Praktik kedokteran bukanlah suatu pekerjaan yang dapat dilakukan oleh siapa saja, melainkan
hanya boleh dilakukan oleh kelompok profesional kedokteran tertentu yang memiliki kompetensi
yang memenuhi standar tertentu, diberi kewenangan oleh institusi yang berwenang di bidang itu
dan bekerja sesuai dengan standar dan profesionalisme yang ditetapkan oleh organisasi
profesinya.
Sikap profesionalisme adalah sikap yang bertanggungjawab, dalam arti sikap dan perilaku
yang akuntabel kepada masyarakat, baik masyarakat profesi maupun masyarakat luas (termasuk
klien). Beberapa ciri profesionalisme tersebut merupakan ciri profesi itu sendiri, seperti
kompetensi dan kewenangan yang selalu "sesuai dengan tempat dan waktu", sikap yang etis
sesuai dengan etika profesinya, bekerja sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh profesinya,
dan khusus untuk profesi kesehatan ditambah dengan sikap altruis (rela berkorban). Uraian dari
ciri-ciri tersebutlah yang kiranya harus dapat dihayati dan diamalkan agar profesionalisme
tersebut dapat terwujud.
Undang-Undang No 29/2004 baru akan berlaku setelah satu tahun sejak diundangkan,
bahkan penyesuaian STR dan SIP diberi waktu hingga dua tahun sejak Konsil Kedokteran
terbentuk.
UU Praktik Kedokteran belum akan bisa diterapkan secara sempurna apabila peraturan
pelaksanaannya belum dibuat. Peraturan Konsil yang harus dibuat adalah ketentuan tentang
Fungsi & Tugas KKI; Fungsi, Tugas, Wewenang KK / KKG; Pemilihan tokoh masyarakat
sebagai anggota; Tata Kerja KKI; Tata cara Registrasi; Kewenangan dokter / dokter gigi; Tata
cara pemilihan Pimpinan MKDKI dan Tata Laksana kerja MKDKI. Peraturan Menteri Kesehatan
yang harus dibuat atau direvisi bila sudah ada adalah peraturan tentang Surat Ijin Praktik,
Pelaksanaan Praktik, Standar Pelayanan, Persetujuan Tindakan Medik, Rekam Medis, dan
Rahasia Kedokteran. Selain itu masih diperlukan pembuatan berbagai standar seperti standar
profesi yang di dalamnya meliputi standar kompetensi, standar perilaku dan standar pelayanan
medis, serta standar pendidikan. Bahkan beberapa peraturan pendukung juga diperlukan untuk
melengkapinya, seperti peraturan tentang penempatan dokter dalam rangka pemerataan pelayanan
kedokteran, pendidikan dokter spesialis, pelayanan medis oleh tenaga kesehatan non medis,
penataan layanan kesehatan non medis (salon, pengobatan tradisionil, pengobatan alternatif),
perumahsakitan dan sarana kesehatan lainnya, dan lain-lain.