Anda di halaman 1dari 36

KOLOM BETON BERTULANG

KOLOM
Jenis2 kolom menurut Wang (1986) dan Fergusson (1986) adalah :

1. Kolom ikat (tied column) biasanya berbentuk segi empat atau


lingkaran, dimana tulangan utama memanjang (longitudinal)
kedudukannya dipegang oleh pengikat lateral (begel) terpisah yang
umumnya ditempatkan pd jarak 150 – 400 mm
2. Kolom spiral (spiral column) biasanya berbentuk segi empat atau
lingkaran, dimana tulangan utama memanjang (longitudinal) disusun
membentuk lingkarandan dipegang oleh spiral yang ditempatkan
secara menerus dg pitch sebesar 50 – 70 mm
3. Kolom komposit (composite column), merupakan gabungan antara
beton dan profil baja struktur, pipa, atau tube, tanpa atau dg tulangan
memanjang tambahan yang diikat dengan begel (spiral atau ikat)
Pengikat Spiral

12” – Pitch 2” – 3”
24”

(a). Kolom (b). Kolom


bersengkang bersengkang spiral

Diisi /
Spiral dan dicor beton
tulangan
tambahan

Baja Pipa baja /


Profil besi

(c). Kolom Komposit (d). Kolom Komposit


dengan tulangan tambah + (baja menyelubungi
tulangan ikat spiral inti beton)
Pembagian oleh Nawy (1990) lebih lengkap, yaitu jenis
kolom dibagi atas dasar bentuk dan susunan tulangan,
posisi beban pada penampangnya, dan atas panjang
kolom dalam hubungan nya dg dimensi lateralnya.

a. Berdasarkan bentuk dan susunan tulangan


1. Kolom ikat (tied column) biasanya berbentuk segi
empat atau lingkaran, dimana tulangan utama
memanjang (longitudinal) kedudukannya dipegang oleh
pengikat lateral (begel) terpisah yang umumnya
ditempatkan pd jarak 150 – 400 mm
2. Kolom spiral (spiral column) biasanya berbentuk segi
empat atau lingkaran, dimana tulangan utama
memanjang (longitudinal) disusun membentuk
lingkarandan dipegang oleh spiral yang ditempatkan
secara menerus dg pitch sebesar 50 – 70 mm
3. Kolom komposit (composite column), merupakan
gabungan antara beton dan profil baja struktur, pipa, atau
tube, tanpa atau dg tulangan memanjang tambahan yang
diikat dengan begel (spiral atau ikat)

)
b. Berdasarkan posisi beban pada penampangnya
1. Kolom yg mengalami beban sentris, dimana
beban aksial (P) bekerja tepat pada as/sumbu
kolom, yang artinya kolom tidak mengalami momen
lentur. Dalam kenyataan kolom sentris tidak
mungkin terjadi
2. Kolom yg mengalami beban eksentris, dimana
kolom mengalami beban aksial(P) dan momen
lentur (M). Momen ini dapat dikonversikan menjadi
satu beban P yang bekerja dengan suatu
eksentrisitas (dapat ex, ey, exy) tertentu terhadap
as/sumbu kolom. Momen lentur ini dapat bersumbu
tunggal (uniaksial) dimana hanya ada ex atau ey,
dan dapat dianggap bersumbu rangkap (biaksial)
dimana ada exy (ada ex dan ey bersama2
Momen lentur dapat bersumbu tunggal (uniaksial) (gambar1 1.2.b)
seperti dalam hal kolom interior dan eksterior yaitu kolom A dan B
(gambar (1.3.a dan 1.3.b) dan apabila lenturnya terjadi pada sumbu X
dan Y (biaksial) (gambar 1.2.c) seperti yang terjadi pada kolom pojok
C (gambar 1.3.a dan 1.3.b).

P P P
Mx e

Y Y Y

X X X

atau

(a). Kolom (b). Kolom dengan beban aksial dengan momen


dengan beban satu sumbu (uniaksial)
sentris
e
P e
P
Mx
M
y
Y Y

X X

atau

(c). Kolom dengan beban aksial dengan momen


dua sumbu (biaksial)

Gambar 1.2
L1 L1 L1

L2

B A

L2

L2
C

Denah : A, kolom interior yang mengalami lentur


uniaksial tidak simetris; B, Kolom eksterior lentur
uniaksial; C, Kolom pojok lentur biaksial

Gambar 1.3
c. Berdasarkan atas panjang kolom dalam
hubungannya dg dimensi lateralnya.
1. Kolom pendek, dimana dalam batas
keruntuhan mekanismenya ditentukan
oleh kekuatan bahannya (baja atau
betonnya)
2. Kolom panjang, dimana dalam batas
keruntuhan mekanismenya ditentukan
oleh kekuatan bahannya (baja atau
betonnya) dan mungkin juga oleh adanya
momen tambahan akibat faktor tekuk
PEKERJAAN KOLOM

1. Penentuan lokasi as kolom


Pekerjaan ini harus dilakukan dengan cermat dan hati-
hati untuk menghindari pergeseran lokasi as yang
berlebihan. Untuk bangunan bertingkat tinggi harus
diusahakan pergeseran as kolom (error) seminimal mungkin.
Hal tersebut mengingat semakin tinggi bangunan, maka akan
terjadi cumulative error yang semakin besar dan gedung
yang dibangun akan terlihat miring. Penentuan lokasi as
kolom dilakukan dengan menggunakan alat theodolit atau
waterpass (Gambar 2.1). Titik as yang sudah ditentukan
kemudian diberi tanda atau dengan memberikan tali
bantuan yang diikatkan pada suatu pasak dari kayu.
Gambar 2.1 Penentuan titik As Kolom
2. Pemasangan tulangan kolom
Untuk lantai pertama, tulangan kolom paling dasar
dimasukkan atau diangkurkan kedalam tulangan fondasi.
Tulangan utama kolom satu persatu dimasukkan kedalam
tulangan fondasi yang pada ujung bagian bawah dibengkokkan
kearah luar untuk dudukan tulangan supaya dapat berdiri.
Setelah semua tulangan pokok terpasang, dipasanglah tulangan
sengkang untuk menjaga agar tulangan pokok kolom tidak
berubah lokasi. Tulangan sengkang ini dimasukkan dari atas atau
samping mengelilingi tulangan pokok kolom sesuai dengan
gambar rencana. Pemasangan tulangan kolom dilakukan dengan
bantuan scaffolding untuk menegakkan posisi atau sebagai
penyangga tulangan kolom. Pemasangan tulangan kolom pada
lantai dasar atau yang berhubungan dengan fondasi dilakukan
bersamaan dengan pemasangan tulangan pondasi atau pelat / pur
fondasi dan tulangan balok sloof (Gambar 2.2.a dan 2.2.c)
Tulangan Tulangan Tulangan
Utama sengkang Utama
Balok sloof Kolom Kolom

Tulangan
Tanah Asli
sengkang
Kolom
Tulangan
Fondasi

Tahu
Beton

Gambar 2.2.a Pemasangan tulangan


kolom pada tulangan fondasi
Tahu beton, fungsinya untuk menyangga tulangan
pada saat pekerjaan perakitan (gambar 2.2.b)

Gambar 2.2.b Pembuatan tahu beton


Gambar 2.2.c Pemasangan tulangan
sengkang pada tulangan utama kolom
3. Penyambungan tulangan kolom antar lantai bangunan
Tulangan kolom lantai 1 yang terputus, disambung dengan
tulangan pokok baru yang diikat dengan kawat bendrat
(tulangan kolom lantai 2). Penyambungan tulangan ini dilakukan
satu persatu dengan bantuan scaffolding hingga seluruh
tulangan terpasang termasuk sengkangnya (Gambar 2.3).
Gambar 2.3 Penyambungan tulangan
kolom lantai 1 dan lantai 2
4. Pembuatan Sepatu kolom
Sepatu kolom adalah sebuah blok beton yang dibuat
dari adukan beton pada bagian ujung bawah tulangan
kolom yang berhubungan dengan pondasi yang sudah
dicor. Sepatu kolom ini dibuat dengan ukuran sesuai
dengan ukuran kolom, dengan tinggi ± 5 cm, yang
berfungsi sebagai pengaku posisi tulangan kolom agar
tidak berubah posisi pada saat proses pengecoran dan
juga berfungsi sebagai penahan bekisting bagian bawah
agar posisi bekisting tidak berubah dan ukuran kolom
menjadi benar (Gambar 2.4)
Tulangan
kolom Plat pondasi

Sepatu
kolom

Gambar 2.4 Pembuatan sepatu kolom


5. Pemasangan bekisting kolom
Bekisting kolom dipasang setelah semua tulangan
kolom selesai dikerjakan dan sepatu kolom sudah selesai
dibuat dan mengeras. Bekisting dibuat dari multipleks,
dengan pengaku atau penyangga menggunakan balok
girder. Bekisting dipasang satu persatu pada setiap sisinya
secara berurutan dengan menggunakan tali. Setelah
semua bekisting tersusun pada setiap sisinya kemudian
dipasang pengekang. Untuk menjaga kestabilan
kedudukan bekisting, dipasang penyangga samping (skur)
pada keempat sisinya atau dua sisi yang saling tegak lurus.
Posisi ketegakan kolom diatur dengan memutar skur
pada tiap sisi bekisting yang disangga sampai posisi
bekisting tegak lurus (gambar 2.5). Pengukuran ketegakan
kolom mengguankan alat bantu tali dan unting-unting
serta meteran (gambar 2.6).
Balok girder

Bekisting
multipleks
Begel Pengatur ketegaan
bekisting bekisting kolom
kolom (skur)

Gambar 2.5 Spesifikasi bekisting kolom


Gambar 2.6 Pemasangan bekisting kolom
6. Pengecoran kolom
Pengecoran kolom dapat dilakukan dengan
menggunakan adukan beton ready mix yang diangkut oleh
concrete mixer truck (gambar 2.7) atau adukan beton
dengan concrete mixer diesel (gambar 2.8)dsb. Pengecoran
dapat dilakukan dengan cara manual dan menggunakan
concrete pump (gambar 2.9). Diusahakan agar adukan
beton tidak jatuh terlalu tinggi ± 1,5 meter. Sambil
dituang, adukan beton dipadatkan dengan alat getar
(gambar 2.10 dan 2.11). Catatan : Agar lebih berhati-hati,
pengecoran menggunakan concrete pump sering
menyebabkan pemisahan agregat dan mortarnya, hal ini
disebabkan tekanan yang dikeluarkan oleh concrete pump
terlalu besar.
Gambar 2.7 Concrete mixer truck
Gambar 2.8 Concrete mixer diesel
Gambar 2.9 Concrete pump truck
Gambar 2.11 Alat penggetar beton

Gambar 2.10 Pengecoran Kolom


secara manual (menggunakan
ember)
7. Pembongkaran bekisting kolom
Bekisting harus dibongkar dengan cara sedemikian
rupa sehingga menjamin keselamatan penuh atas
struktur. Pembongkaran bekisting dilakukan dengan
bantuan linggis. Beton yang akan dipengaruhi oleh
pembongkaran cetakan harus memiliki kekuatan cukup
sehingga tidak akan rusak pada saat pembongkaran.
Pada beberapa proyek, pembongkaran dilakukan kurang
lebih satu hari setelah pelaksanaan pengecoran dengan
pertimbangan bahwa beton sudah cukup keras dan
mampu menahan berat sendirinya..

8. Perawatan beton
Perawatan dilakukan dengan cara menyirami
permukaan beton dengan air sesering mungkin untuk
menjaga kelembaban beton.
Beton (selain beton kuat awal tinggi) harus dirawat
pada suhu di atas 10oC dan dalam kondisi lembab
sekurang-kurangnya selama 7 hari setelah pengecoran.
Beton kuat awal tinggi harus dirawat di atas 10oC dalam
kondisi lembab sekurang-kurangnya 3 hari pertama.
KERUNTUHAN KOLOM

1. Keruntuhan kolom dapat terjadi bila baja


tulangannya leleh karena tarik (terjadi pada
kolom under reinforced) shg disebut
keruntuhan tarik
2. Keruntuhan kolom dapat terjadi bila terjadi
kehancuran beton tekannya (terjadi pada kolom
over reinforced) shg disebut keruntuhan tekan
3. Keruntuhan kolom dapat terjadi bila baja
tulangannya leleh karena tarik bersama2 terjadi
kehancuran beton tekannya (terjadi pada kolom
balanced) shg disebut keruntuhan balanced
4. Keruntuhan kolom dapat pula terjadi jika kolom
kehilangan stabilitas lateral akibat tekuk
Keruntuhan no. 1 s/d 3 terjadi karena kemampuan materialnya
terlampaui dan kolom digolongkan sebagai kolom pendek
(short column)

Apabila panjang kolom bertambah, kemungkinan kolom runtuh


karena tekuk semakin besar. Dg demikian terjadi suatu transisi
dari kolom pendek ke kolom panjang yang terdefinisikan dg
menggunakan perbandingan panjang efektif (kl u) dengan jari2
girasi (r)

Tinggi lu adalah panjang tak tertumpu (unsupported length)


kolom, dan k adalah faktor panjang efektif kolom yang
besarnya tergantung pada kondisi ujung kolom terdapat
penahan deformasi lateral atau tidak.

Selanjutnya nilai klu/r itu disebut angka kelangsingan, dimana


jika angka kelangsingan kurang dari suatu angka tertentu
maka kolom digolongkan sebagai kolom pendek, dan
sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai