Anda di halaman 1dari 25

TRAUMATOLOGI

Trauma atau kecelakaan merupakan hal yang biasa dijumpai dalam kasus forensik.
Hasil dari trauma atau kecelakaan adalah luka, perdarahan dan/atau skar atau
hambatan dalam fungsi organ. Agen penyebab trauma diklasifikasikan dalam beberapa
cara, antaralain kekuatan mekanik, aksi suhu, agen kimia, agen elektromagnet, asfiksia
dan trauma emboli. Dalam prakteknya nanti seringkali terdapat kombinasi trauma yang
disebabkan oleh satu jenis penyebab, sehingga klasifikasi trauma ditentukan oleh alat
penyebab dan usaha yang menyebabkan trauma.

Trauma Tumpul
Dua variasi utama dalam trauma tumpul adalah:
1. Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam.
2. Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam.
Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut terdapat
perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu.
Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai beberapa cara menahan kerusakan yang
disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimbulkan berbagai tipe luka.
1. Abrasi
2. Laserasi
3. Kontusi/ruptur
4. Fraktur
5. Kompresi
6. Perdarahan

Abrasi
Abrasi per definisi adalah pengelupasan kulit. Dapat terjadi superfisial jika hanya
epidermis saja yang terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis)atau lebih
dalam lagi sampai ke jaringan lunak bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari
lapisan epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari
pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat
digunakan. Tanda yang pertama adalah arah dimana epidermis bergulung, tanda yang
kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang menandakan ketidakteraturan
benda yang mengenainya.
Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang mengenainya. Waktu
terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang. Perkiraan kasar usia luka
dapat ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang digunakan untuk menentukan usia
luka adalah saat ini (beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sebelum
sampai beberapa hari), beberapa hari lau, lebih dari benerapa hari. Efek lanjut dari
abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi dapat terjadi pada abrasi yang luas.
Kontusio Superfisial
Kata lazim yang digunakan adalah memar, terjadi karena tekanan yang besar dalam
waktu yang singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil
dan dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya.
Pada orang dengan kulit berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih mudah terlihat dari
nyeri tekan yang ditimbulkannya.
Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka,
namun waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak
ada standart pasti untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara
pemeriksaan fisik.
Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan
menentukan juga karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara
kematian dan pemeriksaan luka akan semakin membuat luka memar menjadi gelap.
Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk menentukan
waktu terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan secara pasti karena
hal tersebut pun bergantung pada keahlian pemeriksa.
Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan
darah dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat
menyebabkan syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah
terjadinya agregasi darah di bawah kulit yang akan mengganggu aliran balik vena pada
organ yang terkena sehingga dapat menyebabkan ganggren dan kematian jaringan.
Yang ketiga, memar dapat menjadi tempat media berkembang biak kuman. Kematian
jaringan dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran darah sirkulasi menyebabkan
saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat hidup, kuman tersering
adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangren.
Efek lanjut lain dapat timbul pada tekanan mendadak dan luas pada jaringan
subkutan. Tekanan yang mendadak menyebabkan pecahnya sel – sel lemak, cairan
lemak kemudian memasuki peredaran darah pada luka dan bergerak beserta aliran
darah dapat menyebabkan emboli lemak pulmoner atau emboli pada organ lain
termasuk otak. Pada mayat dengan kulit yang gelap sehingga memar sulit dinilai
sayatan pada kulit untuk mengetahui resapan darah pada jaringan subkutan dapat
dilakukan dan dilegalkan.

Kontusio pada organ dan jaringan dalam


Semua organ dapat terjadi kontusio. Kontusio pada tiap organ memiliki karakteristik
yang berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak jika terjadi kontusio dapat
menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan kematian.
Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi
peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi
peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan
kesadaran, koma dan kematian. Kontusio dan perangan yang kecil pada otak dapat
menyebabkan gangguan fungsi organ lain yang luas dan kematian jika terkena pada
bagian vital yang mengontrol pernapasan dan peredaran darah.
Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit
pada daeran yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat
menyebabkan gannguan pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang
mengenai kerja otot jantung dapat menghambat pengosongan jantung dan
menyebabkan gagal jantung.
Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur organ yang menyebabkan
perdarahan pada rongga tubuh.

Laserasi
Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan kontusio dari
jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa, permukaan benda
tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang menyebabkan
laserasi. Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak
begitu tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan
kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan kasar,
disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari benda
tersebut yang mengalami indentasi.
Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan
dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi
luka yang ireguler, kasar dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda
tajam seperti pisau. Tepi dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan.
Tepi yang paling rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal kekerasan.
Sisi laserasi yang terdapat memar juga menunjukkan arah awal kekerasan.
Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab
kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang
berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi
karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu atau laserasi yang berbentuk
semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya berbeda dengan
laserasi itu sendiri yang disebut dengan “swallow tails”. Beberapa benda dapat
menghasilkan pola laserasi yang mirip.
Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut,
perubahan tersebut tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu
pembekuan dari darah, yang berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar
kulit atau membran mukosa. Bekuan darah yang bercampur dengan bekuan dari cairan
jaringan bergabung membentuk eskar atau krusta. Jaringan parut pertama kali tumbuh
pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi saluran luka. Kemudian, epitel mulai
tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan penyembuhan selesai. Skar tersebut tidak
mengandung apendises meliputi kelenjar keringat, rambut dan struktur lain.
Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak seperti
luka atau memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa hari, dan lebih
dari beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan ddengan yang
terjadi saat korban hidup yaitu tidak adanya perdarahan.
Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa
adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi
terus menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat
menyebabkan perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan
kematian. Adanya diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan
kuman yang berasal dari permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk ke
dalam jaringan. Port d entree tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya
penyembuhan luka yang sempurna. Bila luka terjadi dekat persendian maka akan
terasa nyeri, khususnya pada saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut
sehingga dapat menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada
jaringan bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak
pada paru atau sirkulasi sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari
tekanan yang kuat dari suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan limpa.
Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang
dapat terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan
perdarahan hebat.

Kombinasi dari luka lecet, memar dan laserasi


Luka lecet, memar dan laserasi dapat terjadi bersamaan. Benda yang sama dapat
menyebabkan memar pada pukulan pertama, laserasi pada pukulan selanjutnya dan
lecet pada pukulan selanjutnya. Tetapi ketiga jenis luka tersebut dapat terjadi
bersamaan pada satu pukulan.

Fraktur
Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah hanya memiliki
sedikit makna pada ilmu forensik. Pada bedah, fraktur dibagi menjadi fraktur sederhana
dan komplit atau terbuka.
Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi beberapa
faktor seperti komposisi tulang tersebut. Anak-anak tulangnya masih lunak, sehingga
apabila terjadi trauma khususnya pada tulang tengkorak dapat menyebabkan kerusakan
otak yang hebat tanpa menyebabkan fraktur tulang tengkorak. Wanita usia tua sering
kali telah mengalami osteoporosis, dimana dapat terjadi fraktur pada trauma yang
ringan.
Pada kasus dimana tidak terlihat adanya deformitas maka untuk mengetahui ada
tidaknya fraktur dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan sinar X, mulai dari
fluoroskopi, foto polos. Xero radiografi merupakan teknik lain dalam mendiagnosa
adanya fraktur.
Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk dari fraktur dapat
menggambarkan benda penyebabnya (khususnya fraktur tulang tengkorak), arah
kekerasan. Fraktur yang terjadi pada tulang yang sedang mengalami penyembuhan
berbeda dengan fraktur biasanya. Jangka waktu penyembuhan tulang berbeda-beda
setiap orang. Dari penampang makros dapat dibedakan menjadi fraktur yang baru,
sedang dalam penyembuhan, sebagian telah sembuh, dan telah sembuh sempurna.
Secara radiologis dapat dibedakan berdasarkan akumulasi kalsium pada kalus.
Mikroskopis dapat dibedakan daerah yang fraktur dan daerah penyembuhan.
Penggabungan dari metode diatas menjadikan akurasi yang cukup tinggi. Daerah fraktur
yang sudah sembuh tidaklah dapat menjadi seperti tulang aslinya.
Perdarahan merupakan salah satu komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan sub
periosteum terjadi dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi organ tersebut.
Apabila terjadi robekan pembuluh darah kecil dapat menyebabkan darah terbendung
disekitar jaringan lunak yang menyebabkan pembengkakan dan aliran darah balik dapat
berkurang. Apabila terjadi robekan pada arteri yang besar terjadi kehilangan darah yang
banyak dan dapat menyebabkan pasien shok sampai meninggal. Shok yang terjadi
pada pasien fraktur tidaklah selalu sebanding dengan fraktur yang dialaminya.
Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain. Gejala
pada emboli lemak di sereberal dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya fraktur dan
dapat menyebabkan kematian. Gejala pada emboli lemak di paru berupa distres
pernafasan dapat terjadi 14-16 jam setelah terjadinya fraktur yang juga dapat
menyebabkan kematian. Emboli sumsum tulan atau lemak merupakan tanda
antemortem dari sebuah fraktur.
Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur depresi
tidaklah begitu berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang dapat membuat
hematom ekstra dural, sehingga diperlukan depresi tulang secepatnya. Apabila ujung
tulang mengenai otak dapat merusak otak tersebut, sehingga dapat terjadi penurunan
kesadaran, kejang, koma hingga kematian.

Kompresi
Kompresi yang terjadi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan efek lokal maupun
sistemik yaitu asfiksia traumatik sehingga dapat terjadi kematiaan akibat tidak terjadi
pertukaran udara.

Perdarahan
Perdarahan dapat muncul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan kompresi.
Kehilangan 1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan yang bermakna.
Kehilangan ¼ volume darah dapat menyebabkan pingsan meskipun dalam kondisi
berbaring. Kehilangan ½ volume darah dan mendadak dapat menyebabkan syok yang
berakhir pada kematian. Kecepatan perdarahan yang terjadi tergantung pada ukuran
dari pembuluh darah yang terpotong dan jenis perlukaan yang mengakibatkan terjadinya
perdarahan. Pada arteri besar yang terpotong, akan terjadi perdarahan banyak yang
sulit dikontrol oleh tubuh sendiri.Apabila luka pada arteri besar berupa sayatan, seperti
luka yang disebabkan oleh pisau, perdarahan akan berlangsung lambat dan mungkin
intermiten. Luka pada arteri besar yang disebabkan oleh tembakan akan mengakibatkan
luka yang sulit untuk dihentikan oleh mekanisme penghentian darah dari dinding
pembuluh darah sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip yang telah diketahui, yaitu
perdarahan yang berasal dari arteri lebih berisiko dibandingkan perdarahan yang
berasal dari vena.
Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat apabila
terjadi perlukaan pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah juga dapat
menyebabkan perdarahan yang lama. Kondisi ini terdapat pada orang-orang dengan
penyakit hemofili dan gangguan pembekuan darah, serta orang-orang yang mendapat
terapi antikoagulan. Pecandu alcohol biasanya tidak memiliki mekanisme pembekuan
darah yang normal, sehingga cenderung memiliki perdarahan yang berisiko. Investigasi
terhadap kematian yang diakibatkan oleh perdarahan memerlukan pemeriksaan lengkap
seluruh tubuh untuk mencari penyakit atau kondisi lain yang turut berperan dalam
menciptakan atau memperberat situasi perdarahan.

Cedera Kepala
Cedera Kepala pada Penutup Otak
Jaringan otak dilindungi oleh 3 lapisan jaringan. Lapisan paling luar disebut duramater,
atau sering dikenal sebagai dura. Lapisan ini tebal dan lebih dekat berhubungan dengan
tengkorak kepala dibandingakan otak. Antara tengkorak dan dura terdapat ruang yang
disebut ruang epidural atau ekstradural. Ruang ini penting dalam bidang forensik.
Lapisan yang melekat langsung ke otak disebut piamater. Lapisan ini sangat
rapuh, melekat pada otak dan meluas masuk ke dalam sulkus-sulkus otak. Lapisan ini
tidak terlalu penting dalam bidang forensik.
Lapisan berikutnya yang terletak antara dura mater dan pia mater disebut
arakhnoid. Ruang yang dibentuk antara lapisan dura mater dan arakhnoid ini disebut
ruang subdural. Kedalaman ruang ini bervariasi di beberapa tempat. Perlu diingat,
cairan otak terdapat pada ruang subarakhnoid, bukan di ruang subdural.
Perdarahan kepala dapat terjadi pada ketiga ruang yaitu ruang epidural,
subdural atau ruang subarakhnoid, atau pada otak itu sendiri.

Perdarahan Epidural (Hematoma)


Perdarahan jenis ini berhubungan erat dengan fraktur pada tulang tengkorak. Apabila
fraktur mengenai jalinan pembuluh darah kecil yang dekat dengan bagian dalam
tengkorak, umumnya arteri meningea media, dapat menyebabkan arteri terkoyak dan
terjadi perdarahan yang cepat. Kumpulan darah akhirnya mendorong lapisan dura
menjauh dari tengkorak dan ruang epidural menjadi lebih luas. Akibat dari lapisan dura
yang terdorong ke dalam, otak mendapatkan kompresi atau tekanan yang akhirnya
menimbulkan gejala-gejala seperti nyeri kepala, penurunan kesadaran bertahap mulai
dari letargi, stupor dan akhirnya koma. Kematian akan terjadi bila tidak dilakukan terapi
dekompresi segera. Waktu antara timbulnya cedera kepala sampai munculnya gejala-
gejala yang diakibatkan perdarahan epidural disebut sebagai “lucid interval”

Perdarahan Subdural (Hematoma)


Perdarahan ini timbul apabila terjadi “bridging vein” yang pecah dan darah berkumpul di
ruang subdural. Perdarahan ini juga dapat menyebabkan kompresi pada otak yang
terletak di bawahnya. Karena perdarahan yang timbul berlangsung perlahan, maka
“lucid interval” juga lebih lama dibandingkan perdarahan epidural, berkisar dari beberapa
jam sampai beberapa hari. Jumlah perdarahan pada ruang ini berkisar dibawah 120 cc,
sehingga tidak menyebabkan perdarahan subdural yang fatal.
Tidak semua perdarahan epidural atau subdural bersifat letal. Pada beberapa
kasus, perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi
pada otak, sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada beberapa
kasus yang lain, memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi otak.
Penyembuhan pada perdarahan subdural dimulai dengan terjadinya pembekuan
pada perdarahan. Pembentukan skar dimulai dari sisi dura dan secara bertahap meluas
ke seluruh permukaan bekuan. Pada waktu yang bersamaan, darah mengalami
degradasi. Hasil akhir dari penyembuhan tersebut adalah terbentuknya jaringan skar
yang lunak dan tipis yang menempel pada dura. Sering kali, pembuluh dara besar
menetap pada skar, sehingga membuat skar tersebut rentan terhadap perlukaan
berikutnya yang dapat menimbulkan perdarahan kembali. Waktu yang diperlukan untuk
penyembuhan pada perdarahan subdural ini bervariasi antar individu, tergantung pada
kemampuan reparasi tubuh setiap individu sendiri.
Hampir semua kasus perdarahan subdural berhubungan dengan trauma,
meskipun dapat tidak berhubungan dengan trauma. Perdarahan ini dapat terjadi pada
orang-orang dengan gangguan mekanisme pembekuan darah atau pada pecandu
alcohol kronik, meskipun tidak menyebabkan perdarahan yang besar dan berbahaya.
Pada kasus-kasus perdarahan subdural akibat trauma, dapat timbul persarahan kecil
yang tidak berisiko apabila terjadi pada orang normal. Akan tetapi, pada orang-orang
yang memiliki gangguan pada mekanisme pembekuan darah, dapat bersifat fatal.
Adakalanya juga perdarahan subdural terjadi akibat perluasan dari perdarahan di
tempat lain. Salah satu contohnya adalah perdarahan intraserebral yang keluar dari
substansi otak melewati pia mater, kemudian masuk dan menembus lapisan arakhnoid
dan mencapai ruang subdural.
Perdarahan Subarakhnoid
Penyebab perdarahan subarakhnoid yang tersering ada 5, dan terbagi menjadi 2
kelompok besar, yaitu yang disebabkan trauma dan yang tidak berhubungan dengan
trauma. Penyebabnya antara lain:
1. Nontraumatik:
a. Ruptur aneurisma pada arteri yang memperdarahi otak
b. Perdarahan intraserebral akibat stroke yang memasuki subarakhnoid
2. Traumatik:
a. Trauma langsung pada daerah fokal otak yang akhirnya menyebabkan
perdarahan subarakhnoid
b. Trauma pada wajah atau leher dengan fraktur pada tulang servikal yang
menyebabkan robeknya arteri vertebralis
c. Robeknya salah satu arteri berdinding tipis pada dasar otak yang
diakibatkan gerakan hiperekstensi yang tiba-tiba dari kepala.
Arteri yang lemah dan membengkak seperti pada aneurisma, sangat rapuh dindingnya
dibandingkan arteri yang normal. Akibatnya, trauma yang ringan pun dapat
menyebabkan ruptur pada aneurisma yang mengakibatkan banjirnya ruang
subarakhnoid dengan darah dan akhirnya menimbulkan disfungsi yang serius atau
bahkan kematian.
Yang menjadi teka-teki pada bagian forensik adalah, apakah trauma yang menyebabkan
ruptur pada aneurisma yang sudah ada, atau seseorang mengalami nyeri kepala lebih
dahulu akibat mulai pecahnya aneurisma yang menyebabkan gangguan tingkah laku
berupa perilaku mudah berkelahi yang berujung pada trauma. Contoh yang lain, apakah
seseorang yang jatuh dari ketinggian tertentu menyebabkan ruptur aneurisma, atau
seseorang tersebut mengalami ruptur aneurisma terlebih dahulu yang menyebabkan
perdarahan subarakhnoid dan akhirnya kehilangan kesadaran dan terjatuh. Pada
beberapa kasus, investigasi yang teliti disertai dengan otopsi yang cermat dapat
memecahkan teka-teki tersebut.
Perdarahan subarakhnoid ringan yang terlokalisir dihasilkan dari tekanan terhadap
kepala yang disertai goncangan pada otak dan penutupnya yang ada di dalam
tengkorak. Tekanan dan goncangan ini menyebabkan robeknya pembuluh-pembuluh
darah kecil pada lapisan subarakhnoid, dan umumnya bukan merupakan perdarahan
yang berat. Apabila tidak ditemukan faktor pemberat lain seperti kemampuan
pembekuan darah yang buruk, perdarahan ini dapat menceritakan atau mengungkapkan
tekanan trauma yang terjadi pada kepala.
Jarang sekali, tamparan pada pada sisi samping kepala dan leher dapat mengakibatkan
fraktur pada prosesus lateralis salah satu tulang cervical superior. Karena arteri
vertebralis melewati bagian atas prosesus lateralis dari vertebra di daerah leher, maka
fraktur pada daerah tersebut dapat menyebabkan robeknya arteri yang menimbulkan
perdarahan masif yang biasanya menembus sampai lapisan subarakhnoid pada bagian
atas tulang belakang dan akhirnya terjadi penggenangan pada ruang subarakhnoid oleh
darah. Aliran darah ke atas meningkat dan perdarahan meluas sampai ke dasar otak
dan sisi lateral hemisfer serebri. Pada beberapa kasus, kondisi ini sulit dibedakan
dengan perdarahan nontraumatikyang mungkin disebabkan oleh ruptur aneurisma.
Tipe perdarahan subarakhnoid traumatic yang akan dibicarakan kali ini merupakan tipe
perdarahan yang massif. Perdarahan ini melibatkan dasar otak dan meluas hingga ke
sisi lateral otak sehingga serupa dengan perdarahan yang berhubungan dengan
aneurisma pada arteri besar yang terdapat di dasar otak.Akan tetapi, pada pemeriksaan
yang cermat dan teliti, tidak ditemukan adanya aneurisma, sedangkan arteri vertebralis
tetap intak. Penyebab terjadinya perdarahan diduga akibat pecahnya pembuluh darah
berdinding tipis pada bagian bawah otak, serta tidak terdapat aneurisma. Terdapat 2
bukti, meskipun tidak selalu ada, yang bisa mendukung dugaan apakah kejadian ini
murni dimulai oleh trauma terlebih dahulu. Bukti pertama yaitu adanya riwayat gerakan
hiperekstensi tiba-tiba pada daerah kepala dan leher, yang nantinya dapat
menyebabkan kolaps dan bahkan kematian.

Kontusio otak
Hampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai daerah abu-abu. Beberapa
dapat lebih dalam, mengenai daerah putih otak. Kontusio pada bagian superfisial atau
daerah abu-abu sangat penting dalam ilmu forensik. Rupturnya pembuluh darah
dengan terhambatnya aliran darah menuju otak menyebabkan adanya pembengkakan
dan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, lingkaran kekerasan dapat terbentuk
apabila kontusio yang terbentuk cukup besar, edema otak dapat menghambat sirkulasi
darah yang menyebabkan kematian otak, koma, dan kematian total. Poin kedua
terpenting dalam hal medikolegal adalah penyembuhan kontusio tersebut yang dapat
menyebabkan jaringan parut yang akan menyebabkan adanya fokus epilepsi.
Yang harus dipertimbangan adalah lokasi kontusio tipe superfisial yang
berhubungan dengan arah kekerasan yang terjadi. Hal ini bermakna jika pola luka
ditemukan dalam pemeriksaan kepala dan komponen yang terkena pada trauma sepeti
pada kulit kepala, kranium, dan otak.
Ketika bagian kepala terkena benda yang keras dan berat seperti palu atau botol
bir, hasilnya dapat berupa, kurang lebihnya, yaitu abrasi, kontusio, dan laserasi dari kulit
kepala. Kranium dapat patah atau tidak. Jika jaringan dibawahnya terkena, hal ini
disebut coup. Hal ini terjadi saat kepala relatif tidak bergerak.
Kita juga harus mempertimbangkan situasi lainnya dimana kepala yang bergerak
mengenai benda yang padat dan diam. Pada keadaan ini kerusakan pada kulit kepala
dan pada kranium dapat serupa dengan apa yang ditemukan pada benda yang
bergerak-kepala yang diam. Namun, kontusio yang terjadi, bukan pada tempat trauma
melainkan pada sisi yang berlawanan. Hal ini disebut kontusio contra-coup.
Pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma. Karena foto dari
semua komponen trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak tepat sesuai dengan
demontrasi yang ada., diagram dapat menjelaskan hubungan trauma yang terjadi.
Kadang-kadang dapat terjadi hal yang membingungkan, dapat saja kepala yang diam
dan terkena benda yang bergerak pada akhirnya akan jatuh atau mengenai benda keras
lainnya, sehingga gambaran yang ada akan tercampur, membingungkan, yang tidak
memerlukan penjelasan mendetail.
Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai daerah
putih atau abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan perdarahan kecil atau
besar. Perdarahan kecil dinamakan ‘ball hemorrhages’ sesuai dengan bentuknya yang
bulat. Hal tersebut dapat serupa dengan perdarahan fokal yang disebabkan hipertensi.
Perdarahan yang lebih besar dan dalam biasanya berbentuk ireguler dan hampir serupa
dengan perdarahan apopletik atau stroke. Anamnesis yang cukup mengenai keadaan
saat kematian, ada atau tiadanya tanda trauma kepala, serta adanya penyakit penyerta
dapat membedakan trauma dengan kasus lain yang menyebabkan perdarahan.
Perdarahan intraserebral tipe apopletik tidak berhubungan dengan trauma
biasanya melibatkan daerah dengan perdarahan yang dalam. Tempat predileksinya
adalah ganglia basal, pons, dan serebelum. Perdahan tersebut berhubungan dengan
malformasi arteri vena. Biasanya mengenai orang yang lebih muda dan tidak
mempunyai riwayat hipertensi.
Edema paru tipe neurogenik biasanya menyertai trauma kepala. Manifestasi
eksternal yang dapat ditemui adalah ‘foam cone’ busa berwarna putih atau merah muda
pada mulut dan hidung. Hal tersebut dapat ditemui pada kematian akibat tenggelam,
overdosis, penyakit jantung yang didahului dekompensasio kordis. Keberadaan
gelembung tidak membuktikan adanya trauma kepala.

Pola trauma
Terdapat beberapa pola trauma akibat kekerasan tumpul yang dapat dikenali, yang
mengarah kepada kepentingan medikolegal. Contohnya :
1. Luka terbuka tepi tidak rata pada kulit akibat terkena kaca spion pada saat
terjadi kecelakaan, Ketika terjadi benturan, kaca spion tersebut akan menjadi
fragmen-fagmen kecil. Luka yang terjadi dapat berupa abrasi, kontusio, dan
laserasi yang berbentuk segiempat atau sudut.
2. Pejalan kaki yang ditabrak kendaraan bermotor biasanya mendapatkan fraktur
tulang panjang kaki. Hal ini disebut ‘bumper fractures’. Adanya fraktur tersebut
yang disertai luka lainnya pada tubuh yang ditemukan di pinggir jalan,
memperlihatkan bahwa korban adalah pejalan kaki yang ditabrak oleh kendaraan
bermotor dan dapat diketahui tinggi bempernya. Karena hampir seluruh
kendaraan bermotor ‘nose dive’ ketika mengerem mendadak, pengukuran
ketinggian bemper dan tinggi fraktur dari telapak kaki, dapat mengindikasikan
usaha pengendara kendaraan bermotor untuk mengerem pada saat kecelakaan
terjadi.
3. Penderita serangan jantung yang terjatuh dapat diketahui dengan adanya pola
luka pada dan di bawah area ‘hat band’ dan biasanya terbatas pada satu sisi
wajah. Dengan adanya pola tersebut mengindikasikan jatuh sebagai penyebab,
bukan karena dipukul.
4. Pukulan pada daerah mulut dapat lebih terlihat dari dalam. Pukulan yang
kepalan tangan, luka tumpul yang terjadi dapat tidak begitu terlihat dari luar,
namun menimbulkan edem jaringan pada bagian dalam, tepat di depan gigi
geligi. Frenum pada bibir atas kadang rusak, terutama bila korban adalah bayi
yang sering mendapat pukulan pada kepala

Pola trauma banyak macamnya dan dapat bercerita pada pemeriksa medikolegal.
Kadangkala sukar dikenali, bukan karena korban tidak diperiksa, namun karena
pemeriksa cenderung memeriksa area per area , dan gagal mengenali polanya. Foto
korban dari depan maupun belakang cukup berguna untuk menetukan pola trauma.
Persiapan diagram tubuh yang memperlihatkan grafik lokasi dan penyebab trauma
adalah latihan yang yang baik untuk mengungkapkan pola trauma.

TRAUMA TAJAM
Benda tajam seperti pisau, pemecah es, kapak, pemotong, dan bayonet menyebabkan
luka yang dapa dikenali oleh pemeriksa. Tipe lukanya akan dibahas di bawah ini :

Luka insisi
Luka insisi disebabkan gerakan menyayat dengan benda tajam seperti pisau atau silet.
Karena gerakan dari benda tajam tersebut, luka biasanya panjang, bukan dalam.
Panjang dan kedalaman luka dipengaruhi oleh gerakan benda tajam, kekuatannya,
ketajaman, dan keadaan jaringan yang terkena. Karakteristik luka ini yang membedakan
dengan laserasi adalah tepinya yang rata.

Luka tusuk
Luka tusuk disebabkan oleh benda tajam dengan posisi menusuk atau korban yang
terjatuh di atas benda tajam. Bila pisau yang digunakan bermata satu, maka salah satu
sudut akan tajam, sedangkan sisi lainnya tumpul atau hancur. Jika pisau bermata dua,
maka kedua sudutnya tajam.
Penampakan luar luka tusuk tidak sepenuhnya tergantung dari bentuk senjata.
Jaringan elastis dermis, bagian kulit yang lebih dalam, mempunyai efek yang sesuai
dengan bentuk senjata. Harus dipahami bahwa jaringan elastis terbentuk dari garis
lengkung pada seluruh area tubuh. Jika tusukan terjadi tegak lurus garis tersebut, maka
lukanya akan lebar dan pendek. Sedangkan bila tusukan terjadi paralel dengan garis
tersebut, luka yang terjadi sempit dan panjang.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah satunya adalah
reaksi korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat menyebabkan
lukanya menjadi tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan pada saat
penusukan juga akan mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat ditemukan :
1. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian
ditusukkan kembali melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut
luka tidak sesuai dengan gambaran biasanya dan lebih dari satu saluran
dapat ditemui pada jaringan yang lebih dalam maupun pada organ.
2. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu
sudut, sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada
permukaan kulit seperti ekor.
3. Tusukan masuk kemuadian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain,
sehingga saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih
luas dibandingkan dengan lebar senjata yang digunakan.
4. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik
terdalam sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam
dan terlebar pada bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih besar
dibandingkan lebar senjata yang digunakan.
5. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka
berbentuk ireguler dan besar.

Jika senjata digunakan dengan kekuatan tambahan, dapat ditemukan kontusio minimal
pada luka tusuk tersebut. Hal ini dapat diindikasikan adanya pukulan
Panjang saluran luka dapat mengindikasikan panjang minimun dari senjata yang
digunakan. Harus diingat bahwa posisi tubuh korban saat ditusuk berbeda dengan pada
saat autopsi. Posisi membungkuk, berputar, dan mengangkat tangan dapat disebabkan
oleh senjata yang lebih pendek dibandingkan apa yang didapatkan pada saat autopsi.
Manipulasi tubuh untuk memperlihatkan posisi saat ditusuk sulit atau bahkan tidak
mungkin mengingat berat dan adanya kaku mayat. Poin lain yang perlu dipertimbangkan
adalah adanya kompresi dari beberapa anggota tubuh pada saat penusukan. Pemeriksa
yang sudah berpengalaman biasanya ragu-ragu untuk menentukan jenis senjata yang
digunakan.
Pisau yang ditusukkan pada dinding dada dengan kekuatan tertentu akan
mengenai tulang rawan dada, tulang iga, dan bahkan sternum. Karakteristik senjata
paling baik dilihat melalui trauma pada tulang. Biasanya senjata yang tidak begitu kuat
dapat rusak atau patah pada ujungnya yang akan tertancap pada tulang. Sehingga
dapat dicocokkan, ujung pisau yang tertancap pada tulang dengan pasangannya.

Luka Bacok
Luka bacok dihasilkan dari gerakkan merobek atau membacok dengan menggunakan
instrument yang sedikit tajam dan relatif berat seperti kapak, kapak kecil, atau parang.
Terkadang bayonet dan pisau besar juga digunakan untuk tujuan ini. Luka alami yang
disebabkan oleh senjata jenis tersebut bervariasi tergantung pada ketajaman dan berat
senjata. Makin tajam instrument makin tajam pula tepi luka. Sebagaimana luka lecet
yang dibuat oleh instrument tajam yang lebih kecil, penipisan terjadi pada tempat
dimana bacokan dibuat. Abrasi lanjutan dapat ditemukan pada jenis luka tersebut pada
sisi diseberang tempat penipisan, yang disebabkan oleh hapusan bilah yang pipih. Pada
instrumen pembacok yang diarahkan pada kepala, sudut besatan bilah terkadang dapat
dinilai dari bentuk patahan tulang tengkorak. Sisi pipih bilah bisa meninggalkan
cekungan pada salah satu sisi patahan, sementara sisi yang lain dapat tajam atau
menipis.
Berat senjata penting untuk menilai kemampuannya memotong hingga tulang di
bawah luka yang dibuatnya. Ketebalan tulang tengkorak dapat dikalahkan dengan
menggunakan instrumen yang lebih berat. Pernah dilaporkan bahwa parang dapat
membuat seluruh gigi lepas. Kerusakan tulang yang hebat tidak pernah disebabkan oleh
pisau biasa. Juga perlu dicatat kemungkinan diakukannya pemelintiran setelah terjadi
bacokan dan dalam upaya melepaskan senjata. Gerakan tersebut, jika dilakukan
dengan tekanan, dapat mengakibatkan pergeseran tulang, umumnya didekat kaki-kaki
luka bacok.
Efek utama dari luka tusuk, luka lecet, dan luka bacok adalah perdarahan.
Disfungsi karena kerusakan saraf di ekstremitas juga dapat dicatat. Luka tusuk yang
dalam dapat mengenai organ-organ dalam. intrumen teramat kecil yang menyebabkan
luka tipe tusuk dapat menyebabkan luka kecil yang dengan keelastisan dari jaringan
normal dapat kembali tertutup setelah intrumen dicabut, dan tidak ada darah yang keluar
setelahnya. Pemecah es, awls, dan hatpins diakui dapat menyebabkan luka jenis
tersebut. Sebagimana telah didiskusikan pada pembahasan luka tembak, bentuk alami
terpotongnya arteri besar dan jantung oleh karena luka tusuk menyebabkan perdarahan
lebih lambat dibandingkan kerusakan yang sama yang disebabkan luka tembak.
Pada keadaan tertentu, senjata yang tidak umum digunakan, menyebabkan luka
tusuk, lecet, atau bacok. Anak panah berburu yang setajam silet yang umumnya dipakai
jarak jauh, pernah juga dipakai untuk menusuk korban dengan tangan. Potongan tajam
gelas, botol pecah, dan objek gelas lain yang tajam terkdang dipakai sebagai senjata
untuk merobek atau menusuk. Pisau bedah, jarum jahit, dan tonggak tajam dapat
digunakan sebagai senjata yang mematikan.
Beberapa catatan sebaiknya dibuat mengenai kerusakan yang tertutupi oleh
instrumen tajam yang dipakai sebagai sejata untuk menusuk. Jika pisau bermata dua
atau sejata sejenis digunakan, tepi pemotongan yang tajam menyebabkan sudut tajam
atau robekan dengan kaki-kaki bersudut akut. Senjata bermata satu seringkali
menyebabkan salah satu kaki luka bersudut tajam dan yang satunya tumpul.
Pemeriksaan pakaian korban penusukan dapat memeberi perkiraan ciri-ciri senjata yang
digunakan. Pemeriksaan tersebut menjadi sangat penting nilainya apabila luka tusuk
diperlebar oleh dokter bedah untuk tujuan menilai luka secara lebih akurat untuk
kepentingan medikolegal. Pemeriksaan ini juga penting untuk menilai apakah senjata
benar-benar menembus pakaian hingga kelapisan dibawahnya. Beberapa individu yang
menggunakan senjata tajam untuk bunuh diri dapat membuka sedikit bagian pakaiannya
sehingga tidak akan ditemukan robekan tembus pada pakaian. Tidak adanya kerusakan
pada pakaian yang dipakai oleh korban, padahal luka terdapat pada area yang tertutupi
pakaian, dapat menunjukkan bahwa kematian disebabkan masalah internal.
Terdapat 2 tipe luka oleh karena instrumen yang tajam dikenal dengan baik dan
memiliki ciri yang dapat dikenali dari aksi korban. ”tanda percobaan” adalah insisi
dangkal, luka tusuk atau luka bacok yang dibuat sebelum luka yang fatal oleh individu
yang berencana bunuh diri. Luka percobaan tersebut seringkali terletak paralel dan
terletak dekat dengan luka dalam di daerah pergelangan tangan atau leher. Bentuk
lainnya antara lain luka tusuk dangkal didekat luka tusuk dalam dan mematikan.
Meskipun jarang sekali dilaporkan, luka bacok superfisial di kepala dapat terjadi
sebelum ayunan yang keras dan menyebabkan kehilangan kesadaran dan/atau
kematian.
Bentuk lain dari luka oleh karena instrumen yang tajam adalah ”luka
perlawanan”. Luka jenis ini dapat ditemukan di jari-jari, tangan, dan lengan bawah
(jarang ditempat lain) dari korban sebagaimana ia berusaha melindungi dirinya dari
ayunan senjata, contohnya dengan menggenggam bilah dari instrumen tajam.
Jelas bahwa ”tanda percobaan” merupakan ciri khas bunuh diri dan ”tanda
perlawanan” menunjukkan pembunuhan. Bagaimanapun juga, boleh saja berpikir bahwa
luka lecet dapat ditemukan, umumnya pada leher atau sekitar leher, disebabkan oleh
penyerang pada kasus pembunuhan. Luka lecet multipel di lengan bawah dapat pula,
meskipun jarang, menjadi tanda perlawanan, namun tampil seperti luka percobaan.
Interpretasi dari tanda perlawanan dan percobaan yang tampak sebaiknya disimpulkan
setelah pemeriksaan yang lengkap dan seksama.

Luka Tembak
Harus selalu ada di dalam benak kita bahwa saat tembakan terjadi, dilepaskan 3
substansi berbeda dari laras senjata. Yaitu anak peluru, bubuk mesiu yang tidak
terbakar, dan gas. Gas tersebut dihasilkan dari pembakaran bubuk mesiu yang
memberikan tekanan pada anak peluru untuk terlontar keluar dari senjata. Proses
tersebut akan menghasilkan jelaga. Ada bagian yang berbentuk keras seperti isi pensil
untuk menyelimuti bubuk mesiu. Sebenarnya tidak semua bubuk mesiu akan terbakar;
sejumlah kecil tetap tidak terbakar, dan sebagian besar lainnya diledakkan keluar dari
lubang senjta sebagai bubuk, yang masing-masing memiliki kecepatan inisial sama
dengan anak peluru atau misil lain. Massa materi yang terlontar dari laras pada saat
penembakan dapat menjadi patokan jarak yang ditempuhnya. Gas, yang bersamanya
juga terkandung jelaga, sangat jelas dan dapat melalui jarak yang sangat pendek yang
diukur dengan satuan inch. Bubuk mesiu yang tidak terbakar, dengan massa yang lebih
besar, dapat terlontar lebih jauh. Tergantung kepada tipe bubuknya, kemampuan bubuk
mesiu untuk terlontar bervariasi antara 2-6 kaki (0,6-2 m). Makin berat anak peluru tentu
saja membuatnya terlontar lebih jauh menuju target yang ditentukan atau tidak
ditentukan.

Jarak Tembakan
Efek gas, bubuk mesiu, dan anak peluru terhadap target dapat digunakan dalam
keilmuan forensik untuk memperkirakan jarak target dari tembakan dilepaskan.
Perkiraan tersebut memiliki kepentingan sebagai berikut: untuk membuktikan atau
menyangkal tuntutan; untuk menyatakan atau menyingkirkan kemungkinan bunuh diri;
membantu menilai ciri alami luka akibat kecelakaan. Meski kisaran jarak tembak tidak
dapat dinilai dengan ketajaman absolut, luka tembak dapat diklasifikasikan sebagai luka
tembak jarak dekat, sedang, dan jauh. Seperti yang tertera pada tabel 1. Perlu dicatat
bahwa ciri-ciri yang terdapat pada tabel tersebut disebabkan oleh senapan dan pistol,
termasuk juga revolver dan pistol otomatis.

Tabel 1
Senapan Pistol
1.Kontak
a. Keras, dangkal disekitar Penampakkan ”eksplosif” Penampakkan ”eksplosif”
tulang Jelaga pada tepi luka danJelaga pada tepi luka dan
dalam di dalam jaringan, didalam di dalam jaringan, di
atas tulang atas tulang
Gambaran moncong senjata Gambaran moncong senjata
b. keras, tidak dangkal Defek sirkular Defek sirkular
disekitar tulang Jelaga pada jaringan yangJelaga pada jaringan yang
lebih dalam lebih dalam
c. longgar Korona (ditambah dengan B) Sama dengan B
2. Jarak dekat Jelaga (gas mesiu) Jelaga (gas mesiu)
Terbakar (gas mesiu)
Bubk mesiu bebas Bubuk mesiu bebas
Tanda gumpalan cabang
3. Jarak sedang Kelim tato (bubuk mesiu) Kelim tato (bubuk mesiu)
Tepi luka yang tidak rata
Stippling (isi plastik pada
selongsong)
4. Jarak jauh Luka saja Luka tidak rata dengan defek
satelit
Makin jauh jarak tembak:
satelit makin banyak, terlihat
penggumpalan

Luka tembak tempel


Banyak orang yang tidak mengetahui bahwa pembakaran bubuk mesiu saat tembakan
terjadi menghasilkan sejumlah besar gas. Gas inilah yang mendorong anak peluru
keluar dari selongsongnya, dan selanjutnya menimbulkan suara yang keras. Gas
tersebut sangat panas dan kemungkinan tampak seperti kilatan cahaya, yang jelas pada
malam hari atau ruangan yang gelap.
Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi bentuk luka yaitu hasil kombinasi antara
gas dan anak peluru: (1) sejumlah gas yang diproduksi oleh pembakaran bubuk mesiu;
(2) efektivitas pelindung antara kulit dan anak peluru; dan (3) ada tidaknya tulang
dibawah jaringan yang terkena tembakan. Faktor pertama, jumlah gas yang diproduksi
oleh bubuk mesiu yang terbakar memilik hubungan dengan kecepatan melontar senjata.
Secara jelas dapat dikatakan dengan meningkatkan kecepatan melontar berarti juga
meningkatkan kecepatan anak peluru. Meningkatnya jumlah gas yang diproduksi
merupakan suatu prinsip untuk meningkatkan dorongan terhadap anak peluru. Faktor
kedua yang berpengaruh terhadap efektifitas pelindung antara kulit dan anak peluru.
Makin efisien pelindung tersebut makin banyak gas yang gagal ditiupkan di sekitar
moncong senjata sehingga makin banyak gas yang dapat ditemukan di jaringan tubuh.
Faktor terakhir adalah keberadaan lapisan tulang dalam jarak yang dekat di bawah kulit
yang dapat dibuktikan menjadi pembatas terhadap penetrasi yang masif dan ekspansi
gas menuju jaringan yang lebih dalam.

Luka Tembak Jarak Dekat


Tanda luka tembak dengan jarak senjata ke kulit hanya beberapa inch adalah adanya
kelim jelaga disekitar tempat masuk anak peluru. Luasnya kelim jelaga tergantung
kepada jumlah gas yang dihasilkan, luasnya bubuk mesiu yang terbakar, jumlah grafit
yang dipakai untuk menyelimuti bubuk mesiu. Pada luka tembak jarak dekat, bubuk
mesiu bebas dapat ditemukan didalam atau di sekitar tepi luka dan disepanjang saluran
luka. ”kelim tato” yang biasa tampak pada luka jarak sedang, tidak tampak pada luka
jarak pendek kemungkina karena efek penapisan oleh jelaga.
Pada luka tembak jarak dekat, sejumlah gas yang dilepaskan membakar kulit
secara langsung. Area disekitarnya yang ikut terbakar dapat terlihat. Terbakarnya
rambut pada area tersebut dapat saja terjadi, namun jarang diperhatikan karena sifat
rambut terbakar yang rapuh sehingga patah dan mudah diterbangkan sehingga tidak
ditemukan kembali saat dilakukan pemeriksaan. Rambut terbakar dapat ditemukan pada
luka yang disebabkan senjata apapun.

Luka Tembak Jarak Sedang


Tanda utama adalah adanya kelim tato yang disebabkan oleh bubuk mesiu yang tidak
terbakar yang terbang kearah kulit korban. Disekitar zona tato terdapat zona kecil
berwarna magenta. Adanya tumbukan berkecepatan tinggi dapat menyebabkan
pecahnya pembuluh darah kecil dan menghasilkan perdarahan kecil.
Bentuk tato memberikan petunjuk mengenai tipe bubuk mesiu yang digunakan.
Serpihan mesiu menyebabkan tato dengan bentuk yang beraneka ragam, tergantung
bagaimana masing-masing mesiu membentur kulit dengan bentuk pipih pada tepinya.
Gumpalan mesiu, berbentuk bulat atau bulat telur, menyebabkan tato bentuk bintik-bintik
atau titik-titik. Karena bentuk gumpalan lebih kecil dari bentuk serpihan sehingga daerah
berkelim tato pada gumpalan lebih halus.
Luas area tato menunjukkan jarak tembak. Makin besar jarak tersebut, makin
besar area, namun semakin halus. Metode pengukuran luas yang umum dipakai adalah
dengan mengukur 2 koordinat, potongan longitudinal dan transversal. Untuk kemudian
dibuat luka percobaan, dengan menggunakan senjata yang sama, amunisis yang sama,
kondisi lingkungan yang sama dengan hasil luka terlihat yang sama persis dengan
korban, dapat di ukur jarak tembak.
Jarak tempuh bubuk mesiu beraneka ragam. Bubuk mesiu yang terbungkus
dapat dibawa hingga 8-12 kaki. Namun kelim tato tidak akan ditemukan lagi bila jarak
tembak melebihi 4-5 kaki.

Luka tembak jarak jauh


Tidak ada bubuk mesiu maupun gas yang bisa terbawa hingga jarak jauh. Hanya anak
peluru yang dapat terlontar memebihi beberapa kaki. Sehingga luka yang ada
disebabkan oleh anak peluru saja. Terdapat beberapa karakteristik luka yang dapat
dinilai. Umumnya luka berbentuk sirkular atau mendekati sirkular.Tepi luka compang-
camping. Jika anak peluru berjalan dengan gaya non-perpendikular maka tepi compang-
camping tersebut akan melebar pada salah satu sisi. Pemeriksaan ini berguna untuk
menentukan arah anak peluru.
Pada luka tembak masuk jarak jauh memberi arti yang besar terhadap
pengusutan perkara. Hal ini karena luka jenis ini menyingkirkan kemungkinan
penembakan terhadap diri sendiri, baik sengaja tau tidak. Terdapat 4 pengecualian,
yaitu (1) Senjata telah di set sedemikian rupa sehingga dapat di tembakkan sendiri oleh
korban dari jarak jauh; (2) kesalahan hasil pemeriksaan karena bentuk luka tembak
tempel yang mirip luka tembak jarak jauh; (3) Kesulitan interpretasi karena adanya
pakaian yang menghalangi jelaga atau bubuk mesiu mencapai kulit; dan (4) Jelaga atau
bubuk mesiu telah tersingkir. Hal tersebut terjadi bila tidak ada pengetahuan pemeriksa
dan dapat berakibat serius terhadap penyelidikan.

Luka Tembak Keluar


Peluru yang berhasil melewati tubuh akan keluar dan menghasilkan luka tembak keluar.
Biasanya karakteristik luka berbeda dengan luka tembak masuk. Bentuknya tidak
sirkular melainkan bervariasi dari seperti celah (slitlike), seperti bintang, iregular, atau
berjarak (gaping). Bentuk luka tembak keluar tidak dapat di prediksi. Latar belakang
variasi bentuknya adalah sebagai berikut:
1. Anak peluru terpental dari dalam tubuh sehingga keluar dari tempatnya masuk
2. Anak peluru mengalami perubahan bentuk selama melewati tubuh sehingga
memberi bentuk iregular saat keluar.
3. Anak peluru hancur di dalam tubuh, sehingga keluar tidak dalam 1 kesatuan
melainkan dalam potongan-potongan kecil. Jika memiliki jaket, maka jaket dapat
terpisah komplit atau sebagian.
4. Anak peluru yang mengenai tulang atau tulang rawan, dapat membuat fragmen
tulang tersebut ikut terlontar keluar bersama anak peluru.
5. Anak peluru yang melewati kulit yang tidak ditopang oleh struktur anatomi
apapun akan membuat kulit tersebut koyak, hal ini sedikit berhubungan dengan
bentuk anak peluru yang menyebabkannya.
Tidak adanya penahan pada kulit akan menyebabkan anak peluru mengoyak kulit
pada saat keluar. Dalam beberapa keadaan dimana kulit memiliki penahan, maka
bentuk luka tembak sirkular atau mendekati mendekati sirkular yang disekelilingnya
dibatasi oleh abrasi. Teka-teki ilmiah forensik klasik membedakan luka tembak masuk
dan luka tembak keluar. Luka tembak masuk dan luka tembak keluar sulit dibedakan
apabila pada luka tembak luar terdapat penahan kulit, pada luka tembak masuk terdapat
pakaian yang menghalangi residu lain, senjata yang digunakan kaliber kecil (kaliber 22),
dan tulang tidak langsung berada di bawah kulit.
Luka tembak luar bentuk shored umumnya ditemukan pada pemakaian pakaian,
pada posisi bagian tubuh tertentu seperti pakaian yang sangat ketat, bagian ikat
pinggang dari celana panjang, celana pendek, atau celana dalam, bra, kerah baju, dan
dasi. Luka jenis sama juga terjadi karena bagian tangan menahan tempat keluar anak
peluru kemudian posisi pasien tiduran, duduk, atau menempel pada objek yang keras.
Tidak semua anak peluru dapat keluar dari tubuh. Terdapat banyak tulang dan
jaringan padat yang dapat menghalangi lewatnya peluru. Peluru jarang dapat dihentikan
oleh tulang, terutama tulang-tulang yang tipis seperti skapula dan ileum atau bagian tipis
dari tenglorak. Kebanyakan anak peluru masuk ke dalam tubuh dan menghabiskan
energi kinetiknya di kulit. Kulit adalah penghalang kedua yang paling menghalangi
lewatnya anak peluru.
Anak peluru yang mengenai lokasi yang tidak biasa dapat menyebabkan luka dan
kematian tetapi luka tembak masuk akan sangat sulit untuk ditemukan. Contohnya
telinga, cuping hidung, mulut, ketiak, vagina, dan rektum.

KECEPATAN ANAK PELURU


Jarak tembakan harus ditentukan atau dipikirkan untuk menilai kecepatan tolakan anak
peluru. Perkiraan kecepatan bisa dinilai dengan melakukan pemeriksaan cartridge
manufacturer’s range tables atau untuk lebih tepat dapat menggunakan kronografi,
menguji ulang tembakan dengan menggunakan tipe senjata yang sama dan tipe amunisi
yang sama yang dicoba-coba pada beberapa jarak tertentu.
Kecepatan pistol untuk melontar umumnya antara 350 dan 1500 kaki per detik.
Terdapat sebuah rumus untuk menilai energi kinetik yaitu KE = mv2/2g
Keterangan : KE adalah energi kinetik dalam satuan foot-pounds
m adalah massa anak peluru (pounds)
v adalah kecepatan (feet)
g adalah gaya gravitasi

Area yang tidak terluka pada kasus luka tembak


Ada 4 situasi yang akan diterangkan pada bab ini, yaitu mengenai peluru yang
berhubungan dengan efek yang terlihat pada tubuh yang berupa kelainan abnormal.
Situasi tersebut adalah:
1. Percikan darah (dan kadang-kadang jaringan) pada kedua tangan. Kondisi ini sering
ditemukan pada korban bunuh diri. Percikan darah atau jaringan pada tangan terjadi
ketika kontak antara senjata api dengan tangan yang memegang pelatuk senjata.
Selian itu juga sering ditemukan percikan jaringan otak. Pada korban penyerangan
atau pembunuhan, pada tangan penyerang sering ditemukan percikan
darah/jaringan korban, namun seringkali penyerang sudah membersihkan percikan
tersebut.
2. Darah mungkin bisa turun ke bagian kaki atau bagian bawah yang lain dari korban.
3. Residu (sisa) dari senjata api yang terdapat pada daerah luka bisa menggambarkan
posisi dan waktu korban itu ditembak. Percikan api atau bubuk mesiu yang keluar
dari lubang yang berbentuk silinder senjata bisa menggambarkan posisi tembakan
dan jenis senjata yang digunakan. Percikan bubuk mesiu ini membentuk sebuah
tatto pada luka korban.
4. Terdapat tanda pada telapak tangan yang memegang senjata api berupa jelaga dan
bubuk mesiu korban bunuh diri.

Perubahan Luka pada Luka Tembak


Ada beberapa kondisi yang bisa merubah gambaran luka tembak dengan cepat.
Perubahan itu dapat disebabkan antara lain oleh:
1. luka terbuka yang sudah mengering
2. proses pembusukan tubuh
3. penyembuhan dari luka itu sendiri
4. intervensi tenaga medis
5. intervensi bedah
6. intervensi oleh personel atau orang yang tidak profesional
7. pencucian atau pembersihan luka setelah korban mati

Residu senjata api


Istilah residu sebenarnya adalah sesuatu yang tersisa. Pada bagian ini akan dibahas
mengenai beberapa hal yang memiliki arti yang sama dengan residu. Tiap inevestigator
akan cenderung tertarik melihat residu senjata api dengan sudut pandang yang
berbeda. Para petugas hukum akan mengartikan residu dengan menghubungkan yang
tersisa di tangan penyerang dengan senjata api penyerang. Sedangkan ahli senjata
lebih tertarik dengan residu yang dihubungkan dengan senjata api yang digunakan. Ahli
patologi forensik menguraikan antara residu yang terdapat pada tubuh korban dan luka
tembak yang ditemukan.
Pokok persoalan mengenai residu senjata api ini cukup kompleks, meliputi
identifikasi, pengumpulan,pemeliharaan, dokumentasi, analisis, dan interpretasi yang
baik. Namun hal ini agak kurang dilakukan.
Secara tradisional, residu berarti bubuk sisa tembakan (bubuk mesiu) yang
terjadi akibat proses pembakaran. Ada beberapa macam bentuk residu yang terdapat
setelah proses penembakan menurut investigasi medikolegal.
Residu juga terdapat pada peluru tetapi jarang sekali berguna untuk kepentingan
forensik. Tetapi bubuk mesiu yang terdapat pada peluru seringkali digunakan oleh
pemeriksa medikolegal untuk menemukan jenis senjata api yang digunakan.
Residu tersebut kadang terlihat dengan mata telanjang dan digambarkan
sebagai sebuah kelim tatto pada bagian tubuh korban. Sebagai tambahan, bubuk mesiu
peluru dan fragmennya bisa terlihat pada bagian atas kulit atau bagian bawah kulit dan
bisa juga tidak teridentifikasi. Studi mengenai residu ini adalah baru awal, tidak pernah
ada pertanyaan yang menganalisa detail mengenai keberadaan residu pada luka
tembak dalam atau luka tembak luar pada bagian tubuh korban yang telah mengalami
pembusukan.

Residu Senjata Api pada Tangan Tersangka


Petugas hukum biasanya menginginkan untuk mengecek tangan tersangka pada kasus
pembunuhan dengan luka tembak senjata api. Sedangkan ahli patologi forensik
mengecek tangan korban bunuh diri untuk mendapatkan bukti tambahan bahwa
memang kematian disebabkan oleh korban sendiri. Ahli patologi forensik juga
mendemonstrasikan hubungan residu yang tertinggal dengan korban melalui bahasa
tubuh (gesture) korban yang bertahan atau terdapat perlawanan korban terhadap kontrol
senjata api.

Residu Senjata Api


Residu Asal Terlihat dengan mata telanjang
partikel bubuk bubuk ya
jelaga bubuk ya
grafit bubuk ya, sebagai jelaga
karbonmonoksida bubuk ya, sebagai karboksihemoglobin
ya, sebagai karboksimioglobin
fragmen/kepingan peluru ya
minyak pelumas peluru ya
timah,antimoni,perak peluru tidak
timah,barium,antimoni primer tidak
tembaga,besi selongsong peluru tidak

Residu pada tangan mungkin bisa terlihat, pada kasus ini keberadaan residu
harus dideskripsikan dan diobservasi, dan mungkin harus difoto dan didokumentasikan.
Pada kebanyakan kasus, residu tidak dapat terlihat dengan mata telanjang. Ada teknik-
teknik tertentu untuk melihat adanya residu. Teknik pertama yang diperkenalkan sekitar
tahun 1930an adalah teknik parafin. Teknik ini mendemonstrasikan nitrat dengan
menggunakan parafin untuk mengumpulkan partikel. Nitrat mampu mengoksidasi
substansi dari bubuk mesiu dengan jumlah yang besar. Adanya partikel tersebut akan
menyebabkan efek warna setelah diberikan parafin. Tetapi teknik nitrat dengan
menggunakan parafin ini hanya bagus pada teori. Teknik ini tidak sensitif dan susah
untuk dilakukan (tidak praktis).
Dengan alasan yang tidak jelas, beberapa petugas hukum masih melakukan tes
parafin ini, dan laboratorium kriminal di AS juga masih menggunakan prosedur ini.
Pada tahun 1960an, dikembangkan teknik aktivasi neutron yang lebih digunakan dan
akurat. Bahan yang diambil dari tangan dengan menggunakan parafin atau larutan
asam. Kemudian dilihat dengan sinar radiasi emisi neutron. Radioaktif sekunder akan
memisahkan partikel-partikel residu dengan teliti dan akurat. Teknik ini sangat sensitif
dengan membutuhkan sedikit residu. Meskipun demikian hanya beberapa laboratorium
di AS dapat mengerjakannya karena biaya yang mahal.
Absorbsi percikan nyala api dari senjata api yang berupa partikel atom
merupakan salah satu cara untuk mendeteksi residu primer. Teknik ini dilakukan
menggunakan temperatur yang sangat tinggi untuk menguapkan partikel metalik dari
primer residu kemudian dinilai dengan spektrofotometri. Teknik ini sangat cepat, sensitif,
dan ekonomis. Teknik yang lain adalah skanning dengan mikroskop elektron sebagai
alat sentral analisis residu primer yang dikembangkan oleh aerospace corporation.
Semua prosedur yang telah diterangkan diatas akan berguna apabila pada
tangan korban atau suspek dijaga dan dilindungi dengan cepat supaya residu tidak
hilang atau terkontaminasi. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan kertas, bukan
plastik untuk menutupi bagian tangan sebelum mendapat manipulasi atau perubahan
posisi. Pada suspek hidup, tidak dibenarkan bagi mereka untuk mencuci tangan,
memasukkan tangan ke dalam saku, atau menyentuh apapun.

Residu senjata api pada korban yang dihubungkan dengan pintu masuk luka
Residu yang terlihat, seperti yang telah diterangkan diatas, dapat berupa jelaga, minyak
pelumas peluru, kelim tatto, bubuk mesiu, atau terkadang berupa jelaga yang berasal
dari celah silinder dari pistol. Residu yang tidak terlihat bisa berupa material primer dan
partikel metal yang telah menguap yang berasal dari peluru, jaket, atau selongsong
peluru.
Pada umumnya, residu yang dapat dilihat akan berdekatan dengan masuknya
luka (pintu masuk luka). Tepi luka yang rusak bisa tertutup oleh residu dari senjata api
apabila tembakan yang dilakukan pada jarak dekat. Pada luka akibat tembakan, residu
tidak terlihat secara eksternal, kecuali tepi luka yang rusak itu berwarna kehitaman, hal
itu terjadi karena deposit residu peluru pada jaringan. Deteksi yang terbaik adalah
dengan mengambil bagian sekeliling kulit yang rusak akibat tembakan, dan termasuk
lapisan subkutan dan mungkin jaringan yang lebih dalam lagi untuk menemukan bubuk
mesiu. Hal ini sangat baik dilakukan dengan mikroskop dan dilakukan pada ruang
otopsi. Prosedur ini juga dilakukan untuk membedakan luka tembak dalam dan luka
tembak luar pada tubuh yang sudah membusuk atau berubah karena dibakar,
temabakan yang dilakukan dalam jarak dekat atau jarak jauh, dan luka oleh kaliber 22.
Residu yang terlihat kadang bisa terlihat dengan pemeriksaan histologis. Teknik
ini digunakan untuk mencari adanya bubuk mesiu. Kemudian setelah itu bisa dilakukan
pemeriksaan nitrat atau nitrit. Menurut pengalaman penulis, sejauh ini teknik ini lebih
bermanfaat dibandingkan pemeriksaan dengan mikroskop saja pada jaringan yang
masih baru (fresh).
Pada saat pencarian residu yang tidak terlihat disekeliling tepi luka tembak,
pengambilan jaringan dan pemeriksaan dengan energi dispersi dari alat-alat X-ray akan
sangat menguntungkan. Dengan teknik ini komponen primer dan jumlah yang sangat
kecil dari deposit metal yang tersisa dari peluru, jaket maupun selongsongnya bisa
dideteksi semikuantitatif.
Residu dari senjata api bisa berupa gas karbonmonoksida. Gas ini diproduksi
akibat proses pembakaran bubuk mesiu. Ketika senjata kontak dengan kulit,
karbonmonoksida akan dideposit dibawah lapisan kulit dan terdifusi pada jaringan. Gas
karbonmonoksida akan bergabung dengan hemoglobin darah dan mioglobin otot dan
membentuk karboksihemoglobin dan karboksimioglobin.

Deskripsi luka senjata api


Kepentingan medikolegal deskripsi yang adekuat dari luka senjata api bergantung pada
besarnya potensi seorang korban meninggal. Jika korban masih hidup, deskripsi singkat
dan tidak terlalu detail. Dokter mempunyai tenggung jawab yang utama untuk
memberikan penatalaksanaan gawat darurat. Membersihkan luka, membuka dan
mengeksplorasi, debridement dan menutupnya, kemudian membalut adalah bagian
penting dari merawat pasien bagi dokter. Penggambaran luka secara detail akan
dilakukan nanti., setelah semua kondisi gawat darurat dapat disingkirkan. Oleh karena
singkatnya waktu yang dimiliki untuk mempelajari medikolegal, seringkali dokter merasa
tidak mempunyai kewajiban untuk mendeskripskan luka secara detail. Deskripsi luka
yang minimal untuk pasien hidup terdiri dari:
1. lokasi luka
2. ukuran dan bentuk defek
3. lingkaran abrasi
4. lipatan kulit yang utuh dan robek
5. bubuk hitam sisa tembakan, jika ada
6. tattoo, jika ada
7. bagian yang ditembus/dilewati
8. titik hitam atau tanda penyembuhan akibat bedah pengeluaran benda asing dan
susunannya
9. penatalaksanaan luka, termasuk debridement, penjahitan, pengguntingan
rambut, pembalutan, drainase, dan operasi perluasan luka

Pada korban mati, tidak ada tuntutan dalam mengatasi gawat darurat. Meskipun
demikian, tubuhnya dapat saja sudah mengalami perubahan akibat penanganan gawat
darurat atau pihak lain. Sebagai tambahan, tubuh bisa berubah akibat perlakuan orang-
orang yang mempersiapkan tubuhnya untuk dikirimkan kepada pihak yang bertanggung
jawab untuk menerimanya. Di lain pihak tubuh mungkin sudah dibersihkan, bahkan
sudah disiapkan untuk penguburan, luka sudah ditutup dengan lilin atau material lain.
Penting untuk mengetahui siapa dan apa yang telah dikerjakannya terhadap tubuh
korban, untuk mengetahui gambaran luka sebenarnya.

Hal-hal yang penting dalam deskripsi luka tembak :


1. Lokasi
a. jarak dari puncak kepala atau telapak kaki serta ke kanan dan kiri garis
pertengahan tubuh
b. lokasi secara umum terhadap bagian tubuh
2. Deskripsi luka luar
a. ukuran dan bentuk
b. lingkaran abrasi, tebal dan pusatnya
c. luka bakar
d. lipatan kulit, utuh atau tidak
e. tekanan ujung senjata
3. Residu tembakan yang terlihat
a. grains powder
a. deposit bubuk hitam, termasuk korona
b. tattoo
c. metal stippling
4. Perubahan
a. oleh tenaga medis
b. oleh bagian pemakaman
5. Track
a. penetrasi organ
b. arah
- depan ke belakang (belakang ke depan)
- kanan ke kiri(kiri ke kanan)
- atas ke bawah
c. kerusakan sekunder
- perdarahan
- daerah sekitar luka
d. kerusakan organ individu
6. Penyembuhan luka tembakan
a. titik penyembuhan
b. tipe misil
c. tanda identifikasi
d. susunan
7. Luka keluar
a. lokasi
b. karakteristik
8. Penyembuhan fragmen luka tembak
9. Pengambilan jaringan untuk menguji residu

Deskripsi medikolegal harus lebih detail dan harus mencakup juga perubahan yang
terjadi oleh orang lain maupun karena reaksi penyembuhan.

Fasilitas Otopsi untuk korban luka tembak


Fasilitas merupaka bagian penting dalam melakukan pemeriksaan yang adekuat bagi
korban luka tembak. Fasilitas yang perlu dievaluasi adalah tempat, tenaga kerja dan
peralatan.

Tempat
Tempat untuk otopsi bagi otopsi medikolegal dapat disediakan oleh bagian peradilan,
atau oleh ahli patologi. Lokasi yang paling ideal adalah fasilitas otopsi patologi forensik.
Ini memungkinkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan cepat dan tanpa mengeluarkan
banyak tenaga. Masalah lain yang perlu dipikirkan adalah tempat penyimpanan tubuh
yang baik untuk mencegah perubahan yang berkaitan dengan pembusukan.
Penyimpanan yang baik adalah suhu dingin 2-6° C, dan aman dari ‘tangan-tangan jahil’.
Juga diperlukan adanya cahaya yang cukup untuk pemeriksaan dan fotografi.

Tenaga kerja
Ahli patologi tidak mungkin bekerja seorang diri. Asisten yang dapat membantu otopsi
agar mendapatkan hasil yang adekuat adalah orang-orang dari bagian patologi, residen
patologi, teknolog medis, perawat dan orang dari petugas ruang patologi.

Peralatan
Pemeriksan X-Ray harus tersedia. Hal ini dapat melancarkan pemeriksaan otopsi.
Konsep-konsep yang salah dalam investigasi tembakan senjata

1. Luka tembak masuk selalu lebih kecil daripada luka tembak keluar
2. Ketika luka tembak masuk lebih tinggi dibanding luka tembak keluar, arah serangan
dari bawah ke atas
3. Peluru selalu berjalan dalam garis lurus di dalam tubuh, mulai dari tempat masuk
sampai keluar dari tubuh, atau bila tertinggal di dalam tubuh
4. Ketika peluru diketahui dari luka terbuka senjata api, berefek sangat panas sehingga
membakar kulit
5. Peluru tembakan dari senjata yang beralur(spiral), mengalami perputaran dengan
kecepatan yang sangat tinggi, menuntun jalannya pada dan melalui target. Gerakan
berputar atau mengebor menghasilkan lingkaran abrasi pada luka tembak masuk
6. Peluru yang dihasilkan senjata atau revolver dengan setengah jaket atau peluru
berlubang membuat ‘hamburger’ pada organ daerah dada dan abdomen
7. Beberapa individu meninggal karena komplikasi akibat perlakuan saat
membersihkan luka
8. Individu yang dominan tangan kanan membunuh diri dengan memegang senjata
dengan tangan kanan dengan luka terbuka pada kontak dengan atau dekat dengan
pelipis kanan
9. Adalah mungkin untuk memperkirakan berapa lama korban hidup setelah cedera
fatal dari pemeriksaan luka
10. Otopsi pada korban luka tembak merupakan prosedur yang sederhana. Yang
penting adalah menemukan luka masuk dan luka keluar, lokasi peluru, dan jaringan
serta organ yang terluka

© 2006 All Rights Reserved.

http://www.freewebs.com/traumatologie2/traumatologi.htm

Anda mungkin juga menyukai