Anda di halaman 1dari 16

Nama : Abdul Rahim Mangiri

Nim : K11108280

Ringkasan Pengendalian Vektor ( Nyamuk)

A. Malaria

Anopheles merupakan vektor siklik yang menyebabkan terjadinya malaria. Malaria


merupakan penyakit tropis yang terus berkembang hingga saat ini, menyebabkan penderitaan
berjuta-juta orang di berbagai belahan bumi. Setiap tahunnya berjuta orang menderita bahkan
akhirnya meninggal dunia akibat malaria. Malaria disebabkan oleh protozoa obligat
intraselular dari genus Plasmodium. Pada manusia, malaria dapat disebabkan P.malariae,
P.vivax,P.facifarumdan P.ovale. Penularan malaria dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles.
400 spesies nyamuk Anopheles telah ditemukan 67 spesies yang dapat menularkan malaria
dan 24 di antaranya ditemukan di Indonesia. Selain karena gigitan nyamuk, malaria juga
dapat ditularkan langsung melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik yang tercemar
darah yang mengandung parasit , atau dari ibu hamil kepada bayinya. Malaria menyebabkan
angka kesakitan dan kematian tinggi, dan memberi kerugian sosioekonomi yang tak
terhingga bagi banyak manusia di dunia. Sampai saat ini malaria masih tetap menjadi
masalah kesehatan terbesar bagi umat manusia di dunia.

Penyakit malaria adalah salah satu penyakit yang penularannya melalui gigitan nyamuk
anopheles betina. Berdasarkan survai unit kerja SPP (serangga penular penyakit) telah
ditemukan di Indonesia ada 46 species nyamuk anopheles yang tersebar diseluruh Indonesia.
Dari species-species nyamuk tersebut ternyata ada 20 species yang dapat menularkan
penyakit malaria. Dengan kata lain di Indonesia ada 20 species nyamuk anopheles yang
berperan sebagai vektor penyakit malaria.
Penyebab penyakit malaria adalah genus plasmodia family plasmodiidae dan ordo
coccidiidae. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 macam parasit malaria yaitu:
1. Plasmodium Falciparum penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria
yang berat.
2. Plasmodium vivax penyebab malaria tertina.
3. Plasmodium malaria penyebab malaria quartana.
4. Plasmodium ovale jenis ini jarang sekali dijumpai di Indonesia, karena umumnya
banyak kasusnya terjadi di Afrika dan Pasifik Barat.

1. Siklus Hidup Nyamuk Anopheles


Semua serangga termasuk nyamuk, dalam siklus hidupnya mempunyai tingkatan-tingkatan
yang kadang-kadang antara tingkatan yang sama dengan tingkatan yang berikutnya terlihat
sangat berbeda. Berdasarkan tempat hidupnya dikenal dua tingkatan kehidupan yaitu :
1. Tingkatan di dalam air.
2. Tingkatan di luar tempat berair (darat/udara).
Untuk kelangsungan kehidupan nyamuk diperlukan air, siklus hidup nyamuk akan
terputus. Tingkatan kehidupan yang berada di dalam air ialah: telur. jentik, kepompong.
Setelah satu atau dua hari telur berada didalam air, maka telur akan menetas dan keluar
jentik. Jentik yang baru keluar dari telur masih sangat halus seperti jarum. Dalam
pertumbuhannya jentik anopheles mengalami pelepasan kulit sebanyak empat kali.
Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan jentik antara 8-10 hari tergantung pada suhu,
keadaan makanan serta species nyamuk. Dari jentik akan tumbuh menjadi kepompong (pupa)
yang merupakan tingkatan atau stadium istirahat dan tidak makan. Pada tingkatan
kepompong ini memakan waktu satu sampai dua hari. Setelah cukup waktunya, dari
kepompong akan keluar nyamuk dewasa yang telah dapat dibedakan jenis kelaminnya.
Setelah nyamuk bersentuhan dengan udara, tidak lama kemudian nyamuk tersebut telah
mampu terbang, yang berarti meninggalkan lingkungan berair untuk meneruskan hidupnya
didarat atau udara. Dalam meneruskan keturunannya. Nyamuk betina kebanyakan banya
kawin satu kali selama hidupnya. Biasanya perkawinan terjadi setelah 24 -48 jam dari saat
keluarnya dari kepompong.

2. Beberapa Aspek Perilaku (Bionomik) Nyamuk


Bionomik nyamuk mencakup pengertian tentang perilaku, perkembangbiakan, umur,
populasi, penyebaran, fluktuasi musiman, serta faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
berupa lisan fisik (musim. kelembaban. angin. matahari, arus air). lingkungan kimiawi (kadar
gram, PH) dan lingkungan biologik seperti tumbuhan bakau, gangang vegetasi disekitar
tempat perindukan dan musim alami.
Sebelum mempelajari aspek perilaku nyamuk atau makhluk hidup lainnya harus disadari
bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan biologik selalu ada variasinya. Variasi tingkah
laku akan terjadi didalam spesies tunggal baik didaerah yang sama maupun berbeda. Perilaku
binatang akan mengalami perubahan jika ada rangsangan dari luar. Rangsangan dari luar
misalnya perubahan cuaca atau perubahan lingkungan baik yang alami manpun karena ulah
manusia.
Untuk menujang program pemberantasan malaria perilaku vektor penting untuk diketahui
seperti terlihat dibawah ini:
a. Perilaku Mencari Darah.
Perilaku mencari darah nyamuk dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu:
a. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan waktu. Nyamuk anopheles pada umumnya
aktif mencari darah pada waktu malarn hari. apabila dipelajari dengan teliti. ternyata tiap
spesies mempunyai sifat yang tertentu, ada spesies yang aktif mulai senja hingga menjelang
tengah malam dan sampai pagi hari.

b. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan tempat apabila dengan metode yang sama kita
adakan. Penangkapan nyarnuk didalam dan diluar rumah maka dari hasil penangkapan
tersebut dapat diketahui ada dua golongan nyamuk, yaitu: eksofagik yang lebih senang
mencari darah diluar rumah dan endofagik yang lebih senang mencari darah didalam rumah.

c. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan sumber darah. Berdasarkan macam darah yang
disenangi, kita dapat membedakan atas: antropofilik apabila lebih senang darah manusia, dan
zoofilik apabila nyamuk lebih senang menghisap darah binatang dan golongan yang tidak
mempunyai pilihan tertentu.

d. Frekuensi menggigit, telah diketahui bahwa nyamuk betina biasanya hanya kawin satu
kali selama hidupnya Untuk mempertahankan dan memperbanyak keturunannya, nyamuk
betina hanya memerlukan darah untuk proses pertumbuhan telurnya. Tiap sekian hari sekali
nyamuk akan mencari darah. Interval tersebut tergantung pada species, dan dipengaruhi oleh
temperatur dan kelembaban, dan disebut siklus gonotrofik. Untuk iklim Indonesia
memerlukan waktu antara 48-96 jam.
b. Perilaku Istirahat.
Istirahat bagi nyamuk mempunyai 2 macam artinya: istirahat yang sebenarnya selama
waktu menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara yaitu pada waktu
nyamuk sedang aktif mencari darah. Meskipun pada umumnya nyamuk memilih tempat yang
teduh, lembab dan aman untuk beristirahat tetapi apabila diteliti lebih lanjut tiap species
ternyata mempunyai perilaku yang berbeda-beda. Ada spesies yang halnya hinggap tempat-
tempat dekat dengan tanah (AnAconitus) tetapi ada pula species yang hinggap di tempat-
tempat yang cukup tinggi (An.Sundaicus). Pada waktu malam ada nyamuk yang masuk
kedalam rumah hanya untuk menghisap darah orang dan kemudian langsung keluar. Ada pula
yang baik sebelum maupun sesudah menghisap darah orang akan hinggap pada dinding untuk
beristirahat.
c. Perilaku Berkembang Biak.
Nyamuk Anopheles betina mempunyai kemampuan memilih tempat perindukan atau
tempat untuk berkembang biak yang sesuai dengan kesenangan dan kebutuhannya Ada
species yang senang pada tempat-tempat yang kena sinar matahari langsung (an. Sundaicus),
ada pula yang senang pada tempat-tempat teduh (An. Umrosus). Species yang satu
berkembang dengan baik di air payau (campuran tawar dan air laut) misalnya (An. Aconitus)
dan seterusnya Oleh karena perilaku berkembang biak ini sangat bervariasi, maka diperlukan
suatu survai yang intensif untuk inventarisasi tempat perindukan, yang sangat diperlukan
dalam program pemberantasan.
d. Distribusi Musiman.
Distribusi musiman vektor sangat penting untuk diketahui. Data distribusi musiman ini
apabila dikombinasikan dengan data umur populasi vektor akan menerangkan musim
penularan yang tepat. Pada umumnya satu species yang berperan sebagai vektor,
memperlihatkan pola distribusi manusia tertentu. Untuk daerah tropis seperti di Indonesia
pada umumnya densitas atau kepadatan tinggi pada musim penghujan, kecuali An.Sundaicus
di pantai selatan Pulau Jawa dimana densitas tertinggi pada musim kemarau

3. Penyebaran dan Penularan Vektor.


Penyebaran vektor mempunyai arti penting dalam epidemiologi penyakit yang ditularkan
serangga. Penyebaran nyamuk dapat berlangsung dengan dua cara yaitu: cara aktif, yang
ditentukan oleh kekuatan terbang, dan cara pasif dengan perantaraan dan bantuan alat
transport atau angin.
Batas dari penyebaran malaria adalah 64°LU (RuBia) dan 32°LS (Argentina). Ketinggian
yang dimungkinkan adalah 400 meter dibawah permukaan laut (Laut mati dan Kenya) dan
2600 meter di atas permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax mempunyai distribusi
geografis yang paling luas, mulai dari daerah beriklim dingin, subtropik sampai kedaerah
tropik. Plasmodium Falciparum jarang sekali terdapat didaerah yang beriklim dingin Penyakit
Malaria hampir sama dengan penyakit Falciparum, meskipun jauh lebih jarang terjadinya.
Plasmodium ovale pada umumnya dijumpai di Afrika dibagian yang beriklim tropik, kadang-
kadang dijumpai di Pasifik Barat.
Di Indonesia Penyakit malaria tersebar diseluruh pulau dengan derajat endemisitas yang
berbeda-beda dan dapat berjangkit didaerah dengan ketinggian sampai 1800 meter diatas
permukaan laut.
Angka kesakitan malaria di pulau Jawa dan Bali dewasa ini (1983) berkisar antara 1-2 per
1000 penduduk, sedangkan di luar Jawa-Bali sepuluh kali lebih besar. Sepcies yang
terbanyak dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium vivax Plasmodium
malaria banyak dijumpai di Indonesia bagian Timur. Plasmodium ovale pernah ditemukan di
Irian dan Nusa Tenggara Timur.
Penyakit malaria dikenal ada berbagai cara penularan malaria:
1. Penularan secara alamiah (natural infection) penularan ini terjadi melalui gigitan
nyamuk anopheles.
2. Penularan yang tidak alamiah.
a. Malaria bawaan (congenital).
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria, penularan terjadi
melalui tali pusat atau placenta.
b. Secara mekanik.
Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik. Penularan melalui
jarum suntik yang tidak steril lagi. Cara penularan ini pernah dilaporkan terjadi disalah satu
rumah sakit di Bandung pada tahun 1981, pada penderita yang dirawat dan mendapatkan
suntikan intra vena dengan menggunakan alat suntik yang dipergunakan untuk menyuntik
beberapa pasien, dimana alat suntik itu seharusnya dibuang sekali pakai (disposeble).
c. Secara oral (Melalui Mulut).
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium) burung dara
(P.Relection) dan monyet (P.Knowlesi).
Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit
malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Kecuali bagi simpanse di Afrika yang
dapat terinfeksi oleh Penyakit Malaria, belum diketahui ada hewan lain yang dapat menjadi
sumber bagi plasmodia yang biasanya menyerang manusia Infeksi malaria pada waktu yang
lalu sengaja dilakukan untuk mengobati penderita neurosifilis yaitu penderita sifilis yang
sudah mengalami kelainan pada susunan sarafnya cara ini sekarang tidak pernah lagi
dilakukan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penularan alamiah seperti adanya
gametosit pada penderita, umur nyamuk kontak antara manusia dengan nyamuk dan lain-lain.

Ada beberapa jenis vektor malaria yang perlu diketahui diantaranya.

1. An. Aconitus
Vektor An. Aconitus pertama sekali ditemukan oleh Donitz pada tahun 1902. Vektor jenis
An. aconitus betina paling sering menghisap darah ternak dibandingkan darah manusia.
Perkembangan vektor jenis ini sangat erat hubungannya dengan lingkungan dimana kandang
ternak yang ditempatkan satu atap dengan rumah penduduk.
Vektor Aconims biasanya aktif mengigit pada waktu malam hari, hampir 80% dari vektor
ini bisa dijumpai diluar rumah penduduk antara jam 18.00 -22.00. Nyamuk jenis Aconitus ini
hanya mencari dm-ah didalam rumah penduduk. Setelah itu biasanya langsung keluar.
Nyamuk ini biasanya suka hinggap didaerah-daerah yang lembab. Seperti dipinggir-pinggir
parit, tebing sungai, dekat air yang selalu basah dan lembab.
Tempat perindukan vektor Aconitus terutama didaerah pesawahan dan saluran irigasi.
Persawahan yang berteras merupakan tempat yang baik untuk perkembangan nyamuk ini.
Selain disawah, jentik nyamuk ini ditemukan pula ditepi sungai yang airnya mengalir
perlahan dan kolam air tawar.
1. An. Sundaicus
An. Sundaictus pertama sekali ditemukan oleh Rodenwalt pada tahun 1925. Pada vektor
jenis ini umurnya lebih sering menghisap darah manusia dari pada darah binatang. Nyamuk
ini aktif menggigit sepanjang malam tetapi paling sering antara pukul 22.00 - 01.00 dini hari.
Pada waktu malam hari nyamuk masuk ke dalam rumah untuk mencari darah, hinggap
didinding baik sebelum maupun sesudah menghisap darah.
Perilaku istirahat nyamuk ini sangat berbeda antara lokasi yang satu dengan lokasi yang
lainnya. Di pantai Selatan Pulau Jawa dan pantai Timur Sumatera Utara, pada pagi hari,
sedangkan di daerah Cilacap dan lapangan dijumpai pada pagi hingga siang hari, jenis vektor
An. Sundaicus istirahat dengan hinggap didinding rumah penduduk. Jarak terbang An.
Sundaicus betina cukup jauh. Pada musim densitas tinggi, masih dijumpai nyamuk betina
dalam jumlah cukup banyak disuatu tempat yang berjarak kurang lebih 3 kilometer (Km) dari
tempat perindukan nyamuk tersebut .
Vektor An. Slmdaicus biasanya berkembang biak di air payau, yaitu campuran antara air
tawar dan air asin, dengan kadar garam optimum antara 12% -18%. Penyebaran jentik
ditempat perindukan tidak merata dipermukaan air, tetapi terkumpul ditempat-tempat tertutup
seperti diantara tanaman air yang mengapung, sampah dan rumput - rumput dipinggir Sungai
atau pun parit.
2. An. Maculatus.
Vektor An. Maculatus pertama sekali ditemukan oleh Theobaldt pada tahun 1901. Vektor
An. Maculatus betina lebih sering mengiisap darah binatang daripada darah manusia. Vektor
jenis ini akti fmencari darah pada malam hari antara pukul 21.00 hingga 03.00 Wib.
Nyamuk ini berkembang biak di daerah pegunungan. Dimana tempat perindukan yang
spesifik vektor An. Maculatus adalah di sungai yang kecil dengan air jernih, mata air yang
mendapat sinar matahari langsung. Di kolam dengan air jemih juga ditemukan jentik nyamuk
ini, meskipun densitasnya rendah. Densitas An. Maculatus tinggi pada musim kemarau,
sedangkan pada musim hujan vektor jenis ini agak berkurang karena tempat perindukan
hanyut terbawa banjir.
3. An. Barbirostris.
Vektor An. Barbirotris pertama sekali diidentifikasi oleh Van der Wulp pada tahun 1884.
Jenis nyamuk ini di Sumatera dan Jawa jarang dijumpai menggigit orang tetapi lebih sering
dijumpai menggigit binatang peliharaan. Sedangkan pada daerah Sulawesi, Nusa Tenggara
Timur dan Timor- Timur nyamuk ini lebih sering menggigit manusia daripada binatang. Jenis
nyamuk ini biasanya mencari darah pada waktu malam hingga dini hari berkisar antara pukul
23.00 -05.00. Frekuensi mencari darah tiap tiga hari sekali.
Pada siang hari nyamuk jenis ini hanya sedikit yang dapat ditangkap, didalam rumah
penduduk, karena tempat istirahat nyamuk ini adalah di alam terbuka. paling sering hinggap
pada pohon-pohon seperti pahon kopi, nenas dan tanaman perdu disekitar rumah. Tempat
berkembang biak (Perindukan) vektor ini biasanya di sawah –sawah dengan saluran
irigasinya kolam dan rawa-rawa. Penyebaran nyamuk jenis ini mempunyai hubungan cukup
kuat dengan curah hujan disuatu daerah. Dari pengamatan yang dilakukan didaerah Sulawesi
Tenggara vektor An. Barbirotris ini paling tinggi jumlahnya pada bulan Juni.

4. Pengendalian Vektor Malaria


Strategi pengendalian vektor berkisar dari langkah sederhana (perlindungan perorangan
dan perbaikan kondisi rumah) hingga upaya-upaya yang lebih luas yang membutuhkan peran-
serta ahli pengendalian vektor (entomologist).
Strategi Pengendalian Vektor Malaria misalnya :
1. Upaya mengurangi sumber penularan
Salah satu cara untuk mengurangi penularan adalah dengan memperhitungkan jarak antara
tempat perkembangbiakan dengan pemukiman, misalnya antara 1-2 kilometer dari daerah
sarang nyamuk (biasanya pada sumber-sumber air), dan tersedianya sumber air pemukiman
yang memadai sehingga mengurangi kontak antara penduduk dengan daerah sarang nyamuk
b. Pengendalian lingkungan.
Apabila sarang nyamuk Anopheles tidak terlalu luas maka upaya pembasmian larva dapat
dilakukan dengan cara pengeringan atau dengan larvasida. Namun dalam situasi pedesaan
sering kali upaya pengendalian larva amat sulit dilakukan karena kebanyakan sarang nyamuk
adalah pada sumber-sumber air masyarakat, kolam, waduk atau rawa.
c. Pengendalian secara kimiawi dan biologis
Bila metoda yang dipilih adalah pembasmian larva (larvaciding) maka hanya ada dua cara
yang yang aman terutama jika dilakukan pada sumbersumber air minum yakni:
1) Temephos (insektisida organofosfat atau abate);
2) Bacillus thuringiensis israelensis (insektisida biologis).
d. Mengurangi transmisi 15, 19
Pengendalian terhadap nyamuk dewasa Anopheles sangat terkait dengan bionomik
nyamuk tersebut (kebiasaan istirahat, tempat-tempat istirahat, kebiasaan menggigit siang atau
malam). Oleh sebab itu jika repelen, obat nyamuk bakar, fumigant dan semprotan aerosol
digunakan maka perlu diingat kebiasaan hidup nyamuk yang ada sehingga menghasilkan efek
yang diinginkan.
Pengendalian vektor malaria yang dipilih dapat berupa indoor residual spraying (IRS)
pada dinding dalam rumah dan kelambu celup/ kain gordin berinsektisida. Kedua cara
tersebut efektif terhadap nyamuk yang biasa makan dan istirahat di dalam rumah pada malam
hari.
B. Demam Berdarah

Demam Berdarah Dengue (DBD) atau biasa disebut Demam Haemoragic Fever
merupakan penyakit yang bersifat endemis dan timbul sepanjang tahun disertai epidemi tiap
lima tahunan dengan kecenderungan interval serangan epidemi menjadi tidak teratur.Penyakit
ini cenderung menyerang kelompok umur dewasa y
Permasalahan DBD di Indonesia adalah masih tingginya insiden dan penyebaran penyakit
yang semakin meluas, yang ditandai dengan beberapa kejadian luar biasa /KLB dengan siklus
5-10 tahunan. Serangan KLB terjadi tahun 1973 (10.189 kasus), tahun 1983 (13.668 kasus),
tahun 1988 (57.573 kasus) dan tahun 1998 (72.133 kasus) serta tahun 2004 (58.861 kasus).
Sampai saat ini, upaya pemberantasan DBD melalui pemberantasan nyamuk sebagai salah
satu faktor penyebab DBD, belum berhasil. Demikian pula upaya peningkatan kekebalan
tubuh dan pencegahan dengan vaksinasi belum dapat dilaksanakan (Suroso, 1999).
Peningkatan kasus DBD ini disebabkan oleh (1) Angka Bebas Jentik yang tinggi 86,3% dan
(2) Peran masyarakat yang masih rendah dalam upaya pencegahan dan pemberantasan DBD.
Golongan umur yang paling banyak menderita DBD adalah anak masa sekolah umur 5-10
tahun, kemudian diikuti oleh golongan umur dibawah lima tahun dan selanjutnya oleh
golongan umur 10-15 tahun. Dalam dekade terakhir ini telah terjadi pergeseran umur
penderita ke kelompok umur yang lebih tua (Samsi, 2001). Begitu juga dari hasil studi
Epidemiologis DBD pada orang dewasa mengatakan; golongan umur yang paling banyak
menderita DBD adalah dewasa muda umur 15-20 tahun, kemudian diikuti oleh golongan
umur 20-25 tahun, lalu diikuti oleh golongan umur 25-30 tahun, seterusnya oleh golongan
umur diatas 30 tahun (Wibisono, 1995). Faktor-faktor permasalahan epidemiologi DBD
adalah :
(1) Manusia sebagai hospes dengan kepadatan dan mobilitasnya yang tinggi,
(2) Nyamuk Aedes spesies sebagai vektor tersebar luas diseluruh Tanah air dan
(3) Empat jenis serotipe virus Dengue DEN-1, DEN-2 dan DEN-3 serta
DEN-4 sebagai penyebab DBD (Sumarmo, 1999. Suroso, 1999).

A. Batasan dan Etiologi


Suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue tipe I-IV yang
terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi,
yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. (Noer M Syaefullah,1996, p.201)
Virus dengue ialah suatu infeksi Arbovirus, tergolong dalam famili / suku /
grup Flaviviridae dan dikenal 4 serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika
berlangsung perang dunia kedua, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat
wabah di Philipina, tahun 1953 -1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat
termolabil, sensitive terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksilat, stabil
pada suhu 70 oC.
Keempat serotype telah ditemukan pada pasien-pasien di Indonesia. Dengue 3
merupakan serotype yang paling banyak beredar. Aedes Aegypti tersebar di
daerah tropis dan subtropik. (Noer M Syaefullah,1996 p.4,7)

B. Morfologi
Masa pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Aedes aegypti dapat dibagi
menjadi 4 tahap yaitu : telur, larva, pupa dan dewasa. Sehingga termasuk
metamorfosis sempurna.
Telur : telur nyamuk ini berbentuk ellips atau oval memanjang, warna hitam
ukuran 0,5 – 0,8 mm, permukaannya polygonal, tidak memiliki alat pelampung
dan cangkoknya mengandung chitine.
Larva : bagian kepala dan thorak larva besar, antenna hampir tak berambut
kecuali rambut tunggal yang pendek. Ada sepasang kait dari chitine disetiap sisi
thorak. Setiap sisi pada 8 segmen perut berbentuk bulu-bulu membentuk jajaran
garis. Larva ini tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, waktu istirahat
membentuk sudut hampir tegak lurus dengan bidang permukaan air.
Pupa : bentuk tubuhnya bengkok dengan bagian kepala sampai dada lebih
besar bila dibandingkan dengan perutnya, sehingga seperti tanda baca “ koma “.
Pada bagian punggung dada terdapat corong pernafasan seperti terompet. Pada
ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat pengayuh yang berguna untuk berenang.
Gerakannya lebih lincah daripada larva. Waktu istirahat, posisi pupa sejajar
dengan bidang permukaan air.
Dewasa :
Nyamuk dewasa diperlihatkan pada gambar diatas tubuhnya tersusun dari 3 bagian,
kepala, dada, dan perut. Pada kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antena yang
berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-penghisap dan termasuk lebih menyukai
manusia, sedang nyamuk jantan bagian mulutnya lebih merah sehingga tidak mampu
menembus kulit manusia, karena itu tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan.
Dadanya tersusun atas 3 ruas, setiap ruas terdapat sepasang kaki yang terdiri dari paha,
betis dan tampak (tarsus). Pada bagian perut terdiri dari 8 ruas dengan bintik-bintik putih.
Daur hidup nyamuk ini, sekali bertelur maksimum 37.3, rata-rata 20.5 – 8,3. telurnya
disimpan tidak hanya dipermukaan air, tapi juga pada pinggiran diatas permukaan air.
Telurnya resisten terhadap lingkungan yang tidak baik dan akan menetas setelah beberapa
bulan lamanya ditempat yang kering. (Priyanto,1999, p.183)

C. Siklus Hidup

Telur nyamuk Aedes Aegypti di dalam air dengan suhu 20-40 oC akan
menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari. Kecepatan pertumbuhan dan
perkembangan larva dipengaruhi beberapa faktor, yaitu temperature, tempat,
keadaan air dan kandungan zat makanan yang ada di dalam tempat perindukan
larva berkembang menjadi pupa dalam waktu 4-9 hari, kemudian menjadi nyamuk
dewasa dalam waktu 2-3 hari. Jadi pertumbuhan dan perkembangan telur, larva,
pupa sampai dewasa perlu waktu kurang lebih 7-14 hari. (Priyanto,1999, p.185)
D. Bionomik Nyamuk Penular Demam Berdarah Dengue
Yang dimaksud bionomik adalah kesenangan memilih tempat perindukan (breeding habit),
kesenangan menggigit (feeding habit), dan kesenangan tempat hinggap istirahat (resting
habit). (Depkes RI, 2002:7). Tempat perindukan nyamuk ini berupa genang-genangan air
yang tertampung di suatu wadah yang biasa disebut kontainer dan bukan pada genang-
genangan air tanah. Aedes aegypti sangat antropofilik, walaupun ia juga bisa makan dari
hewan berdarah panas lainya. Sebagai hewan diurnal, nyamuk betina memiliki dua periode
aktivitas menggigit, pertama di pagi hari selama beberapa jam setelah matahari terbit dan sore
hari selama beberapa jam sebelum gelap.(WHO, 2004: 61). Puncak aktivitas menggigit yang
sebenarnya dapat beragam bergantung lokasi dan musim. Aedes aegypti suka beristirahat di
tempat yang gelap, lembab, dan tersembunyi di dalam rumah atau bangunan, termasuk di
kamar tidur, kamar mandi, kamar kecil, maupun di dapur. Nyamuk ini jarang ditemukan di
luar rumah, di tumbuhan, atau di tempat terlindung lainya. (WHO, 2004: 61). Di dalam
ruangan, permukaan istirahat yang mereka suka adalah di bawah furnitur, benda yang
tergantung seperti baju dan korden, serta dinding.
Penyebaran nyamuk aedes aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh beberapa faktor
termasuk ketersediaan tempat bertelur dan darah, tetapi tampaknya terbatas sampai jarak 100
meter dari lokasi kemunculan. akan tetapi, penelitian terbaru di Puerto Rico menunjukkan
bahwa nyamuk ini dapat menyebar sampai lebih dari 400 meter terutama untuk mencari
tempat bertelur. (WHO, 2004: 61). Nyamuk aedes aegypti dewasa memiliki rata- rata lama
hidup hanya delapan hari (WHO, 2004: 61). Selama musim hujan, saat masa bertahan hidup
lebih panjang, risiko penyebaran virus semakin besar.

E. Cara penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu
manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies
yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan.
Nyamuk Aedes tersebut mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam
waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada
manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan
kepada telurnya (transsovarian transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak
penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk
tersebut akan menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus
memerlukan masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan
penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit
manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah
demam timbul. (Depkes RI,2004,p.2)

F. Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue


Pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah
Dengue (PSN – DBD)
Pemberantasan Sarang Nyamuk demam berdarah dengue yaitu kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat dalam membasmi jentik nyamuk penular demam berdarah dengan cara 3 M (Erik
Tapan, 2004: 94). Adapun kegiatan PSN sendiri yaitu : menguras secara teratur terus menerus
seminggu sekali, mengganti air secara teratur tiap kurang dari 1 minggu pada vas bunga,
tempat minum burung, atau menaburkan abate ke tempat penampungan air, menutup rapat-
rapat tempat penampungan air, mengubur/ menyingkirkan kaleng- kaleng bekas, plastik, dan
barang- barang lainya yang dapat menampung air hujan sehingga tidak menjadi sarang
nyamuk.
Adapun teknik terpadu dalam pengendalian populasi nyamuk dan jentik yang melibatkan
semua metode yang dianggap tepat. Metode tersebut yaitu metode lingkungan / fisik,
biologis, maupun kimiawi yang aman, hemat biaya serta ramah lingkungan. (WHO, 2004:
63).

Keterangan:
1) Kimia : Menggunakan insektisida pembasmi larvasida dikenal dengan
istilah Abatisasi
2) Fisik : Dengan 3M, yaitu : Menguras, Menutup, dan Mengubur.
3) Biologi : Memelihara ikan pemakan jentik

Banyak faktor yang yang mempengaruhi pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk


Demam Berdarah Dengue, yaitu:
1. Sikap Hidup Bersih
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus/ obyek. (Soekidjo Notoatmodjo, 2003: 130). Dalam hal ini sikap hidup bersih
digambarkan pada seseorang yang kalu rajin dan senang akan kebersihan , dan cepat tanggap
dalam masalah maka akan melaksanakan PSN- DBD secara teratur dan mengurangi resiko
ketularan penyakit demam bedarah dengue.
2. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan dan
cara pemberantasan yang dilakukan (Depkes RI, 2002: 2).

3. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan dan sikap adalah merupakan repons seseorang terhadap stimulus atau
rangsangan yang masih bersifat terselubung, sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai
respons seseorang terhadap stimulus merupakan overt behavior (Soekidjo Notoatmodjo,
2003: 121).
4. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)
Pemeriksaan jentik berkala (PJB) merupakan pemeriksaan tempat penampungan air dan
tempat perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti untuk mengetahui adanya jentik nyamuk,
yang dilakukan dirumah dan tempat umum secara teratur setiap bulan sekali untuk
mengetahui keadaan populasi jentik nyamuk penular penyakit demam berdarah dengue.
(Depkes RI, 1992: 15).
5. Penyemprotan Massal (Fogging focus)
Penularan penyakit di wilayah perlu segera dibatasi dengan penyemprotan insektisida,
sehingga dapat diikuti dengan pemberantasan sarang nyamuk oleh masyarakat untuk
membasmi jentik nyamuk penular demam berdarah dengue. Penyemprotan ini dilaksanakan
sebelum musim penularan virus dengue, populasi nyamuk penular dapat ditekan serendah-
rendahnya sehingga KLB dapat dicegah.
6. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
Penyuluhan tentang pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue dapat
dilakukan secara individu yaitu pada saat melakukan pemeriksaan jentik berkala (PJB) secara
langsung pada tiap- tiap orang, ataupun secara kelompok seperti pada pertemuan kader,
arisan, selapanan, dan kegiatan lain yang sifatnya massal seperti pada pertunjukan film layar
tancap, ceramah agama, pertemuan musyawarah desa, dan lain- lain.
7. Ketersediaan Sumber Daya Kesehatan
Dalam hal mendukung pelaksanan pemberantasan sarang nyamuk yang dilakukan oleh
masyarakat, tidak lepas dari peran serta sumber daya kesehatan juga, yaitu faktor petugas
kesehatan dan ketersediaan sumber daya yang lain yang berupa anggaran, bahan / materi,
mesin / alat, cara yang dipergunakan, dan pemasaran hasil / jasa (Djoko Wiyono, 1997: 234).
8. Sikap dan Perilaku Petugas Kesehatan
Dalam memberikan pelayanan yang bermutu tinggi dan memuaskan pelanggan, faktor
perilaku manusia adalah menentukan, selain bentuk isi (content) mutu barang / jasa yang
diberikan. (Djoko Wiyono,1999: 122).
9. Komitmen Pemerintah terhadap Kesehatan
Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang digunakan oleh
para ahli dalam pemahamanya terhadap perilaku. Beberapa strategi untuk memperoleh
perubahan perilaku tersebut oleh WHO dikelompokkan menjadi 3 yaitu: menggunakan
kekuasaan/ kekuatan/ dorongan, pemberian informasi, diskusi dan partisipasi (WHO, 2004:
85). Dalam hal ini pemerintah harus menggunakan kekuasaanya dalam bentuk peraturan-
peraturan / perundang- undangan tentang pelaksanaan PSN- DBD yang harus dipatuhi oleh
anggota masyarakat, jika tidak maka akan dikenakan sangsi.
Sumber :

Rezeki, Sri Hadinegoro dan Irawan Satari, Hindra. 2006. Demam Berdarah Dengue.
Jakarta : Penerbit FK UI

http://itd.unair.ac.id/pdf/leaflet_entomology.pdf, diakses tanggal 20 Oktober 2010

http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/data/vol%202/jastal2_2.pdf, diakses tanggal


20 Oktober 2010

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3760/1/fkm-hiswani11.pdf,diakses
tanggal 20 Oktober 2010

Anda mungkin juga menyukai