Anda di halaman 1dari 3

Euthanasia dan Kematian Bermartabat: Suatu tinjauan

Bioetika
Membunuh bisa dilakukan secara legal. Itulah euthanasia, pembuhuhan legal yang sampai kini
masih jadi kontroversi. Pembunuhan legal ini pun ada beragam jenisnya.

Secara umum, kematian adalah suatu topik yang sangat ditakuti oleh publik. Hal demikian tidak
terjadi di dalam dunia kedokteran atau kesehatan. Dalam konteks kesehatan modern, kematian
tidaklah selalu menjadi sesuatu yang datang secara tiba-tiba. Kematian dapat dilegalisir menjadi
sesuatu yang definit dan dapat dipastikan tanggal kejadiannya. Euthanasia memungkinkan hal
tersebut terjadi.

Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seorang individu secara tidak menyakitkan, ketika
tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai bantuan untuk meringankan penderitaan dari individu
yang akan mengakhiri hidupnya.

Ada empat metode euthanasia:

 Euthanasia sukarela: ini dilakukan oleh individu yang secara sadar menginginkan
kematian.

 Euthanasia non sukarela: ini terjadi ketika individu tidak mampu untuk menyetujui
karena faktor umur, ketidak mampuan fisik dan mental. Sebagai contoh dari kasus ini
adalah menghentikan bantuan makanan dan minuman untuk pasien yang berada di dalam
keadaan vegetatif (koma).

 Euthanasia tidak sukarela: ini terjadi ketika pasien yang sedang sekarat dapat ditanyakan
persetujuan, namun hal ini tidak dilakukan. Kasus serupa dapat terjadi ketika permintaan
untuk melanjutkan perawatan ditolak.

 Bantuan bunuh diri: ini sering diklasifikasikan sebagai salah satu bentuk euthanasia. Hal
ini terjadi ketika seorang individu diberikan informasi dan wacana untuk membunuh
dirinya sendiri. Pihak ketiga dapat dilibatkan, namun tidak harus hadir dalam aksi bunuh
diri tersebut. Jika dokter terlibat dalam euthanasia tipe ini, biasanya disebut sebagai
‘bunuh diri atas pertolongan dokter’. Di Amerika Serikat, kasus ini pernah dilakukan oleh
dr. Jack Kevorkian.

Euthanasia dapat menjadi aktif atau pasif:

 Euthanasia aktif menjabarkan kasus ketika suatu tindakan dilakukan dengan tujuan untuk
menimbulkan kematian. Contoh dari kasus ini adalah memberikan suntik mati. Hal ini
ilegal di Britania Raya dan Indonesia.
 Euthanasia pasif menjabarkan kasus ketika kematian diakibatkan oleh penghentian
tindakan medis. Contoh dari kasus ini adalah penghentian pemberian nutrisi, air, dan
ventilator.

Ada kasus ketika meningkatkan dosis pengurang rasa sakit, seperti pemberian Morfin, dapat
memperpendek umur pasien. Namun pemberian morfin tidak dimaksukan untuk menimbulkan
kematian, sehingga dipandang secara moral berbeda. Kasus ini juga dapat dilihat dari perspektif
falsafah ‘efek ganda’. Prinsip ini berasal dari filsafat moral Immanuel Kant, yang juga
dipopulerkan oleh Gereja Katholik. Falsafah ‘efek ganda’ menekankan bahwa suatu efek
tindakan tidak akan bisa diterima secara moral ketika ia terjadi secara sengaja, namun tindakan
itu akan diterima jika tidak disengaja.

Argumen Pro Euthanasia

Kelompok pro euthanasia, yang termasuk juga beberapa orang cacad, berkonsentrasi untuk
mempopulerkan euthanasia dan bantuan bunuh diri. Mereka menekankan bahwa pengambilan
keputusan untuk euthanasia adalah otonomi individu. Jika seseorang memiliki penyakit yang
tidak dapat disembuhkan atau berada dalam kesakitan yang tak tertahankan, mereka harus
diberikan kehormatan untuk memilih cara dan waktu kematian mereka dengan bantuan yang
diperlukan. Mereka mengklaim bahwa perbaikan teknologi kedokteran merupakan cara untuk
meningkatkan jumlah pasien yang sekarat tetap hidup. Dalam beberapa kasus, perpanjangan
umur ini melawan kehendak mereka.

Mereka yang mengadvokasikan euthanasia non sukarela, seperti Peter Singer, berargumentasi
bahwa peradaban manusia berada dalam periode ketika ide tradisional seperti kesucian hidup
telah dijungkir balikkan oleh praktek kedokteran baru yang dapat menjaga pasien tetap hidup
dengan bantuan instrumen. Dia berargumen bahwa dalam kasus kerusakan otak permanen, ada
kehilangan sifat kemanusian pada pasien tersebut, seperti kesadaran, komunikasi, menikmati
hidup, dan seterusnya. Mempertahankan hidup pasien dianggap tidak berguna, karena kehidupan
seperti ini adalah kehidupan tanpa kualitas atau status moral.

Falsafah Utilitarian Singer menekankan bahwa tidak ada perbedaan moral antara membunuh dan
mengizinkan kematian terjadi. Jika konsekuensinya adalah kematian, maka tidak menjadi
masalah jika itu dibantu dokter, bahkan lebih disukai jika kematian terjadi dengan cepat dan
bebas rasa sakit.

Oposisi terhadap Euthanasia

Banyak argumen anti euthanasia bermula dari proposisi, baik secara religius atau sekuler, bahwa
setiap kehidupan manusia memiliki nilai intrinsik dan mengambil hidup seseorang dalam kondisi
normal adalah suatu kesalahan. Advokator hak-hak orang cacad menekankan bahwa jika
euthanasia dilegalisasi, maka hal ini akan memaksa beberapa orang cacad untuk
menggunakannya karena ketiadaan dukungan sosial, kemiskinan, kurangnya perawatan
kesehatan, diskriminasi sosial, dan depresi. Orang cacad sering lebih mudah dihasut dengan
provokasi euthanasia, dan informed consent akan menjadi formalitas belaka dalam kasus ini.
Beberapa orang akan merasa bahwa mereka adalah beban yang harus dihadapi dengan solusi
yang jelas. Secara umum, argumen anti euthanasia adalah kita harus mendukung orang untuk
hidup, bukan menciptakan struktur yang mengizinkan mereka untuk mati.

Anda mungkin juga menyukai