Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

TRAUMA THORAKS

Penyusun : Dhanny Primantara


Clarissa Anastacia

1
Trauma Thoraks
I. Pendahuluan
Thoraks berisi organ-organ vital paru dan jantung. Pernapasan berlangsung
dengan bantuan gerak dinding dada. Paru-paru dibentuk oleh jutaan alveolus yang
mengembang dan mengempis tergantung pada pengembangan atau pengempisan
dinding dada. Pada saat kita melakukan gerakan inspirasi maka akan terjadi kontraksi
otot-otot pernapasan yaitu m.interkostalis dan diafragma, hal tersebut menyebabkan
rongga dada membesar dan paru-paru mengembang dan udara pun terhisap masuk dari
luar ke dalam alveolus melalui trakea dan bronkus.
Sebaliknya jika m.interkostalis melemas, dinding dada mengecil kembali seperti
semula dan udara akan terdorong keluar. Sementara itu karena tekanan intraabdomen,
diafragma akan naik ke atas. Ketiga faktor tersebut diatas yaitu kelenturan dinding
dada, kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdomen akan menyebabkan
terjadinya proses ekspirasi ketika m.interkostalis dan diafragma tidak berkontraksi.
Sehingga gerakan ekspirasi adalah gerakan pasif.
Jika seseorang mengalami kegagalan pernapasan maka diperlukan bantuan segera
berupa napas buatan yang dapat dilakukan dengan bantuan alat otomatis seperti
ventilator atau dengan cara manual yaitu dengan pemberian bantuan napas buatan mulut
ke mulut. Tekanan udara yang diberikan ke dalam paru-paru dalam pernapasan buatan
harus dapat melebihi kelenturan dari dinding dada, kekenyalan jaringan paru, dan
tekanan intraabdomen.
Bila terdapat lubang di dinding dada atau di pleura viseralis maka hal tersebut
akan menyebabkan udara akan masuk ke cavum pleura dan menyebabkan terlepasnya
hubungan antara pleura parietalis yang meliputi dinding throraks dengan pleura
viseralis yang meliputi jaringan paru sehingga pada saat gerakan inspirasi dan dinding
dada membesar, paru tidak ikut bergerak. Hal ini biasa didapatkan pada kejadian
pneumothoraks dan dapat diatasi dengan dipasang drain tertutup (WSD) untuk
mengeluarkan udara yang ada di dalam cavum pleura.

II. Etiologi
Trauma pada thoraks kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang
pada umumnya berupa trauma tumpul. Trauma tajam thoraks dapat disebabkan oleh
tikaman dan tembakan. Cedera pada thoraks sering disertai dengan cedera pada perut,
kepala dan ekstremitas sehingga merupakan cedera majemuk.

III. Macam-macam trauma thoraks


Beberapa trauma / cedera pada thoraks yang biasanya memerlukan tindakan
darurat antara lain :
1) Obstruksi jalan napas : Penyebab yang sering ditemukan pada kejadian
obstruksi saluran napas atas adalah adanya benda asing. Tumor dan adanya retensi
sekret yang menyebabkan sumbatan jarang terjadi. Bila terjadi obstruksi oleh
benda asing maka penderita akan menunjukan gejala-gejala sesak napas, sianosis,
stridor, terlihat retraksi pada daerah supraklavikula dan interkostal karena
adanya penggunaan otot-otot pernapasan tambahan dan bila tidak segera
ditolong dapat diikuti oleh kematian. Biasa benda asing yang masuk akan
berlokasi di bronkus kanan karena secara anatomis bronkus kanan relatif lebih
lurus dibadingkan dengan bronkus kiri. Obstruksi yang terjadi dapat total pada
2
satu atau kedua lobus paru tergantung dari lokasi penyumbatan dan ukuran benda
yang menyumbat ataupun parsial sehingga dapat mengakibatkan atelektasis,
pneumonitis dan abses paru bila tidak dikeluarkan. Diagnosis obstruksi jalan
napas ditegakan oleh gejala klinis penderita, bantuan foto rontgen untuk
menentukan letak benda tersebut ataupun dapat dengan bantuan endoskopi.
Penanganan yang harus dilakukan dapat dengan melakukan Perasat Heimlich
(Heimlisch Manuver), dan bila tidak bisa maka dilakukan bronkoskopi, dan bila
belum berhasil maka lakukan trakeostomi.

2) Hemothoraks masif : Penyebab hemothoraks biasanya adalah trauma pada


dinding dada, dimana pada pasien dengan hemothoraks biasa tidak merasa nyeri
kecuali pada luka yang ada pada dinding dada tersebut. Luka di pleura viseralis
pada umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Pada rongga thoraks dapat
terkumpul banyak darah sehingga gejala-gejala yang terlihat pada pasien dengan
hemothoraks adalah anemia, syok hipovolemik, sesak napas, pekak pada
perkusi, suara napas berkurang, dan CVP tidak meninggi (tetap normal).
Diagnosa banding hemothoraks adalah semua kelainan yang menyebabkan
perdarahan dari sumber non-trauma di rongga dada, seperti : cedera akibat
tindakan bedah, aneurisma aorta yang pecah, hemothoraks spontan,
keganasan, infark paru, TBC paru, periarteritis nodosa. Hemothoraks sendiri
dibagi menjadi 3 derajat berdasarkan bayangan cairan yang ada tampak pada foto
rontgen dan pekak pada perkusi ketika pemeriksaan fisik, antara lain :

Tabel 1. Derajat hemothoraks dan penanganannya


Besarnya
Bayangan foto Penanganan
Ukuran Pemeriksaan fisik
Rontgen
Pekak sampai Iga
Kecil 0-15% Fisioterapi
IX.
Pekak sampai Iga Aspirasi dan
Sedang 15-35%
VI. transfusi.
Pekak sampai
Besar >35% WSD dan transfusi.
kranial, Iga IV.

Pada Hemothoraks WSD dipasang serendah mungkin, biasanya antara ICS


VII atau VIII. Pada hemothoraks yang lebih dari 1.500cc maka harus segera
dilakukan torakotomi untuk menghentikan perdarahan yang ada atau bila
perdarahan yang keluar setelah pemasangan WSD adalah 100cc/jam selama 6
jam atau lebih maka juga merupakan indikasi untuk melakukan tindakan
torakotomi dengan segera. Perdarahan tersebut diatas biasanya berasal dari
pembuluh darah yang ada di sela-sela iga. Sedangkan bila sumber perdarahan
berasal dari paru bagian bawah maka biasanya akan berhenti dengan sendirinya
pada saat telah dilakukan dekompresi dari cavum pleura dengan pemasangan
WSD, hal ini menyebabkan pengembangan kembali paru-paru yang kemudian
akan menekan perdarahan yang terjadi.
Pemeriksaan foto Rontgen dapat membantu menegakkan diagnosa dan
menentukan tindakan yang harus diambil. Foto rontgen paling baik diambil pada
posisi lateral decubitus (kanan/kiri tergantung dari letak hemothoraks), karena
pada posisi foto tegak (up-right) biasanya darah baru terlihat setelah > dari 400-
500 cc karena tertutup oleh diafragma.
3
Penanganan dari hemothoraks akibat trauma harus memperhatikan tiga hal yaitu
berapa banyak perdarahan yang terjadi, apakah perdarahan tersebut terus
berlangsung dan bila perdarahan telah berhenti dan membentuk gumpalan,
kapan bekuan darah tersebut harus dievakuasi. Bila hemothoraks hanya kecil
(tampak sudut costofrenikus sedikit tumpul atau sedikit menonjol) maka tidak
perlu dilakukan evakuasi dan cukup hanya di follow-up dengan melakukan foto
rontgen serial dengan interval waktu tertentu. Tetapi ketika hemothoraks yang ada
melebihi sulcus costofrenikus atau diserta dengan adanya pneumothoraks maka
harus dipasang WSD untuk mengeluarkan cairan yang ada di cavum pleura. WSD
lebih efektif bila ditambah dengan alat hisap untuk mengeluarkan bekuan darah.
Bila ternyata perdarahan berlangsung terus menerus dan tidak terjadi mekanisme
pembekuan maka tindakan torakotomi harus segera dilakukan.

Left Haemothorax

4
Haemothorax masive

Torakotomy

3) Tamponade jantung : biasa terjadi karena adanya trauma pada thoraks


yang menembus sampai ke dalam jantung. Trauma yang terjadi dapat tumpul
maupun tajam seperti tertusuk oleh pisau atau tertusuk iga yang patah. Pada
pasien dengan tamponade jantung maka akan didapatkan cairan dalam rongga
perikard yang menyebabkan kerja jantung terhambat dan biasanya selalu ditandai
dengan adanya Trias Beck yaitu : Hipotensi, suara jantung menjauh pada
auskultasi, terjadi bendungan vena di leher (JVP meningkat), juga terjadi sesak
napas dan pulsus paradoksus dan penderita dapat masuk dalam kondisi syok
kardiogenik karena kegagalan dari fungsi pompa jantung. Pertolongan pertama
yang dapat diberikan adalah dengan melakukan pungsi perikard dan penyaliran
isi rongga perikard atau pembuatan jendela di perikard.

5
4) Pneumothoraks desak / ventil pneumothoraks : Pneumothoraks desak
terjadi karena terjadinya mekanisme katup pada luka di dinding thoraks atau luka
di pleura viseralis. Tekanan pada rongga pleura akan semakin tinggi secara
progesif karena penderita berusaha mendapatkan oksigen dengan melakukan
inspirasi kuat sehingga udara masuk dari paru ke dalam rongga pleura tetapi
ketika penderita melakukan ekspirasi udara yang telah ada dalam rongga pleura
tidak dapat keluar karena adanya mekanisme katup. Mediastinum akan terdesak
ke sisi yang sehat dan memperburuk keadaan umum penderita karena paru sisi
yang sehat tertekan. Penderita pneumothoraks ventil biasanya akan meninggal
dengan cepat bila tidak segera ditolong karena pembuluh vena besar terutama
v.cava superior dan v.cava inferior terdorong atau terlipat oleh desakan paru yang
sakit, sehingga darah tidak dapat kembali ke jantung. Gejala dan tanda yang dapat
ditemukan pada pasien dengan ventil penumothoraks adalah pengembangan
thoraks satu sisi (pernapasan pada sisi yang sakit tertinggal), suara nafas
berkurang, sesak napas progesif, emfisema sub-kutis (bila disertai trauma pada
dinding thoraks), trakea terdorong ke sisi yang sehat. Pertolongan pertama yang
dapat dilakukan dalam keadaan ini adalah dengan melakukan tusukan dengan
jarum yang berongga (jarum dari spuit) di ICS II, setelah itu dapat dipasang
WSD di dekat apex paru.
Pada pneumothoraks ventil yang traumatik dapat terjadi emfisema karena adanya
tekanan yang tinggi dalam rongga pleura sehingga udara ditekan masuk ke
jaringan lunak (kulit/subkutis) melalui luka dan dapat naik ke daerah wajah. Leher
dan wajah dapat terlihat membengkak seperti terjadi edema hebat. Pada perabaan
dapat terjadi krepitasi yang mungkin meluas ke jaringan sub-kutis thoraks.

Chest wall assymetry, TENSION PNEUMOTHORAX

6
5) Thoraks instabil / Flail Chest : Flail chest biasa terjadi karena trauma
tumpul misalnya pada kejadian kecelakaan lalu lintas, dimana terjadi fraktur iga
multiple pada dua tempat yang menyebabkan suatu segmen dinding dada terlepas
dari kesatuannya sehingga beberapa iga menusuk ke dalam paru dan
menyebabkan rasa nyeri saat benapas. Pada flail chest terjadi pernapasan
paradoksal artinya pada saat inspirasi dada yang sakit tidak akan mengalami
pengembangan dan pada saat ekpirasi justru mengalami pengembangan, hal ini
disebabkan oleh karena pada saat inspirasi iga yang patah akan tertarik ke dalam
menusuk paru karena tekanan negatif dalam rongga pleura, dan saat ekspirasi iga
yang patah akan terdorong keluar karena tekanan positif dalam rongga pleura.
Penderita akan menjadi sesak napas karena gerakan pernapasan paradoksal

7
tersebut menimbulkan rasa nyeri saat inspirasi sehingga penderita tidak dapat
bernapas dalam padahal pada saat tersebut penderita sangat membutuhkan zat
asam/oksigen, lama kelamaan penderita akan menjadi sianosis, paru dapat
mengalami atelektasis karena tidak mengembang/kolaps, hipoksia, dan
hiperkapnia, laju pernapasan dapat mencapai 40x/menit atau lebih (bila pasien
tidak pingsan/sadar, sedangkan bila dalam keadaan tidak sadar, pasien tampak
berupaya bernapas dengan keras tetapi hanya sedikit udara yang
dikeluarkan/mengalir; juga dapat dilihat gerakan napas paradoksal) Penanganan
pada kejadian flail chest yang pertama kali dilakukan adalah dengan memfiksasi
iga yang patah agar tidak bergerak, dapat dipakai kasa yang ditutup plester
yang kuat atau dapat juga dengan menggunakan traksi pada tulang iga yang patah.
Prinsip dari pertolongan pada flail chest adalah mencegah gerakan iga yang tidak
beraturan pada saat gerakan pernapasan berlangsung, sehingga iga tidak
menusuk ke paru dan tidak timbul rasa sakit dan akhirnya penderita dapat
bernapas dengan normal kembali, mengurangi ruang rugi (dead space) pada
pernapasan serta menangani contusio paru yang terjadi akibat trauma. Rasa sakit
dapat dihilangkan dengan pemberian analgetik

Flail Chest

6) Pneumothoraks terbuka : pada pneumothoraks terbuka terjadi hubungan


antara rongga dada dengan dunia luar. Terjadi karena adanya luka pada dinding
dada. Gejala dan tanda yang nampak biasanya sama dengan pneumothoraks
spontan yaitu terjadi sesak napas, gerakan dada pada sisi yang sakit akan
berkurang, dada yang sakit akan tampak lebih mengembang, suara napas akan
melemah, stem fremitus pada sisi sakit akan melemah sampai hilang, pada perkusi
didapatkan suara perkusi hipersonor, dan kebocoran udara yang ada akan
terdengar dan tampak, penderita akan sesak napas. Untuk penanganan pada
kejadian ini dapat dilakukan dengan pemasangan kasa pada tempat luka dan
menutup ketiga sisinya dengan plester sehingga kasa menjadi seperti klep, pada
saat inspirasi udara dari luar tidak terhisap masuk dan pada saat ekspirasi udara
yang telah ada dalam rongga dada akan dapat terdorong keluar.

8
Open pneumothorax

Pneumothorax terbuka. Mediastinum bergerak dari kiri kekanan dan sebaliknya


(gerak bandul).

A. Inspirasi : udara masuk melalui luka dan menggeser mediastinum kesisi yang
sehat krn tekanan inspirasi tidak seimbang dikiri dan kanan
B. Ekspirasi : udara keluar dari luka, mediastinum pindah ke sisi yang luka.
Pernapasan disisi yang tidak luka tentu terganggu dan ventilasi jauh dari
optimal.

7) Kebocoran trakea : biasanya ditandai dengan gejala dan tanda adanya


suara nafas bronkial pada auskultasi paru, bisa terjadi penumothoraks, emfisema
subkutis luas maupIun terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan
torakotomi dan penutupan kerusakan pada trakea dan bronkus. Pemberian anastesi
yang baik juga harus diperhatikan agar tidak memperberat pneumothoraks yang
sudah ada akibat udara dari ventilator tidak masuk ke dalam alveolus.

9
III. PEMERIKSAAN FISIK :
• INSPEKSI
o Menentukan laju pernapasan (RR)
o Melihat dinding dada  asimetri? Gerakan paradoks dinding dada
o Luka memar, jejak seatbelt, jejak stir
• PALPASI
o Deviasi trakea
o Gerakan dinding dada  adequat dan simetris
o Kelenturan dinding dada atau iga  indikasi fraktur
o Subcutaneus emphysema
• PERKUSI
o Pekak ( dullness)
• AUSKULTASI
o Bunyi suara napas normal, keras kiri dan kanan sama. Terutama di apex,
axilla dan dipunggung belakang

Seat belt injury Subcutaneus emphysema

Temuan klasik pemeriksaan fisik :

Trachea Expansion Breath Sounds Percussion


Decreased.
Tension Chest may be Diminshed or
Away Hyper-resonant
Pneumothorax fixed in hyper- absent
expansion
May be hyper-
Simple May be
Midline Decreased resonant.
Pneumothorax diminished
Usually normal
Diminished if
Dull, especially
Haemothorax Midline Decreased large. Normal if
posteriorly
small
Pulmonary Normal. May
Midline Normal Normal
Contusion have crackles
Lung collapse Towards Decreased May be reduced Normal

10
IV. Pemeriksaan Penunjang

• CT scan
• Angiography
• Oesophagoscopy / oesophagram
• Bronchoscopy

V. Penatalaksanaan pada trauma thoraks


Prinsip umum penatalaksaan pada trauma thoraks adalah dengan menjamin
jalan napas yang adekuat, bebas dari hambatan oleh benda asing maupun darah/sekret
hasil sekresi bronkus (Airway) kemudian menjamin ventilasi paru yang adekuat dapat
dilakukan dengan pemberian oksigen dengan bantuan mesin seperti ventilator maupun
dengan ambu bagging secara manual atau dengan pemberian napas buatan dari mulut
ke mulut (Breathing) serta menjamin sirkulasi darah yang adekuat (Circulation).

11
Penyaliran antar iga (WSD)

A. Lokasi penyalir di puncak toraks untuk pneumotoraks (ruang antariga III)


B. Lokasi penyalir untuk hemotoraks serendah mungkin disisi
C. Pakai penyalir yang cukup besar. Tentukan bagian yang akan terletak
intratoraks; tentukan tempat klem cunam
D. Berikan anestesia lokal
E. Buat luka tusuk
F. Trokar dengan kanul ditusuk masuk

12

Anda mungkin juga menyukai