negara berkembang yang mempunyai akses ekspor bebas
pajak terhadap pasar negara maju tidak berubah semenjak tahun 2004; bahkan turun
sedikit untuk negara-negara tertinggal. Akses kepada pasar yang bebas pajak dan tariff
rata-rata yang rendah terhadap produk-produk padat karya seperti beberapa barang-
barang pertanian, tekstil dan pakaian, mempunyai efek positif terhadap Negara-negara
Tertinggal (Least Developed Countries-LDC). Meskipun begitu, peningkatan dari
skema perdagangan antara negara maju dengan Negara berkembang non-LDC
menurunkan margin.
Ekspor LDC yang diterima pasar negara maju.
Subsidi pertanian domestic oleh negara-negara kaya membayangi uang yang
dihabiskan untuk bantuan pengembangan.
Krisis pangan global menjadi bagian dari hasil atas pemberian subsidi di bidang
pertanian dan proteksi tariff oleh negara maju, dimana dalam beberapa tahun telah
menurunkan produksi pertanian di negara berkembang. Di negara-negara maju, total
bantuan terhadap sektor pertanian local mereka meningkat sebesar $ 65 miliar antara
tahun 2000 sampai tahun 2004, sebelum dipotong menjadi $ 16 miliar pada tahun
2006. Walaupun begitu, pada $ 372 miliar, beberapa pengeluaran tetap tiga kali lebih
tinggi dari Bantuan pembangunan dari negara maju. Bantuan yang disediakan oleh
negara maju terhadap sektor pertanian mereka sendiri akan berlanjut sampai pada
waktunya dimana negara berkembang telah memutuskan untuk mengakhiri bantuan
umum terhadap pertanian mereka. Tindakan ini merupakan disintensif terhadap
produksi pertanian di negara-negara berkembang dan mengurangi tujuan bantuan
pengembangan luar negeri dalam mendukung pengembangan.
Bantuan yang berhubungan dengan perdagangan harus ditingkatkan.
Banyak negara-negara penyumbang lebih memperhatikan kepada sektor-sektor yang
termasuk dalam Sasaran Pembangunan Millennium ( MDG ), tapi lebih sedikit yang
memperhatikan kerjasama secara teknis untuk meningkatkan produksi dan
perdagangan. Kerjasama secara teknis untuk membangun kapasitas perdagangan,
sebagai contoh, turun dari 3,6% menjadi 3,2% dari total bantuan antara 2003 sampai
2006. Menyediakan bantuan untuk mencapai Sasaran Pembangunan Milenium
( MDG ) akan membutuhkan tambahan ODA yang telah dijanjikan, dan tidak dapat
dicapai dengan relokasi sumber daya diantara sektor yang berbeda.
Sasaran
Menghadapi hutang-hutang Negara yang sedang berkembang
Negara berkembang menanggung hutang lebih sedikit
Pada akhir Juni 2008, 33 dari 41 negara terpilih telah memenuhi kualifkasi dalam
penghapusan hutang dibawah Inisiatif Negara-Negara Miskin Berhutang Besar
(Heavily Indebted Poor Countries – HIPC ). Dari 33 negara ini, 23 telah mencapai
tahap “penyelesaian”, yang berarti semua syarat-syarat untuk penghapusan hutang
telah dipenuhi dan penghapusan tersebut menjadi permanen. Secara bersama-sama
negara-negara ini berkomitmen dalam penghapusan hutang yang mencapai $ 48,2
triliun per penghitungan tahun 2006. Negara-negara yang telah mencapai tahap
“penyelesaian” juga menerima bantuan sebesar $ 21,2 triliun dari Inisiatif
Penghapusan Hutang Multilateral ( Multilateral Debt Relief Initiative-MDRI),secara
lebih jauh mengurangi hutang mereka. Sementara itu, nilai ekspor dari negara-negara
berpendapatan rendah telah meningkat lebih dari 65% sejak tahun 2004, yang
memberikan mereka sumber dalam pengurangan hutang mereka. Untuk Negara-
negara berkembang, beban dari hutang luar negeri mereka hampir 13% dari
pendapatan ekspor mereka di tahun 2000 menjadi 7% di Tahun 2006. Diprediksi akan
terus menurun di tahun 2007, maka dibutuhkan lingkungan yang lebih nyaman untuk
berinvestasi.
Sasaran
Dengan bekerja sama dengan perusahaan farmasi, dapat menyediakan akses untuk
mendapatkan obat-obatan yang layak untuk negara berkembang.
Kelangkaan dan harga yang tinggi menjadi halangan untuk mendapatkan obat-obatan
yang layak di negara berkembang.
Perusahaan farmasi, dengan kisaran mulai dari industry multinasional, ke industry
generic, sampai ke distributor nasional merupakan hal yang penting dalam menjamin
orang-orang mendapatkan akses ke obat-obatan yang layak. Pada bagiannya,
pemerintah harus menetapkan tujuan nasional pada sector farmasi dan menyiapkan
strategi untuk memenuhinya. Sebagian besar negara berkembang mempunyai
kebijakan obat-obatan nasional (National Medicine Policy ), tapi lebih dari setengah
kebijakan ini tidak pernah diubah dalam 5 tahun terakhir dan membutuhkan
pembaharuan. Hampir dari seluruh negara-negara berkembang juga mempunyai
daftar obat-obatan yang penting- daftar obat-obatan yang disetujui pemerintah yang
harus tersedia di system kesehatan umum setiap saat, dalam jumlah tertentu, dalam
dosis yang tepat, dengan kualitas yang terjamin, pada tingkat harga dimana setiap
individu ataupun komunitas dapat menjangkau. Meskipun begitu, di hampir semua
negara-negara berkembang, ketersediaan obat-obatan pada fasilitas kesehatan umum,
dimana biasanya tersedia dengan harga yang murah atau gratis,seringkali tidak layak.
Hal ini disebabkan karena factor-faktor, seperti: ketersediaan dana, kurangnya bantuan
untuk mempertahankan stok cadangan, ketidakmampuan untuk melihat pasar secara
akurat, dan pengadaan yang tidak efsien, penyaluran dan distribusi. Dana kesehatan
internasional, seperti dana global untuk memerangi AIDS, TBC dan Malaria, telah
menjadi jalur utama untuk meningkatkan pengadaan dan distribusi dari obat-obatan
untuk HIV, TBC, dan Malaria di fasilitas kesehatan umum.
Di semua benua, ketersediaan lebih baik berada pada sektor swasta, tapi bisa juga
lebih buruk. Survey dari sekitar 30 negara berkembang mengindikasikan bahwa
ketersediaan dari obat-obat tertentu hanya sekitar 35% di sektor umum dan 63% di
sektor swasta. Sebagai contoh, enam negara dari bagian timur, tenggara dan Selatan
Asia, ketersediaan di sector swasta mencapai 45%.
Beberapa dari perusahaan farmasi telah menurunkan harga mereka kepada sistem
kesehatan masyarakat di negara berkembang untuk menjangkau kekuatan beli dari
pemerintah. Meskipun begitu, ketidaksediaan dari obat-obatan di sektor umum sering
kali memaksa pasien untuk membeli obat-obatan dari sektor swasta yang memiliki
harga lebih tinggi. Bahkan obat-obat generic yang diperoleh di sektor swasta seringkali
beberapa kali lebih tinggi dari harga internasional, dan harga dari pabrik obat yang
asli secara umum jauh lebih tinggi. Pada 33 negara berkembang dimana data tersedia,
obat-obatan generic yang termurah di sektor swasta seharga lebih dari 6 kali harga
internasional. Beberapa negara telah mencoba untuk membuat penggelumbungan
menjadi transparan, sementara yang lain melindungi mereka.
Obat-obatan generic menawarkan alternative dari obat-obatan asli dan ber merk yang
memiliki harga tinggi. Pilihan untuk mempromosikan kegunaan dari obat generic
termasuk mengijinkan ahli obat-obatan untuk mempelajari produk generic di tempat
dimana obat-obatan asli dihasilkan. Lebih dari ¾ negara-negara berkembang
mempunyai kebijakan untuk menggunakan obat generic. Startegi lain untuk
meningkatkan penggunaan obat-obatan generic termasuk prosedur pendaftaran,
membuat kompetisi harga, dan meningkatkan kepercayaan ilmuwan, ahli obat-obatan
dan pasien terhadap kualitas dari obat-obatan generic.
Sasaran
bekerja sama dengan sektor swasta, memberi keuntungan dari teknologi baru,
terutama informasi dan komunikasi
Jumlah pengguna telepon selular dan telepon rumah yang terdaftar melonjak naik dari
530 juta pada tahun 1990 menjadi 4 miliar pada akhir 2006. jumlah pengguna
membumbung tinggi, dengan pendaftar yang meningkat lebih dari 500 juta sejak 2005,
sehingga totalnya menjadi lebih dari 2.7 miliar pengguna pada akhir 2006.
pertumbuhan menjadi lebih kuat di benua dengan beberapa saluran telepon. Di
Africa, pada tahun 2006, jumlah pengguna baru bertambah menjadi sekitar 60 juta,
dan hampir di setiap negara sekarang memiliki lebih banyak pengguna telepon
sellular dibandingkan telepon rumah. Dengan sekitar 200 juta pengguna pada akhir
tahun 2006 , 22 persen dari jumlah populasi di Afrika memiliki telepon selular,
bandingkan dengan 3 persen pengguna saluran telepon rumah dan 5 persen
pengguna internet. Dengan perkembangan teknologi dan penyebaran teknologi
nirkabel, ada kesempatan baru untuk menutup terjadinya kesenjangan komunikasi
antara negara berkembang dan negara maju.
Mengembangkan koneksi internet di negara berkembang dapat membantu
merealisasikan tujuan kesehatan, pendidikan, tenaga kerja, dan mengurangi
kemiskinan. Pada akhir 2006, 12 miliar orang akan terhubung dengan internet-hanya
meningkat sebesar 18% dari populasi dunia.
Di negara maju, pada tahun 2006, 58 persen dari jumlah populasi menggunakan
internet, bandingkan dengan di negara berkembang yang hanya sebesar 11% dan
hanya 1 persen di Negara tertinggal. Akses broadband, yang menunjang penggunaan
internet di negara berkembang, secara perlahan melakukan ekspansi di banyak negara
berkembang. Pada 2006, banyak negara di bagian sub-Saharan Africa tidak memiliki
broadband service dan tidak tersedia akses broadband karena biayanya yang mahal.
Pada deklarasi millennium PBB yang berlangsung September 2000, pemimpin dari
189 negara merencanakan satu visi untuk dunia baik itu negara berkembang maupun
maju mau bekerjasama untuk kemajuan bersama dan mengurangi kerugian. Untuk
menyediakan suatu rancangan mengenai apa yang akan diukur, tujuan ini telah di
rubah bentuknya menjadi 8 Sasaran Pembangunan Millenium, 18 Tujuan, dan 48
indikator. Pada 2007, rancangan pengawasan ini telah diperbaharui menjadi 4 target
baru yang disetujui oleh para anggota pada KTT Dunia tahun 2005, indicator
tambahan untuk mencetak peningkatan kea rah target baru juga diperkenalkan.
Laporan ini menggambarkan perkiraan kemajuan, berdasarkan data yang tersedia Juni
2008 di seluruh indicator MDG resmi, termasuk didalamnya hal yang baru. Sejumlah
tokoh di laporan ini memberikan perkiraan secara keseluruhan dari kemajuan tingkat
regional dibawah 8 Tujuan dan merupakan jalan yang tepat untuk mencatat
peningkatan setiap saat. Bagaimanapun juga, keadaan i di beberapa negara yang ada di
suatu daerah dapat berubah secara signifkan dari tokoh wilayah. Inti dari perkiraan
adalah tahun 1990, tetapi data dari tahun 2000 juga diperlihatkan, apabila
memungkinkan untuk menunjukkan gambaran yang lebih terperinci mengenai
perkembangan semenjak Deklarasi tersebut ditandatangani.
Di beberapa kasus, beberapa negara memiliki lebih banyak data terkini yang belum
tersedia bagi agensi terkait. Di kasus yang lain, negara-negara yang tidak menghasilkan
data yang dibutuhkan untuk memenuhi indikator tersebut, dan tanggung jawab dari
agensi internasional untuk meramalkan nilai yang hilang. Akhirnya, walaupun negara
tersebut menghasilkan data yang dibutuhkan, penyesuaian seringkali dibutuhkan
untuk dibandingkan secara internasional. Data yang terdapat di sumber internasional
seringkali berbeda dari yang terdapat di negara-negara tersebut.
Divisi statistik PBB membuat website resmi Inter Agency and Expert Group dalam
indicator MDG dan Database – bisa dilihat di mdgs.un.org. Dalam usahanya untuk
memberikan transparansi data setiap Negara diberikan kode warna untuk menunjukan
apakah data tersebut merupakan data perkiraan atau data yang disediakan oleh agensi
nasional, mereka juga menyertakan metadata dengan penjelasan yang lengkap tentang
bagaimana indikator tersebut dihasilkan dan metodologi yang digunakan untuk
sejumlah daerah.
Pengelompokan regional
Laporan ini memperlihatkan perkembangan data dari Tujuan Pembangunan
Millenium untuk dunia secara keseluruhan dan dikelompokkan menjadi beberapa
negara. Pengelompokkan ini dibagi menjadi negara berkembang, perubahan ekonomi
dari Commonwealth of Independent States (CIS) di Asia dan Erope, dan negara maju.
Daerah berkembang dibagi lagi menjadi sub-regional yang ditunjukan di dalam peta.
Daerah ini dikelompokkan berdasarkan divisi geografs PBB, dengan beberapa
modifkasi yang dibutuhkan, untuk memperluas kemungkinan, kelompok atau negara
untuk memudahkan proses analisa. Daftar lengkap dari Negara-negara tersebut
termasuk didalamnya setiap daerah dan sub daerah tersedia di mdgs.un.org