Oleh :
Tim Editor Tingkat III
S1 Keperawatan Karya Husada Pare – Kediri
Dosen Pembimbing :
Didit Damayanti, S.Kep, Ns
S1 ILMU KEPERAWATAN
STIKES KARYA HUSADA PARE-KEDIRI
2009
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Strabismus adalah suatu keadaan dimana kedudukan kedua bola mata tidak
ke satu arah. (Sidarta Ilyas, 2001)
Strabismus adalah suatu kelainan posisi bola mata dan bisa terjadi pada arah
atau jarak penglihatan tertentu saja. (Tamin Radjamin, dkk. 1984)
Strabismus adalah kedudukan kedua bola mata yg bisa berbeda arah satu
sama lain pada defiasi dari posisi sejajar bisa ke segala arah.
Strabismus (mata juling) adalah suatu kondisi dimana kedua mata tidak
tertuju pada satu obyek yang menjadi pusat perhatian secara bersamaan.
Keadaan ini bisa menetap (selalu tampak) atau dapat pula hilang timbul yang
muncul dalam keadaan tertentu saja seperti saat sakit atau stress. Mata yang
tampak juling dapat terlihat lurus dan yang tadinya tampak lurus dapat terlihat
juling. (http://www.klikdokter.com)
B. ANATOMI
b. Fasia
Otot rektus dan oblik diselubungi fasia.didekat titik intersi otot-otot ini, Fasia
melanjutkan diri menjadi kapsul Tenon yg terdapat diantara sklera &
konjungtiva, fasia yg menyatu dengan struktur tulang orbita berfungsi sebagai
ligamen pengontrol otot-otot ekstraokuler dan membatasi rotasi bola mata.
C. FISIOLOGI
a. Aspek Motorik
1. Hukum Hering
Pada setiap arah gerakan mata secara sadar ,maka otot2 yg berpasangan
akan terdapat sejumlah rangsangan dalam jumlah yg sama besr sehingga
menghasilkan gerakan yg tepat & lancer.
2. Yoke Muscles
Pada setiap gerakan mata yang terkoordinir ,otot dari satu mata akan
berpasaangan dengan otot mata yang lain untuk menghasilkan gerakan
mata dalam 6 arah kordinal
Ganguan pergerakan :
Bila terdapat satu atau lebih otot mata yang tidak dapat mengimbabgi
gerakan otot mata lainnya maka akan terjadi gangguan keseimbangan
gerakan mata sumbu penglihatan akan menyilan mata menjadi
strabismus,diplopia.
b. Paretic /paralitic
c. Hambatan mekanik
b. Aspek Sensorik
Pada penglihatan binokuler yanag normal bayangan dari objek yang menjadi
perhatian jatuh pada kedua fovea mata, impuls akan berjalan sepanjang optic
pathway menuju cortex talis dan diterima sebagai bayangan tunggal.
c. ETIOLOGI
a. Faktor Keturunan
b. Kelainan Anatomi
Under development
f. Kelainan Sensoris
Kekeruhan media
Lesi di retina
Ptosis berat
g. Kelainan Inervasi
d. KLASIFIKASI
2. Esotropia
Dibagi menjadi :
• Esotropia Infantil
Paling sering dijumpai. Sesuai kesepakatan agar memenuhi
syarat batasan, maka terjadinya esotropia harus sebelum umur
6 bulan. Penyebab belum diketahui secara pasti.
• Esotropia Didapat
Esotropia Dasar
Esotropia Miopia
Tanda klinik :
• Pada yang monokuler : anomali refraksinya sering lebih menyolok pada satu
mata (anisometropia).
• Pada yang alternating : anomali refraksinya hampir sama pada kedua mata.
Pengobatan :
• Operasi
Akomodatif Esotropia
Terjadi bila ada mekanisme akomodasi fisiologis yang normal, tetapi
ada divergensi fusi relatif yang kurang untuk mempertahankan mata
supaya tetap lurus.
Hiperophia ini khas, timbulnya pada usia 2-3 tahun, tetapi dapat
juga terjadi pada bayi / usia yang lebih tua
Kombinasi Keduanya
Paralytic (Non-Comitant)
Pada strabismus selalu ada salah satu / lebih otot ekstra okuler yang
paralitik dan otot yang paralitik selalu salah satu otot rectus lateral,
biasanya sebagai akibat paralisis syaraf abdusen.
Penyebabnya :
Dewasa : CVA, Tumor (CNS, Nasopharyng), Radang CNS
(Central Nervous System), Trauma.
Pengobatan :
3. Hypotropia
Deviasi satu mata kebawah yang nyata dengan pemberian nama deviasi
vertical berdasarkan kedudukan mata mana yang lebih tinggi tanpa
memperhitungkan penyakit spesifik yang menyebabkan arah pandangan
satu mata ke bawah (juling ke bawah).
Penyebab :
b. Menurut Manifestasinya
Penyebab:
Herediter
Anatomik
Kelainan refraksi
Pada pola “A” terlihat lebih banyak esodeviasi / lebih sedikit exodeviasi pada
pandangan keatas dibandingkan dengan pandangan ke bawah.
Strabismus / Juling
Pre Op Post Op
↓
Intervensi Dgn memindahkan Ada prosedur Kurang
ketajaman
pembedah insersi otot / invasif ke area pengetahuan
penglihata
an memotong pembedahan mengenai
n
G3 ekstraokuler perawatan post op
Ansieta Mengganggu Resti
s penglihatan Trauma
G3 fungsi otot infeksi ansiet
pembedahan
Perubahan Mengganggu Intervensi bedah as
penerimaan
fungsi & inervasi Kurang pajanan
sensori nervus
struktur info
G3 G3 Nyeri
mata sensori Kurang
Perubahan penglihatan Akut
pengetahuan
(-) thd Aktivit
Resti Kurang tahu
diri/peran as
Cidera Resiko terhadap tentang
aktif
Takut orang ketidakefektifan perawatan, obat,
Resiko
lain menolak penatalaksanaan da komplikasi
perubahan
program terapeutik
G3 harga
diri
Bayangan yang Kelainan saraf
Kelainan anatomi
datang tidak otot pergerakan
otot mata bawaan
sejajar bola mta bola mata
Bayangan tidak
jatuh pada Panjang otot bola Tonus otot mata
Fovea mata tidak sama tidak seimbang
Susunan reseptor
terganggu
Strabismus /
Juling
Bayangan yang
datang tidak Kelainan pada mata
jelas/ganda
Orientasi Hubungan social
Sinyal ke otak menurun
lingkungan
terganggu
menurun
Koping inefektif
Gangguan sensori Resiko cedera
penglihatan
Gangguan konsep
diri
Faktor keturunan Kelainan anatomi Trauma
mata bawaan
Kelainan syaraf
Kelainan
Trauma otot pergerakan
bentuk bola
Panjang otot bola bola mata
mata
mata tak sama
Bayangan yang
Tonus otot mata
datang tidak
tidak seimbang
sejajar Arah bola mata
Bayangan tidak tidak sama
jatuh pada fovea Kontraksi otot
mata tidak sama
Fovea tidak dapat
mengoreksi
Kelainan arah
bayangan yang
bola mata
datang
Terjadi aniseikonia
Susunan reseptor
terganggu STRABISMUS
Pre op
Post op
Koping inefektif
G3 konsep
diri
genet Kelainan Kelainan
ik anatomi sensoris
Ketidakseimban Kurang
gan gerakan pengetahu
otot mata an
STRABISMUS
a. Mata lelah
b. Sakit kepala
c. Penglihatan kabur
d. Ambliopia
e. Fiksasi silang
f. Hipermetropi
g. Diplopia
h. Hyperopia
Pemeriksaan dengan e-chart digunakan pada anak mulai umur 3 - 3,5 tahun,
sedangkan diatas umur 5 – 6 tahun dapat digunakan Snellen chart.
d. Retinoskopi
Sampai usia 5 tahun anomali refraksi dapat ditentukan secara objectif dengan
retinoskopi setelah atropinisasi dengan atropin 0,5 % - 1 %, diatas usia 5
tahun ditentukan secara subbjektif seperti pada orang dewasa.
g. Hirsberg Test
Cara :
i. Uji Krimsky
Satu mata ditutup dan mata yang lainnya mengikuti cahaya yang
digerakkan kesegala arah pandangan,sehingga adanya kelemahan rotasi
dapat diketahui .kelemahan seperti ini biasanya karena para usis otot atau
karena kelainan mekanik anatomic.
Pada tiap-tiap mata ,bayangan yang ditangkap oleh fovea secara subjektif
terlihat seperti terletak lurus didepan .apabila ada 2 objek yang berlainan
ditangkap oleh 2 fovea ,kedua objek akan terlihat seperti terletak lurus
didepan .apabila ada 2 objek akan terlihat saling tindih,tetapi jika ada
ketidak samaan menyebabkan fusi tidak memberikan kesan tunggal.
h. PENATALAKSANAAN
a. Orthoptic
1. Oklusi
Mata yang sehat ditutup dan diharuskan melihat dengan mata yang
ambliop.oklusi sebagian juga harus bisa dilakukan dengan membrane
plastik, pita, lensa, atau mata ditutup dengan berbagai cara.
2. Pleotic
3. Obat-obatan
b. Memanipulasi akomodasi
c. Penutup Mata
e. Operatif
i. KOMPLIKASI
a. Supresi
Usaha yang tidak disadari dari penderita untuk menghindari diplopia yang
timbul akibat adanya deviasinya.
b. Amblyopia
Menurunnya visus pada satu atau dua mata dengan atau tanpa koreksi
kacamata dan tanpa adanya kelainan organiknya.
Suatu keadaan dimana favea dari mata yang baik (yang tidak berdeviasi)
menjadi sefaal dengan daerah favea dari mata yang berdeviasi.
d. Defect otot
Keadaan ini dapat timbul untuk mengindari pemakaian otot yang mengalami
efecyt atau kelumpuhan untuk mencapai penglihatan binokuler. Adaptasi
posisi kepala biasanya kearah aksi dari otot yang lumpuh.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.anakku.net/forum/mata-julingstrabismus
http://www.babyshare.wordpress.com/2008/06/01/strabismus-mata-juling/
http://www.jec-online.com
http://www.klikdokter.com
http://www.klinikmatanusantara.com
http://www.lensaprofesi.blogspot.com
http://www.optiknisna.info/strabismus-memandang-tak-bisa-lurus.html
Linda Jual, Carpenito. 1987. Buku Diagnosa Keperawatan Edisi 6. Jakarta : Buku
Kedokteran.
I. DATA UMUM
Nama : Tn. M
Umur : 18 tahun
a. Keluhan Utama
Klien mengatakan bahwa dirinya sejak kecil susah melihat dengan jarak
dekat.
f. Riwayat Psikososial
Hubungan pasien dengan keluarga, perawat dan orang lain baik. Pasien
kooperatif terhadap tindakan keperawatan dan tindakan pengobatan.
a. Keadaan Umum
b. Riwayat psikososial
2. Thoraks
RR 20 x/mnt, reguler
TD 120/80 mm Hg
3. Abdoment
4. Ekstremitas
4 4
4 4
Akral hangat
d. Pemeriksaan Penunjang
c. Hisberg test : satu refleks cahaya jatuh tepat di pinggir pupil. Besar
penyimpangan ± 15º
d. Pengindraan :
Pemeriksaan OD OS
V. DIAGNOSA
5. Resiko cedera b/d hilangnya persepsi jarak, ukuran dan kedalaman yang
ditandai dengan klien mengatakan penglihatannya berkurang dan tidak fokus,
susah melihat pada jarak dekat dan klien mengatakan tidak pernah
memeriksakan matanya klien tampak gelisah, sulit mengidentifikasi benda di
sekitarnya, OD : visus 2,5 Dgerakan bola mata tidak simetris,lapang pandang
kabur. OS : visus 2,5 D, lapang pandang kabur, Cover Test bergulir ke
temporal, Cover Uncover Test bergulir ke temporal.
VI. INTERVENSI
Tujuan :
Kriteria Hasil :
Intervensi :
Tujuan :
Kriteria Hasil :
Intervensi :
3) Posisikan fowler
3. Diagnosa : Gangguan harga diri b/d perubahan fungsi dan struktur mata
Tujuan :
Kriteria Hasil :
Intervensi :
1) Memberikan perhatian yang lebih pada klien.
Tujuan :
Kriteria Hasil :
- Ingat selalu akan informasi yang didapat dan dijadikan sebagai ilmu.
Intervensi :
1) Memberi info secara lisan pada klien dan keluarga.
R/: info lisan lebih mudah diingat dan keluarga bisa mengingatkan jika
klien lupa.
3) Tunjukkan cara yang benar tentang cara pemberian obat seperti tetes mata
/ salep mata. Izinkan klien mengulang tindakan.
R/: pola hidup sehat membuat hidup lebih tenang, jauh dari infeksi
tambahan dan menurnkan respon emosi.
Tujuan :
Kriteria Hasil :
- Dapat mengenali sumber-sumber bahaya
Intervensi :
2) Batasi aktivitas pada area yang berbahaya dan area yang silau
R/: menekan resiko klien terjatuh / cedera karena pandangan yang kabur
1 1 a. Bina hubungan
saling percaya dengan cara mengobrol dengan
klien
b. Berikan patch mata
pada klien.
c. Tentukan ketajaman
penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata
terlibat dengan menggunakan snellen chart.
d. Motivasi klien untuk
latihan melihat dengan menggunakan patch
mata.
e. Observasi tanda dan
gejala disorientasi
f. Ingatkan klien
menggunakan kacamata katarak dan tetes mata
g. Kolaborasi dengan
tim medis dalam pemberian obat medriasis
(atropine, skopalamin).
2 2 a. Mengkaji skala nyeri (1-10)
b. Menganjurkan klien istirahat dalam ruangan
c. Memposisikan fowler
d. Menghindari mual muntah dengan pemberian
makanan sedikit tapi sering 2 jam sekali, 4-5
sendok makan dan bentuk makanan lembek
e. Berkolaborasi dalam pemberian obat anti nyeri
(analgesik) dan pemberian obat mual (anti
emetik)
3 3 a. Memberikan perhatian yang lebih pada klien.
b. Tidak membiarkan klien mengisolasi diri
c. Bantu klien untuk mengekspresikan pikiran
d. Bantu klien dalam mengurangi ansietas yang
ada.
4 4 a. Memberi info secara lisan pada klien dan
keluarga
b. Berdiskusi dengan klien, menanyakan
pengetahuan klien tentang penyakitnya.
c. Menunjukkan cara yang benar tentang cara
pemberian obat seperti tetes mata / salep mata.
Izinkan klien mengulang tindakan.
d. Mendorong klien merubah pola hidup menjadi
lebih sehat
e. Menekankan periksa rutin
5 5 a. Memberi posisi yang
nyaman bagi klien dan tidak berbahaya.
b. Membatasi aktivitas
pada area yang berbahaya dan area yang silau
c. Mengobservasi tanda
dan gejala disorientasi seperti kebingungan
mengenali benda dan situasi.
d. Meminta keluarga
menjauhkan benda-benda yang berbahaya dari
jangkauan klien.
e. Mempertahankan
perlindungan mata sesuai indikasi dengan
memakai kacamata katarak
f. Meningkatkan
orientasi lingkungan bagi klien.
EVALUASI
3. Anjurkan kepada keluarga untuk menerima klien apa adanya dan tidak
membiarkan klien mengisolasi diri.
8. Beritahu klien untuk membatasi aktivitas pada area yang berbahaya dan area
yang silau