Management Trainee
Management Trainee
Kalau mendengar kata Program Management Trainee, maka secara cepat kita akan berpikir
tentang sebuah program karir jalan tol. Bukan jalan tol yang dapat diasuransikan, tapi
maksudnya adalah, orang-orang yang ikut dalam program ini adalah orang - orang pilihan
yang sengaja dipersiapkan untuk cepat mencapai posisi pimpinan di perusahaan yang
bersangkutan. Apakah memang demikian? dan bagaimana pengaruh program ini terhadap
hasil yang diharapkan oleh perusahan?
Dibandingkan dengan industri yang lain, Industri asuransi harus kita akui terlambat dalam
memakai pola Management Trainee (MT) dalam hal rekrutmen pegawai – pegawai barunya.
Sebagai contoh, dalam dunia perbankan hampir dapat dipastikan bagaimana peranan para
lulusan MANAGEMENT Associate Citi Bank dalam memainkan peranan dalam indutri
perbankan nasional. Unutk industri ini saat ini hampir semua bank memiliki sistem rekrutmen
serupa dengan Management Trainee. Bagaimana dengan industri asuransi?
PT. Asuransi Bintang dan PT. ReINDO dan PT. Asuransi Ramayana dapat dikatakan sebagai
perusanaan asuransi pertama yang memakai pola ini. Khusus untuk Ramayana, pola ini baru
dipakai untuk satu angkatan. Di tahun 1995 Ramayana merekrut 16 MT yang pada saat ini 2
orang dari antara mereka sudah mencapai posisi Ka. Div. dan sebagian besar dari mereka
sudah mencapai posisi Manager. Berbeda dengan Ramayana, Bintang sudah mencapai XX
angkatan atau ReINDO yang sudah memiliki tiga angkatan MT. PT. Asuransi Central Asia
juga sudah mulai menggunakan pola ini.
Berbeda dengan pegawai lain para Management Trainee biasanya harus mengalami masa
rotasi. Lamanya bervariasi, ada yang enam bulan dan ada yang satu tahun. Selama masa ini
para trainee akan dirotasi ke semua bagian yang ada. Di setiap bagian mereka belajar dan
biasanya pada akhir periode mereka harus membuat laporan dan rekomendasi apa yang
menurut mereka dapat diperbaiki di bagian tersebut. Pandangan para MT ini biasanya lebih
objektif karena mereka belum lama telibat dan tidak memiliki kepentingan apa – apa terhadap
apa yang mereka usulkan.
Tapi sebenarnya masalahnya atau kepentingannya jauh lebih besar dari itu. Seperti apa yang
dikemukakan oleh Munir Sjamsoedin (mantan Dirut PT. ReINDO dan saat ini Dirut PT. TPI)
keinginan merekrut pegawai dengan pola MT timbul karena keinginan akan adanya
perubahan dalam pola kerja dan tingkat pengetahuan, ke arah yang lebih baik tentunya.
Lebih spesifiknya untuk mendapatkan pegawai yang market oriented, efisien, dan dengan
pengetahuan asuransi yang luas dan pegawai dengan jenis ini harus diperoleh dalam waktu
cepat.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, para MT harus mengalami masa rotasi. Program rotasi
inilah yang memungkinkan para lulusan MT ini kemudian dipandang layak dipromosikan
dengan cepat ke level yang tinggi. Karena dengan rotasi maka para MT memiliki pandangan
yang relatif lengkap tentang bagaimana perusahaan dijalankan. Mereka tahu bagaimana
sebuah divisi bekerja dan bagaimana setiap bagian dan seksi – seksi dibawahnya saling
berinteraksi. Pegawai dengan jalur karir biasa membutuhkan waktu bertahun – tahun untuk
mendapatkan kesempatan rotasi semntara MT harus menyelesaikannya dalam waktu cepat
(MT ReINDO harus menyelesaikan semua rotasi dalam waktu enam bulan). Dengan bekal
pengetahuan yang mereka peroleh pada saat rotasi maka MT diharapkan memiliki
kemampuan memecahkan masalah yang tinggi. Kalau saja ada satu masalah maka MT
seharusnya tahu di bagian mana perbaikan harus dimulai, keterkaitan dengan bagian lain dan
menentukan pada sisi - sisi mana tiap – tiap bagian dapat bekerja sama.
Satu hal yang akan selalu terjadi pada perusahaan – perusahaan yang merekrut MT. Terjadi
perubahan suasana kerja. Seperti apa yang dikemukakan oleh Ade Achmad, Ka. Div.
Underwriting di PT. Asuransi Ramayana, “Kehadiran anak – anak MT membawa angin segar
dalam suasana kerja”. Salah satu yang menjadi keunggulan anak – anak MT adalah: mereka
pernah dididik dalam kelompok secara idealis oleh perusahaan. Idealisme ini biasanya
tertanam kuat di dalam hati dan pikiran lulusan MT. MT biasanya mendapatkan akses
langsung tentang visi Direktur (biasanya Direktur Utama-nya) tentang bagaiamana
perusahaan ini harus dijalankan dan ke arah mana akan dibawa. Baru masuk ke dunia kerja
dan langsung terekspos pada hal – hal yang bersifat strategis yang disampaikan oleh orang
nomor satu di perusahaan biasanya membuat peserta MT memiliki komitmen untuk selalu
melakukan yang terbaik untuk perusahaan. Dengan masuknya MT ke semua bagian akan
mendorong bagian – bagian tersebut tetap dinamis dan tidak terpuruk dalam kebiasaan yang
sudah dijalankan selama bertahun – tahun.
Reinfokus (R):
Apa ekspektasi Bapak, sehingga Bapak menjalankan program MT (semasa di Bintang dan
ReINDO)?
Munir (M):
Sekitar tahun 1985 pada saat saya menjabat sebagai Direktur di Bintang saya menyadari
kebutuhan akan perubahan dalam pola kerja dan kualitas pengetahuan, kebutuhan akan
pegawai yang bersikap market oriented, efisien dan bepengtahuan luas. Saat itu kalau mau
dicari keperusahaan lain maka yang ada adalah orang asing yang tentu saja mahal harganya.
Terus terang saja saya meniru pola yang dipakai oleh IBM dan Citibank. Pertanyaannya
adalah bagaimana memperoleh pegawai dengan kriteria tersebut dalam waktu cepat?
M: Tentu saja tidak dapat saya katakan tercapai sepenuhnya. Tapi peranan lulusan –
lulusan MT Bintang terhadap pekembangan Bintang dapat dikatakan sangat besar. Bahkan
saya juga dapat membanggakan bahwa lulusan MT Bintang ini sudah menduduki jabatan -
jabatan tinggi di perusahaan asuransi lain. Ada dua sikap yang saya harapkan tertanan di
dalam diri seorang MT baik itu di Bintang maupun di ReINDO yaitu sikap profesionalisme dan
kemampuan teknis yang selengkap – lengkapnya, keduanya ini adalah pasangan.
R: Industri asuransi dikenal sebagai industri yang jabatan tingginya susah dimasuki oleh
anak - anak muda, bagaimana pandangan Bapak tetang hal ini bila dikaitkan dengan program
MT?
M: Senioritas jangan diukur dari umur, profesionalitas harusnya diukur dari kemampuan
menjalankan fungsi – fungsi perusahaan . Kalau saja ada anak muda yang berusia 35 tahun
yang berkemampuan untuk menjadi ketua Konsorsium Custom Bond kenapa harus saya yang
sudah 55 tahun? Kalau kita berdua sama – sama memiliki kemampuan maka menurut saya
yang 35 tahun yang harus jadi ketua.
Saya sarankan kepada anda yang muda – muda, rebut posisi tersebut, tapi dengan cara yang
profesional.
R: Apakah Bapak yakin value yang bapak bawa pada program MT yang Bapak sudah
kerjakan akan membawa dampak positif kepada industri asuransi nasional?
M: Mudah – mudahan, perusahaan nasional, orang Indonesia, hanya akan bisa bersaing di
pasar terbuka bila membawa sikap ini, kalau tidak, saya nggak tahu apakah akan bisa survive.
M: Kecerdasan dan moralitas. Saya sering katakan bahwa mau gelar sampai Doktor pun
buat saya nggak ada artinya. Artinya ada setelah terbukti bahwa yang bersangkutan bekerja
dengan baik. Sebab kalau dia dapat Dr. dari universitas yang baik maka itu adalah indikasi
bahwa kecerdasannya baik.
Pengertian Perencanaan Sumber Daya Manusia
Berbagai pandangan mengenai definisi perencanaan sumber daya manusia seperti
yang dikemukakan oleh Handoko (1997, p. 53) Perencanaan sumber daya manusia
atau perencanaan tenaga kerja merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi permintaan-permintaan bisnis dan lingkungan pada organisasi di
waktu yang akan datang dan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tenaga kerja yang
ditimbulkan oleh kondisi-kondisi tersebut. Di mana secara lebih sempit perencanaan
sumber daya manusia berarti mengestimasi secara sistematik permintaan (kebutuhan)
dan suplai tenaga kerja organisasi di waktu yang akan datang. Pandangan lain
mengenai definisi perencanaan sumber daya manusia dikemukakan oleh
Mangkunegara ( 2003, p. 6) Perencanaan tenaga kerja dapat diartikan sebagai suatu
proses menentukan kebutuhan akan tenaga kerja berdasarkan peramalan
pengembangan, pengimplementasian, dan pengendalian kebutuhan tersebut yang
berintegrasi dengan perencanaan organisasi agar tercipta jumlah pegawai, penempatan
pegawai yang tepat dan bermanfaat secara ekonomis.
2. Keputusan-keputusan Organisasional
Berbagai keputusan pokok organisasional mempengaruhi permintaan sumber daya
manusia.
a. Rencana stratejik perusahaan adalah keputusan yang paling berpengaruh.
Ini mengikat perusahaan dalam jangka panjang untuk mencapai sasaran-sasaran
seperti tingkat pertumbuhan, produk baru, atau segmen pasar baru. Sasaran-sasaran
tersebut menentukan jumlah dan kualitas karyawan yang dibutuhkan di waktu yang
akan datang.
b. Dalam jangka pendek, para perencana menterjemahkan rencana-rencana stratejik
menjadi operasional dalam bentuk anggaran. Besarnya anggaran adalah pengaruh
jangka pendek yang paling berarti pada kebutuhan sumber daya manusia.
c. Forecast penjualan dan produksi meskipun tidak setepat anggaran juga
menyebabkan perubahan kebutuhan personalia jangka pendek.
d. Perluasan usaha berarti kebutuhan sumber daya manusia baru.
e. Begitu juga, reorganisasi atau perancangan kembali pekerjaan-pekerjaan dapat
secara radikal merubah kebutuhan dan memerlukan berbagai tingkat ketrampilan yang
berbeda dari para karyawan di masa mendatang.
Perbankan syariah masih membutuhkan sekitar 7.000 sumber daya manusia untuk
memenuhi kebutuhan sekitar 15.000 SDM di tahun 2010. Hal ini diutarakan oleh
wakil direktur SDM Bank Syariah Mandiri (BSM) , Eka B. Danuwirana, pada
perhelatan Second (Shariah Economic Day) 2010 yang diadakan oleh Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia pada tanggal 3 Februari 2010 lalu.
Bank Indonesia menargetkan aset Rp97 trilyun untuk perbankan syariah pada tahun
2010. Tercatat Rp63,4 trilyun telah dibukukan oleh perbankan syariah pada
November 2009. Dengan jumlah aset saat ini, perbankan syariah mampu menyerap
sekitar 15 ribu SDM, sehingga, untuk mencapai target Rp97 trilyun masih dibutuhkan
sekitar 7.000 SDM.
Mencari kandidat SDM untuk perbankan syariah bukanlah hal yang mudah.
Setidaknya, ada empat kompetensi yang harus mereka miliki. Pertama, kompetensi
inti. Perbankan syariah membutuhkan SDM yang memiliki pandangan dan keyakinan
yang sesuai dengan visi dan misi perbankan syariah. Kedua, kompetensi perilaku.
Yang diutamakan dari kompetensi ini ialah kemampuan SDM untuk bertindak efektif,
memiliki semangat Islami, fleksibel dan memiliki jiwa ingin tahu yang tinggi. Ketiga,
kompetensi fungsional. Kompetensi ini berbicara tentang background dan keahlian.
SDM yang dibutuhkan ialah SDM yang memiliki dasar ekonomi syariah, operasi
perbankan, administrasi keuangan, dan analisis keuangan. Yang terakhir ialah
kompetensi manajerial. Dibutuhkan SDM yang mampu menjadi team leader, cepat
menangkap perubahan dan mampu membangun hubungan dengan yang lain.
sumber :http://ib.eramuslim.com/?p=388
Fakta yang terjadi saat ini ialah banyaknya lulusan perguruan tinggi yang
menganggur. Namun, di sisi lain, industri perbankan syariah juga sulit untuk
mendapatkan pegawai. Hal ini terjadi karena kurangnya kompetensi yang dimiliki
lulusan perguruan tinggi saat ini. Oleh karena itu, lulusan bermutu dan berkompetensi
ialah sebuah keharusan untuk bergabung di perbankan syariah. Hal ini dapat diasah
selama masih berada di perguruan tinggi.