Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keamanan Pangan

Untuk memenuhi kebutuhan akan keadaan bebas dari resiko kesehatan yang

disebabkan oleh kerusakan, pemalsuan dan kontaminasi, baik oleh mikroba atau

senyawa kimia, maka keamanan pangan merupakan faktor terpenting baik untuk

dikonsumsi pangan dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor. Keamanan pangan

merupakan masalah kompleks sebagai hasil interaksi antara toksisitas mikrobiologik,

toksisitas kimia dan status gizi. Hal ini saling berkaitan, dimana pangan yang tidak

aman akan mempengaruhi kesehatan manusia yang pada akhirnya menimbulkan

masalah terhadap status gizi (Seto, 2001).

Keamanan pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan

sehari-hari. Kurangnya perhatian terhadap hal ini, telah sering mengakibatkan

terjadinya dampak berupa penurunan kesehatan konsumennya, mulai dari keracunan

makanan akibat tidak higienisnya proses penyimpanan dan penyajian sampai risiko

munculnya penyakit kanker akibat penggunaan bahan tambahan (food additive) yang

berbahaya (Syah, 2005).

Keamanan pangan diartikan sebagai terbebasnya makanan dari zat-zat atau

bahan yang dapat membahayakan kesehatan tubuh tanpa membedakan apakah zat itu

secara alami terdapat dalam bahan makanan yang digunakan atau tercampur secara

sengaja atau tidak sengaja kedalam bahan makanan atau makanan jadi (Moehyi,

2000).

Universitas Sumatera Utara


Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah

pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat

mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang aman

setara bermutu dan bergizi tinggi sangat penting peranannya bagi pertumbuhan,

pemeliharaan, dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan

masyarakat (Saparinto, 2006).

2.2. Bahan Tambahan Pangan

Makanan yang optimal akan berkontribusi optimal pula terhadap kesehatan.

Hal ini memperlihatkan bahwa posisi strategis makanan dalam peradaban telah

disadari sejak lama. Makanan yang kita makan sehari-hari tentu saja juga mempunyai

risiko menjadi tidak aman untuk dikonsumsi, karena kemungkinan dicemari bahan-

bahan yang bebahaya seperti mikroba, bahan kimia atau benda-benda lainnya yang

dapat meracuni, atau dapat mengakibatkan kecelakaan. Karena itu, tindakan-tindakan

untuk mencegah timbulnya bahaya dalam makanan, bahan kimia, fisik maupun

mikrobiologi, dalam seluruh rantai pangan harus dipahami sepenuhnya. Salah satu

aspek yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah bahan-bahan yang ditambahkan

terhadap bahan pangan, yang kemudian dikenal dengan nama bahan tambahan

pangan (Syah, 2005).

2.2.1. Pengertian Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam

makanan dan minuman dalam proses pengolahann, pengemasan dan atau

penyimpanan dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama (Hardinsyah dan

Sumali, 2001).

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dengan revisi No.

1168/Menkes/Per/X/1999 menyatakan bahwa bahan tambahan pangan adalah bahan

yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan

komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan

sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan,

pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan

(Cahyadi, 2008).

Defenisi lain mengatakan bahwa bahan tambahan pangan adalah bahan yang

tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan atau tidak dipakai sebagai campuran khusus

makanan, mungkin bergizi mungkin juga tidak (Fardiaz, 2007).

2.2.2. Jenis Bahan Tambahan Pangan

Pada umumnya bahan tambahan Pangan dibagi mejadi dua golongan besar,

yaitu dengan sengaja ditambahkan dan tidak sengaja ditambahkan (Cahyadi, 2008) :

1. Dengan sengaja ditambahkan (Intentional Additives)

Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam

makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dengan maksud dan tujuan

tertentu, seperti untuk meningkatkan nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman

dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, sebagai contoh pengawet, pewarna

dan pengeras.

2. Tidak sengaja ditambahkan

Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan pangan

yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut terdapat secara tidak sengaja,

baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses

Universitas Sumatera Utara


produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau

kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan

mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan

dikonsumsi. Contoh bahan tambahan makanan dalam golongan ini adalah residu

pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida), dan antibiotik.

2.2.3. Tujuan Penambahan Bahan Tambahan Pangan

Adapun tujuan penambahan bahan tambahan pangan secara umum adalah

(Saparinto, 2006) :

1. Meningkatkan nilai gizi makanan.

2. Memperbaiki nilai estetika dan sensori makanan.

3. Memperpanjang umur simpan makanan.

Pada umumnya bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat

dibenarkan apabila (Puspitasari, 2001) :

1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam

pengolahan.

2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau

tidak memenuhi persyaratan.

3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang betentangan cara

produksi yang baik untuk makanan.

4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan makanan

Universitas Sumatera Utara


2.2.4. Bahan Tambahan Pangan yang Diizinkan

Berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 menyatakan bahwa

tamabahan pangan yang diizinkan digunakan dalam makanan adalah (Cahyadi,

2008):

1. Antioksidan dan anti oksidan sinergis

Bahan tambahan makanan yang digunakan untuk mencegah terjadinya proses

oksidasi. Contoh : asam askorbat dan asam eritrobat serta garamnya untuk produk

daging, ikan dan buah-buahan kaleng.

2. Antikempal

Bahan tambahan makanan untuk mencegah atau mengurangi kecepatan

pengempalan atau menggumpalnya makanan yang mempunyai sifat higroskopis atau

mudah menyerap air. Bahan yang biasa ditambah bahan antikempal misalnya susu

bubuk, krim bubuk, garam meja, dan kaldu bubuk.

3. Pengatur keasaman

Bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan

mempertahankan derajat keasaman makanan. Contoh: Asam laktat, sitrat, dan malat

digunakan pada jeli. Natrium bikarbonat, karbonat, dan hidroksi digunakan penetral

pada mentega.

4. Pemanis buatan

Bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan

yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Contoh: sakarin, dan siklamat.

Universitas Sumatera Utara


5. Pemutih dan pematang tepung

Bahan tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan tepung

dan atau pematangan tepung hingga dapat memperbaiki mutu penanganan.

6. Pengemulsi, pemantap dan pengental

Bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya atau

memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan. Biasa digunakan pada

makanan yang mengandung air atau minyak. Contoh: polisorbat untuk pengemulsi es

krim dan kue, pektin untuk pengental pada jamu, jeli, minuman ringan dan es krim,

gelatin pemantap dan pengental untuk sediaan keju, karagenen dan agar-agar untuk

pemantap dan pengental produk susu dan keju.

7. Pengawet

Bahan tambahan makanan dapat mencegah fermentasi, pengasaman atau

penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Biasa

ditambahkan pada makanan yang mudah rusak atau yang disukai sebagai medium

pertumbuhan bakteri atau jamur. Contoh: asam benzoat dan garamnya serta ester

para-hidroksi benzoat untuk produk buah-buahan, kecap, keju, dan margarin; asam

propionat untuk keju dan roti.

8. Pengeras

Bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah lunaknya

makanan. Contoh: Al sulfat, Al Na sulfat untuk pengeras pada acar ketimun dalam

botol, Ca glukonat, dan Ca sulfat pada buah kaleng seperti tomat dan apel.

Universitas Sumatera Utara


9. Pewarna

Bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada

makanan. Contoh: ponceau 4R, eritrosin warna merah, green FCF, green S warna

hijau, kurkumin, karoten, yellow kuinolin, tartazin warna kuning, dan karamel warna

coklat.

10. Penyedap rasa dan aroma serta penguat rasa

Bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah atau

mempertegas rasa dan aroma. Contoh: monosodium glutamat pada produk daging.

11. Sekuestran

Bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada pada

makanan sehingga dicegah terjadinya oksidasi yang dapat menimbulkan perubahan

warna dan aroma. Biasa ditambahkan pada produk lemak dan minyak atau produk

yang mengandung lemak atau minyak seperti daging dan ikan. Contoh: asam folat

dan garamnya.

Selain itu terdapat juga beberapa bahan tambahan makanan yang bisa

digunakan dalam makanan antara lain:

1. Enzim

Bahan tambahan makanan yang berasal dari hewan, tanaman atau jasad renik

yang dapat menguraikan makanan secara enzimatik. Biasa untuk mengatur proses

fermentasi makanan. Contoh: amilase dari aspergillus niger untuk tepung gandum

dan rennet dalam pembutan keju.

Universitas Sumatera Utara


2. Penambahan gizi

Bahan tambahan makanan berupa asam amino, mineral atau vitamin, baik

tunggal maupun campuran yang dapat memperbaiki atau memperkaya gizi makanan.

Contoh: asam askorbat, feri fosfat, inositol, tokoferol, vitamin A, B12, dan vitamin D.

3. Humektan

Bahan tambahan makanan yang dapat menyerap lembab sehingga dapat

mempertahankan kadar air dalam makanan. Contoh: gliserol untuk keju, es krim dan

sejenisnya dan triaseti untuk adonan kue.

4. Antibusa

Bahan tambahan makanan yang dapat menghilngkan busa yang dapat timbul

karena pengocokan dan pemasakan. Contoh: dimetil polisiloksan pada jeli, minyak

dan lemak, sari buah dan buah nanas kalengan, silikon dioksida amorf pada minyak

dan lemak.

2.3. Zat Pewarna

2.3.1. Definisi Zat Pewarna

Menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah

bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada

makanan.

Penambahan bahan pewarna pada makanan bertujuan untuk memberi kesan

menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna makanan menstabilkan warna,

menutupi perubahan wana selama proses pengolahan dan mengatasi perubahan warna

selama penyimpanan (Syah, 2005).

Universitas Sumatera Utara


Kualitas bahan makanan ditentukan antara lain oleh cita rasa, warna, tekstur

dan nilai gizi. Akan tetapi sebagian besar konsumen sebelum mempertimbangkan cita

rasa dan nilai gizi akan lebih tertarik pada tampilan atau warna makanan serta

pengolahan bahan makanan (Saparinto, 2006).

2.3.2. Jenis Zat Pewarna

Berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis pewarna yang termasuk dalam

golongan tambahan pangan yaitu (Hidayat, 2006) :

1. Pewarna alami

Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan hewan dapat

digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut

menyumbangkan nilai nutrisi (karetonoid, riboflavin, dan kolabamin), merupakan

bumbu atau pemberi rasa ke bahan olahannya. Konsumen sekarang ini banyak

menginginkan bahan alami yang masuk dalam daftar diet mereka. Banyak pewarna

olahan yang tadinya menggunakan pewarna sintetik berpindah keperwarna alami.

Pewarna makanan tradisional menggunakan bahan alami, misalnya kunyit

untuk warna kuning, daun suji untuk warna hijau, dan daun jambu atau daun jati

untuk warna merah. Pewarna alami ini aman untuk dikonsumsi namun mempunyai

kelemahan, yakni ketersediaan bahannya yang terbatas dan warnanya tidak homogen

sehingga tidak cocok digunakan industri makanan dan minuman. Penggunaan bahan

alami untuk produk misal akan membuat biaya produksi menjadi lebih mahal dan

lebih sulit karena sifat pewarna alami tidak homogen sehingga sulit menghasilkan

warna yang stabil (syah, 2005).

Universitas Sumatera Utara


Menurut arief (2007), penggunaan pewarna alami mempunyai keterbatasan-

keterbatasan, antara lain:

1. Seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan

2. Konsentrasi pigmen rendah

3. Stabilitas pigmen rendah

4. Keseragaman warna kurang baik

5. Spektrum warna tidak seluas seperti pewarna sintetis.

Tabel 2.1. Daftar Zat Pewarna Alami

Kelompok Warna Sumber


Karamel Coklat Gula yang dipanaskan
Anthosianin Jingga Tanaman
Merah
Biru
Flavonoid Tanpa kuning Tanaman
Leucoantho sianin Tidak berwarna Tanaman
Tannin Tidak berwarna Tanaman
Batalain Kuning, merah Tanaman
Quinon Kuning, hitam Tanaman
Xanthon Kuning Tanaman
Karotenoid Tanpa kuning merah Tanaman/hewan
Klorofil Hijau, cokelat Tanaman
Heme Merah, cokelat Hewan
Sumber:Tranggono dkk,1989 (dalam Yuliarti, 2007).

Universitas Sumatera Utara


2. Pewarna Buatan

Di negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui berbagai prosedur

pengujian sebelum digunakan sebagai pewarna makanan. Proses pembuatan zat

warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat

yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun.

Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui

suatu senyawa dulu yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam

hal akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya (Cahyadi, 2008).

Namun sering sekali terjadi penyalahgunaan pemakaian pewarna untuk

sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna tekstil dan kulit untuk mewarnai

bahan pangan. Bahan tambahan pangan yang ditemukan adalah pewarna yang

berbahaya terhadap kesehatan seperti Amaran, Auramin, Methanyl Yellow dan

Rhodamin B. Jenis-jenis makanan jajanan yang ditemukan mengandung bahan-bahan

berbahaya ini antara lain sirup, saus, bakpau, kue basah, pisang goreng, tahu,

kerupuk, es cendol, mie dan manisan (Yuliarti, 2007).

Timbulnya penyalahgunaan bahan tersebut disebabkan karena ketidaktahuan

masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan juga disebabkan karena harga

zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna

untuk pangan (Seto, 2001).

Universitas Sumatera Utara


Berikut tabel daftar zat pewarna sintetis yang diizinkan di Indonesia.

Tabel 2.2. Daftar Zat Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia

Nomor Indeks Batas Maksimum


Pewarna
Warna (C.I.No.) Penggunaan

Amaran Amaranth :CL 16185 Secukupnya


Food Red 9
Biru berlian Briliant blue FCF : 42090 Secukupnya
CL
Eritrosin Food Red 2 45430 Secukupnya
Erithrosin : CL
Hijau FCF Food red 14 fast 42053 Secukupnya
green FCF : CL
Hijau S. Food Green 3 44090 Secukupnya
Green S : Cl. Food
Indigotin Green 4 73015 Secukupnya
Indigotin : Cl. Food
Ponceau 4R Blue I 16255 Secukupnya
Ponceau 4R : Cl
Kuning Food Red 7 74005 Secukupnya
Kuinelin Quineline yellow 15980 Secukupnya
Cl. Food Yellow 13
Kuning FCF Sunset Yellow FCF - Secukupnya
Cl. Food Yellow 3
Riboflavina Riboflavina 19140 Secukupnya
Tartrazine Tartrazine
Sumber: Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/88

Universitas Sumatera Utara


2.3.3. Tujuan Penambahan Zat Pewarna

Menurut Syah, dkk (2005), kemajuan teknologi pangan memungkinkan zat

pewarna dibuat secara sintetis. Dalam jumlah yang sedikit, suatu zat kimia bisa

memberi warna yang stabil pada produk pangan. Beberapa alasan utama

menambahkan zat pewarna pada makanan:

1. Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara, atau temperatur

yang ekstrim akibat proses pengolahan dan penyimpanan.

2. Memperbaiki variasi alami warna. Produk pangan yang salah warna akan

diasosiasikan dengan kualitas rendah. Jeruk yang matang dipohon misalnya sering

disemprotkan pewarna Citrus Red No. 2 untuk memperbaiki warnanya yang hijau

burik atau orange kecoklatan.

3. Membuat identitas produk pangan. Identitas es krim strawberi adalah merah.

Permen rasa mint akan berwarna hijau muda sementara rasa jeruk akan berwarna

hijau yang sedikit tua.

4. Menarik minat konsumen dengan pilihan warna yang menyenangkan.

5. Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar matahari

selama produk disimpan.

Universitas Sumatera Utara


2.3.4. Dampak Zat Pewarna Terhadap Kesehatan

Pemakaian zat pewarna sintetis dalam makanan dan minuman mempunyai

dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu

makanan lebih menarik, meratakan warna makanan, mengembalikan warna bahan

dasar yang telah hilang selama pengolahan ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal

yang tidak diinginkan dan bahkan memberikan dampak yang negatif bagi kesehatan

konsumen.

Menurut Cahyadi (2008), ada hal-hal yang mungkin memberikan dampak

negatif tersebut apabila :

1. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil namun berulang.

2. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu yang lama.

3. Kelompok masyarakat yang luas dengan daya tahan yang berbeda-beda yaitu

tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu makanan sehari-hari dan

keadaan fisik.

4. Beberapa masyarakat menggunakan bahan pewarna sintetis secara berlebihan.

Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak

memenuhi persyaratan.

Universitas Sumatera Utara


Berikut tabel daftar zat pewarna sintetis yang dilarang di Indonesia.

Tabel 2.3. Daftar Zat Pewarna Sintetis yang Dilarang di Indonesia

Bahan Pewarna Nomor Indeks Warna (C.l.No.)


Citrus red No.2 12156
Ponceau 3 R 16155
Ponceau SX 14700
Rhodamin B 45170
Guinea Green B 42085
Magenta 42510
Chrysoidine 11270
Butter Yellow 11020
Sudan I 12055
Methanil Yellow 13065
Auramine 41000
Oil Oranges SS 12100
Oil Orange XO 12140
Oil Yellow AB 11380
Oil Yellow OB 11390
Sumber: Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/88

Berbagai jenis pewarna tekstil yang disalahgunakan sebagai pewarna

makanan, yang paling banyak digunakan adalah Rhodamin B dan Metanyl Yellow.

Padahal keduanya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan yang mungkin baru

muncul bertahun-tahun setelah kita mengkonsumsinya. Rhodamin B sebenarnya

adalah pewarna untuk kertas, tekstil, dan reagensia untuk pengujian antimon, cobalt

dan bismut. Zat warna sintetis ini berbentuk serbuk kristal, tidak berbau, berwarna

merah keunguan, dalam larutan berwarna merah terang berpendar (berfluorescensi).

Penggunaan rhodamin B pada makanan dalam waktu yang lama (kronis) akan dapat

mengakibatkan gangguan fungsi hati dan kanker. Bila terpapar rhodamin B dalam

jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan rhodamin

Universitas Sumatera Utara


B. Bila rhodamin B tersebut masuk melalui makanan maka akan mengakibatkan iritasi

pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan air kencing

bewarna merah ataupun merah muda (Yuliarti, 2007).

Methanyl Yellow adalah zat warna sintetis berbentuk serbuk berwarna kuning

kecoklatan, larut dalam air. Methanyl Yellow umumnya digunakan sebagai pewarna

tekstil dan cat serta sebagai indikator reaksi netralisasi asam-basa. Methanyl Yellow

dapat menimbulkan tumor dalam berbagai jaringan hati, kandung kemih, saluran

pencernaan atau jaringan kulit.

2.4. Minuman

2.4.1. Pengertian Minuman

Minuman adalah segala sesuatu yang diminum masuk ke dalam tubuh

seseorang yang juga merupakan salah satu intake makanan yang berfungsi untuk

membentuk atau mengganti jaringan tubuh, memberi tenaga, mengatur semua proses

di dalam tubuh (Tarwotjo, 1998).

2.4.2. Penggolongan Minuman

Menurut Tarwotjo (1998), jenis minuman yang tersedia setiap hari adalah :

1. Minuman sehari-hari

- Air putih, merupakan minuman netral dengan sarat tidak berwarna, tidak

berbau, tidak berasa.

- Teh

- Kopi

2. Minuman panas

Jenis minuman ini antara lain adalah : wedang, jahe, wedang ronde, dll.

Universitas Sumatera Utara


3. Minuman dingin

a. Es Sirup

Sirup ini dibuat dari gula pasir yang dilarutkan dalam air dengan

perbandingan tertentu, lalu direbus sampai mendidih.

b. Jus Buah

Yaitu minuman dingin yang dibuat dari buah-buahan yang dihaluskan, satu

macam buah atau campuran beberapa buah ditambah dengan sirup atau gula pasir

dan es batu.

c. Es Buah

Yaitu es sirup yang diisi dengan beberapa macam buah yang dipotong-potong

kecil dan ditambah es.

d. Es Krim

Terbuat dari susu, gula, telur, dan bahan tambahan seperti buah-buahan.

e. Es Puter

Es puter mirip dengan es krim. Bedanya kalau es krim menggunakan susu

sebagai dasar, sedangkan es puter menggunakan santan sebagai dasar.

f. Es Teler

Es teler adalah es serut yang diisi dengan berbagai macam bahan seperti

nangka masak, kelapa muda, tape, alpokat.

g. Es Shanghai

Es shanghai adalah sejenis es buah dengan varian buah yang bermacam-

macam seperti mangga, alpukat, pir, semangka, melon, apel, nangka, dll.

Universitas Sumatera Utara


h. Minuman ringan (Soft Drink)

Yaitu minuman yang tidak mengandung alkohol, hanya mengandung gula,

atau soda. Misalnya cola-cola, sprite, fanta, sosro,dll.

2.4.3. Sirup

Sirup merupakan larutan yang terdiri dari air, gula dan formulasi bahan-bahan

tambahan pangan. Bahan tambahan pangan yang digunakan bertujuan untuk

meningkatkan nilai organoleptik, menghambat pertumbuhan mikroba dan

memperpanjang masa simpan produk (Kusnandar, dkk. 2008).

2.4.4. Cara Pembuatan Sirup

Bahan-bahan:

1. 1 liter air bersih

2. ½ kg gula pasir

3. 10 cc Essence Nanas

4. 1 sendok teh Citrun zuur

5. 1 sendok teh Sodium cyclamate (sari manis)

6. 1 sendok teh Natrium Benzoat

7. Pewarna secukupnya

8. 1 sendok makan CMC makanan

Cara membuatnya:

1. CMC dilarutkan dengan 1 gelas air tersendiri.

2. Larutan 1 dipanaskan dengan api, sambil masukkan gula pasir dan citrun zuur,

sambil diaduk masukkan pula sisa airnya.

Universitas Sumatera Utara


3. Masukkan bahan Natrium Benzoat sebentar, kemudian turunkan dari atas

perapian, dinginkan kira-kira 10 menit baru masukkan essence sampai rata.

4. Sebelum dimasukkan ke dalam botol, terlebih dahulu sirup disaring.

Keterangan:

Untuk membuat sirup dengan rasa dan aroma yang berbeda-beda, essence

nanas bisa diganti dengan essence yang lain. Dengan demikian maka bisa membuat

sirup dengan berbagai rasa dan aroma. Cara membuatnya sama. CMC (Karboksil

Metil Selulosa) merupakan bahan tambahan pangan yang berfungsi untuk menambah

kekentalan pada sirup (Satini, dkk. 1995).

Universitas Sumatera Utara


2.5. Kerangka Konsep

Sirup

Pemeriksaan
Laboratorium

Uji Uji
Kualitatif Kuantitatif

Memenuhi/Tidak Memenuhi syarat Permenkes RI


No.722/Menkes/Per/IX/1988

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai