Animisme
Setiap benda baik hidup maupun mati mempunyai roh atau jiwa. Roh itu
mempunyai kekuatan gaib yang disebut mana. Roh atau jiwa itu pada
manusia disebut nyawa. Nyawa itu dapat berpindah-pindah dan
mempunyai kekuatan gaib. Oleh karena itu, nyawa dapat hidup di luar
badan manusia. Nyawa dapat meninggalkan badan manusia pada waktu
tidur dan dapat berjalan kemana-mana (itulah merupakan mimpi). Akan
tetapi apabila manusia itu mati, maka roh tersebut meninggalkan badan
untuk selama-lamanya.
Roh yang meninggalkan badan manusia untuk selama-lamanya itu
disebut arwah. Menurut kepercayaan, arwah tersebut hidup terus di
negeri arwah serupa dengan hidup manusia. Mereka dianggap pula dapat
berdiam di dalam kubur, sehingga mereka ditakuti. Bagi arwah orang-
orang ter- kemuka seperti kepala suku, kyai, pendeta, dukun, dan
sebagainya itu di- anggap suci. Oleh karena itu, mereka dihormati;
demikian pula nenek moyang kita. Dengan demikian timbullah
kepercayaan yang memuja arwah dari nenek moyang yang disebut
Animisme.
Karena arwah itu tinggal di dunia arwah (kahyangan) yang letaknya di
atas gunung, maka tempat pemujaan arwah pada zaman Megalitikum,
juga dibangun di atas gunung/bukit. Demikian pula pada zaman pengaruh
Hindu/Buddha, candi sebagai tempat pemujaan arwah nenek moyang
atau dewa dibangun diatas gunung/bukit. Sebab menurut kepercayaan
Hindu bahwa tempat yang tinggi adalah tempat bersemayamnya para
dewa, sehingga gambaran gunung di Indonesia (Jawa khususnya)
merupakan gambaran gunung Mahameru di India. Pengaruh ini masih
berlanjut juga pada masa kerajaan Islam, di mana para raja jika
meninggal di makamkan di tempat-tempat yang tinggi, seperti raja-raja
Yogyakarta di Imogiri dan raja-raja Surakarta di Mengadek. Hubungannya
dengan arwah tersebut tidak diputuskan melainkan justru dipelihara
sebaik-baiknya dengan mengadakan upacara-upacara selamatan tertentu.
Memuja roh nenek moyang dengan menggunakan kostum
tersendiri untuk keselamatan warga tsb
b. Dinamisme
Istilah dinamisme berasal dari kata dinamo artinya kekuatan. Dinamisme
adalah paham/kepercayaan bahwa pada benda-benda tertentu baik
benda hidup atau mati bahkan juga benda-benda ciptaan (seperti tombak
dan keris) mempunyai kekuatan gaib dan dianggap bersifat suci. Benda
suci itu mem- punyai sifat yang luar biasa (karena kebaikan atau
keburukannya) sehingga dapat memancarkan pengaruh baik atau buruk
kepada manusia dan dunia sekitarnya. Dengan demikian, di dalam
masyarakat terdapat orang, binatang, tumbuh-tumbuhan, benda-benda,
dan sebagainya yang dianggap mem- punyai pengaruh baik dan buruk
dan ada pula yang tidak.
Benda-benda yang berisi mana disebut fetisyen yang berarti benda sihir.
Benda-benda yang dinggap suci ini, misalnya pusaka, lambang kerajaan,
tombak, keris, gamelan, dan sebagainya akan membawa pengaruh baik
bagi masyarakat; misalnya suburnya tanah, hilangnya wabah penyakit,
me- nolak malapetaka, dan sebagainya. Antara fetisyen dan jimat tidak
terdapat perbedaan yang tegas. Keduanya dapat berpengaruh baik dan
buruk ter- gantung kepada siapa pengaruh itu hendak ditujukan.
Perbedaannya, jika jimat pada umumnya dipergunakan/dipakai di badan
dan bentuknya lebih kecil dari pada fetisyen. Contohnya, fetisyen panji
Kiai Tunggul Wulung dan Tobak Kiai Plered dari Keraton Yogyakarta.