Anda di halaman 1dari 1

‫ه‬ ِ ‫صلَّى اللَّ ُه َعلَ ْي‬ َ ‫ه‬ ِ َّ‫ل الل‬ ُ ‫سو‬ ُ ‫ل َر‬ َ ‫ل َقا‬ َ ‫ه َقا‬ ِ َّ‫ن َع ْب ِد الل‬ ْ ‫ه َع‬

ِ َّ‫ن َع ْب ِد الل‬ ْ ‫ه َع‬ ِ ‫ن أَبِي‬ ْ ‫ن َع‬ ِ ‫م‬ َ ‫ح‬ ْ ‫ن َع ْب ِد ال َّر‬ ِ ‫م ْب‬ ِ ‫س‬ ِ ‫ن ا ْلقَا‬ ْ ‫َع‬
‫صيَتِي‬ ِ ‫ك نَا‬ ‫ت‬
ِ ‫م‬ َ ‫أ‬ ‫ن‬ ‫ب‬
َ َ ُ ْ َ َ ْ ُ ْ َ َ ُ ْ‫ا‬ ‫و‬ ‫ك‬ ‫د‬ِ ‫ب‬‫ع‬ َ ‫ن‬ ‫ب‬ ‫ا‬ ‫و‬ ‫ك‬ ‫د‬ ‫ب‬ ‫ع‬َ ‫ي‬ ِ ‫ن‬ ‫إ‬
ّ ِ َّ ُ ‫م‬ ‫ه‬ َّ ‫ل‬ ‫[ال‬ ‫م‬
ٌّ ‫ه‬
َ ‫ه‬
ُ َ َ ‫ب‬ ‫ا‬ ‫ص‬ َ ‫أ‬ ‫َا‬ ‫ذ‬ ِ ‫إ‬ ُّ ‫ط‬ َ
‫ق‬ ‫د‬ ‫ب‬
ٌ ْ َ‫ع‬َ ‫ل‬ ‫ا‬ َ
‫ق‬ ‫ا‬ ‫م‬
َ : ‫م‬ َّ
َ َ ‫َو‬ ‫ل‬‫س‬
َ‫ك أ ْو‬ َ ‫س‬ َ ‫ه نَ ْف‬ِ ِ‫ت ب‬ َ ‫م ْي‬ َّ ‫س‬ َ ‫ك‬ َ َ‫ه َو ل‬ ُ ‫م‬ ٍ ‫اس‬ْ ‫ل‬ ّ ِ ‫ك بِ ُك‬َ ‫سأ ُل‬ َ َ
ْ ‫كأ‬ َ ‫ي َقضَا ُؤ‬ َّ ِ‫ل ف‬ ٌ ‫ك َع ْد‬ َ ‫م‬ ُ ‫ح ْك‬ُ ‫ي‬ َّ ِ‫ك َماضٍ ف‬ َ ‫بِيَ ِد‬
ْ‫ك أَن‬ ‫د‬ ‫ن‬ ‫ع‬
َ َ ِْ ِ ْ ‫ب‬ ‫ي‬ ‫غ‬
َ ْ
‫ل‬ ‫ا‬ ‫م‬ ِ ِ ْ
‫ل‬ ‫ع‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫ه‬ ‫ب‬ ‫ت‬ ‫ر‬ َ ‫ث‬ ْ
‫أ‬ ‫ت‬ ‫اس‬ ‫و‬ َ ‫أ‬
ِ ِ ِ َ ْ َ ْ ْ َ ِ َ ْ ِ ً َ ُ َ ْ َ ْ َ ِ َِ ‫ك‬ ‫ق‬ ْ
‫ل‬ ‫خ‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ا‬ ‫د‬‫ح‬ َ ‫أ‬ ‫ه‬ ‫ت‬ ‫م‬ َّ ‫ل‬‫ع‬ ‫و‬َ ‫أ‬ ‫ك‬ ‫ب‬ ‫ا‬ ‫ت‬ ‫ك‬ ‫ي‬ ِ ُ َ َ ْ َ‫أ‬
‫ف‬ ‫ه‬ ‫ت‬‫ل‬ْ ‫ز‬ ‫ن‬
‫ل‬
َّ ‫ج‬ َ ‫ب اللَّ ُه َع َّز َو‬ َ ‫ه‬ َ
َ ‫مي] إِاَّل أ ْذ‬ ِّ ‫ه‬ َ ‫اب‬ َ ‫ه‬ َ ‫ح ْزنِي َو َذ‬ ُ ‫جاَل َء‬ ِ ‫ص ْد ِري َو‬ َ ‫ع َق ْل ِبي َو ُنو َر‬ َ ‫ل ا ْل ُق ْرآنَ َربِي‬ َ ‫ج َع‬ ْ َ‫ت‬
‫حا‬ َ
ً ‫ه ف َر‬ ِ ِ‫ح ْزن‬ َ
ُ َ‫م ُه َوأ ْب َدل ُه َمكان‬ َ َ َّ ‫ه‬َ ".
Dari Qosim bin Abdur Rahman dari bapaknya dari Abdullah, ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang
hamba yang ditimpa gundah gulana dan kesedihan lalu mengucapkan: [Wahai Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba
lelaki-Mu, dan anak dari hamba perempuan-Mu. Ubun-ubunku berada di tangan-Mu, telah berlaku padaku segala keputusan-Mu, dan sunguh
sangat adil segala keputusan-Mu terhadapku. Aku memohon dengan seluruh nama yang Engkau sebutkan untuk diri-Mu, atau (nama) yang
Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan pada salah seorang hamba-Mu, atau (nama) yang Engkau sembunyikan pada ilmu
ghaib di sisi-Mu. Jadikanlah al-Qur’an sebagai penghibur hatiku, cahaya bagi dadaku, penghapus kesedihan serta pengusir duka laraku],
melainkan pasti Allah Ta’ala menghilangkan duka laranya, serta menggantikan kesedihannya dengan kegembiraan”. (HR. Ahmad, I/391 dan
dishahihkan oleh Syaikh al-Albani). 

Mutiara hadits:
1. Doa ini merupakan ucapan yang agung, dan selayaknya dipelajari serta diamalkan saat kesedihan dan musibah mendera. Namun manfaat
doa yang dicapai terkait erat dengan pemahaman akan tuntutan dan makna dari lafadz-lafadz tersebut.
2. Padanya terkandung kesempurnaan ma’rifat dan perasaan butuh sebagai seorang hamba yang lemah di hadapan keagungan Allah. 
3. Penetapan iman terhadap Taqdir Allah Ta’ala. Bahwa segala yang Ia kehendaki pasti terjadi, dan apa yang tidak dikehendakiNya mustahil
terwujud. Disamping itu, segala keputusan Allah Ta’ala itu pada hakikatnya merupakan kebaikan dan keadilan bagiNya, kendati zahirnya
keburukan, dan Allah maha suci dari sifat zalim. 
4. Penetapan nama-nama bagi Allah Ta’ala, baik secara rinci (tafshil) atau global (ijmal). Dan poin-poin di atas ini, seluruhnya terkandung dalam
ungkapan al-Allamah Ibnul Qoyyim: “Hadits ini mencakup perkara-perkara agung berupa Ma’rifat, Tauhid dan Ubudiyah” (1).
5. Inayah (perhatian) terhadap al-Qur’an. Sebab seorang hamba jika memberi perhatian pada al-Qur’an, baik melalui bacaan, hapalan, tadabbur
serta aplikasi, dapat dipastikan ia akan merengkuh kebahagiaan dan kelapangan jiwa serta dapat mengenyahkan kesedihan dan gundah gulana
(2). 
6. Bolehnya bertawassul (menjadikan perantara dalam berdo’a) dengan nama-nama Allah Ta’ala. Dan ia merupakan salah satu bentuk tawassul
yang dibolehkan syari’at, disamping tawassul dengan amal shalih dan tawassul dengan do’a orang-orang shalih yang masih hidup.
7. Hadits ini menunjukkan bahwa Allah Ta’ala memiliki banyak nama dan bukan hanya 99. Imam al-Khatthaby berkata: “Ini menunjukkan
bahwa Allah memiliki nama-nama yang Ia sembunyikan (untuk diri-Nya). Olehnya, hadits yang menyatakan bahwa, “Sesungguhnya Allah Ta’ala
memilki sembilan puluh sembilan nama, siapa yang menghitungnya (membaca dan mengamalkan) maka ia masuk surga”, maknanya, bahwa
diantara nama-namaNya tersebut ada 99, dimana siapa yang menghitungnya niscaya ia akan masuk surga” (3). Karenanya Ibnul Qoyyim
membagi nama-nama Allah itu menjadi tiga: Pertama, Nama yang Allah sebutkan untuk diri-Nya dan ia nampakkan pada siapa yang Ia
kehendaki dari kalangan malaikat dan selainnya, namun tidak diturunkan dalam kitab-Nya. Kedua, Nama Allah Ta’ala turunkan dalam kitab-Nya
dan diketahui oleh hamba-hambaNya. Ketiga, nama-nama yang Allah sembunyikan pada ilmu ghaib di sisinya, dan tidak ada satu makhluk-pun
yang mengetahuinya (4).

_______
Foot Note:
(1). Ibnul Qoyyim, al-Fawaid, hal. 21.
(2). Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad, at-Tabyin Li Da’awaat al-Mardha wal Mushabiin, hal. 45.
(3). Ibnu Taimiyah, al-Fatawa al-Kubro, 2/383. 
(4). Ibnul Qoyyim, Badai’ al-Fawaaid, 1/166.

Maroji’
Imam Ahmad bin Hambal, al-Musnad
Syaikh Nashiruddin al-Albani, Silsilah al-Ahadits as-Shahihah
Ibnul Qoyyim, al-Fawaid
Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad, at-Tabyin Li Da’awaat al-Mardha wal Mushabiin
Ibnu Taimiyah, al-Fatawa al-Kubro 
Ibnul Qoyyim, Badai’ al-Fawaaid 

Anda mungkin juga menyukai