Anda di halaman 1dari 13

KELOMPOK 2 IKD

SERIZAWA

 ANGGOTA :
• Adetya wahyu D.J
• Catra P
• Eko Odie S
• Helmi Y
• Kandar S
• Marfin S
Apa itu euthanasia….?
 Eutanasia (Bahasa Yunani: ευθανασία -ευ, eu yang artinya "baik", dan
θάνατος, thanatos yang berarti kematian) adalah praktik pencabutan
kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak
menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal,
biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.
 Aturan hukum mengenai masalah ini berbeda-beda di tiap negara dan

seringkali berubah seiring dengan perubahan norma-norma budaya


maupun ketersediaan perawatan atau tindakan medis. Di beberapa
negara, eutanasia dianggap legal, sedangkan di negara-negara lainnya
dianggap melanggar hukum. Oleh karena sensitifnya isu ini,
pembatasan dan prosedur yang ketat selalu diterapkan tanpa
memandang status hukumnya
Kasus euthanasia
Wanita Dalam Kasus Euthanasia Di Korea Selatan Meninggal Dunia
 
Ditulis Oleh Administrator   
Monday, 11 January 2010
Para pejabat medis di Korea Selatan mengatakan, wanita umur 77 tahun yang mengalami mati
otak, telah meninggal dunia, setelah lebih dari 200 hari ditanggalkan dari alat bantu hidup. Ini
adalah kasus pertama euthanasia secara hukum. 
Tim dokter di RS Severance di Seoul mengatakan, wanita yang hanya dipanggil Kim itu,
dinyatakan tutup usia Ahad sore, 202 hari setelah sebuah perintah pengadilan memaksa para
dokter untuk mencabutnya dari respirator. 

Dia terus bernafas sendiri sejak bulan Juni tahun lalu, dan terus menerima nutrisi. 

Mahkamah Agung Korea Selatan Juni lalu menegakkan keputusan peradilan lebih rendah, yang
membenarkan tim dokter menanggalkan alat bantu hidup bagi seorang pasien yang berada
dalam keadaan koma permanen. 

Menurut peradilan, perawatan medis terus-menerus terhadap pasien seperti Kim berpotensi
merusak harga dirinya sebagai manusia./VOA
 
ASPEK HUKUM
Euthanasia ditinjau dari pandangan hukum

 Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan
hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada
Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa "Barang siapa
menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya
dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun". Juga
demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP
yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia.
Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak
mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.
 Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam
suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober 2004 [12]
menyatakan bahwa : Eutanasia atau "pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat ini
belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat
Indonesia. "Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa
dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP
Pasal tentang euthanasia
Pasal-pasal dalam KUHP menegaskan bahwa euthanasia baik aktif maupun pasif tanpa
permintaan adalah dilarang. Demikian pula dengan euthanasia aktif dengan permintaan.
Berikut adalah bunyi pasal-pasal dalam KUHP tersebut:
Pasal 338: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain karena
pembunuhan biasa, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.”
Pasal 340: “Barangsiapa dengan sengaja & direncanakan lebih dahulu menghilangkan
jiwa orang lain, karena bersalah melakukan pembunuhan berencana, dipidana dengan
pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya duapuluh
tahun.”
Pasal 344: “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri, yang disebutkannya dengan nyata & sungguh-sungguh dihukum penjara selama-
lamanya duabelas tahun.”
Pasal 345: “Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk bunuh diri,
menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun, kalau orang itu jadi bunuh diri.”
Pasal 359: “Menyebabkan matinya seseorang karena kesalahan atau kelalaian, dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana kurungan selama-lamanya
satu tahun
Medicolegal
`Dari segi medicolegal (medis), seorang dokter yang melakukan
euthanasia atau membantu orang yang bunuh diri telah
melakukan tindakan melanggar hukum. Argumen terakhir
adalah sulitnya untuk melegalisir euthanasia karena sulitnya
membuat standar prosedur yang efektif. Lebih jauh lagi,
melegalisir voluntary euthanasia dapat mengarah kepada
dilakukannya involuntary euthanasia dan membuat orang-
orang lemah seperti orang lanjut usia dan para cacat berada
dalam risiko. Selanjutnya hal ini juga dapat memberikan
tekanan kepada mereka yang merasa diabaikan atau merasa
sebagai beban keluarga atau teman. Pengalaman di negeri
Belanda telah membuktikan konsep slippery slope.
Sosial ekonomi

Ditinjau dari aspek sosial ekonomi,mungkin seseorang yang mengajukan


permohonan euthanasia khususnya bagi kalangan tidak mampu,telah tidak
memiliki biaya untuk melakukan pengobatan.oleh karena itu pihak keluarga
meminta dokter untuk melaksanakan euthanasia.
Kode etik
Kede etik kedokteran Indonesia
Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; “seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya
sesuai dengan standar profesi tertinggi”. Jelasnya bahwa seorang dokter dalam melakukan kegiatan
kedikterannya sebagai seorang profesi dikter harus sesuai dengan ilmu kedikteran mutakhir, hukum dan agama.
KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa “setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban
melindungi hidup insani”. Artinya dalam setiap tindakan dokter harus bertujuan untuk memelihara kesehatan
dan kebahagiaaan manusia. Jadi dalam menjalankan prifesinya seorang dokter tidak boleh melakukan;
Menggugurkan kandungan (Abortus Provocatus),
mengakhiri kehidupan seorang pasien yang menurut ilmu dan pengetahuan tidak mungkin akan sembuh lagi
(euthanasia),
Mengenai euthanasia, dapat digunakan dalam tiga arti ;
1. Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan, buat yang beriman dengan nama
Allah di bibir,
2. Waktu hidup akan berakhir (sakaratul maut) penderitaan pasien diperingan dengan memberikan obat
penenang,
3. Mengakhiri penderitaan dari seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.[2]
Adapun unsur-unsur dalam pengertian euthanasia dalam pengertian diatas adalah:
1. Berbuat seauatu atau tidak berbuat sesuatu,
2. Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang hidup pasien,
3. Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan,
4. Atas permintaan pasien dan keluarganya,
5. Demi kepentingan pasien dan keluarganya.
Pandangan agama islam
Seperti dalam agama-agama Ibrahim lainnya (Yahudi dan Kristen), Islam mengakui hak
seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan anugerah Allah kepada manusia.
Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22: 66; 2:
243). Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam meskipun tidak ada teks dalam
Al Quran maupun Hadis yang secara eksplisit melarang bunuh diri. Kendati demikian, ada
sebuah ayat yang menyiratkan hal tersebut, "Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS 2: 195), dan dalam ayat lain
disebutkan, "Janganlah engkau membunuh dirimu sendiri," (QS 4: 29), yang makna langsungnya
adalah "Janganlah kamu saling berbunuhan." Dengan demikian, seorang Muslim (dokter) yang
membunuh seorang Muslim lainnya (pasien) disetarakan dengan membunuh dirinya sendiri.[25]
Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir al-maut (eutanasia), yaitu suatu
tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih
sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun
negatif.
Pada konferensi pertama tentang kedokteran Islam di Kuwait tahun 1981, dinyatakan bahwa
tidak ada suatu alasan yang membenarkan dilakukannya eutanasia ataupun pembunuhan
berdasarkan belas kasihan (mercy killing) dalam alasan apapun juga
Pandangan agama katholik
Dalam ajaran gereja Katolik Roma
Sejak pertengahan abad ke-20, gereja Katolik telah berjuang untuk memberikan pedoman sejelas
mungkin mengenai penanganan terhadap mereka yang menderita sakit tak tersembuhkan,
sehubungan dengan ajaran moral gereja mengenai eutanasia dan sistem penunjang hidup. Paus
Pius XII, yang tak hanya menjadi saksi dan mengutuk program-program egenetika dan
eutanasia Nazi, melainkan juga menjadi saksi atas dimulainya sistem-sistem modern penunjang
hidup, adalah yang pertama menguraikan secara jelas masalah moral ini dan menetapkan
pedoman. Pada tanggal 5 Mei tahun 1980 , kongregasi untuk ajaran iman telah menerbitkan
Dekalarasi tentang eutanasia ("Declaratio de euthanasia") [20] yang menguraikan pedoman ini
lebih lanjut, khususnya dengan semakin meningkatnya kompleksitas sistem-sistem penunjang
hidup dan gencarnya promosi eutanasia sebagai sarana yang sah untuk mengakhiri hidup. Paus
Yohanes Paulus II, yang prihatin dengan semakin meningkatnya praktek eutanasia, dalam
ensiklik Injil Kehidupan (Evangelium Vitae) nomor 64 yang memperingatkan kita agar melawan
"gejala yang paling mengkhawatirkan dari `budaya kematian' dimana jumlah orang-orang lanjut
usia dan lemah yang meningkat dianggap sebagai beban yang mengganggu." Paus Yohanes
Paulus II juga menegaskan bahwa eutanasia merupakan tindakan belas kasihan yang keliru,
belas kasihan yang semu: "Belas kasihan yang sejati mendorong untuk ikut menanggung
penderitaan sesama. Belas kasihan itu tidak membunuh orang, yang penderitaannya tidak dapat
kita tanggung" (Evangelium Vitae, nomor 66)[21][22]
Pandangan agama hindu
Dalam ajaran agama Hindu
Pandangan agama Hindu terhadap euthanasia adalah didasarkan pada ajaran tentang karma, moksa
dan ahimsa.
Karma adalah merupakan suatu konsekwensi murni dari semua jenis kehendak dan maksud perbuatan,
yang baik maupun yang buruk, lahir atau bathin dengan pikiran kata-kata atau tindakan. Sebagai
akumulasi terus menerus dari "karma" yang buruk adalah menjadi penghalang "moksa" yaitu suatu
ialah kebebasan dari siklus reinkarnasi yang menjadi suatu tujuan utama dari penganut ajaran Hindu.
Ahimsa adalah merupakan prinsip "anti kekerasan" atau pantang menyakiti siapapun juga.
Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang terlarang di dalam ajaran Hindu dengan pemikiran bahwa
perbuatan tersebut dapat menjadi suatu factor yang mengganggu pada saat reinkarnasi oleh karena
menghasilkan "karma" buruk. Kehidupan manusia adalah merupakan suatu kesempatan yang sangat
berharga untuk meraih tingkat yang lebih baik dalam kehidupan kembali.
Berdasarkan kepercayaan umat Hindu, apabila seseorang melakukan bunuh diri, maka rohnya tidak
akan masuk neraka ataupun surga melainkan tetap berada didunia fana sebagai roh jahat dan
berkelana tanpa tujuan hingga ia mencapai masa waktu dimana seharusnya ia menjalani kehidupan
(Catatan : misalnya umurnya waktu bunuh diri 17 tahun dan seharusnya ia ditakdirkan hidup hingga
60 tahun maka 43 tahun itulah rohnya berkelana tanpa arah tujuan), setelah itu maka rohnya masuk ke
neraka menerima hukuman lebih berat dan akhirnya ia akan kembali ke dunia dalam kehidupan
kembali (reinkarnasi) untuk menyelesaikan "karma" nya terdahulu yang belum selesai dijalaninya
kembali lagi dari awal.[23]
Pandangan agama budha
Dalam ajaran agama Buddha
Ajaran agama Buddha sangat menekankan kepada makna dari kehidupan
dimana penghindaran untuk melakukan pembunuhan makhluk hidup adalah
merupakan salah satu moral dalam ajaran Budha. Berdasarkan pada hal
tersebut di atas maka nampak jelas bahwa euthanasia adalah sesuatu
perbuatan yang tidak dapat dibenarkan dalam ajaran agama Budha. Selain
daripada hal tersebut, ajaran Budha sangat menekankan pada "welas asih"
("karuna")
Mempercepat kematian seseorang secara tidak alamiah adalah merupakan
pelanggaran terhadap perintah utama ajaran Budha yang dengan demikian
dapat menjadi "karma" negatif kepada siapapun yang terlibat dalam
pengambilan keputusan guna memusnahkan kehidupan seseorang tersebut. [24]
SERIZAWA

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai