Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obesitas atau kegemukan mulai menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia, bahkan
Organisasi Kesehatan Dunia atau World Heath Organization (WHO) menyatakan bahwa
obesitas sudah merupakan suatu epidemik global sehingga obesitas sudah merupakan suatu
masalah kesehatan yang harus segera ditangani.1
Di Indonesia, terutama di kota-kota besar, dengan adanya perubahan gaya hidup
yang menjurus ke westernisasi dan sedentary berakibat pada perubahan pola makan/
konsumsi masyarakat yang merujuk pada pola makan tinggi kalori, tinggi lemak dan
kolesterol terutama terhadap penawaran makanan siap saji (fast food) yang berdampak
meningkatkan risiko obesitas.2
Prevalensi obesitas meningkat dari tahun ke tahun, baik di negara maju maupun
negara yang sedang berkembang. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS), prevalensi obesitas (>120% median baku WHO/NCHS) pada balita
mengalami peningkatan baik di perkotaan maupun pedesaan. Di perkotaan pada tahun 1989
didapatkan 4,6% laki-laki dan 5,9% perempuan, meningkat menjadi 6,3% laki-laki dan 8%
perempuan pada tahun 1992 dan di pedesaan pada tahun 1989 didapatkan 2,3% laki-laki dan
3,8% perempuan, meningkat menjadi 3,9% laki-laki dan 4,7% perempuan pada tahun 1992.2
Obesitas pada masa anak berisiko tinggi menjadi obesitas di masa dewasa dan berpotensi
1,3,4
mengalami penyakit metabolik dan penyakit degeneratif dikemudian hari. Profil lipid
darah pada anak obesitas menyerupai profil lipid pada penyakit kardiovaskuler dan anak
yang obesitas mempunyai risiko hipertensi lebih besar.4
Obesitas sering ditemukan pada usia pertengahan, meskipun sebenarnya dapat
ditemukan pada semua golongan usia. Pada usia bayi dan anak-anak, kelainan endokrin,
susu, makan cemilan yang tinggi kalori dan konsumsi makan manis yang berlebihan
merupakan penyebab obesitas pada anak.5
Prenatal fatness merupakan faktor risiko genetik yang berperan besar. Bila kedua
orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas, bila salah satu orang tua obesitas,
kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi
14%. Penelitian di Negara maju juga melaporkan hubungan aktifitas fisik yang rendah
dengan kejadian obesitas.6 Penelitian di Jepang menunjukkan risiko obesitas yang rendah
(OR: 0,48) pada kelompok yang mempunyai kebiasaan olah raga, sedang penelitian di
Amerika menunjukkan penuruanan berat badan dengan jogging (OR:0,57), aerobik (OR:
0,59).7 Penelitian di Amerika juga menunjukkan bahwa mereka yang nonton TV sekitar 5
jam perhari mempunyai risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding yang nonton
TV seitar 2 jam perhari.6
Penelitian terbaru di London yang dikutip dari ARS info tahun 2010 menunjukkan
Para pakar percaya kurang tidur menyebabkan ketidakseimbangan dalam hormon yang
mengontrol nafsu makan. Artinya mereka yang kurang tidur lebih mungkin merasa lapar dan
mendambakan makanan tinggi kalori sepanjang hari. Selain itu menurut Darmono, dosen
Kedokteran UNDIP yang dikutip dari artikel halaman Indonesia raya tahun 2006
menyebutkan obesitas memiliki dampak yang buruk dimana tingkat kecerdasan anak juga
akan menurun. Pada Kondisi tersebut, umumnya aktifitas dan kreativitas anak akan
menurun, kemudian dengan kelebihan berat badan anak menjadi malas. Selain itu, dampak
gangguan psikologis anak juga akan timbul seperti adanya rasa frustasi dengan kegemukan
yang dialami baik dari dalam diri maupun dari lingkungan sehingga anak cenderung akan
menarik diri dari pergaulan.
Kelompok anak usia sekolah dasar merupakan salah satu kelompok riskan akan
terjadinya gizi lebih karena faktor ini masih belum berpikir tentang kualitas makanan yang
dimakannya di mana mereka akan mengonsumsi makanan apa saja yang tersaji di rumah dan
jajanan yang tersedia di pasar.8 Dengan demikian obesitas pada anak memerlukan perhatian
yang serius dan pananganan yang sedini mungkin dengan melibatkan peran serta orang tua.
Pengukuran obesitas yang paling sederhana dilakukan adalah dengan menghitung
indeks massa tubuh (IMT). Caranya, mengukur berat badan dengan timbangan dan tinggi
badan dengan microtoice. Kemudian dimasukkan ke dalam rumus dan apabila di atas 25
kg/m2 maka dikategorikan obesitas. 8

Hasil penelitian Wa Ode A. tahun 1998 di SDN Mangkura, Makasar menunjukaan


siswa yang kegemukan dengan kelompok umur 9 – 12 tahun sebanyak 58% yang mengalami
obesitas ringan, 42% mengalami obesitas dari 50 sampel. Sedangkan hasil penelitian
Mardwita B, tahun 1999 di SLTP Nusantara Kota Makassar menunjukkan 28,6% siswa yang
overweight dan 72,3% yang obesitas dari 49 responden.9
Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka perlu diketahui angka kejadian dan
faktor-faktor risiko obesitas pada murid Sekolah Dasar di kota Makassar. Wilayah penelitian
ini dilaksanakan di 2 Sekolah Dasar di Kota Makassar yaitu SD Nusantara dan SD
Perguruan Islam Athirah. Dua sekolah tersebut dijadikan lokasi penelitian karena tingginya
paparan faktor-faktor risiko obesitas.

1.2 Rumusan Masalah


Meningkatnya prevalensi gizi lebih pada anak sekolah merupakan masalah kesehatan
masyarakat, meskipun ada anggapan umum yang menyatakan bahwa kegemukan tersebut
akan membantu pertumbuhan anak selanjutnya bahkan dengan sendirinya dapat menjadi gizi
normal di masa mendatang.
Anak-anak obesitas cenderung kurang percaya diri, keagresifan geraknya berkurang,
konsentrasi akan berkurang, sering dihinggapi rasa mengantuk, dan mengakibatkan prestasi
belajar di sekolah akan menurun. Sehubungan dengan hal tersebut maka dikemukakan
masalah sebagai berikut: “Bagaimanakah kejadian obesitas pada murid-murid SD Nusantara
dan SD Perguruan Islam Athirah Makassar tahun 2010?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui angka kejadian dan faktor-faktor risiko obesitas di SD Nusantara
dan SD Perguruan Islam Athirah Makassar tahun 2010.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui angka kejadian obesitas berdasarkan Indeks Massa Tubuh
(IMT).
b. Untuk mengetahui faktor-faktor risiko obesitas yaitu jenis kelamin, riwayat
keluarga, berolah raga, bermain, jajan, komsumsi makanan cepat saji dan uang
jajan.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi instansi kesehatan dalam menentukan kebijakan di bidang
kesehatan khususnya dalam penangan obesitas pada anak usia sekolah.
2. Sebagai bahan bacaan atau sumber informasi yang diharapkan dapat memberi
sumbangan pada penelitian selanjutnya.
3. Menambah wawasan ilmiah bagi penulis serta memperoleh pengalaman berharga dalam
penelitian ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obesitas
2.1.1 Pengertian dan Kriteria Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai
dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.1 Untuk menentukan
obesitas diperlukan kriteria yang berdasarkan pengukuran antropometri dan atau
pemeriksaan laboratorium, pada umumnya digunakan:
a. Pengukuran berat badan (BB) yang dibandingkan dengan standar dan disebut
obesitas bila BB > 120% BB standar.4
b. Pengukuran berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB). Dikatakan obesitas
bila BB/TB> persentile ke 95 atau > 120% 6 atau Z-score = + 2 SD.1
c. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal lipatan
kulit/TLK). Sebagai indikator obesitas bila TLK Triceps > persentil ke 85.7
d. Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri dsb.
yang tidak digunakan pada anak karena sulit dan tidak praktis. DXA adalah
metode yang paling akurat, tetapi tidak praktis untuk dilapangan.4
e. Indeks Massa Tubuh (IMT), > 25 kg/m2 dikategorikan obesitas.7
f. Lingkar lengan atas (LILA).8

2.1.1 Epidemiologi Obesitas


Organisasi Kesehatan Dunia atau World Heath Organization (WHO)
menyatakan obesitas sudah merupakan suatu epidemik global. Pada tahun 2005,
diperkiran tidak kurang dari 400 juta manusia mengalami obesitas, dan lebih banyak
ditemukan pada wanita. Obesitas banyak ditemukan pada Negara dengan pendapatan
perkapita yang tinggi dan sangat sedikit ditemukan pada daerah Afrika Sub-Sahara.1
Di Amerika Serikat merupakan salah satu Negara maju yang memiliki angka
kejadian obesitas yang tinggi. Dari tahun 1980 sampai 2000, angka kejadian obesitas
meningkat 2 kali lipat menjadi 32% dari total populasi. Tahun 2001, dilaporkan 35%
perempuan dan 33% pria mengalami obesitas dan 50% diantaranya etnik Afro-
Amerika. Pada januari 2010, sebuah penelitian yang dipublikasi oleh Journal of the
American Medical Association menemukan peningkatan angka kejadian obesitas
cenderung konstan pada dekade terkahir ini, dengan sedikit peningkatan pada
penduduk laki-laki dan anak-anak.6
Antara tahun 1970 sampai 2000, angka kejadian obesitas di Negara-negara
Eropa meningkat, tercatat 27 negara yang melaporkan angka kerjadian obesitas yaitu
10-27% pada laki-laki dan 10-38% pada perempuan. Sementara di Negara Asia
Seperti China, angka kejadian Obesitas meningkat dari 12,9% pada tahun 1991
menjadi 27,3% pada tahun 2004 dan di Jepang angka kejadian obesitas mencapai
20,6% pada perempuan dan 28,6% pada laki-laki. 7

Tabel 2.1. Perkiraan prevalensi Overweight dan Obesitas di Indonesia

Sumber: Direktorat BGM Departemen Kesehatan, 1997

Dari perkiraan 210 juta penduduk Indonesia tahun 2000, jumlah penduduk
yang overweight diperkirakan mencapai 76.7 juta (17.5%) dan pasien obesitas
berjumlah lebih dari 9.8 juta (4.7%). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan
bahwa overweight dan obesitas di Indonesia telah menjadi masalah besar yang
memerlukan penangan secara serius.
Hasil penelitian Wa Ode A. tahun 1998 di SDN Mangkura, Makasar
menunjukaan siswa yang kegemukan dengan kelompok umur 9 – 12 tahun sebanyak
58% yang mengalami obesitas ringan, 42% mengalami obesitas dari 50 sampel.
Sedangkan hasil penelitian Mardwita B, tahun 1999 di SLTP Nusantara Kota
Makassar menunjukkan 28,6% siswa yang overweight dan 72,3% yang obesitas dari
49 responden.9

2.1.2 Perjalanan Perkembangan Obesitas


Menurut Dietz dalam Textbook of Pediatric Nutrition edisi ke-2
menyebutkan terdapat 3 periode kritis dalam masa tumbuh kembang anak dalam
kaitannya dengan terjadinya obesitas, yaitu: periode pranatal, terutama trimester 3
kehamilan, periode adiposity rebound pada usia 6 – 7 tahun dan periode
adolescence.7 Pada bayi dan anak yang obesitas, sekitar 26,5% akan tetap obesitas
untuk 2 dekade berikutnya dan 80% remaja yang obesitas akan menjadi dewasa yang
obesitas.10
Pada bayi dan anak yang obesitas, sekitar 26,5% akan tetap obesitas untuk 2
dekade berikutnya dan 80% remaja yang obesitas akan menjadi dewasa yang
obesitas.11 Menurut Taitz, 50% remaja yang obesitas sudah mengalami obesitas sejak
bayi.4 Sedang penelitian di Jepang menunjukkan 1/3 dari anak obesitas tumbuh
menjadi obesitas di masa dewasa1 dan risiko obesitas ini diperkirakan sangat tinggi,
dengan OR 2,0 – 6,7.12 Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa obesitas pada usia
1-2 tahun dengan orang tua normal, sekitar 8% menjadi obesitas dewasa, sedang
obesitas pada usia 10-14 tahun dengan salah satu orang tuanya obesitas, 79% akan
menjadi obesitas dewasa.6

2.1.3 Faktor-Faktor Risiko Obesitas


Obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian
besar memiliki faktor-faktor risiko seperti umur, jenis kelamin, riyawat keluarga,
aktifitas fisik, faktor nutrisi dan sosial ekonomi.
a. Jenis kelamin
Obesitas biasa lebih banyak pada wanita, biasanya terjadi sesudah hamil
dan pada menopause. Pada masa kehamilan terjadi kenaikan berat badan 7,5 –
12,5 kg ang mana sebagian dari kenaikan ini adalah peningkatan jaringan lemak
sebagai cadangan untuk laktasi.10
b. Riwayat keluarga
Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila
kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang tua
obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas,
prevalensi menjadi 14%.6 Hipotesis Barker menyatakan bahwa perubahan
lingkungan nutrisi intrauterin menyebabkan gangguan perkembangan organ-organ
tubuh terutama kerentanan terhadap pemrograman janin yang dikemudian hari
bersama-sama dengan pengaruh diet dan stress lingkungan merupakan
predisposisi timbulnya berbagai penyakit dikemudian hari. Mekanisme
kerentanan genetik terhadap obesitas melalui efek pada resting metabolic
rate,thermogenesis non exercise, kecepatan oksidasi lipid dan kontrol nafsu
makan yang jelek.12,13 Dengan demikian kerentanan terhadap obesitas ditentukan
secara genetik sedang lingkungan menentukan ekspresi fenotipe.13
c. Faktor lingkungan.
1. Aktifitas fisik.
Aktifitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure,
yaitu sekitar 20-50% dari total energy expenditure. Penelitian di negara maju
mendapatkan hubungan antara aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian
obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko
peningkatan berat badan sebesar = 5 kg.13 Penelitian di Jepang menunjukkan
risiko obesitas yang rendah (OR:0,48) pada kelompok yang mempunyai
kebiasaan olah raga, sedang penelitian di Amerika menunjukkan penurunan
berat badan dengan jogging (OR: 0,57), aerobik (OR: 0,59), tetapi untuk olah
raga tim dan tenis tidak menunjukkan penurunan berat badan yang signifikan.11
Penelitian terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama
menunjukkan bahwa mereka yang nonton TV = 5 jam perhari mempunyai
risiko obesitas ebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka yang nonton TV =
2 jam setiap harinya.14

2. Faktor nutrisi.
Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah
lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan
berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh: waktu pertama kali mendapat
makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak 5 serta
kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energi tinggi.3,5
Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok dengan
asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan lebih besar
dibanding kelompok dengan asupan rendah lemak dengan OR 1.7. Penelitian
lain menunjukkan peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan risiko
obesitas sebesar 1,46 kali.10 Keadaan ini disebabkan karena makanan berlemak
mempunyai energy density lebih besar dan lebih idak mengenyangkan serta
mempunyai efek termogenesis yang lebih kecil dibandingkan makanan yang
banyak mengandung protein dan karbohidrat.
Makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat sehingga akan
meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang berlebihan. 13
Selain itu kapasitas penyimpanan makronutrien juga menentukan
keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai
protein tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme asam amino di regulasi
dengan ketat, sehingga bila intake protein berlebihan dapat dipastikan akan di
oksidasi; sedang karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk
glikogen hanya dalam jumlah kecil. Asupan dan oksidasi karbohidrat di
regulasi sangat ketat dan cepat, sehingga perubahan oksidasi karbohidrat
mengakibatkan perubahan asupan karbohidrat. 1
Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan,
maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk
lemak tubuh. Lemakmempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas.
Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak sehingga
sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak.1

d. Faktor sosial ekonomi.


Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta
peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan
yang dikonsumsi.8 Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir
terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas
fisik, seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya aktifitas bermain
dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-anak
bermain di luar rumah, sehingga anak lebih senang bermain komputer / games,
nonton TV atau video dibanding melakukan aktifitas fisik. Selain itu juga
ketersediaan dan harga dari junk food yang mudah terjangkau akan berisiko
menimbulkan obesitas.15

2.1.4 Penilaian fisis (Anthropometri)


a. Dengan menggunakan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB)
Interpretasi:
- Overweight: berat badan di atas maksimum yang tercantum sampai berat
badan untuk indeks massa tubuh 23,0-24,9.
- Obesitas: bila berat badan lebih besar dari pada berat badan pada indeks assa
tubuh 25.
b. Indeks masa tubuh (IMT)

IMT: BB
¿¿
Interpretasi:
- Overweight: bila IMT 23,0-24,9
- Obesitas: IMT ≥ 25
- Normal 18,5-22,9
- Obes I 25,0-29,9
- Obes II ≥ 30
c. Indeks Broca
Berat badan noral: TB (cm) – 100 = kg
BB ideal: berat badan normal – 10% = kg
Interpretasi:
Obesitas BB di atas 15%
d. Lingkaran lengan atas (LLA)
Alat yang digunakan pita shakir
Prinsip :
1. Memilih lengan anak yang tidak aktif
2. Lemaskan lengan anak yang akan diukur
3. Tentukan batas acromin dan olecranon dan dibagi dua untuk menentukan atas
tengah
4. Tentukan status gizi anak
Interpretasi:
- ≥ 85% baik
- 70,1 – 85 % kurang
- ≤ 70 % buruk
Rumus: SG = LLA yang diukur x 100%
LLA standar
Macam-macam pita shakir:
- Merah: 7,5 – 12,5 cm buruk
- Kuning 12,6 – 13,5 cm kurang
- Hijau 13,6 – 17,5 cm baik
- Putih ≥ 17,5 cm overweight

2.1.5 Dampak Obesitas pada Anak


1. Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler
Faktor Risiko ini meliputi peningkatan: kadar insulin, trigliserida, LDL-
kolesterol dan tekanan darah sistolik serta penurunan kadar HDL- kolesterol.
Risiko penyakit Kardiovaskuler di usia dewasa pada anak obesitas sebesar 1,7 -
2,6. IMT mempunyai hubungan yang kuat (r = 0,5) dengan kadar insulin. Anak
dengan IMT > persentile ke 99, 40% diantaranya mempunyai kadar insulin tinggi,
15% mempunyai kadar HDL-kolesterol yang rendah dan 33% dengan kadar
trigliserida tinggi.15 Anak obesitas cenderung mengalami peningkatan tekanan
darah dan denyut jantung, sekitar 20-30% menderitahipertensi.8
2. Diabetes Mellitus tipe-2
Diabetes mellitus tipe-2 jarang ditemukan pada anak obesitas.5,15
Prevalensi penurunan glukosa toleran test pada anak obesitas adalah 25% sedang
diabetes mellitus tipe-2 hanya 4%. Hampir semua anak obesitas dengan diabetes
mellitus tipe-2 mempunyai IMT> + 3SD atau > persentile ke 99. 16
3. Obstruktive sleep apnea
Sering dijumpai pada anak obesitas dengan kejadian 1/100 dengan gejala
mengorok.6 Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak di daerah dinding dada
dan perut yang mengganggu pergerakan dinding dada dan diafragma, sehingga
terjadi penurunan volume dan perubahan pola ventilasi paru serta meningkatkan
beban kerja otot pernafasan. Pada saat tidur terjadi penurunan tonus otot dinding
dada yang disertai penurunan saturasi oksigen dan peningkatan kadar CO2, serta
penurunan tonus otot yang mengatur pergerakan lidah yang menyebabkan lidah
jatuh kearah dinding belakang faring yang mengakibatkan obstruksi saluran nafas
intermiten dan menyebabkan tidur gelisah, sehingga keesokan harinya anak
cenderung mengantuk dan hipoventilasi. Gejala ini berkurang seiring dengan
penurunan berat badan.6,14
4. Gangguan ortopedik
Pada anak obesitas cenderung berisiko mengalami gangguan ortopedik
yang disebabkan kelebihan berat badan, yaitu tergelincirnya epifisis kaput femoris
yang menimbulkan gejala nyeri panggul atau lutut dan terbatasnya gerakan
panggul.6
5. Pseudotumor serebri
Pseudotumor serebri akibat peningkatan ringan tekanan intrakranial pada
obesitas disebabkan oleh gangguan jantung dan paru-paru yang menyebabkan
peningkatan kadar CO2 dan memberikan gejala sakit kepala, papil edema,
diplopia, kehilangan lapangan pandang perifer dan iritabilitas.6

6. Penuruanan Tingkat Kecerdasan


Menurut Darmono, dosen Kedokteran UNDIP yang dikutip dari artikel
halaman Indonesia raya tahun 2006 menyebutkan obesitas memiliki dampak yang
buruk dimana tingkat kecerdasan anak juga akan menurun. Pada anak yang
obesitas, umumnya aktivitas dan kreativitas anak akan menurun, kemudian
dengan kelebihan berat badan anak menjadi malas.

2.1.6 Penanatalaksanaan dan Obesitas pada Anak


Mengingat penyebab obesitas bersifat multifaktor, maka penatalaksanaan
obesitas seharusnya dilaksanakan secara multidisiplin dengan mengikut sertakan
keluarga dalam proses terapi obesitas. Prinsip dari tatalaksana obesitas adalah
mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi, dengan cara
pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah / modifikasi pola hidup.
8,15

1. Menetapkan target penurunan berat badan


Untuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan: umur anak,
yaitu usia 2 - 7 tahun dan di atas 7 tahun, derajat obesitas dan ada tidaknya
penyakit penyerta/komplikasi. Pada anak obesitas tanpa komplikasi dengan
usia dibawah 7 tahun, dianjurkan cukup dengan mempertahankan berat
badan, sedang pada obesitas dengan komplikasi pada anak usia di bawah 7
tahun dan obesitas pada usia diatas 7 tahun dianjurkan untuk menurunkan
berat badan. Target penurunan berat badan sebesar 2,5 - 5 kg atau dengan
kecepatan 0,5 - 2 kg per bulan.8
2. Pengaturan diet
Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang
sesuai dengan RDA, hal ini karena anak masih mengalami pertumbuhan dan
perkembangan.8 Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia anak, derajat
obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas sedang dan tanpa
penyakit penyerta, diberikan diet seimbang rendah kalori dengan
pengurangan asupan kalori sebesar 30%. Sedang pada obesitas berat (IMT >
97 persentile) dan yang disertai penyakit penyerta, diberikan diet dengan
kalori sangat rendah (very low calorie diet ).16
Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang: 8
a. Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan pertumbuhan
normal.
b. Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30%
dengan lemak jenuh < 10% dan protein 15-20% energi total serta
kolesterol < 300 mg per hari.
c. Diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan
penghitungan dosis menggunakan rumus: (umur dalam tahun + 5) gram
per hari.
3. Pengaturan aktifitas fisik
Peningkatan aktifitas fisik mempunyai pengaruh terhadap laju
metabolisme. Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat
perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik untuk
anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan ketrampilan otot, seperti
bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk melakukan
aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.8
4. Mengubah pola hidup/perilaku
Untuk perubahan perilaku ini diperlukan peran serta orang tua
sebagai komponen intervensi,dengan cara:
a. Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan dan aktifitas
fisik serta mencatat perkembangannya.
b. Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan dapat
menyingkirkan rangsangan disekitar anak yang dapat memicu keinginan
untuk makan. Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan
jenis makanan yang dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan.
Memberikan penghargaan dan hukuman.
c. Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi yang
pada umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah.8

5. Peran serta orang tua, anggota keluarga, teman dan guru.


Orang tua menyediakan diet yang seimbang, rendah kalori dan sesuai
petunjuk ahli gizi. Anggota keluarga, guru dan teman ikut berpartisipasi
dalam program diet, mengubah perilaku makan dan aktifitas yang
mendukung program diet.15
6. Terapi intensif 8,15
Terapi intensif diterapkan pada anak dengan obesitas berat dan yang
disertai komplikasi yang tidak memberikan respon pada terapi konvensional,
terdiri dari diet berkalori sangat rendah (very low calorie diet), farmakoterapi
dan terapi bedah.
a. Indikasi terapi diet dengan kalori sangat rendah bila berat badan > 140%
BB Ideal atau IMT > 97 persentile, dengan asupan kalori hanya 600-800
kkal per hari dan protein hewani 1,5 - 2,5 gram/kg BB Ideal, dengan
suplementasi vitamin dan mineral serta minum > 1,5 L per hari. Terapi
ini hanya diberikan selama 12 hari dengan pengawasan dokter.
b. Farmakoterapi dikelompokkan menjadi 3, yaitu: mempengaruhi asupan
energy dengan menekan nafsu makan, contohnya sibutramin;
mempengaruhi penyimpanan energi dengan menghambat absorbsi zat-zat
gizi contohnya orlistat, leptin, octreotide dan metformin; meningkatkan
penggunaan energi. Farmakoterapi belum direkomendasikan untuk terapi
obesitas pada anak, karena efek jangka panjang yang masih belum jelas.
c. Terapi bedah di indikasikan bila berat badan > 200% BB Ideal. Prinsip
terapi ini adalah untuk mengurangi asupan makanan atau memperlambat
pengosongan lambung dengan cara gastric banding, dan mengurangi
absorbsi makanan dengan cara membuat gastric bypass dari lambung ke
bagian akhir usus halus. Sampai saat ini belum banyak penelitian tentang
manfaat dan bahaya terapi ini pada anak.

2.1.7 Pencegahan Obesitas


a. Pengaturan diet
Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai
dengan RDA, hal ini karena anak masih mengalami pertumbuhan dan
perkembangan.8 Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia anak, derajat
obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas sedang dan tanpa
penyakit penyerta, diberikan diet seimbang rendah kalori dengan pengurangan
asupan kalori sebesar 30%. Sedang pada obesitas berat (IMT > 97 persentile) dan
yang disertai penyakit penyerta, diberikan diet dengan kalori sangat rendah (very
low calorie diet ).16
Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang: 8
 Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan pertumbuhan
normal.
 Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30%
dengan lemak jenuh < 10% dan protein 15-20% energi total serta
kolesterol < 300 mg pker hari.
 Diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan
penghitungan dosis menggunakan rumus: (umur dalam tahun + 5) gram
per hari.
b. Pengaturan aktifitas fisik
Peningkatan aktifitas fisik mempunyai pengaruh terhadap laju
metabolisme. Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat
perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik untuk anak
usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan ketrampilan otot, seperti
bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk melakukan aktifitas
fisik selama 20-30 menit per hari.8
c. Mengubah pola hidup/perilaku
Untuk perubahan perilaku ini diperlukan peran serta orang tua sebagai
komponen intervensi,dengan cara:
 Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan dan aktifitas
fisik serta mencatat perkembangannya.
 Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan dapat
menyingkirkan rangsangan disekitar anak yang dapat memicu keinginan
untuk makan. Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan
jenis makanan yang dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan.
Memberikan penghargaan dan hukuman.
 Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi yang
pada umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah.8

BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1 Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti


Obesitas atau kegemukan didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang
ditandai dengan penimbunan jaringan lemak di tubuh secara berlebihan. Obesitas kini
menjadi epidemik global. Prevalensinya meningkat tidak saja di Negara-negara maju tetapi
juga di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Berdasarkan tinjauan pustaka, variabel yang akan diteliti adalah variabel bebas yaitu
Obesitas berdasarkan Indeks Massa Tubuh dan variable tergantung yaitu faktor-faktor risiko
jenis kelamin, riwayat keluarga, olah raga, jajan, kebiasaan makan makanan cepat saji dan
uang jajan.

3.2 Kerangka Konsep

Jenis kelamin

Riwayat
keluarga

Olah Raga

Jajan
Obesitas

Makanan
cepat saji

Uang jajan

Grafik 3.1. Variabel


Keterangan:
: Variabel yang diteliti

3.3 Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif


a. Obesitas
Definisi :Obesitas atau kegemukan didefinisikan sebagai suatu kelainan atau
penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak di tubuh secara
berlebihan.
Alat ukur :timbangan bathroom scale tahun 2007 dan microtoice.
Cara Ukur :subjeka mengukur berat badan dan tinggi badan kemudian dimasukkan ke
rumus Indeks Massa Tubuh (IMT)

IMT: BB
¿¿

Hasil :
1. obesitas (bila IMT> 25 kg/m2)
2. tidak obesitas (bila IMT<25kg/m2)

b. Jenis kelamin
Definisi :menyatakan perbedaan seksual berdasarkan organ reproduksi.
Alat ukur :kuisioner
Cara Ukur :subjek mengisi jawaban pada pertanyaan tentang jenis kelamin di
kuisioner
Hasil :
1. Laki-laki
2. Perempuan

c. Riwayat keluarga
Definisi :faktor-faktor yang diturunkan oleh orang tua kepada anaknya yang
merupakan cirri khas dari suatu garis keturunan.
Alat ukur :kuisioner
Cara Ukur :subjek mengisi jawaban pada pertanyaan riwayat obesitas dalam
keluarga di kuisioner
Hasil :
1. Ada
2. Tidak ada
d. Olah raga
Definisi :bentuk kegiatan jasmani yang terdapat dalam permainan maupun
perlombaan dan bersifat intensif yang membakar banyak kalori.
Alat ukur : kuisioner
Cara Ukur :subjek mengisi jawaban pada pertanyaan tentang berolah raga di
kuisioner
Hasil :
1. Berolah raga
2. Tidak berolah raga

e. Jajan
Definisi : membeli makanan tinggi kalori di sekolah
Alat ukur : kuisioner
Cara Ukur : subjek mengisi jawaban pada pertanyaan tentang jajan di kuisioner
Hasil :
1. Jajan
2. Tidak jajan

f. Kebiasaan makan makanan cepat saji


Definisi : kebiasaan makan makanan berkalori tinggi yang proses pengolahan dan
penyajiannya cepat yang dijual di restoran cepat saji
Alat Ukur : kuisioner
Cara Ukur : subjek mengisi jawaban pada pertanyaan tentang makanan cepat saji di
kuisioner
Hasil :
1. Ada
2. Tidak Ada

g. Uang jajan
Definisi :uang yang diberikan untuk membeli jajan di sekolah dan restoran cepat
saji
Alat ukur :kuisioner
Cara ukur : subjek mengisi jawaban pada pertanyaan tentang uang jajan di kuisioner
Hasil :
1. Rp. 0
2. < Rp. 5000,00
3. Rp. 500,00 – Rp. 10.000,00
4. Rp. 10.000,00 – Rp. 15.000,00
5. > Rp. 15.000,00

BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu melakukan deskripsi mengenai angka
kejadian obesitas dan faktor-faktor risiko obesitas.

4.2 Lokasi Penelitian


Penelitian dilakukan pada dua lokasi yaitu SD Nusantara yang terletak di jalan Ahmad Yani
No. 19 A dan SD Perguruan Islam Athirah yang terletak di jalan Kajolalido No. 22
Makassar.

4.3 Populasi dan Sampel


4.3.1 Populasi
Murid SD Nusantara dan SD Perguruan Islam Athirah Makassar.
4.3.2 Sampel
Murid SD Nusantara dan SD Perguruan Islam Athirah Makassar.
4.3.3 Teknik Sampling
Dengan menggunakan stratified random sampling yaitu mengambil sampel kelas IV
V dan VI dengan pertimbangan ketiga kelas tersbut lebih kooperatif,. Kemudian,
dipilih 1 kelas di tiap tingkatan secara acak. Bila rata-rata jumlah murid pada tiap
kelas ada 35 – 40 orang maka jumlah sampel setiap sekolah adalah 240 murid untuk
ketiga kelas. Sehingga total populasi di 2 sekolah adalah 480 murid.
4.3.4 Besar sampel
Pada penelitian ini besar sampel dihitung berdasarkan rumus untuk penelitian
deskriptif untuk populasi terbatas yaitu:
N
n= 2
1+ N (d )
480
n = 1+ 480(0.0025)

= 218 orang

Keterangan
N = besar sampel
n = besar populasi
d = penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang diinginkan sebesar
0,05

Dimana jumlah populasi murid SD Nusantara dan SD Perguruan Islam Athirah kelas
IV, V dan VI adalah 480 orang. Dan dipilih dengan ketepatan 0,05 sehingga besar
sampel yang digunakan adalah 218 orang.

4.4 Kriteria Seleksi


a. Kriteria inklusi
Aktif mengikuti kegiatan proses belajar saat penelitian.
b. Kriteria eksklusi
 Menderita sakit yang dapat menyebabkan penurunan berat badan (dehidrasi,
infeksi, keganasan)
 Mengenakan gips pada kaki.
 Variabel utama tidak lengkap.

4.5 Instrumen Penelitian


Instrument penelitian yang digunakan adalah:
a. Kuisioner, yang digunakan sebagai alat ukur variabel yang diteliti dalam penelitian ini.
Variabel yang dikumpulkan dalam alat ukur yaitu responden dengan obesitas dengan
IMT, jenis kelamin, riwayat keluarga, olah raga, bermain, jajan, makanan cepat saji dan
uang jajan.
b. Metode microtoice, yang digunakan untuk mengukur variabel yang mau diambil yaitu
tinggi badan untuk menentukan sstatus gizi.
c. Timbangan bathroom scale tahun 2007, yang digunakan untuk mengukur variabel yang
mau diambil yaitu berat badan untuk menentkan status gizi.

4.6 Pengumpulan Data


Jenis data yang diabil adalah data primer dan data sekunder.
1. Data primer
a. Pengukuran anthropometrik pada sampel yang meliputi berat badan dan tinggi
badan.
Cara pengukuran berat badan:
 Subyek menggunakan pakaian biasa, tidak menggunakan sepatu dan kaos
kaki, isi kantong yang berat dikeluarkan.
 Subyek berdiri di atas timbangan dengan beratnya tersebar merata pada
kedua kaki dengan posisi kepala tegak. Garis pandang adalah horizontal.
 Kedua lengan tergantung bebas di samping badan telapak tangan menghadap
ke arah paha.
 Pengukur berdiri di belakang subyek dan mencatat hasil timbangan peserta
dengan waktu pencatatan.
Cara mengukur tingi badan:
 Subyek menggunakan pakaian biasa, tidak menggunakan kaos kaki dan
sepatu.
 Subyek berdiri pada tempat yang rata dan tepat di bawah microtoice.
 Berat badan tersebar merata pada kedua kaki dan posisi kepala tegak.
 Tangan tergantung bebas pada kedua sisi badan dengan arah telapak tangan
menghadap paha.
 Kedua tumit berdekatan dan menyentuh dasar dari dinding vertikal.
 Scapula dan bagian belakang (pantat) subyek menyentuh dinding vertikal.
 Perintahkan subyek menarik napas dan menahannya dalam posisi tegak tanpa
merubah beban dari kedua tumit.
 Bagian microtoice yang dapat digerakkan dipindahkan sampai pada bagian
paling atas dari kepala dengan sedikit menekan rambut.
b. Pengumpulan data murid sebegai sampel pada kuisioner tentang jenis kelamin, olah
raga, jajan, kebiasaan makan makanan cepat saji dan uang jajan.
c. Pengumpulan data orang tua pada kuisioner riwayat keluarga

2. Data sekunder
Data mengenai variabel yang telah ada sebelumnya dan diperlukan untuk melengkapi
hasil dari penelitian ini misalnya data jumlah siswa, jumlah ruangan dan kelengkapan
lainnya diperoleh dari bagian tata usaha sekolah tempat penelitian.

4.7 Manajemen Data


1. Data yang dikumpulkan berupa data primer yang diperoleh dengn cara memberikan
kuisioner kepada subyek penelitian dan orang tua serta dilakukan pengukuran indeks
massa tubuh dari berat badan dan tinggi badan.
2. Pengumpulan data dilakukan secara observasi sistematis.
3. Pengediatan data dilakukan dengan cara mempertimbangkan untuk memilih atau
memasukkan data yang penting dan benar-benar diperlukan.
4. Pengolahan data dan analisis data dilakukan dengan komputer memakai program
Microsof Excel 2007 dan SPSS versi 17.
5. Data yang telah diolah, disajikan dalam bentuk tabel dan dijelaskan dalam bentuk narasi
(uraian) untuk memperjelas hubungan antara variabel dependen dan variabel
independen.

4.8 Etika Penelitian


a. Sebelum melakukan penelitian makan akan dimintakan izin pada sekolah yang terkait.
b. Setiap subyek akan dijamin kerahasiaan atas identitas yang diberikan.
c. Bila ditemukan responden yang obesitas, maka akan diberikan nasehat medis untuk
pemeriksaan ke dokter yang berkompeten.

DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Obesity: Preventing and Managing The Global Epidemic, WHO Technical
Report, Series 2000; 894, Geneva.
2. Satoto, Karjati, S., Darmojo, B., Tjokroprawiro, A., Kodyat, BA. Kegemukan, Obesitas
dan Penyakit Degeneratif: Epidemiologi dan Strategi Penanggulangannya, Dalam:
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998. Jakarta: LIPI, hal. 787 – 808.
3. Heird, W.C. Parental Feeding Behavior and Children’s Fat Mass. Am J Clin Nutr, 2002;
75: 451 – 452.
4. Taitz, L.S. Obesity, Dalam Textbook Of Pediatric Nutrition, IIIrd ed, McLaren, D.S.,
Burman, D., Belton, N.R., Williams A.F. (Eds). London: Churchill Livingstone, 1991;
485 – 509.
5. SR Nuraini, Krisnamurni Sri, Isnawati M. Hubungan Rasio Lingkar Pinggang, LIngkar
Perut dengan kadar lipid darah. KONAS XII Persagi; 2002.
6. Whitaker,R.C.,et al. Predicting Obesity in Young Adulthood from Childhood and
Parental Obesity, N Engl J Med, 1997; 337: 869-73
7. Dietz, W.,H. Childhood Obesity. Dalam Textbook of Pediatric Nutrition, IInd ed,
Suskind, R.,M., Suskind, L.,L. (Eds). New York: Raven Press,1993; 279-84
8. Syarif, D.R. Childhood Obesity: Evaluation and Management, Dalam Naskah Lengkap
National Obesity Symposium II, Editor: Adi S., dkk. Surabaya, 2003; 123 – 139.
9. Batula, Wa Ode. Hubungan antara gizi lebih (obesitas) dan tingkat kemampuan fisik pada
anak sekolah di SDN kompleks mangkura, kecamatan Ujung pandang, kota Makassar.
Skripsi FKM-UH. Ujung Pandang; 1998.
10. Satriono. Ilmu Gizi 2. Laboratorium Gizi. FK UNHAS; 1997.
11. Pi-Sunver, F.X. Obesity, Dalam Modern Nutrition In Health and Disease, VIIIth ed,
Shils, M.E., Olson, J.A., Shike, M. (Eds). Tokyo: Lea & Febiger,1994; 984 – 1006.
12. Fukuda, S., Takeshita, T., Morimoto,K. Obesity and Lifestyle. Asian Med.J., 2001; 44:
97-102.
13. Kopelman,G.D. Obesity as a Medical Problem, NATURE, 2000; 404: 635-43.
14. Newnham,J.,P. Nutrition and the early origins of adult disease, Asia Pacific J Clin Nutr,
2002;11(Suppl): S537-42
15. Kiess W., et al. Multidisciplinary Management of Obesity in Children and Adolescents-
Why and How Should It Be Achieved?. Dalam Obesity in Childhood and Adolescence,
Kiess W., Marcus C., Wabitsch M.,(Eds). Basel: Karger AG, 2004; 194-206
16. Bluher, S., et al. Type 2 Diabetes Mellitus in Children and Adolescents: The European
Perspective, Kiess W., Marcus C., Wabitsch M.,(Eds). Basel: Karger AG, 2004; 170-180.

Anda mungkin juga menyukai