Bilateralisme mengacu pada hubungan politik dan budaya yang melibatkan dua negara. Sampai saat ini,
kebanyakan diplomasi internasional dilakukan secara bilateral. Contohnya, penandatanganan
perjanjian (traktat), tukar menukar Duta Besar, dan kunjungan kenegaraan. Alternatif diplomasi
lainnya adalah multilateral,yang melibatkan banyaka negara dan unilateral,jika satu negara bertindak
sendiri. Sering terjadi perdebatan mengenai efektifitas penerapan diplomasi bilateral dan Multilateral.
Penolakan terhadap diplomasi bilateral pertama kali terjadi setelah berakhirnya Perang Dunia I, ketika
para politikus menyimpulkan bahwa sistem perjanjian internasional bilateral sebelum pecahnya Perang
Dunia I yang sifatnya kompleks menyebabkan perang tidak dapat dihindarkan. Kondisi ini melahirkan
pembentukan Liga Bangsa-Bangsa (LBB) yang menerapkan aktivitas diplomasi multilateral. Reaksi yang
sama menolak perjanjian dagang terjadi setelah Depresi ekonomi dunia tahun 1930an. Kesepakatan-
kesepakatan dagang bilateral menyebabkan meningkatnya tarif yang memperparah kejatuhan ekonomi
beberapa negara. Maka setelah Perang Dunia,negara-negara Barat melakukan berbagai kesepakatan
multilateral seperti General Agreement on Tariff and Trade (GATT). Meskipun sistem diplomasi
multilateral banyak dilakukan pada lembaga yang prestisius seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
dan Organisasi Perdagangan Dunia ( WTO),kebanyakan diplomasi masih dijalankan secara bilateral.
Sistem ini mempunyai fleksibilitas yang lebih besar dan memudahkan pencapaian kompromi dalam
sistem multilateral yang saling tergantung .