Anda di halaman 1dari 7

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : An. N
Umur : 14 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Selomerto- semayu 02/02, Wonosobo
MRS : 28 Januari 2010
No CM : 45 75 80

II. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Telinga kanan mengeluarkan cairan putih setelah beberapa hari batuk pilek
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli THT dengan keluhan telinga kanan mengeluarkan cairan berwarna putih
setelah beberapa hari mengalami batuk pilek yang tidak sembuh-sembuh dan berulang sejak lebih
kurang 3 bulan. Kemudian 3 hari terakhir pasien merasa telinga kanannya mengeluarkan cairan
putih dengan konsistensi kental, agak berbau dan terasa agak nyeri. Pasien mengatakan 1 mnggu
sebelumnya telinga terasa sangat sakit tp tidak keluar cairan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat operasi belum pernah.
 Riwayat mondok belum pernah
 Keluhan serupa yang diderita sebelumnya tidak pernah.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : baik
Kesadaran : Composmentis
Status Lokalis
A. Telinga
Inspeksi
 Bentuk dan ukuran : (n/n)
 Benjolan : (-/-)
 Laserasi kanalis auditoris: (-/-)
 Serumen : (+/-)
 Otore : (+/-)
 Edema : (-/-)
 Hiperemi : (+/-)
Palpasi
 Nyeri tragus : (-/-)
 Nyeri tarik auricular : (-/-)
 Nyeri pre/retro auricular : (-/-)/(-/-)
 Perbesaran lnn. Pre/retro : (-/-)/ (-/-)
Otoskopi
 Membrane tympani intak a.d : ( tidak intak, reflek cahaya tidak ada)
 Membrane tympani intak a.s : ( intak, reflek cahaya +)
 Serumen a.d/a.s : +/+)
 Hiperemis a.d/a.s : (-/-)
 Perforasi a.d/ a.s : (+, -)
 Cone of light a.d/a.s : (-/+)
 Otore a.d/a.s : (-/-)
B. Hidung
Inspeksi
 Tidak terdapat kelainan congenital pada hidung
 Tidak terdapat jaringan parut dalam hidung
 Tidak teradapat deviasi septum
 Tidak tampak pembengkakan dan hiperemis pada konka hidung
 Tidak tampak edem mukosa
 Mukosa hidung hiperemis
Palpasi
 Tidak ada nyeri tekan
 Tidak ada krepitasi
Rhinoskopi anterior
 Mukosa hiperemis (c.d/c.s) : (+/+)
 Mukosa edema (c.d/c.s) : (-/-)
 Warna konka (c.d/c.s) : (merah muda/merah muda)
 Edema konka (c.d/c.s) : (+/-)
 Discharge (c.d/c.s) : (+/+)
 Massa (c.d/c.s) : (-/-)
Rhinoskopi posterior (tidak dilakukan)
C. Tenggorokan
Inspeksi
 Mukosa lidah : dbn, tak tampak lidah kotor
 Mukosa faring : dbn
 Uvula : ditengah, tidak ada deviasi.
 Tonsil : tak membesar, tidak hiperemis
Palpasi
 Perbesaran lnn submandibula : (-)
 Nyeri tekan : (-)

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka :
Diagnosa kerja : Otitis media akuta stadium perforasi aurikuler dextra

V. PENATALAKSANAAN
 Antibiotik. Bisa digunakan ciprofloxacin, amoxicilin, penisillin, cefotaksim, eritromisin dll
 Dekongestan. Obat dekongestan yang biasa digunakan antara lain
pseudoefedrin,efedrin,oxymetazolin, fenilpropanolamin dan xylometazolin.
 Antihistamin. Jenisnya antara lain loratadin, terfenidine, klofeniramin, dipenhidramin dll
 kortikostiroid. Jenisnya antara lain budesonid, metil prednisolon, dexametason dan
prednison.
TINJAUAN PUSTAKA

Defenisi
Otitis media akut ialah peradangan telinga tengah yang mengenai sebagian atau seluruh
periosteum dan terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu.
Etiologi
Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media. Pertahanan tubuh
pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga
tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA juga merupakan salah satu faktor penyebab yang paling sering.
Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Haemophilus
Influenzae(27%),Staphylococcus aureus(2%),Streptococcus Pneumoniae(38%),Pneumococcus.
Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis media
akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak
horisontal.
Patogenesis
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau
pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran
Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di
sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel
darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya
terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius
menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga
dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak
dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan
halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel
(kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan
yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya. OMA dapat
berkembang menjadi otitis media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini
berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang terlambat, pengobatan yang tidak
adekuat, dan daya tahan tubuh yang kurang baik.

OMA memiliki beberapa stadium klinis antara lain:


1.Stadium oklusi tuba eustachiusa.
a. Terdapat gambaran retraksi membran timpani.
b. Membran timpani berwarna normal atau keruh pucat.
c. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa virus.
2.Stadium hiperemisa.
a. Pembuluh darah tampak lebar dan edema pada membran timpani.
b. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat
3.Stadium supurasi.
a. Membran timpani menonjol ke arah luar.
b. Sel epitel superfisila hancur.
c. Terbentuk eksudat purulen di kavum timpani.
d. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga tambah hebat.
4.Stadium perforasia.
a. Membran timpani ruptur.
b. Keluar nanah dari telinga tengah.
c. Pasien lebih tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
5.Stadium resolusi.
a. Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal kembali.
b. Bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan mengering.
c. Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila virulensi rendah dan daya tahan tubuh baik.
Diagnosis
Pada anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh tinggi serta ada
riwayat batuk pilek sebelumnya. Anak juga gelisah, sulit tidur, tiba-tiba menjerit waktu tidur, diare,
kejang-kejang, dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran
timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun, dan anak tertidur tenang.Pada anak
yang lebih besar atau dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran dan rasa penuh
dalam telinga.Diagnosis terhadap OMA tidak sulit, dengan melihat gejala klinis dan keadaan membran
timpani biasanya diagnosis sudah dapat ditegakkan. Penilaian membran timpani dapat dilihat melalui
pemeriksaan lampu kepala dan otoskopi. Perforasi yang terdapat pada membran timpani bermacam-
macam, antara lain perforasi sentral, marginal, atik, subtotal, dan total.

Penatalaksanaan
Terapi OMA tergantung pada stadiumnya. Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk
membuka kembali tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan
fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur
>12 thn atau dewasa.. selain itu, sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik. Bila membran
timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah
penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat
atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam
darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB,
amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.
Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk dilakukan
miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar nyeri
dapat berkurang.
Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik
yang adekuat sampai 3 minggu.
Stadium resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir keluar. Pada keadaan ini dapat
dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih keluar sekret diduga telah terjadi
mastoiditis.
Komplikasi
Sebelum ada antibiotik, komplikasi paling sering pada OMA ialah abses subperiosteal sampai
komplikasi yang berat seperti meningitis dan abses otak. Otitis media yang tidak diatasi juga dapat
menyebabkan kehilangan pendengaran permanen
Pencegahan
Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah:
1.Pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak.
2.Pemberian ASI minimal selama 6 bulan.
3.Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring.
4.Penghindaran pajanan terhadap asap rokok.
Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA.

Diskusi
Otitis media merupakan suatu peradangan pada telingah tengah. Otitis dapat disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya yang paling sering ialah sumbatan tuba eustachius akibat infeksi. Selain
itu, otitis media dapat juga merupakan suatu komplikasi akibat penyakit lain misalnya rhinitis, sinusitis,
faringitis, otitis eksterna, dan lain-lain. Gejala yang sering ditimbulkan pada otitis media biasanya ialah
rasa nyeri, pendengaran berkurang, demam, pusing, juga kadang disertai mendengar suara dengung
(tinitus).
Pada kasus di atas, pasien mengalami gejala nyeri pada telinga kiri sejak 3 hari, yang disertai
dengan batuk pilek berulang sejak lama. Pasien juga mengeluhkan adanya keluar cairan jernih dari
telinga kirinya. Untuk menegakkan diagnosis otitis media, perlu dilakukan pemeriksaan otoskopi.
Ditemukan adanya perforasi sentral pada membran telinga kiri yang disertai adanya pengeluaran
cairan. Kemungkinan stadium otitis medianya ialah stadium perforasi.
Penyebab yang mungkin sebagai pencetus otitis media pada pasien di atas ialah rhinitis yang
sudah lama dialami. Pasien mengalami batuk pilek sudah lama. Dari pemeriksaan rinoskopi anterior
didapatkan konka nasalis inferior mengalami edema & hiperemi yang disertai adanya cairan mukus
purulen. Kemungkinan pasien mengalami rhinitis kronis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyebab
dari otitis medianya ialah komplikasi dari rhinitis kronis.Pengobatan yang diberikan pada pasien di atas
ialah pemberian antibiotik (Bellamox sirup), kortikosteroid (Somerol), analgesik, antihistamin
(Salbutamol), dan dekongestan (Lapifed). Kemudian pasien diminta untuk kontrol lagi 1 minggu jika
gejala tidak hilang.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008 .Otitis Media Akut. Accessed:


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/1092.htm.
Revai, Krystal et al. 2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating
Upper Respiratory Tract Infection: The Effect of Age. PEDIATRICS Vol. 119 No. 6 June 2007, pp.
e1408-e1412.
Moses, Scott. 2008. Otitis Media. Accessed: www.fpnotebook.com.
Djaafar, ZA. 2006. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Telinga Hidung Tenggorokan
cetakan ke-5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai