PENDAHULUAN
Bauksit (Inggris:bauxite) adalah biji utama aluminium terdiri dari hydrous aluminium
oksida dan aluminium hidroksida yakni dari mineral gibbsite Al (OH) 3, boehmite γ-ALO
(OH), dan diaspore α-ALO (OH), bersama-sama dengan oksida besi goethite dan bijih
besi, mineral tanah liat kaolinit dan sejumlah kecil anatase Tio 2. Pertama kali ditemukan
pada tahun 1821 oleh geolog bernama Pierre Berthier pemberian nama sama dengan
nama desa Les Baux di selatan Perancis. Lihat gambar 1.1.
Bauksit merupakan bahan yang heterogen, yang mempunyai mineral dengan susunan
terutama dari oksida aluminium, yaitu berupa mineral buhmit (Al2O3H2O) dan mineral
gibsit (Al2O3 .3H2O). Secara umum bauksit mengandung Al2O3 sebanyak 45 – 65%,
SiO2 1 – 12%, Fe2O3 2 – 25%, TiO2 >3%, dan H2O 14 – 36%.
Bijih bauksit terjadi di daerah tropika dan subtropika dengan memungkinkan pelapukan
sangat kuat. Bauksit terbentuk dari batuan sedimen yang mempunyai kadar Al nisbi
tinggi, kadar Fe rendah dan kadar kuarsa (SiO2) bebasnya sedikit atau bahkan tidak
mengandung sama sekali. Batuan tersebut (misalnya sienit dan nefelin) yang berasal
dari batuan beku, batu lempung, lempung dan serpih. Batuan-batuan tersebut akan
mengalami proses lateritisasi, yang kemudian oleh proses dehidrasi akan mengeras
menjadi bauksit. Bauksit dapat ditemukan dalam lapisan mendatar tetapi kedudukannya
di kedalaman tertentu.
Di Indonesia bauksit ditemukan di Pulau Bintan dan sekitarnya, Pulau Bangka dan
Kalimantan Barat. Sampai saat ini penambangan bauksit di Pulau Bintan satu-satunya
yang terbesar di Indonesia. Beberapa tempat antara lain:
Gambar 1.1.
Bauksit (Al2O3.nH2O)
3.1. GEOLOGI
3.1.1. GEOMORFOLOGI
Berdasarkan pada ketinggian dan relief, maka bentangan alam Pulau Bintan dapat
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) satuan morfologi yaitu :
c. Satuan daratan, satuan morfologi ini merupakan bentuk permukaan yang relief datar.
Berdasarkan atas tingkatan erosi sungai daerah Pulau Bintan dalam kondisi stadia yang
tua. Hal ini dicirikan dengan adanya:
a. Aliran Sungai yang Laminer, warna air sungai yang jernih menandakan bahwa erosi
tidak aktif lagi tidak adanya jeram.
3.1.2. STRUKTUR
Dengan adanya perlipatan yang intensif pada batuan yang berumur Trias serta
perlipatan yang sedang pada batuan termuda di daerah ini yang berupa batuan klastik
(kelompok batu pasir arkose dan serpih) berumur tersier bawah, kemungkinan struktur
yang terdapat adalah patahan, perlipatan ketidak selarasan.
3.1.3. STRATIGRAFI
Berdasarkan penyelidikan diketahui bahwa umur pada formasi yang didapatkan di Pulau
Bintan berdasarkan atas korelasi dengan formasi-formasi yang ada di Malaysia dan
Singapura serta Kalimantan Barat yang sudah diketahui umurnya sehingga dapat di
asumsi tersebut diatas, maka dapat diketahui Stratgrafi Pulau Bintan sebagai berikut:
Dari uraian diatas dapat diketahui susunan stratigrafinya dimana hubungan antara ketiga
kelompok batuan tersebut kemungkinan adalah tidak selaras, antara kelompok batuan
yang berumur Trias dengan kelompok yang bersifat granitis dimana kelompok yang
bersifat granitis mengintrusi kelompok batuan yang tua. Kelompok batuan yang muda
dengan kelompok yang bersifat granitis adanya silang waktu zaman kapur.
Alumina dapat bersumber dari batuan primer (Magnetik dan Hidrotermal) maupun dari
batuan sekunder (Pelapukan dan Metamorfosa). Namun secara luas yang berada
dipermukaan bumi ini berasal dari batuan sekunder hasil proses pelapukan dan
pelindian.
a. Magnetik
Alumina yang bersumber dari proses magnetik dijumpai dalam bentuk batuan yang kaya
akan kandungan alumina yang disebut dengan alumina-rich rock. Sebagai contoh adalah
mineral anortosite [(Na,K)ALSi3 O8] dan mineral nefelin [Na3 Kal4 Si4 O16] pada batuan
syenit yang mengandung lebih dari 20 % Al2 O3. Sumber Alumina di ASSR yang
potensial dan telah dilakukan penambangan adalah bersumber dari proses magnetik.
Alumina produk alterasi hidrotermal dari trasit (trachyte) dan riolit (Rhyolite) pada
beberpa daerah vulkanik misalnya mineral alunit (Kal3 (SO4)2 (OH6) mengandung
sampai 75 % Al2 O3 dan dapat ditambang sebagai sumber Alumina.
c. Metamorfosa
Alumina yang bersumber dari proses metamorfose adalah sumber alumina yang tidak
ekonomis. Saat ini masih dalam penelitian ekstraksi yang lebih maju. Diharapkan dimasa
mendatang akan menjadi alumina yang potensial dan bernilai ekonomis.
d. Pelapukan
Alumina yang bersumber dari proses pelapukan dijumpai sebagai cebakan residual dan
disebut sebagai bauksit. Terbentuk oleh pelapukan feldspartik atau batuan yang
mengandung nefelin.
Bauksit adalah suatu campuran bahan-bahan yang kaya akan hidrat oksida alumunim,
dari bahan-bahan tersebut dapat diambil logam alumuniam secara ekonomis. Istilah
Bauksit dikaitkan dengan laterit.
Laterit adalah suatu bahan yang berupa konkresi berwarna kemerahan, bersifat porous,
menutupi sebagian besar daeah tropis dan subtropis, merupakan lapisan yang kaya
akan Alumunium dan besi. Sehingga warnanya menjadi agak muda, kekuning-kuningan
sampai keputih-putihan, dapat bertekstur oolitik dan pisolitik maka laterit semacam ini
dinamakan aluminous atau laterit bauksit. Perhatikan gambar 3.1. peta geologi pulau
bintan.