Anda di halaman 1dari 6

Minggu, 2 Januari 2011

Selamat Datang | Register | Sign In


KOMPAS.comCetakePaperBolaEntertainmentGamesTeknoOtomotifFemaleHealthPropertiForumKompasi
anaImagesMobileKompasKarierPasangIklanGramediaShop
KOMPAS

* Home
* Nasional
* Regional
* Internasional
* Megapolitan
* Bisnis & Keuangan
* Olahraga
* Sains
* Travel
* Oase
* Edukasi
* English
* Archive
* Video
* More
o Index Berita
o Info Kita
o Surat Pembaca
o Berita Duka
o Seremonia
o DKK
o Matahati
o Tanah Air
o Kompas Kita
o Kompas AR
o Kompas Dakode
o Kompas Widget
o Kompas Apps
o Kabar Palmerah
o RSS Feed
o Site Map

Emosi: Bisa Positif dan Negatif


Rabu, 14 April 2010 | 09:30 WIB
Shutterstock
Ilustrasi emosi
TERKAIT:

* Mengatasi Kecemasan
* Hati-hati Pengumbar Emosi
* Tertawalah dan Seluruh Dunia Akan Mengerti
* Kulit Bersih Terkait dengan Kondisi Emosi
* Cara Bijak Melampiaskan Marah
* GramediaShop: Seri Biologi Organ Tubuh Manusia - Otak Dan Syaraf
* GramediaShop: Bebas Dari Kanker Dgn Terapi Alternatif

JAKARTA, KOMPAS.com — Tidak sedikit orang yang menyesal setelah melakukan tindakan fatal, seperti
mengamuk atau merusak, yang dipicu oleh kemarahan tak terbendung. Ia sendiri tidak mengerti
mengapa ia sampai melakukan sesuatu yang tak pantas. Marah adalah salah satu bentuk emosi yang
perlu diwaspadai.
“Jadi, orang jangan suka emosi!” “Sudah-sudah! Tidak baik membuat orang emosi!” Kalimat sejenis itu
tak jarang kita dengar. Kata emosi sering kali digunakan dalam kalimat seperti itu sehingga memiliki
konotasi negatif, yakni marah.

Sebetulnya terdapat berbagai jenis emosi: ada yang negatif, ada yang positif. Marah hanyalah salah satu
jenis emosi negatif.

Selain marah, yang termasuk emosi negatif, antara lain, waspada, benci, jijik, sedih, dan ngeri. Adapun
yang termasuk emosi positif antara lain gembira, menerima, heran, dan takjub.

Dalam interaksi sosial, emosi memegang peran sangat penting. Bayangkan bagaimana seandainya relasi
antarpribadi berlangsung tanpa disertai emosi: kita berkomunikasi dengan ekspresi datar, tanpa lonjakan
perasaan.

Meskipun demikian, ekspresi emosi meledak-ledak tak dapat diterima oleh masyarakat. Itulah sebabnya
diperlukan pengendalian emosi, bukan hanya untuk mengurangi ekspresi emosi yang tidak diharapkan,
melainkan juga mengendalikan beberapa bentuk emosi yang sering kali menyulitkan kita sendiri, seperti
kemarahan, kecemasan, rasa bersalah, dan juga cinta romantis.

Bagaimana mengendalikan emosi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu memahami apa itu
emosi dan bagaimana proses kerja emosi.

Memahami emosi
Eastwood Atwater, penulis buku Psychology of Adjustment, mengartikan emosi sebagai suatu kondisi
kesadaran yang kompleks, mencakup sensasi di dalam diri dan ekspresi ke luar yang memiliki kekuatan
memotivasi untuk bertindak.

Ketika kita mengalami emosi tertentu, misalnya gembira, tentu ada penyebabnya: berjumpa dengan
orang yang dikasihi, mendapat bonus, dan sebagainya. Demikian pula ketika mengalami emosi sedih, hal
itu tentu ada penyebabnya: gagal ujian, putus hubungan dengan orang yang dicintai, dan sebagainya.

Peristiwa-peristiwa yang yang kita hadapi itu akan mengakibatkan otot-otot secara refleks berkontraksi
karena mengalami stimulasi semacam sengatan listrik. Selanjutnya, dengan itu kita menyadari dan
menginterpretasi bahwa kita sedang gembira atau sedih, lalu interpretasi itu menentukan bagaimana kita
bertindak.

Berdasarkan keadaan tersebut, kita dapat menemukan bahwa emosi terdiri dari tiga komponen, yaitu
adanya perubahan fisiologis (sensasi pada tubuh), kesadaran dan interpretasi yang bermakna subyektif
akibat adanya sensasi, serta kemungkinan mengekspresikan kesadaran itu dalam tindakan.

Berikut kita coba memahami lebih jauh mengenai tiap-tiap komponen berdasarkan penjelasan Atwater.
Hal ini penting karena, dengan memahami komponennya, kita akan menemukan cara mengendalikan
emosi melalui komponen tersebut.

- Sensasi tubuh
Penjelasan seperti di atas, yakni bahwa persepsi (interpretasi) kita terhadap stimulus eksternal
dirangsang secara otomatis oleh adanya perubahan pada tubuh, merupakan teori lama dalam psikologi.
Hasil temuan yang lebih baru menunjukkan, lokasi sumber emosi ternyata ada pada sistem saraf pusat,
yakni otak.
Emosi melibatkan jaringan kerja perubahan fisiologis cukup rumit, yang memengaruhi jiwa dan tubuh
secara simultan. Ketika sebuah stimulus dirasakan oleh indra, impuls (sinyal/pesan) dikirim melalui saraf-
saraf menuju pusat otak.

Di sana proses impuls terbagi dua. Sebagian terkirim ke korteks, tempat stimulus disadari dan emosi
dirasakan. Sebagian lainnya terkirim menuju otot, tempat perubahan tubuh dan perilaku terjadi.
Hasil temuan neurologis tersebut mengungkapkan, manusia dapat mengontrol emosi dengan
memanipulasi sensasi tertentu. Contohnya, kita dapat mengendalikan emosi sakit dengan mengeblok
pintu gerbang yang memungkinkan sinyal sakit terkirim ke otak. Hal ini telah dipraktikkan dalam dunia
kesehatan, salah satunya dalam akupuntur.

- Interpretasi sensasi
Hadirnya suatu stimulus di hadapan kita bukan saja menimbulkan sensasi secara fisiologis, melainkan
juga menimbulkan interpretasi. Sensasi fisiologis menentukan seberapa besar intensitas emosi,
sedangkan interpretasi yang merupakan komponen mental ini menentukan kualitas atau makna suatu
emosi.

Jadi, bila yang kita alami adalah emosi marah, melalui perubahan fisiologis (pada tubuh), maka kita dapat
merasakan seberapa kuatnya kemarahan kita. Selain itu, melalui pengalaman mental (proses
interpretasi), kita memahami mengapa kita marah dan makna-makna lain dari kemarahan kita.

Mengenai interpretasi, sepasang peneliti, Schacter & Singer, menemukan bahwa gambaran mental (apa
yang kita pikirkan) dan situasi sosial yang ada merupakan petunjuk sangat penting yang menentukan
bagaimana interpretasi kita terhadap sensasi-sensasi pada tubuh.

Contoh untuk ini adalah ketika seseorang minum secangkir kopi. Saat itu ia mungkin menyadari dan
mungkin juga tidak menyadari efek kopi itu terhadap fisiologi tubuhnya. Sesaat setelah meminum kopi,
jantungnya berdetak kencang.

Bila saat itu ia berhadapan dengan seseorang yang berperilaku kasar, bila ia tidak menyadari efek kopi
terhadap detak jantung, ia akan menginterpretasi bahwa orang yang ada di hadapannya itu telah
membuatnya marah sampai jantungnya berdetak lebih kencang.

Namun, bila seseorang menyadari efek kopi yang meningkatkan detak jantung, ketika berhadapan
dengan orang yang berperilaku kasar, ia cenderung menginterpretasi debaran jantungnya akibat minum
kopi, bukan akibat perilaku orang di hadapannya.

Contoh yang sama juga dapat berlaku dalam situasi sosial yang berbeda. Ketika kita mengalami sensasi
kehangatan akibat meminum satu sloki anggur (wine), bila sesaat kemudian di hadapan kita hadir
seorang lawan jenis yang cukup menarik, bila tidak menyadari efek fisiologis dari anggur, maka kita
cenderung menginterpretasi kehangatan itu sebagai efek dari kehadiran orang lain tersebut. Kita dapat
jatuh cinta karenanya!

Dengan gambaran di atas, kita tahu bahwa emosi kita merupakan gabungan dari faktor fisiologis dan
faktor proses mental (kognitif). Dengan pemahaman ini, kita dapat mengenali emosi-emosi yang melanda
diri kita dengan lebih baik.

Kita dapat menelusuri apa yang membangkitkan emosi kita: adakah faktor fisiologis yang ikut berperan?
Apakah kita mengonsumsi makanan, minuman, atau obat tertentu yang memengaruhi fisiologi tubuh kita?
Apakah faktor hormonal, misalnya haid, menopause, andropause? Bila benar-benar tidak ada, maka kita
dapat menyimpulkan bahwa emosi kita benar-benar dipicu oleh situasi sosial yang ada.

Dengan mengenali asal muasal emosi seperti itu, kita dapat lebih mengendalikan emosi. Seorang wanita
yang menjadi mudah marah menjelang atau sedang haid, bila ia menyadari dampak situasi fisiologis
haidnya, maka ia lebih dapat mengendalikan diri untuk tidak marah meski ada pemicu dari lingkungan
sosialnya (pekerjaan tidak lancar, anak membuat kecewa, dan sebagainya). Bayangkan bila kemarahan
itu kita lepaskan begitu saja. Mungkin, situasinya justru berkembang tidak menguntungkan.

- Respons adaptif
Emosi sering dipahami sebagai perasaan; dan perilaku dipengaruhi oleh perasaan. Bagaimana emosi
memengaruhi perilaku? Dalam ilmu psikologi, seseorang yang menerima stimulus akan segera
melakukan penilaian intuitif: baik atau buruk.

Penilaian ini menjadi petunjuk atau penentu perilaku. Pada binatang terdapat respons emosi primitif,
yakni fight (berkelahi) atau flight (kabur). Demikian pula emosi kita, yang mengarahkan pada tindakan
tertentu: mendekat atau menghindar.

Contohnya, bila kita diserang terus-menerus oleh seseorang yang penuh kuasa (powerful), maka kita
akan merasa takut. Dalam situasi demikian, muncul insting lari/kabur (flight) yang biasanya terjadi dalam
situasi ketika kita merasa tidak berdaya. Namun, bila serangan terus-menerus itu datang dari orang yang
menurut kita kurang berkuasa, maka perasaan kita adalah marah. Dalam situasi demikian muncul insting
berkelahi (fight) yang biasanya berkembang dalam situasi saat kita merasa dapat menjadi penentu
(mengendalikan).

Tampak bahwa emosi memiliki peran penting dalam hidup. Emosi memiliki dua fungsi untuk adaptasi.
Pertama, hal itu merupakan predisposisi untuk melakukan respon adaptif yang memungkinkan kita
melakukan pertahanan hidup (survival). Kedua, hal itu memperkuat sosialitas (social ties) antara
seseorang dan yang lain dalam kelompoknya.

Fungsi adaptif yang kedua ini tampak jelas dalam situasi sehari-hari. Emosi cinta orangtua terhadap anak
membantu orangtua menentukan bagaimana perilakunya terhadap sang anak. Cinta romantis membantu
perilaku pasangan untuk saling mendekat. Emosi negatif, seperti cemburu, marah, dan sebagainya, juga
memiliki fungsi, yaitu meniadakan perilaku yang tidak diinginkan dalam relasi sosial.

Simpul
Satu hal yang perlu diingat adalah, kita memiliki kebebasan untuk mengendalikan emosi kita. Bila kita
dapat mengendalikan emosi, berarti kita juga mengendalikan perilaku.

Kapasitas ini perlu diberdayakan, terutama bila memiliki kecenderungan mengembangkan emosi yang
destruktif. Tanpa pengendalian emosi, tujuan hidup dalam jangka panjang mungkin tidak tercapai akibat
perilaku kita berakibat fatal.

Mengendalikan emosi tidak berarti menekan emosi yang kita alami ke dalam alam bawah sadar, yakni
dengan mengabaikan atau menganggap emosi itu tidak ada. Kita perlu mengakui emosi-emosi kita dalam
hati, tanpa mengekspresikannya begitu saja.
Kita perlu mengekspresikan emosi dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan. Ini merupakan
salah satu cara untuk tetap sehat. @

MM Nilam Widyarini M.Si


Kandidat Doktor Psikologi
Tabloid Gaya Hidup Sehat
Sumber :
Editor: acandra Dibaca : 703
Sent from Indosat BlackBerry powered by
Font: A A A

*
*
*
*
*
*
*
*

Ada 1 Komentar Untuk Artikel Ini. Kirim Komentar Anda


*

boedi tjahjono
Rabu, 14 April 2010 | 20:25 WIB
Hidup selalu ada alatnya,apa gunanya belajar pada sistim pemerintah yg terpisah pisah ,hingga
tambah rumit , bakan cara yg terbaik, gunakan satu alat tapi bisa menyeluruh ,itulah yg baik, yaitu alat
napas.
Balas tanggapan

Kirim Komentar Anda


Silakan login untuk kirim komentar Anda.
Komentar
Kirim Batal
Redaksi menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan. Isi komentar menjadi tanggung jawab
pengirim. Redaksi berhak untuk tidak menampilkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah,
atau berbau SARA.
Dapatkan Informasi Kesehatan Disini!
Terpopuler

*
Irfan Bachdim Pilih Tetap di...
*
Safee Dirayu Tiga Klub Terkemuka...
*
Di Mana Antasari Ditahan?
*
Ronaldinho Tinggalkan Milan
*
Potong Penis Sendiri dan Buang ke...
*
Ibra Sesali Ronaldinho, Yakin...

» Selengkapnya
Terkomentari

*
Safee Dirayu Tiga Klub Terkemuka...
*
Dibayar Rp 10 Juta, Karni Mau...
*
Gayus Sempat ke Singapura?
*
Penukaran Napi Bojonegoro bak...
*
Kejaksaan Harus Bertanggung Jawab
*
Potong Penis Sendiri dan Buang ke...

» Selengkapnya
Terekomendasi

* Gayus Sempat ke Singapura?


* Poros Tengah "Maju Kena Mundur Kena"
* Dibayar Rp 10 Juta, Karni Mau Dipenjara
* Potong Penis Sendiri dan Buang ke Taman
* Presiden Wanita Pertama Brasil Dilantik
* Safee Dirayu Tiga Klub Terkemuka Indonesia

» Selengkapnya
Kabar Palmerah

* KompasHealth Sehatkan Pembaca Lewat...


* Wajah Baru KompasBola
* Piala Thomas dan Uber
* Memperkenalkan KompasKarier.com
* Lipsus Wedding, A to Z soal Pernikahan
* Liputan Grammy Awards 2010

» Selengkapnya
More: Index Berita Info Kita Surat Pembaca Berita Duka Seremonia DKK Matahati Tanah Air Kompas Kita
Kompas AR Kompas Dakode
Kompas Widget Kompas Apps Kabar Palmerah RSS Feed Site Map
About Kompas.com | Advertise with us | Info iklan | Privacy policy | Terms of use | Karir | Contact Us |
Kompas Accelerator For IE 8
© 2008 - 2011 KOMPAS.com — All rights reserved
Kompas Gramedia

Anda mungkin juga menyukai