حيِم
ِ ن الّر
ِ حَم
ْ ل الّر
ِّ سِم ا
ْ ِب
Hubungan Ilmu Tauhid dengan Ilmu Fiqh sangat erat dan saling menunjang tetapi
ada juga perbedaannya yaitu pada sasaran pembahasannya. Ilmu Tauhid
mengarahkan sasarannya kepada soal-soal kepercayaan (aqidah) sedangkan Fiqh
sasarannya adalah hukum-hukum perbuatan lahiriyah mukallaf (ahkam al-amaliah).
Inilah sebabnya filsuf al-Araby mengatakan Ilmu Tauhid itu dapat menguatkan
aqidah dan syari’ah yang dijelaskan oleh Allah SWT dan RasulNya. Sedangkan Ilmu
Fiqh berusaha mengambil hukum sesuatu yang tidak dijelaskan oleh Allah SWT dan
RasulNya baik aqidah mapun syari’ah. Sasaran Ilmu Tauhid hanya menyangkut soal-
soal furu’ yang berhubungan dengan perbuatan. Seorang ahli Fiqh akan mengambil
hukum-hukum ibadat dari dasar Tauhid, ke-Esa-an Allah SWT tanpa mempersoalkan
masalah keTuhanan dan yang berhubungan dengannya. Karena bagian ini tergolong
ke ahli Tauhid.
Perbedaan kedua ilmu ini terletak pada methode dan obyeknya. Ilmu Tauhid
mewarnai aqidah agama, dengan akal pikiran dan mengkontruksikannya atas dasar
akal pikiran. Karena ilmu ini memang mengharuskan untuk memahami obyeknya
dengan akal (konprehensif) sehingga ilmu tentang Tuhan baru akan diperoleh
dengan jalan penyelidikan akal, tanpa meninggalkan nash-nash agama. Lain halnya
dengan Ilmu Tasawuf, ia merasakan aqidah itu dengan hati nurani, tanpa
memerlukan akal pikiran dan alasan logika tentang kebenarannya. Manusia cukup
saja merasainya dengan hati karena cahaya yang datang itu berasal dari yang
terletak di luar akal.
Ilmu yang pasti benar (yakin) datangnya dari terkaan batin (supposisi-hadas) atau
perasaan (taste-intuisi-zauq-wijdan) atau menyaksikan langsung dengan mata hati
(wahyu-revelation-discovery-kayf). Semua hasil ini sangat aneh dan berlainan
dengan argumentasi-akal. Oleh karenanya tasawuf mengambil ilmu pengetahuan
bukan dengan berguru dan bukan dengan membaca kitab, tetapi memperolehnya
melalui pengalaman dan penyelidikan hati.
« Allah Turun
Ta’wil »
Ilmu Tasawuf
12 April 2010 oleh mutiarazuhud
Pendapat KH Siradjuddin Abbas, dalam buku beliau “40 Masalah Agama” Jilid 3, hal 30.
Ilmu Tasawuf adalah salah satu cabang dari ilmu-ilmu Islam utama, yaitu ilmu Tauhid
(Usuluddin), ilmu Fiqih dan ilmu Tasawuf.
Ilmu Tauhid untuk bertugas membahas soal-soal i’tiqad, seperti i’tiqad mengenai
keTuhanan, keRasulan, hari akhirat dan lain-lain sebagainya .
Ilmu Fiqih bertugas membahas soal-soal ibadat lahir, seperti sholat, puasa, zakat, naik
haji dan lain
Ilmu Tasawuf bertugas membahas soal-soal yang bertalian dengan akhlak dan budi
pekerti, bertalian dengan hati, yaitu cara-cara ikhlas, khusyu, tawadhu, muraqabah,
mujahadah, sabar, ridha, tawakal dan lain-lain.
Ringkasnya: tauhid ta’luk kepada i’tiqad, fiqih ta’luk kepada ibadat, dan tasawuf ta’kluk
kepada akhlak
Kepada setiap orang Islam dianjurkan supaya beri’tiqad sebagaimana yang diatur
dalam ilmu tauhid (usuluddin), supaya beribadat sebagaimana yang diatur dalam ilmu
fiqih dan supaya berakhlak sesuai dengan ilmu tasawuf.
Agama kita meliputi 3 (tiga) unsur terpenting yaitu, Islam, Iman dan Ihsan
Orang itu lantas berkata, “Benar. Kini beritahu aku tentang ihsan.”
Rasulullah berkata, “Beribadah kepada Allah seolah-olah anda melihat-Nya walaupun
anda tidak melihat-Nya, karena sesungguhnya Allah melihat anda.
Lalu Rasulullah Saw bertanya kepada Umar, “Hai Umar, tahukah kamu siapa orang yang
bertanya tadi?” Lalu aku (Umar) menjawab, “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.”
Rasulullah Saw lantas berkata, “Itulah Jibril datang untuk mengajarkan agama
kepada kalian.” (HR. Muslim)
Tentang Islam kita dapat temukan dalam ilmu fiqih, sasarannya syari’at lahir, umpanya,
sholat, puasa, zakat, naik haji, perdagangan, perkawinan, peradilan, peperangan,
perdamaian dll.
Tentang Iman kita dapat temukan dalam ilmu tauhid (usuluddin), sasarannya i’tiqad
(akidah / kepercayaan), umpamanya bagaimana kita (keyakinan dalam hati) terhadap
Tuhan, Malaikat-Malaikat, Rasul-Rasul, Kitab-kitab suci, kampung akhirat, hari bangkit,
surga, neraka, qada dan qadar (takdir).
Tentang Ihsan kita dapat temukan dalam ilmu tasauf, sasarannya akhlak, budi pekerti,
bathin yang bersih, bagaimana menghadapi Tuhan, bagaimana muraqabah dengan Tuhan,
bagaimana membuang kotoran yang melengket dalam hati yang mendinding (hijab) kita
dengan Tuhan, bagaimana Takhalli, Tahalli dan Tajalli. Inilah yang dinamakan sekarang
dengan Tasawuf.
Setiap Muslim harus mengetahui 3 (tiga) unsur ini sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya
dan memegang serta mengamalkannya sehari-hari.
Pelajarilah ketiga ilmu itu dengan guru-guru, dari buku-buku, tulisan atau dalam jama’ah
/ manhaj / metode / jalan.
Waspadalah jika jama’ah / manhaj / metode / jalan yang “menolak” salah satu dari ketiga
ilmu itu karena itu memungkinkan ketidak sempurnaan hasil yang akan dicapai.
Ilmu Tasawuf itu tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi dan bahkan
Qur’an dan Sunnah Nabi itulah yang menjadi sumbernya.
Berkata Imam Abu Yazid al Busthami yang artinya, “Kalau kamu melihat seseorang
yang diberi keramat sampai ia terbang di udara, jangan kamu tertarik kepadanya,
kecuali kalau ia melaksanakan suruhan agama dan menghentikan larangan agama dan
membayarkan sekalian kewajiban syari’at”
Jadi syarat untuk mendalami ilmu Tasawuf (tentang Ihsan) terlebih dahulu harus
mengetahui ilmu fiqih (tentang Islam) dan ilmu tauhid / usuluddin (tentang Iman).
Dengan ketiga ilmu itu kita mengharapkan meningkat derajat/kualitas ketaqwaan kita.
Mulai sebagai muslim menjadi mukmin dan kemudian muhsin atau yang kita ketahui
sebagai implementasi Islam, Iman dan Ihsan.
Orang-orang yang paham dan mengamalkan ilmu Tasawuf dikenal dengan nama orang
sufi.
Syekh Abu al-Abbas r.a mengatakan bahwa orang-orang berbeda pendapat tentang asal
kata sufi. Ada yang berpendapat bahwa kata itu berkaitan dengan kata shuf (bulu domba
atau kain wol) karena pakaian orang-orang shaleh terbuat dari wol. Ada pula yang
berpendapat bahwa kata sufi berasal dari shuffah, yaitu teras masjid Rasulullah saw. yang
didiami para ahli shuffah.
Syekh mengatakan bahwa kata sufi dinisbatkan kepada perbuatan Allah pada manusia.
Maksudnya, shafahu Allah, yakni Allah menyucikannya sehingga ia menjadi seorang
sufi. Dari situlah kata sufi berasal.
Lebih lanjut Syekh Abu al Abbas r.a. mengatakan bahwa kata sufi (al-shufi)
terbentuk dari empat huruf: shad, waw, fa, dan ya.
Apabila semua sifat itu telah sempurna pada diri seseorang, ia layak untuk menghadap ke
hadirat Tuhannya.
Kaum sufi telah menyerahkan kendali mereka pada Allah. Mereka mempersembahkan
diri mereka di hadapanNya. Mereka tidak mau membela diri karena malu terhadap
rububiyah-Nya dan merasa cukup dengan sifat qayyum-Nya. Karenanya, Allah memberi
mereka sesuatu yang lebih daripada apa yang mereka berikan untuk diri mereka sendiri.
Firman Allah ta’ala yang artinya: ”...Sekiranya kalau bukan karena karunia Allah dan
rahmat-Nya, niscaya tidak ada seorangpun dari kamu yang bersih (dari perbuatan keji
dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa saja yang
dikehendaki…” (QS An-Nuur:21)
Firman Allah yang artinya,
[38:46] Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan
kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri
akhirat.
[38:47] Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang
pilihan yang paling baik.
(QS Shaad [38]:46-47)
********
Sumber:
http://ummatiummati.wordpress.com/2010/03/08/kisah-taubatnya-salafy-tobat/
Dalam Thareqat bukan hanya diajarkan wirid saja. Tapi diajar banyak sekali ilmu-ilmu
utk mendekatkan diri kepada Allah.
Karena ilmu dan dzikir adalah dua perkara yang tak boleh dipisahkan, keduanya sama2
untuk mendekatkan diri kpd Allah.
Tharekat adalah untuk mengangkat ilmu2 islam (aqidah, fiqh, muamalat, mu’asyarat,
ahlaq) dari teori kedalam amal perbuatan yang dilakukan secara istiqamah, ikhlas dan
ikut sunnah nabi sehingga menjadi sifat hakikat dalam dirinya….
Harus pake ijazah/izin dari guru dalam thareqat ini…..untuk membimbing kita dan agar
tidak tersesat…
Ini juga disebut bai’ah sufiyah (kita berbaiat kepad mursyid untuk memegang teguh
ajaran islam yg diajarkan kepadanya).
ini sangat penting dlm belajar thareqat, selain utk menjaga sanad thareqat (jika sanad
ilmu terputus berarti ia tidak sambung lagi)…..juga sunnah.
ingat Nabi memberikan macam2 ba’iah. dalam kitab asyari’ah wa thareqah syaikul hadits
maulana zakariya alkhandahlawi rah berkata : Bai’ah thareqat bukanlah bai’ah untuk
jihad tapi bai’ah untuk mengamalkan ajaran islam dengan sempurna.
Dengan ikut thareqat bukan berarti kita berhenti menuntut ilmu, justru dgn ikut thareqat
kita tingkatkan belajar kita. Karena klo kita ikut thareqat hati akan menjadi bersih shg
ilmu akan begitu mudah masuk kedalam hati.
***********************************
Definisi Tasawuf
by : Ust Wahfiudin
Pandangan paling monumental tentang Tasawuf muncul dari Abul Qasim Al-Qusyairy
an-Naisabury, seorang ulama sufi abad ke-4 hijriyah. Al-Qusyairy sebenarnya lebih
menyimpulkan dari seluruh pandangan Ulama Sufi sebelumnya, sekaligus menepis
bahwa Tasawuf atau Sufi muncul dari akar-akar historis, bahasa, intelektual dan filsafat
di luar Islam.
• “Dan jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang
menyucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang
mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 7-8)
• ”Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang membersihkan diri dan dia
mendzikirkan nama Tuhannya lalu dia shalat.” (QS. Al-A’laa: 14-15)
• “Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut,
dan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu
termasuk orang-orang yang alpa” (QS. Al-A’raf: 205)
• “Dan bertqawalah kepada Allah; dan Allah mengajarimu (memberi ilmu); dan
Allah Maha mengetahui segala sesuatu” (QS. Al-Baqarah: 282)
Sabda Nabi saw:
Dari seluruh pandangan para Sufi itulah akhirnya Al-Qusayiry menyimpulkan bahwa Sufi
dan Tasawuf memiliki terminologi tersendiri, sama sekali tidak berawal dari etimologi,
karena standar gramatika Arab untuk akar kata tersebut gagal membuktikannya.
Alhasil, dari seluruh definisi itu, semuanya membuktikan adanya adab hubungan antara
hamba dengan Allah swt dan hubungan antara hamba dengan sesamanya. Dengan kata
lain, Tasawuf merupakan wujud cinta seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya,
pengakuan diri akan haknya sebagai hama dan haknya terhadap sesama di dalam amal
kehidupan.
sumber = www.qalbu.net
Definisi tasawuf ialah "membersihkan hati dan anggota-anggota lahir daripada dosa-dosa,
kesalahan dan kesilapan". Artinya bersih luar dan bersih di dalam.
Bersih daripada kesalahan dan kesilapan lebih sulit lagi. Kadang-kadang kesalahan atau
kesilapan itu kita tidak terasa dosa. Ini yang susah dikesan. Contohnya:
• Datang tetamu ke rumah tapi kita sembahyang sunat. Sepatutnya waktu itu tidak
payah sembahyang sunat tapi pergi melayan tetamu. Dia memilih perbuatan yang
kecil dengan meninggalkan perkara yang besar. Dia memilih yang sunat dan
meninggalkan yang wajib.
• Beri sedekah di tengah orang ramai atau isytihar sedekah dalam media massa.
Sepatutnya dia rasa berdosa, rasa malu sebab berbangga-bangga. Dalam berbuat
baik itu berlaku dosa. Oleh itu kena usahakan dengan cara beri sedekah secara
sembunyi-sembunyi atau minta disampaikan melalui orang lain.
• Bilal sudah iqamah, kita masih leka dan berat hendak bangun mendirikan
sembahyang. Sepatutnya kita jadi macam tentera, bunyi wisel saja terus bingkas.
Itulah yang afdhal. Jadi, bila iqamah saja teruslah bangun untuk menyusun saf.
Dalam Islam, selagi saf makmum tidak lurus, imam tidak boleh angkat takbir.
Jika tidak, imam dikira sembahyang seorang, bukan sembahyang berjemaah.
• Ketika membeli kalau boleh jangan tawar-menawar. Apatah lagi tawar-menawar
yang berlebih-lebihan sehingga menimbulkan rasa tidak senang hati.
• Ketika berdakwah jangan menyebut nama atau menyentuh peribadi orang tertentu
atau memalukan orang lain.
Tamsilannya ibarat buah. Kalau syariat lahir merupakan kulit, tasawuf itu adalah isi buah.
Kulit perlu ada sebagai pengawal atau pelindung isi. Walaupun kulit tidak dimakan tapi
ia perlu dijaga supaya baik, barulah isi buah baik dan dapat dimakan.
Biasanya orang melihat kulit untuk menilai isi. Untuk mendapat isi yang baik, biasanya
kulit mesti baik. Kalau kulit rosak, tentu isinya rosak. Biasanya antara kulit dengan isi,
lebih susah hendak mendapatkan isi yang baik berbanding kulit yang baik. Contohnya
buah durian. Kalau kulit rosak, seluruh isinya akan rosak. Sedangkan isi itulah yang
hendak dimakan untuk membangunkan tenaga.
Kalau kulit baik pun, belum tentu isinya baik. Contohnya rasa ikhlas. Malaikat pun tidak
tahu. Ini rahsia Allah. Tidak dikaitkan dengan Syurga atau Neraka, tapi betul-betul
kerana Allah atau mardhotillah.
Contohnya: Sembahyang dibuat bukan kerana pahala.
Sembahyang dibuat bukan kerana Syurga dan Neraka. Bukan kerana Allah tapi kerana
hendak hadiah daripada Allah. Buat kerana fadhilat. Banyak menceritakan tentang
fadhilat tidak mampu mengubah seseorang.
Kalau tidak bersyariat batin tidak ada erti. Syariat lahir macam kulit buah, kalau isinya
busuk tak ada ertinya kulit buah itu walaupun nampaknya cantik.
Batin juga perlu bersyariat. Nafsu perlu bersyariat. Akal juga perlu bersyariat. Tasawuf
membantu syariat batin. Kalau tiada tasawuf maka Islam tiada seni dan tiada keindahan.
Oleh sebab itu tasawuf patut diambil berat dan dipelajari sungguh-sungguh.
Hendak membangunkan syariat batin ini amat sulit. Bukan senang hendak syariatkan
nafsu, akal dan hati. Syariat lahir perlu dibangunkan supaya dengan itu mudah pula
dibangunkan syariat batin.
Peranan Tasawuf
1. Membersihkan hati dan jawarih (anggota) daripada dosa, kesalahan dan kesilapan.
2. Menghidupkan rasa kehambaan.
3. Menanamkan rasa keikhlasan.
4. Menghidupkan rasa bertuhan.
Ilmu tasawuf dapat menghidupkan rasa kehambaan. Untuk kita terasa hamba.
Menghidupkan rasa takut pada Allah yang mesti ada di mana-mana. Rasa malu mesti
dihidupkan kerana Allah melihat, Allah memerhati. Menghidupkan rasa hina diri di
hadapan Tuhan.
Rasa kehambaan ini bila dihidupkan, mazmumah akan hilang dengan sendiri. Orang yang
terlalu sombong, ego, ujub itu adalah disebabkan tidak ada rasa kehambaan.
Hati sentiasa sedar Allah melihat, mengetahui dan Allah sentiasa ada bersama kita. Inilah
kunci kita tidak melakukan dosa.
Contohnya dalam majlis raja, kita tidak akan buat salah sekalipun menguap. Kita amat
jaga tingkah laku kerana kita sedar raja yang berkuasa sedang melihat kita. Maka di
hadapan Raja segala raja sepatutnya lebih-lebih lagilah kita malu hendak buat dosa.
Rasa bertuhan mesti bertapak di hati, barulah rasa kehambaan itu diperolehi.
Ilmu tasawuf adalah ilmu tentang rohaniah. Ilmu rohaniah ertinya ilmu yang berkait rapat
dengan roh (hati nurani manusia). Al Quran menganjurkan ilmu ini yaitu:
Ilmu tasawuf adalah salah satu ilmu dasar dalam Islam, selain dari Aqidah dan Syariat.
Ilmu tasawuf/rohani adalah ilmu yang mempelajari perilaku tabiat roh atau hati
baik yang baik (mahmudahnya ) maupun buruk (mazmumah). Bukan untuk
mengetahui hakikat zat roh itu sendiri. Hakikat roh itu sendiri tidak akan dapat dijangkau
oleh mata kepala atau tidak akan dapat dibahaskan. Tetapi apa yang hendak dibahaskan
adalah sifat-sifatnya sahaja supaya kita dapat mengenal sifat-sifat roh atau hati kita yang
semula jadi itu. Mana-mana yang mahmudahnya (positif) hendak dipersuburkan dan
dipertajamkan. Kita pertahankannya kerana itu adalah diperintah oleh syariat, diperintah
oleh Allah dan Rasul dan digemari oleh manusia. Mana-mana yang mazmumahnya
(negatif) hendaklah ditumpaskan kerana sifat-sifat negatif itu dimurkai oleh Allah dan
Rasul serta juga dibenci oleh manusia.dfd
Ilmu tasawuf sering disebut juga dengan ilmu batin, namun tidak sama dengan ilmu
pengasih atau ilmu kebal. Orang yang belajar ilmu batin bermakna dia belajar ilmu
kebal atau belajar ilmu pengasih. Sebenarnya orang itu belajar ilmu kebudayaan Melayu,
yang mana ilmu itu ada dicampur dengan ayat-ayat Al Quran. Kebal juga adalah satu
bagian dari kebudayaan orang Melayu yang sudah disandarkan dengan Islam. Kalau kita
hendak mempelajarinya tidak salah jika tidak ada unsur-unsur syirik. Tetapi itu bukan
ilmu tasawuf
Tahapan-Tahapan Tasawuf
Tahapan-Tahapan Tasawuf
Ada empat macam tahapan yang harus dilalui oleh hamba yang
menekuni ajaran
Tasawuf untuk mencapai suatu tujuan yang disebutnya sebagai “As-
Sa’aadah”
menurut Al-Ghazaliy dan Al-Insaanul Kaamil” menurut Muhyddin bin
‘Arabiy.
Keempat tahapan itu terdiri dari Syari’at, Tarekat, Hakikat dan Marifat.
Dari tahapan-tahapan tersebut, dapat dikemukakan penjabarannya
sebagai
berikut:
1.Syariat
2. Tarekat
Dari pengertian diatas, maka Tarekat itu dapat dilihat dari dua sisi; yaitu
amaliyah dan perkumpulan (organisasi). Sisi amaliyah merupakan
latihan
kejiwaan (kerohanian); baik yang dilakukan oleh seorang, maupun
secara
bersama-sama, dengan melalui aturan-aturan tertentu untuk mencapai
suatu
tingkatan kerohanian yang disebut “Al-Maqaamaat” dan “Al-Akhwaal”,
meskipun
kedua istilah ini ada segi prbedaannya. Latihan kerohanian itu, sering
juga
disebut “Suluk”, maka pengertian Tarekat dan Suluk adalah sama, bila
dilihat
dari sisi amalannya (prakteknya). Tetapi kalau dilihat dari sisi
organisasinya (perkumpulannya), tentu saja pengertian Tarekat dan
Suluk
tidak sama.
Hakikat :
Istilah hakikat berasal dari kata Al-Haqq, yang berarti kebenaran. Kalau
dikatakan Ilmu Hakikat, berarti ilmu yang digunakan untuk mencari
suatu
kebenaran. Kemudian beberapa ahli merumuskan definisinya sebagai
berikut:
Marifat :
Istilah Ma’rifat berasal dari kata “Al-Ma’rifah” yang berarti mengetahui
atau
mengenal sesuatu. Dan apabila dihubungkan dengan pengamalan
Tasawuf, maka
istilah ma’rifat di sini berarti mengenal Allah ketika Shufi mencapai
maqam
dalam Tasawuf.