Anda di halaman 1dari 16

KONSEPSI TRADISI PRA ISLAM,

MASA NABI MUHAMMAD


DAN TRANSFORMASI NILAI ISLAM

A. Pendahuluan
Sebelum Nabi Muhammad diutus, umat manusia hidup dalam keadaan
gelap gulita, penuh dengan segala macam kerusakan moral dan kebodohan.
Keadaannya hampir menjerumuskan mereka ke dalam kehancuran total.
Sebagai contoh, di negeri Arab orang-orang menyembah berhala dan patung
yang mereka ciptakan sendiri.
Islam diturunkan di negeri Arab pada masa adanya kebutuhan yang
mendesak dari seluruh umat manusia akan agama baru. Karena, pada masa itu
ajaran para rasul terdahulu sudah tidak diindahkan lagi oleh manusia di
seluruh negeri di dunia, baik di timur maupun di barat.
Allah SWT memerintahkan umat manusia agar menganut agama Islam
dan mengerahkan seluruh kehidupannya untuk menyakini dan mematuhi
ajaran-ajaran-Nya. Tujuannya adalah supaya manusia dapat mencapai
keselamatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan dalam segala aspek kehidupan
dunia dan akhirat, baik material maupun spiritual. Perintah Allah SWT untuk
memeluk ajaran Islam dapat dilihat dalam beberapa ayat Al-Qur’an,
diantaranya surat Ali Imran ayat 102 yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar
takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam
keadaan beragama Islam.”

B. Arab Pra Islam dan Realitas Sekitarnya


Mekah pada masa kelahiran Nabi Muhammad adalah sebuah kota
yang amat penting dan terkenal diantara kota-kota di negeri Arab, baik karena
tradisinya maupuin karena kedudukannya. Dengan adanya ka’bah yang berada
di tengah-tengah kota, Mekah menjadi pusat keagamaan Arab. Ka’bah
didatangi untuk beribadah dan berziarah, didalamnya terdapat 360 berhala

1
yang mengelilingi patung dewa utama, Hubal. Pada saat itu Mekah kelihatan
makmur dan kuat.
Masyarakat Arab ketika itu hidup berdasarkan kesukuan, wilayahnya
kebanyakan terdiri dari padang pasir dan stepa. Mayoritas penduduknya
adalah suku-suku Badui yang mempunyai gaya hidup pedesaan padang pasir
dan nomadic, berpindah-pindah dari satu daerah ke daerah lain untuk mencari
air dan padang rumput bagi binatang-binatang gembala. Sebagian lainnya
adalah penduduk yang menetap di kota-kota seperti Mekah dan Madinah.
Secara keseluruhan mata pencaharian yang penting adalah menggembala,
berdagang dan bertani.
Peperangan antar suku adalah suatu kejadian yang sering terjadi sejak
lama. Organisasi dan identitas social berakar pada keanggotaan dalam suatu
masyarakat yang luas. Satu kelompok yang terdiri dari beberapa keluarga
membentuk kabilah atau suku (klan). Beberapa kelompok kabilah membentuk
suku yang dipimpin oleh seorang syekh. Masyarakat umumnya sangat
menekankan hubungan kesukuan. Kesetiaan atau solidaritas kelompok
menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku. Seseorang banyak
bergantung pada kehidupan suku yang sering saling menyerang.

C. Nabi Muhammad; Masa Lahir, Remaja dan Dewasa


1. Masa Kelahiran Nabi Muhammad
Nabi Muhammad adalah anggota Bani Hasyim, sebuah kabilah
yang paling mulia dalam suku Quraisy yang mendominasi masyarakat
Arab. Bani Hasyim memang termasuk dalam sepuluh pemegang jabatan
tertinggi dalam masyarakat Mekah. Jabatan itu adalah Siqoyah, yakni
pengawas mata air zam-zam untuk dipergunakan oleh para peziarah.
Walaupun demikian, jabatan itu kurang memberikan kekuasaan dan
kurang menguntungkan dibandingkan dengan jabatan yang lain. Dengan
demikian Nabi Muhammad berasal dari kalangan terhormat yang relative
miskin.

2
Ayah Muhammad adalah Abdullah, putra Abdul Muthalib, seorang
kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Pengaruh Abdul muthalib
yang besar ini bukan karena jabatannya tetapi karena sifat dan pembawaan
pribadinya. Ibu Muhammad adalah Aminah binti Wahab dari Bani Zuhrah.
Baik dari garis ayah maupun ibunya, silsilah Nabi Muhammad SAW
sampai kepada Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.
Tahun kelahiran Nabi Muhammad dikenal denagan nama tahun
gajah. Dinamakan demikian karena pada tahun itu terjadi suatu peristiwa
besar, yaitu datangnya pasukan gajah menyerbu Mekah dengan tujuan
menghancurkan Ka’bah. Pasukan gajah itu dipimpin oleh Abrahah,
gubernur kerajaan Habsyi di Yaman. Latar belakang serbuan itu adalah
keinginan Abrahah untuk mengambil alih peranan kota Mekah dengan
Ka’bahnya sebagai pusat perekonomian dan peribadatan bangsa Arab.
Mengingat tentara Abrahah yang besar dan kuat itu, Abdul
Muthalib dan penduduk Mekah sadar bahwa meraka tidak akan mampu
melawannya. Sebab itu dia menganjurkan penduduk mengungsi ke luar
kota. Pertahanan Ka’bah diserahkan kepada Tuhan. Abdul Muthalib
berdo’a : “Ya Tuhan, tak ada orang yang dapat kami harapkan kecuali
Engkau. Selamatkanlah rumah-Mu dari serangan mereka. Muasuh rumah-
Mu adalah musuh-Mu.”
Tentara Abrahah hancur karena terserang wabah penyakit yang
mematikan yang dibawa oleh burung Ababil yang melempari tentara
gajah. Peristiwa ini disebutkan dalam Al-Qur’an pada surag Al-Fiil ayat
1-5
Beberapa bulan setelah serbuan tentara gajah Aminah melahirkan
seorang bayi laki-laki, yaitu Muhammad SAW. Ia lahir pada malam
menjelang dini hari Senin tanggal 12 Rabiulawal tahun gajah yang
bertepatan dengan 20 April 570.
Muhammad SAW lahir dalam keadaan yatim. Ayahnya meninggal
dunia tiga bulan setelah menikahi Aminah. Nama Muhammad diberikan
oleh Abdul Muthalib kepada cucunya yang artinya orang yang terpuji.

3
Menurut kebiasaan orang Arab, anak-anak yang baru lahir diasuh
dan disusui oleh wanita kampong dengan maksud mendapat udara desa
yang bersih serta pergaulan masyarakat desa yang baik bagi pertumbuhan
anak-anak. Selain itu juga agar dapat berbicara bahasa Arab dengan fasih.
Pada saat itu Muhammad diasuh dan disusui oleh Halimah binti Abi
Dua’ib as-Sa’diyah yaitu seorang ibu miskin yang berasal dari desa Sa’ad
dekat kota Ta’if.
Sejak kecil Muhammad telah memperlihatkan keistimewaan yang
tidak terdapat pada bayi-bayi lain. Pertumbuhan badannya sangat cepat.
Pada usia lima bulan sudah dapat berjalan, dan pada usia 9 bulan ia sudah
bias berbicara. Pada usia 2 tahun ia sudah dapat dilepas bersama-sama
anak Halimah untuk menggembala kambing. Dan pada usia itu
Muhammad dikembalikan kepada Aminah di Mekah.
Tidak lama setelah itu, Muhammad kembali dibawah asuhan
Halimah karena kota Mekah diserang wabah penyakit. Pada usia 4 tahun
Muhammad kembali diserahkan kepada ibu kandungnya.
Dalam usia yang ke-6, Muhammad telah menjadi yatim piatu. Hal
ini disebutkan dalam Al-Qur’an. Allah berfirman yang artinya : “Bukanlah
Allah mendapatimu sebagai anak yatim, lalu Dia melindungimu. Dan
Allah mendapatimu sebagai orang yang bingung, lalu Dia memberimu
petunjuk” (QS.93:6-7).
Setelah Aminah meninggal dunia, Abdul Muthalib mengambil alih
tanggung jawab merawat Muhammad. Dua tahun kemudian Abdul
Muthalib meninggal dunia karena sakit tua. Tanggung jawab selanjutnya
beralih kepada pamannya Abi Thalib.

2. Masa Remaja Nabi Muhammad


Ketika usia 12 tahun, Muhammad telah tumbuh dengan tubuh yang
sehat dan kuat. Siapa saja yang bergaul dengannya akan merasa sayang
dan suka kepadanya. Dalam usia itu, Abi Thalib mengabulkan permintaan
Muhammad untuk ikut serta dalam kafilahnya ketika ia memimpin

4
rombongan dagang ke Syam (Suriah). Dalam perjalanan itu kembali
terjadi keajaiban yang merupakan tanda-tanda kenabian Muhammad.
Iringan kafilah dalam perjalanannya selalu diikuti oleh segumpal
awan bagaikan sebuah payung yang selalu menaunginya. Awan itu
manarik perhatian seorang pendeta Kristen bernama Buhairah yang
memperhatikan dari atas biaranya di Busra.
Pada usia 15 tahun, ketika terjadi perselisihan dan kemudian
peperangan antara suku Hawazin dan suku Quraisy, Muhammad terpaksa
ikut membela sukunya. Dia bertugas menyediakan anak panah bagi
pamannya dalam perang yang dinamakan Perang Fijar, tetapi ia sendiri
tidak pernah membunuh musuh.
Akibat perang itu, Ka’bah menjadi tidak ramai dikunjungi orang
pada musim haji yang secara ekonomis menyebabkan penduduk Mekah
menderita. Menyaksikan kemiskinan dan penderitaan yang dialami
penduduk Mekah tersebut, ketika usia Nabi 20 tahun, ia mendirikan
Hilful-Fudhul, sebuah lembaga yang bertujuan membantu orang miskin
dan orang-orang yang teraniaya. Melalui lembaga ini sifat-sifat
kepemimpinannya mulai tampak dan namanya mulai harum dikalangan
masyarakat Mekah. Selain itu juga karena kejujurannya dalam
melaksanakan perdagangan ia mendapatkan gelar al-Amin, atau orang
yang terpercaya.
3. Masa Dewasa Nabi Muhammad
Pada usianya yang ke-25 atas permintaan Khadijah binti
Khuwailid, seorang saudagar kaya raya, Muhammad SAW berangkat ke
Suriah membawa barang dagangannya, ia dibantu oleh Maisarah, seorang
pembantu lelaki yang telah lama bekerja pada Khadijah. Sejak pertemuan
pertama Khadijah sudah menaruh simpati melihat penampilan Muhammad
yang tampan dan sopan. Akhirnya Khadijah mengutus Maisarah dan
teman karibnya, Nufasah untuk menyampaikan isi hatinya kepada
Muhammad, dan setelah bermusyawarag dengan keluarganya, lamaran itu
akhirnya diterima.

5
Menjelang usianya yang ke-40, ia sering memisahkan diri dari
keramaian masyarakat untuk lebih memusatkan pikiran untuk menemukan
jalan keluar agar masyarakat tidak lagi menyembah berhala. Ia sering
mengasingkan diri ke gua Hira, sekitar 6 km di sebelah timur laut kota
Mekah.
Pada tanggal 17 Ramadhan bertepatan dengan 6 Agustus 611, ia
melihat cahaya terang benderang memenuhi ruangan gua itu. Tiba-tiba
malikat Jibril muncul dihadapannya, menyampaikan wahyu Allah SWT
yang tertuang dalam al-Qur’an surah al-Alaq ayat 1-5. Meskipun
mengandung kekhawatiran, hati Nabi mulai tenang kembali. Beberapa
minggu kemudian Jibril datang lagi menyampaikan wahyu QS.68:1-7.
wahyu berikutnya adalah awal surah al- Muzammil (ayat 1-9) yang
memerintahkan Nabi bangun malam untuk berdzikir dan beribadah dengan
tekun kepada Allah dan agar Allah SWT dijadikan sebagai pelindung.
Wahyu kedua dan ketiga dimaksudkan untuk mementapkan hati Nabi
Muahammad. Baru setelah kemantapan itu menjadi semakin kuat, turun
wahyu yang memerintahkan Nabi SAW untuk berdakwah, menyebarkan
ajaran-ajaran Allah.
Dalam menghadapi itu semua Khadijah sebagai istrinya
mendampinginya dengan sabar. Perkawinan Muhammad SAW dengan
Khadijah dikaruniai 6 orang anak, yaitu 2 putra dan 4 putri. Kedua
putranya meninggal semasa masih kecil, Muhammad tidak menikah lagi
sampai Khadijah meninggal, pada saat Muhammad SAW berusia 50
tahun.

D. Masa Nabi Muhammad di Mekkah


1. Masyarakat Mekkah Pra Islam
a. Kepercayaan Masyarakat Mekkah Pra Islam
Masyarakat kota Mekah sebelum mereka menyembah berhala,
batu-batuan dan pepohonan adalah penganut agama tauhid yang
dibawa oleh Nabi Ibrahim AS, yaitu agama yang mengajarkan hanya

6
kepada Tuhan Yang Maha Esa mereka wajib percaya dan menyembah.
Namun karena adanya keterputusan risalah, akhirnya mereka
menyembah selain Allah. Proses perpindahan kepercayaan ini berawal
ketika salah seorang pembesar suku Khuza’ah bernama Amir bin
Lubai pergi ke syam (syiria). Di kota itu ia melihat tata cara
peribadatannya yang sangat aneh yang berbeda dengan tata cara
peribadatan yang biasa mereka lakukan, yaitu menyembah berhala. Ia
mulai tertarik untuk mempelajari dan mempraktikkan tata cara
peribadatan tersebut. Untuk keperluan tersebut Amir meminta sebuah
berhala dari suku Amaliqah sebagai kenang- kenangan dan akan
dijadikan alat-alat perantara dalam peribadatan masyarakat Arab
Mekah. Berhala itu diberi nama Hubal yang kemudian diletakkan di
Ka’bah dan dijadikan sebagai pimpinan berhala-berhala lain seperti
Latta, Uzza, dan Manat.dengan demikian, masuklah kepercayaan baru
kedalam tradisi keberagamaan masyarakat Mekah. Kota Mekah
kemudian menjadi pusat penyembahan berhala.
Disamping adanya kepercayaan dan penyembahan berhala
yang dilakukan masyarakat Arab kota Mekah pra Islam, terdapat pula
kepercayaan lain yang mereka yakini, seperti :
- Menyembah malaikat
- Menyembah Jin, Ruh atau Hantu
Pada saat menjelang kelahiran agama Islam, muncul
sekelompok orang dari kalangan masyarakat Arab yang berusaha
melepaskan diri dari penyembahan berhala, dan menyebarkan ajaran
tauhid yang dibawa oleh Nabi Ibrahim. Diantara mereka adalah
Waraqah bin Naufal, Umayah bin Shalt, Abdullah bin Jahsyi dan
Zainal bin Umar. Mereka inilah yang disebut sebagai kelompok orang
yang menentang tradisi kepercayaan dan praktik peribadatan yang
banyak dilakukan masyarakat Arab di kota Mekah saat itu. Namun,
sebelum agama Islam berhasil disiarkan di kota tersebut dan kota-kota
lainnya mereka telah tiada.

7
b. Kondisi Sosial Masyarakat Mekah Pra Islam
Kondisi kehidupan masyarakat Arab menjelang kelahiran Islam
secara umum dikenal dengan sebutan Zaman Jahiliyah. Hal itu
dikarenakan kondisi sosial politik, keagamaan dan moralitas (akhlak)
masyarakat arab saat itu sudah sangat tidak baik. Kebiasaan-kebiasaan
buruk seringkali mereka lakukan, misalnya, meminum arak hingga
mabuk, berjudi, berzina, merampok dan sebagainya. Kebiasaan-
kebiasaan itu mereka lakukan karena dalam kurun waktu yang begitu
lama, masyarakat Arab tidak memiliki nabi, kitab suci, ideology agama
dan tokoh besar yang membimbing mereka. Selain itu mereka tidak
mempunyai system pemerintahan yang ideal dan tidak mengindahkan
system dan nilai-nilai moral. Pada saat itu, tingkat keberagamaan
mereka tidak jauh dengan masyarakat primitive.
Dalam hal kepemimpinan politik, masyarakat Arab jahiliyah
yang telah terpecah manjadi banyak suku, memiliki seorang pemimpin
besar, masing-masing suku memiliki wewenang untuk menentukan
peperangan, pembagian harta rampasan dan pertempuran tertentu.
Selain itu, seorang syaikh atau amir tidak memiliki wewenang apapun
dalam mengatur anggota kabilahnya.
Pada masa itu, kaum wanita menempati kedudukan sangat
rendah sepanjang sejarah umat manusia. Masyarakat Arabia pra Islam
memandang wanita ibarat binatang piaraan, bahkan lebih hina lagi.
Karena wanita sama sekali tidak mendapat penghormatan dalam status
social dan tidak memiliki kekuatan apapun untuk melakukan
pembelaan. Kaum laki-laki dapat saja mengawini wanita sesuka
hatinya dan menceraikan mereka semaunya. Bahkan ada suku yang
memiliki tradisi yang sangat buruk yaitu suka mengubur anak
perempuan hidup-hidup. Mereka merasa terhina memiliki anak
perempuan. Muka mereka akan merah bila mendengar istri mereka
melahirkan anak perempuan. Perbuatan itu mereka lakukan karena

8
mereka merasa malu dan khawatir anak perempuannya akan membawa
kemiskinan dan kesengsaraan.
Selain itu, system perbudakan juga merajalela. Budak
diperlakukan majikannya secara tidak manusiawi. Mereka tidak
mendapatkan kebebasan untuk hidup layaknya manusia merdeka,
bahkan para majikannya tidak jarang menyiksa dan pemperlakukan
para budak seperti binatang dan barang dagangan dijual atau dibunuh
semaunya.
Tapi dibalik itu semua, sesugguhnya sejak zaman jahiliyah,
masyarakat Arab memiliki berbagai sifat dan karakter yang positif,
seperti sifat pemberani, ketahanan fisik yang prima, daya ingat yang
kuat, kesadaran akan harga diri dan martabat, cinta kebebasan, setia
terhadap suku dan pemimpin, ramah tamah, mahir dalam bersyair dan
sebagainya. Namun sifat-sifat dan karakter yang baik tersebut seakan
tidak ada artinya karena suatu kondisi yang menyelimuti kehidupan
mereka yakni ketidakadilan, kejahatan dan keyakinan terhadap
takhayul.

2. Pengembangan Misi Islam Periode Mekkah


a. Langkah Awal Dakwah Nabi Muhammad
Dengan turunnya wahyu pertamaitu, berarti Muhammad SAW
telah dipilih Allah untuk menjadi nabi dan rasul. Dilanjutkan dengan
wahyu yang kedua, mulailah Nabi melakukan dakwah. Langkah
pertama yang dilakukan adalah berdakwah secara diam-diam di
lingkungan keluarga dan dikalangan rekan-rekannya. Hal itu dilakukan
karena selain perintah Allah, juga pada kenyataannya Muhammad
belum mempunyai pengikut yang dapat membantunya untuk
menyebarkan ajaran Islam. Dari dakwah tersebut dikenal adanya
sebutan Assabiqunal Awwalun,yakni orang-orang yang pertama
memeluk Islam.

9
Setelah beberapa lama Rasulullah melaksanakan dakwah secara
rahasia turunlah perintah agar beliau malakukan dakwah secara
terbuka di hadapan umum. Hal ini dituturkan dalam al-Qur’an surah
al-Hijr ayat 94.
Dakwah secara terbuka yang pertama dilakukan dengan
menguindang dan menyeru kerabat dekatnya dari Bnai Muthalib dan
seterusnya menyeru kepada masyarakat umum.
b. Respon Masyarakat Mekkah terhadap Dakwah Nabi Muhammad
Dakwah Islam yang dilakukan Rasulullah SAW, baik secara
diam-diam maupun secara terbuka, mendapat tanggapan yang
beragam, ada yang menerima dan banyak pula yang menolak.
Sejumlah kecil mereka yang menerima ajaran Islam adalah para
sahabat dan keluarga dekat Nabi SAW, meskipun ada juga keluarga
dekat yang menolak, misalnya Abu Lahab.
Meskipun bisa dikatakan bahwa masyarakat Arab di kota
Mekah ada yang menerima ajaran Islam secara ikhlas, tetapi pada
umumnya masyarakat Arab kota Mekah menolak dan tidak
menghendaki kehadiran Islam dan umat Islam di kota tersebut. Hal ini
dapat diketahui dari berbagai penghinaan bahkan ancaman
pembunuhan yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW dan umat
Islam.

E. Masa Nabi Muhammad di Madinah


1. Masyarakat Madinah Pra Islam
a. Kepercayaan Masyarakat Madinah Pra Islam
Sebelum agama Islam datang di Yatsrib, kota ini telah dihuni
oleh berbagai komunitas dan agama. Ada yang berasal dari komunitas
etnis Arab, baik dari Arab Selatan maupun Utara, juga ada yang
berasal dari komunitas Yahudi.
Agama yang dianut sebagian besar masyarakat kota ini adalah
agama Yahudi dan Nasrani, selain agama Pagan. Agama Pagan adalah

10
kepercayaan kepada benda-benda dan kekuatan alam, seperti matahari,
bintang-bintang, bulan dan sebagainya.
Agama Yahudi masuk kota Yastrib berbarengan dengan
masuknya para imigran dari wilayah utara sekitar abad ke-1 dan ke-2
M. mereka pindah ke Yastrib untuk melepaskan diri dari penjajahan
Romawi, ketika itu pemerintahan Romawi menindak keras bangsa
Yahudi yang mencoba melakukan pemberontakan. Diantara suku-suku
yang menganut agama Yahudi adalah Bani Qainuqa, Bani Nadhir,
Bani Quraydhah. Mereka inilah yang mempertahankan kepercayaan
hingga Islam datang. Sementara penganut agama Nasrani merupakan
kelompok minoritas. Mereka berasal dari kelompok Bani Najran.
Masyarakat Bani Najran memeluk Kristen pada tahun 343 M ketika
kelompok missionaris Kristen dikirim oleh Kaisar Romawi untuk
menyebarkan agama Nasrani di wilayah itu.
b. Kondisi Sosial Masyarakat Madinah Pra Islam
Sebelum kedatangan agama Islam Madinah bernama Yastrib.
Kota ini merupakan salah satu kota terbesar di propinsi Hijaz. Kota
yang strategis dalam jalur perdagangan yang menghubungkan antara
kota Yaman di selatan dan Syiria di utara. Selain itu, Yastrib
merupakan daerah subur di Arab yang dijadikan sebagai pusat
pertanian, sebagian besar kehidupan masyarakat kota ini hidup dari
bercocok tanam, selain berdagang dan beternak.
Karena letaknya yang strategis dan berlahan subur, maka tak
heran kalau banyak penduduk yang berasal bukan dari wilayah itu.
Hampir dapat dipastikan sebagian besar dari mereka adalah para
pendatang yang bermigrasi dari wilayah utara atau selatan. Pada
umumnya mereka pindah karena persoalan politik, ekonomi atau
persoalan-persoalan kehidupan lainnya, misalnya bangsa Yahudi dan
bangsa Arab Yaman.
Kalau bangsa Yahudi ke Yastrib karena persoalan politik yaitu
penjajahan Romawi, sedangkan bangsa Arab datang ke Yastrib karena

11
negerinya dilanda bencana alam, berupa hancurnya bendungan
Ma’arib yang dibangun sejak masa Ratu Bilqis ketika kerajaan Saba’
masih berjaya. Selain persoalan itu, alasan yang lain karena persoalan
konflik politik yang berkepanjangan yang melanda negara dan bangsa
mereka. Dua suku besar yang berhasil masuk dan menetap di Yastrib
adalah suku ‘aus dan Khazraj.
Pada awalnya kedua suku bangsa ini, yaitu Yahudi dan Arab
dapat hidup secara berdampingan, saling menghormati satu sama
lain,namun dalam perkembangan selanjutnya, ketika bangsa Arab
melebihi jumlah penduduk bangsa Yahudi, mulai timbul kecurigaan
dan saling ancam. Ketegangan ini berawal dari sikap bangsa Yahudi
yang sangat sombong. Mereka menyombongkan diri sebagai manusia
pilihan Tuhan karena dari suku mereka banyak diutus para nabi dan
rasul. Selain itu mereka adalah penganut agama tauhid, sementara
masyarakat arab adalah penyembah berhala.

2. Langkah-Langkah Dakwah Nabi Muhammad di Madinah


Kehadiran nabi Muhammad dan Umat Islam di kota Madinah
menandai zaman baru bagi perjalanan dakwah Islam. Umat Islam di kota
Madinah tidak lagi banyak mendapat gangguan dari masyarakat kafir
Quraisy, karena mereka mendapat perlindungan dari penduduk Madinah
yang muslim.
Dengan diterimanya Nabi Muhammad dan umat Islam oleh
masyarakat Madinah, maka Nabi saw memberikan gelar kepada umat
Islam Madinah dengan sebutan Kaum Anshar, yaitu kelompok masyarakat
yang menjadi penolong, sementara umat Islam yang datang dari Mekah
deberi nama Kaum Muhajirin. Melihat keadaan seperti itu, Nabi
Muhammad berusaha meempersiapkan langkah-langkah yang harus
dilakukan untuk kepentingan dakwah Islam.

12
Langkah-langkah tersebut antara lain :
a. Membangun masjid
Langkah pertama yang dilakukan Nabi Muhammad setibanya di
Madinah adalah membangun Masjid Nabawi yang didirikan pada
sebuah tanah milik kedua anak yatim, yaitu Sahl dan Suhail. Tanah
tersebut dibeli oleh Nabi untuk pembangunan masjid dan untuk tempat
tinggal. Masjid yang dibangun tersebut tidak hanya berfungsi sebagai
tempat melaksanakan ibadah shalat, juga dipergunakan sebagai pusat
kegiatan pendidikan dan pengajaran keagamaan, mengadili berbagai
perkara yang muncul di masyarakat, musyawarah dan lain sebagainya.
Berdirinya masjid tersebut bukan saja merupakan tonggak
berdirinya masyarakat Islam, tetapi juga merupakan titik awal
pembangunan kota.
b. mempersaudarakan kaum muslimin
langkah konkrit yang dilakukan Nabi Muhammad adalah
mempersaudarakan kaum muslimin yang berasal dari Mekah (kaum
muhajirin) dengan kaum muslimin Madinah (kaum Anshar). Dengan
persaudaran tersebut, Nabi telah menciptakan suatu persaudaraan baru
yaitu persaudaraan berdasarkan agama yang menggantikan
persaudaraan yang berdasarkan darah. Nabi Muhammad mengajak
kaum muslimin supaya masing-masing bersaudara demi Allah.
c. perjanjian dengan masyarakat Yahudi Madinah
langkah selanjutnya yang dilakukan Nabi Muhammad adalah
bermusyawarah dengan para sahabat baik muhajirin maupun anshar.
Musyawarah itu untuk merumuskan pokok-pokok pemikiran yang
akan dijadikan undang-undang. Rancangan ini memuat aturan yang
berkenaan dengan orang-orang Muhajirin, Anshar dan masyarakat
Yahudi yang bersedia hidup berdampingan secara damai dengan umat
Islam. Undang-undang tersebut kemudian dikenal sebagai sebuah
Piagam Madinah.

13
d. pembangunan bidang social dan pemerintahan
pada awalnya, seluruh masyarakat menerima kedatangan Nabi
dan umat Islam, namun setelah masyarakat muslim berkembang
menjadi besar dan berkuasa, mereka mulai menaruh rasa dendam dan
tidak suka. Untuk mengatasi masalah tersebut, Nabi mencoba menata
system social agar mereka dapat hidup damai dan tenteram melalui
pigam Madinah tersebut.
Kebijakan Nabi Muhammad dalam piagam tersebut membuat
posisinya semakin tinggi dan dihormati disemua lapisan masyarakat.
Apalagi semua persoalan yang tidak dapat diselesaikan lewat
musyawarah, diserahkan kepada keadilan dan kebijaksanaan Nabi.
Posisi ini tentu saja membuat diri beliau menjadi pemimpin tertinggi di
Madinah dan berhak membuat peraturan, baik untuk kepentingan
social maupun kepentingan Negara.

3. Respon Masyarakat Madinah terhadap Dakwah Nabi Muhammad


Sejak Nabi Muhammad tinggal menetap di Madinah, beliau terus
berusaha menyebarkan ajaran Islam kepada semua penduduk di kota
tersebut, termasuk kepada penduduk Yahudi, Nasrani dan penyembah
berhala. Hal itu beliau lakukan tanpa mengenal lelah dan tidak mengenal
takut, apalagi putus asa. Dakwah beliau mendapat sambutan yang
beragam, ada yang menerima dan kemudian masuk Islam dan ada pula
yang menolak secara diam-diam, misalnya, orang-orang Yahudi yang
tidak senang dengan kehadiran Nabi dan umat Islam. Penolakan ini
mereka lakukan secara diam-diam karena mereka tidak berani berterus
terang untuk menentang Nabi dan umat Islam yang mayoritas tersebut.
Masyarakat Madinah menyambut baik kedatangan Nabi dan umat
Islam di Madinah, terutama kabilah Aus dan Khazraj. Kedua suku tersebut
sejak awal telah menyatakan kesetiaannya kepada Nabi dan bersedia
membantu beliau dalam menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat
Madinah. Sementara kelompok masyarakat Yahudi Madinah sejak awal

14
memang sudah kurang peduli dengan kedatangan nabi dan umat Islam
karena mereka menduga posisi mereka akan bergeser.
Pada awalnya orang Yahudi menerima apa yang terjadi karena untuk
alas an keamanan dan politik. Namun sekutu mereka, yaitu Aus dan
Khazraj telah memeluk Islam, sehingga kedua suku ini tidak lagi
membutuhkan bantuan masyarakat Yahudi. Dari sinilah muncul benih-
benih permusuhan antara umat Islam dengan Yahudi di Madinah. Mereka
mulai membujuk anggota kedua suku tersebut yang telah masuk Islam
untuk kembali ke agama lama mereka dan bersatu menyerang ajaran-
ajaran Islam dengan maksud menghalangi penyebaran Islam ke
masyarakat lain.

15
DAFTAR PUSTAKA

Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam, 1, Jakarta, Pustaka Al-


Husna,1983.
Muradi, H.,Dr.,MA,. Sejarah Kebudayaan Islam, Madrasah Tsanawiyah
kelas VII, PT. Karya Toha Putra, Semarang,2009.
Yatim, Badri, Dr., MA., Sejarah Peradapan Islam, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2008.
Departeman Pendidikan Nasional, Pusat Perbukuan, Bagian Proyek Buku
Agama Pendidikan Dasar Jakarta, Ensiklopedi Islam 2, PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, Jakarta, 2002.
Departeman Pendidikan Nasional, Pusat Perbukuan, Bagian Proyek Buku
Agama Pendidikan Dasar Jakarta, Ensiklopedi Islam 3,PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, Jakarta, 2002.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Departemen Agama RI,
Jakarta, 2009

16

Anda mungkin juga menyukai