Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya merupakan salah satu indicator positif
meningkatnya kesadaran hukum dalam masyarakat. Sisi negatifnya adalah adanya
kecenderungan meningkatnya kasus tenaga kesehatan ataupun rumah sakit di somasi, diadukan
atau bahkan dituntut pasien yang akibatnya seringkali membekas bahkan mencekam para tenaga
kesehatan yang pada gilirannya akan mempengaruhi proses pelayanan kesehatan tenaga
kesehatan dibelakang hari. Secara psikologis hal ini patut dipahami mengingat berabad-abad
tenaga kesehatan telah menikmati kebebasan otonomi paternalistik yang asimitris kedudukannya
dan secara tiba-tiba didudukkan dalam kesejajaran. Masalahnya tidak setiap upaya pelayanan
kesehatan hasilnya selalu memuaskan semua pihak terutama pasien, yang pada gilirannya dengan
mudah menimpakan beban kepada pasien bahwa telah terjadi malpraktek.
Dari definisi malpraktek “adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat
pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama”. (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos,
California, 1956). Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah
terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Andaikata akibat yang tidak
diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat terhadap suatu
tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam transaksi teraputik antara
tenagakesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning
verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaa verbintenis).
Apabila tenaga tenaga kesehatan didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini bukanlah
merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan dalam
membuktikan ada dan tidaknya kesalahan.
Dalam hal tenaga kesehatan didakwa telah melakukan ciminal malpractice, harus dibuktikan
apakah perbuatan tenaga kesehatan tersebut telah memenuhi unsur tidak pidanya yakni :
a. Apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan yang tercela
b. Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang salah (sengaja,
ceroboh atau adanya kealpaan). Selanjutnya apabila tenaga perawatan dituduh telah melakukan
kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus
dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin
berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.
Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua
cara yakni :
1. Cara langsung
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :
1. Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga perawatan haruslah
bertindak berdasarkan
(1) Adanya indikasi medis
(2) Bertindak secara hati-hati dan teliti
(3) Bekerja sesuai standar profesi
(4) Sudah ada informed consent.
1. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan keperawatan menyimpang dari apa yang
seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya,
maka tenaga perawatan tersebut dapat dipersalahkan.
1. Direct Causation (penyebab langsung)
2. Damage (kerugian)
Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara
penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa
atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome)
negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga perawatan.
Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahan
dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien).
2. Cara tidak langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi
pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya
sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur).
Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:
a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai
b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga perawatan
c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory
negligence.
gugatan pasien .
Upaya pencegahan malpraktek :
1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya
malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian
berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat
verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
2. Upaya menghadapi tuntutan hukum
Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga perawat
menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau
keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan.
Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga kesehatan
dapat melakukan :
a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan
yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya
perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko
medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin
(men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.
b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada
doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur
pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung
jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa penasehat hukum,
sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya.
Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat membayar ganti
rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam
peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan
lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat
(perawat) bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat. Untuk membuktikan
adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat
berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan
menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara
menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus
membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan
tenaga perawatan
Pada tahun 1979 terjadi kasus malpraktek pada William Milligan. Awalnya William
Milligan dituduh melakukan perampokan dan pemerkosaan atas tiga orang perempuan pada
1977. Sempat terjadi pro dan kontra mengenai kasus ini. Milligan sempat dimasukkan dalam
Lima State Hospital for The Criminally Insane, atau dalam kata lain penjara orang-orang gila di
kota Lima, Amerika. Kepala psikiater disana yang bernama Dr.Frederick Milkie mendiagnosis
berdasarkan DSM II (Diagnostic and Statistical Manual edisi kedua) bahwa Milligan mengalami
skizofrenia dengan axis I 295.5 pseudopsikofasis skizofrenia, 303.2 kecanduan alcohol menurut
riwayat, 304.6 ketergantungan obat stimulan menurut riwayat dan axis II 301.7 Kepribadian
antisosial subtipe kasar. Ketika ditanya dalam sidang, Dr.Frederick Milkie mengatakan bahwa ia
merawat Milligan dengan cara ‘skillful neglect’, yaitu dengan kemahiran mengabaikan dan
dengan memberikan obat stellazine (obat anti-psikotik). Ternyata cara ini tidak memberikan
kemajuan pada Milligan. Para psikiater lain menemukan bahwa Milligan bukan mengalami
skizofrenia, tetapi Kepribadian ganda, yang disebut Multiple Personality Disorder (sekarang
disebut Dissociative Personality Disorder). Dari kasus ini terlihat terjadinya malpraktek
observasi oleh Dr. Frederick Milkie, dalam bidang psikiatri. Malpraktek dalam bidang ini dapat
berdampak buruk karena dengan kesalahan observasi maka akan terjadi kesalahan diagnosis dan
akhirnya kesalahan obat dan treatment seperti yang dialami Milligan
ANALISA
Kasus diatas dapat dikatakan merupakan malpraktek observasi karena kesalahan diagnosis yang
terjadi disebabkan oleh observasi dari Dr.Frederick Milkie yang kurang seksama terhadap
Milligan. Kekurangan-kekurangan dalam hal observasi dari Dr.Frederick Milkie ini
menyebabkan terjadinya kesalahan diagnosis, seperti yang akan dijabarkan secara lebih
mendalam dalam paragraph-paragraf berikutnya. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan
terjadinya kesalahan diagnosis ini:
Pertama, Dalam DSM IV TR (DSM terbaru untuk saat ini), khususnya pada bagian Diffrential
Diagnosis untuk Dissociative Identity Disorder (kepribadian ganda), bahwa gangguan ini
memiliki gejala yang mirip dengan skizorenia atau gangguan alam perasaan. Pada saat seseorang
berpindah kepribadian, orang tersebut dapat dianggap mengalami delusi, yang mana delusi
adalah gejala pada skizofrenia. Saat orang yang mengalami kepribadian ganda berkomunikasi
dengan kepribadiannya yang lain, orang tersebut dapat dianggap mengalami halusinasi auditori
yang merupakan gejala skizoprenia. Karena alasan tersebut, maka kesalahan diagnosis antara
kepribadian ganda dan skizoprenia secara umum mudah terjadi bahkan mungkin sering terjadi.
Karena itu, untuk dapat membedakan kepribadian ganda dengan skizofren, tentu membutuhkan
observasi yang lebih seksama dalam waktu yang lama. Perlu diingat, DSM IV-TR juga
menuliskan bahwa “ factors that support a diagnosis of Dissociative Identity Disorder are the
presence of clear-cut dissociative symptematologywith sudden shifts in identity states, the
persistence and consistency of identity-specific demeanors and behaviors over time, reversible
amnesia,…(p. 529). Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa untuk mendiagnosis kepribadian
ganda dan membedakan gangguan ini dari gangguan lain dibutuhkan waktu yang lama untuk
melihat konsistensi karakter maupun pola tingkah lakunya.
Kedua, Dr, Frederick Milkie mengatakan bahwa ia baru pernah melihat Milligan tiga kali, yaitu
saat pertama kali Milligan dipindahkan ke bawah perawatannya pada 24 oktober 1979, saat
meninjau ulang pada 30 oktober 1979, dan pada pagi sebelum sidang dimulai, yaitu tanggal 30
november 1979 (Keyes, 1982/2006). Observasi untuk menentukan diagnosis tentu tidak cukup
hanya dengan melakukan observasi sebanyak tiga kali. Seperti yang dituliskan sebelumnya,
untuk melihat seseorang mengalami kepribadian ganda dibutuhkan melihat konsistensi karakter
dari waktu ke waktu, yang berarti butuh waktu yang lama dan jumlah pemeriksaan yang
berulang-ulang. Jadi, malpraktek ini terjadi salah satunya karena jumlah waktu yang dilakukan
untuk observasi cenderung terlalu sedikit.
Ketiga, Dr. Frederick Milkie sendiri mengatakan bahwa ia tidak menerima definisi kepribadian
ganda dalam DSM II (Keyes, 1982/2006). Dengan pandangan tersebut, maka tentu saja Dr.
Frederick Milkie akan cenderung menghindari utnuk mendiagnosis seseorang mengalami
kepribadian ganda. Fenomena ini biasa disebut dengan Accessibility, yaitu “the extent to which
schemas and concepts are at the forefront of people’s minds and are therefore likely to be used
when making judgements about the social world” (Aronson, Wilson, Akert, 2004). Dalam kata
lain, suatu keputusan yang dibuat sangat dipengaruhi oleh apa yang dipercayai dan ada dalam
skema seseorang. Dalam kasus ini, Dr. Frederick Milikie memiliki pandangan bahwa
kepribadian ganda yang dituliskan dalam DSM II kurang tepat sehingga dengan sendirinya
segala tingkah laku yang diobservasinya akan cenderung terlihat bebeda dari cirri-ciri
kepribadian ganda. Subjektifitas Dr.Frederick Milkie ini juga dapat dilihat ketika ia menjelaskan
gejala yang dilihatnya. Ia mengatakan bahwa gejala yang dialami Milligan adalah marah, panik,
segalanya berjalan tidak sesuai denga keinginan Milligan sehingga kemarahan menguasai dirinya
dan bertindak sesuai dorongan hati. Gejala ini mungkin bisa sedikit menjelaskan mengenai
diagnosis kepribadian anti sosial yang dibuatnya, tetapi sama sekali tidak berhubungan dengan
diagnosis skizofrenia, dimana diagnosis utama skizofrenia dibuat berdasarkan adanya delusi dan
halusinasi.
Cancel reply