Indonesia
Barat. Dimulai dari abad XVII yang merupakan tonggak dikonsepkannya hak asasi
manusia yang bersumber dari hak kodrat yang mengalir dari hukum kodrat dengan
hak politik. Pada abad XVIII Hak-hak kodrat dirasionalkan dalam kontrak sosial dan
mulai dipikirkan tentang kebebasan sipil individualisme kuantitatif. Pada abad XIX
pemikiran berkembang dengan dukungan etik dan utilitarian dan munculnya paham
berkembang adanya konversi hak-hak asasi manusia yang sifatnya kodrat menjadi
hak-hak hukum (positip) dan hak-hak sosial (sosiale grondrechten). Pada masa ini
Piagam PBB ditetapkan oleh Majelis Umum dalam Resolusi 217 A (III)
berdasarkan pada hukum kebiasaan setelah memenuhi dua syarat yaitu keajegan
dalam kurun waktu yang lama dan adanya opinion necesitatis. Indonesia mempunyai
konsep hak asasi manusia sendiri, yang dirumuskan dalam UUD 1945. Perumusan
hak asasi manusia dalam UUD 1945, belum diilhami oleh Piagam PBB, tetapi hal ini
bukan berarti Indonesia tidak mengakui hak asasi manusia dalam Piagam PBB.
Perbedaan pandangan konsep Barat dengan konsep Sosialis dalam melihat hak
asasi manusia berpengaruh pada sikap dunia melihat pelaksanaan hak asasi manusia
hak asasi manusia. Hal ini merupakan salah satu faktor terjadinya amandemen UUD
1945. Amandemen UUD 1945 memaksakan untuk dimasukkannya rumusan hak asasi
manusia dari Piagam PBB. Pengaturan hak asasi manusia di dalam Piagam PBB
apabila disejajarkan dengan UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999, UU No. 11 Tahun
2005, UU No. 12 Tahun 2005 dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :
Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan internasional tentang hak sipil dan
politik) tanggal 16 Desember 1966 dalam UU No. 12. Tahun 2005 dan International
Covenant on Sosial, economic and cultural Rights (Kovenan internasional tentang hak
sosial, ekonomi dan budaya) tanggal 16 Desember 1966 dalam UU No. 11. Tahun
organisasi internasional1. Selain itu istilah convention atau conventie digunakan untuk
perjanjian internasional multilateral, baik yang diprakarsai oleh negara, lembaga, atau
organisasi internasional, yang mengatur tentang masalah besar dan penting dan
dimaksudkan untuk berlaku sebagai kaidah hukum internasional yang dapat berlaku
1
I Wayan Parthiana, Perjanjian Internasional Bagian I, ( Selanjutnya disebut I Wayan Parthiana I ),
Mandar Maju, Bandung, 2002, h. 31.
2
Ibid., h. 28.
Ditinjau dari isi International Covenant on Civil and Political Rights dan
International Covenant on Sosial, economic and cultural Rights, lebih tepat apabila
itu sudah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 2005 sehingga sejak saat itu sudah
menjadi bagian dari hukum nasional. Selanjutnya harus diterapkan di dalam wilayah
Tahun 1999 tentang Hak asasi manusi. Ini menunjukkan bahwa pada saat itu kedua
covenant itu dianggap oleh pembentuk UU No. 39 Tahun 1999 sebagai hukum
Sebuah perjanjian internasional tidak disahkan oleh suatu negara, tetapi materi
yang dimuat di dalam perjanjian internasional tersebut diterapkan dalam sistem
hukum nasional. Di dalam hukum internasional dikenal ius cogens atau disebut
sebagai hukum internasional umum. Masuknya materi perjanjian internasional
sebagi materi hukum positif, disamping formilnya yang merupakan bagian yang
terpenting dan paling utama, juga dapat dari aspek substansi atau materinya yaitu
dengan melalui timbulnya kebiasaan atau praktik yang telah tumbuh dan diadopsi
oleh hukum nasional.4
dengan tahun 2007, di Indonesia masih terdapat pelanggaran hak sipil dan politik
serta hak sosial, ekonomi dan budaya. Memang berdasarkan prinsip kedaulatan
negara, negara sendiri yang paling berhak menentukan nasibnya sendiri tentang apa
yang terbaik bagi dirinya sendiri. Demikian juga negara itu sendirilah yang paling
Adapun kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi antara tahun 2004 –
3
I Wayan Parthiana I, op.cit.,h. 265.
4
Harjono, Politik hukum perjanjian internasional, Bina Ilmu, 1999, h. 84-85.
5
I Wayan Parthiana, Perjanjian Internasional Bagian II, ( Selanjutnya disebut I Wayan Parthiana II ),
Mandar Maju, Bandung, 2002, h., 268.
3140 pengaduan yang diterima, sebanyak 54 persen merupakan pelanggaran terhadap
hak sipil dan politik, sedangkan 46 persen pelanggaran terhadap hak ekonomi, sosial,
dan budaya. Diantara kasus pelanggaran hak asasi manusia itu adalah :
tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian tanggal 1 Mei 2004 di
Kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar dua orang mahasiswa
mengalami luka tembak dan lebih dari 80 mahasiswa menderita luka-luka.6 Kasus
PHK terhadap karyawan PT Dirgantara Indonesia (PT DI), Bandung bermula dari
Keputusan Direksi untuk merumahkan 9600 karyawannya. Keputusan tersebut
disusul dengan keputusan pemanggilan kembali 3039 karyawan untuk bekerja
kembali dan mem-PHK-kan selebihnya yaitu 6561 karyawan.7.
Kasus meninggalnya Munir, Direktur Eksekutif Imparsial, sebuah LSM yang
bergerak di bidang HAM, pada 7 September 2004 dalam perjalanan dari Jakarta
menuju Amsterdam, Belanda8
Peristiwa Wasior, Papua bermula dari terbunuhnya lima anggota Brimob dan
seorang warga sipil di base camp perusahaan CV Vatika Papuana Perkasa (CV
VPP) di Desa Wondiboi, Distrik Wasior, pada 13 Juni 2001. Para pelaku
membawa lari enam pucuk senjata dari anggota Brimob yang tewas. Selama
proses pencarian tersebut, telah terjadi tindak pembunuhan, penyiksaan, termasuk
penyiksaan yang mengakibatkan kematian, penghilangan orang secara paksa, dan
perkosaan di sejumlah lokasi, yang dilakukan oleh anggota Polri.9
terdapat 4,18 juta anak usia sekolah di Indonesia mengalami putus sekolah dan menjadi
pekerja anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 19 persen anak-anak di bawah 15
tahun tidak bersekolah dan lebih memilih untuk menjadi pekerja. Survei yang dilakukan
ILO mencakup 1.200 keluarga di lima provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera
Utara, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa selain tidak
terpenuhinya hak atas pendidikan dasar bagi anak-anak usia sekolah, juga terjadinya
pelanggaran terhadap larangan penggunaan anak sebagai tenaga kerja. Laporan Tahunan
Komnas HAM 2005 Angka perselisihan perburuhan meningkat seiring dengan
memburuknya kondisi perburuhan sektor industri manufaktur. Di sejumlah provinsi di
Indonesia, seperti Jawa Timur, terjadi unjuk rasa besar-besaran yang menuntut agar Upah
Minimum Regional (UMR) disesuaikan dengan indeks kebutuhan hidup. Buruh juga
menjadi sasaran kriminalisasi baik karena perjuangan hak berserikat maupun hak atas
kesejahteraan. Berbagai pelanggaran hak buruh, seperti hak untuk memperoleh upah yang
layak, hak berserikat dan hak atas kesejahteraan yang dijamin oleh peraturan perundang-
undangan nasional dan instrumen internasional mengenai HAM, menunjukkan kurang
diperhatikannya kepentingan buruh.10
6
Laporan tahunan Komnasham tahun 2004, h. 57.
7
Ibid., h. 60
8
Ibid., h. 66.
9
Ibid., h. 72.
10
Laporan tahunan Komnasham tahun 2005, h. 19-20
Selanjutnya berdasarkan laporan tahunan Komnasham 2006, para TKI
di Terminal III di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta karena terjadi banyak praktik
pungutan liar, pemerasan, penipuan, dan pelecehan seksual. Selain itu, tidak
adanya akses publik ke Terminal III, membuat TKI tidak dapat dijemput
keluarganya.11
Temuan penelitian Komnasham terhadap pelaksanaan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) di Gresik, Makassar, dan Samarinda. adalah belum
diterapkannya K3, antara tidak dilakukannya pemeriksaan rutin mengenai kondisi
kesehatan pekerja, tidak diterapkannya sistem manajemen K3 sebagai bagian yang
integral dari sistem manajemen perusahaan, kurangnya ahli K3, lemahnya
pengawasan baik dari pihak manajemen maupun Dinas Tenaga Kerja setempat,
serta kurangnya pembinaan dan pelatihan terhadap hal-hal yang dapat berdampak
buruk terhadap kesehatan serta keselamatan kerja.12
perbaikan.
Selama tahun 2007 terdapat pengaduan ske Komnasham sebanyak 42 kasus. TKI
yang tidak digaji atau tidak mendapatkan upah, 27 kasus TKI yang tidak
dipulangkan, 18 kasus TKI yang hilang kontak dengan keluarga atau kerabatnya,
13 kasus TKI yang mengalami kekerasan fisik, 5 kasus TKI yang mengalami
pemerkosaan, 2 kasus TKI yang mengalami pemerasan, 1 kasus TKI yang
mengalami tuduhan pembunuhan, 1 kasus TKI yang mengalami PHK, 2 kasus
TKI yang mengalami trafficking, dan 1 kasus TKI di bawah umur. Dari kategori
masalah TKI yang diadukan sebanyak 120 kasus yang diadukan secara
perseorangan, dan 1 kasus yang mengadu secara kelompok.13
yang mendorong terlaksananya hak sipil dan politik serta hak ekonomi, sosial dan
budaya sebagai realisasi dari UU No. 11 tahun 2005 jo UU No. 12 tahun 2005.
Rujukan
11
Laporan tahunan Komnasham tahun 2006, h. 24.
12
Ibid., h. 39-40
13
Laporan tahunan Komnasham tahun 2007, h. 101.
I Wayan Parthiana, Perjanjian Internasional Bagian I, , Mandar Maju, Bandung,
2002.