Anda di halaman 1dari 4

Perang Dingin

Perang Dingin adalah sebutan bagi sebuah periode di mana terjadi konflik, ketegangan, dan
kompetisi antara Amerika Serikat (beserta sekutunya disebut Blok Barat) dan Uni Soviet (beserta
sekutunya disebut Blok Timur) yang terjadi antara tahun 1947—1991. Persaingan keduanya terjadi di
berbagai bidang: koalisi militer; ideologi, psikologi, dan tilik sandi; militer, industri, dan
pengembangan teknologi; pertahanan; perlombaan nuklir dan persenjataan; dan banyak lagi.
Ditakutkan bahwa perang ini akan berakhir dengan perang nuklir, yang akhirnya tidak terjadi. Istilah
"Perang Dingin" sendiri diperkenalkan pada tahun 1947 oleh Bernard Baruch dan Walter Lippman dari
Amerika Serikat untuk menggambarkan hubungan yang terjadi di antara kedua negara adikuasa
tersebut.

Setelah AS dan Uni Soviet bersekutu dan berhasil menghancurkan Jerman Nazi, kedua belah pihak
berbeda pendapat tentang bagaimana cara yang tepat untuk membangun Eropa pascaperang.
Selama beberapa dekade selanjutnya, persaingan di antara keduanya menyebar ke luar Eropa dan
merambah ke seluruh dunia ketika AS membangun "pertahanan" terhadap komunisme dengan
membentuk sejumlah aliansi dengan berbagai negara, terutama dengan negara di Eropa Barat, Timur
Tengah, dan Asia Tenggara.

Meskipun kedua negara adikuasa itu tak pernah bertempur secara langsung, namun konflik di antara
keduanya secara tak langsung telah menyebabkan berbagai perang lokal seperti Perang Korea, invasi
Soviet terhadap Hungaria dan Cekoslovakia dan Perang Vietnam. Hasil dari Perang Dingin termasuk
(dari beberapa sudut pandang) kediktatoran di Yunani dan Amerika Selatan. Krisis Rudal Kuba juga
adalah akibat dari Perang Dingin dan Krisis Timur Tengah juga telah menjadi lebih kompleks akibat
Perang Dingin. Dampak lainnya adalah terbaginya Jerman menjadi dua bagian yaitu Jerman Barat
dan Jerman Timur yang dipisahkan oleh Tembok Berlin. Namun ada pula masa-masa di mana
ketegangan dan persaingan di antara keduanya berkurang. Perang Dingin mulai berakhir di tahun
1980-an ketika Pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev meluncurkan program reformasi, perestroika
dan glasnost. Secara konstan, Uni Soviet kehilangan kekuatan dan kekuasaannya terhadap Eropa
Timur dan akhirnya dibubarkan pada tahun 1991.

Latar belakang

Setelah Perang Dunia II berakhir, muncul beberapa peristiwa penting yang mempengaruhi kehidupan
bangsa-bangsa di dunia. Peristiwa-peristiwa itu antara lain yaitu: Pertama, Amerika Serikat muncul
sebagai salah satu negara pemenang perang di pihak Sekutu. Peran Amerika Serikat sangat besar
membantu negara-negara Eropa Barat untuk memperbaiki kehidupan perekonomiannya setelah
Perang Dunia II. Kedua, Uni Soviet juga muncul sebagai negara besar pemenang perang dan
berperan membangun perekonomian negara-negara Eropa Timur. Ketiga, munculnya negara-negara
yang baru merdeka setelah Perang Dunia II di wilayah Eropa. Perang Dunia II yang berakhir dengan
kemenangan di pihak Sekutu tidak terlepas dari peran Uni Soviet, Uni Soviet membebaska Eropa
Timur dari tangan Jerman. Sambil membebaskan Eropa Timur dari tangan Jerman, Uni Soviet
mempergunakan kesempatan itu untuk meluaskan pengaruhnya, dengan cara mensponsori terjadinya
perebutan kekuasaan di berbagai negara Eropa Timur seperti di Bulgaria, Albania, Hongaria, Polandia,
Rumania, dan Cekoslowakia, sehingga negara-negara tersebut masuk kedalam pengaruh
pemerintahan komunis Uni Soviet. Uni Soviet mengalami penguatan otoritas yang cukup berarti
setelah Perang Dunia II. Kerjasama diplomatik dengan 52 negara terbentuk pada saat itu. Uni Soviet
pun turut serta dalam Konferensi Paris tahun 1946, untuk membahas nasib negara-negara bekas
sekutu Jerman seperti Italia, Bulgaria, Hungaria, Rumania, dan Finlandia. Amerika Serikat bersama
Uni Soviet juga memprakarsai berdirinya PBB pada tahun 1945 bersama dengan kekuatan anti-Fasis
lainnya. Namun kemesraan hubungan negara-negara yang tergabung dalam koalisi anti-Fasisme itu
tidak bertahan lamam dan semulus yang diharapkan. Pada tahun 1946, Stalin yang mengusung ide
“Komunisme Internasional” (Komintern) menuduh Inggris dan Amerika Serikat melancarkan
kebijakan-kebijakan internasional yang agresif. Tuduhan ini dijawab oleh Perdana Menteri Inggris
dengan menentang kekuatan yang disebutnya “Komunis Timur”, yang akhirnya membelah sistem
perpolitikan internasional menjadi dua.

II.1. Periode 1945-1969 Berakhirnya Perang Dunia II telah mengubah perkembangan politik dunia.
Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai negara pemenang perang muncul menjadi kekuatan raksasa.
Dua negara tersebut memiliki perbedaan ideologi, Amerika Serikat memiliki ideologi liberal-kapitalis,
sedangkan Uni Soviet berideologi sosialis-komunis. Dalam waktu singkat memang pernah terjadi
persahabatan diantara keduanya, namun kemudian muncul antagonisme diantara mereka. Ada dua
karakter pada periode ini, Pertama, adanya keprihatinan akan ambisi rivalnya yang menimbulkan
pesimisme. Kedua, Amerika Serikat dan Uni Soviet merupakan kekuatan militer yang sangat kuat dan
memiliki kemampuan untuk menghancurkan musuhnya dengan senjata atom. Sehingga dalam
periode ini muncul hal-hal sebagai berikut: 1. Doktrin Pembendungan Bulan Februari 1946, Stalin
memberikan pidato yang berbicara tentang “tak terhindarnya konflik dengan kekuatan kapitalis. Ia
mendesak rakyat Soviet untuk tidak terperdaya dengan berakhirnya perang yang berarti negara bisa
santai. Sebaliknya perlu mengintensifkan usaha memperkuat dan mempertahankan tanah air. Tidak
lama setelah munculnya tulisan George F Kennan, diplomat di Kedubes AS di Uni Soviet, yang
memaparkan tentang kefanatikan Uni Soviet, Presiden Harry S Truman mendeklarasikan apa yang
kemudian disebut Doktrin Truman. Doktrin ini menggarisbawahi strategi pembendungan politik luar
negeri AS sebagai cara untuk menghambat ambisi ekspansionis Uni Soviet. AS juga merekrut sekutu-
sekutunya untuk mewujudkan tujuan itu. Karena menurut teori domino, jika satu negara jatuh maka
akan berjatuhanlah negara-negara tetangga lainnya. 2. Lingkungan Pengaruh dan Pembentukan Blok
Ketidakmampuan sebuah negara adidaya memelihara ”lingkungan pengaruh” diinterpretasikan
sebagai akibat dari program global negara adidaya yang lain. Misalnya ketika Uni Soviet memasuki
Eropa Timur, para pemimpin AS menilainya sebagai bagian dari usaha Uni Soviet menaklukan dunia.
Begitu pula ketika AS membentuk Pakta ANZUS pada tahun 1951, para pemimpin Uni Soviet
menilainya sebagai bagian dari usaha AS untuk mendominasi dunia. Perebutan lingkungan pengaruh
diantara dua negara adidaya ini melahirkan sebuah pola yang bipolar. AS dan sekutunya merupakan
satu polar, sedangkan di polar (kutub) yang lain muncul Uni Soviet dengan sekutunya. Amerika
Serikat dan sekutunya membentuk Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty
Organization/NATO) yang berdiri pada tanggal 4 April 1949 di Washington, AS. Apabila salah satu
anggota NATO diserang, maka serangan itu dianggap sebagai serangan terhadap NATO. Di pihak
lain, Uni Soviet dan sekutunya membentuk Pakta Warsawa (Warsawa Pact) pada tanggal 14 Mei 1955
di Praha-Cekoslowakia atas dasar ”Pact of Mutual Assistance and Unified Command”. Di berbagai
kawasan pun muncul blok-blok yang memihak salah satu negara adidaya, di Asia Tenggara dibentuk
South East Asia Treaty Organization (SEATO) pada tanggal 8 September 1954 di Manila, Philipina .
SEATO ditujukan untuk menahan pengaruh komunis di Asia Tenggara, khususnya di Vietnam.
Sebagai salah satu organisasi yang berdiri di Asia Tenggara, negara-negara utama di Asia Tenggara
malah tidak diikutsertakan di SEATO, anggota-anggotanya yang utama justru negara-negara Blok
Barat yang dipimpin oleh AS. Di kawasan Timur Tengah juga dibentuk Organisasi Pertahanan Timur
Tengah (Middle Eastern Treaty Organization/METO). Sedangkan Uni Soviet juga menjalin kerjasama
dengan RRC pada tahun 1950 untuk menghadapi kemungkinan agresi Jepang sebagai negara di
bawah kendali AS. Serta pembentukan Cominform (The Communist Information Bureau) di Beograd,
Yugoslavia pada tahun 1947. Di sisi lain, kegiatan spionase juga turut mewarnai Perang Dingin. KGB
(Komitet Gusudarstvennoy Bezopasnosti), dinas rahasia Uni Soviet, dan CIA (Central Intelligence
Agency), dinas rahasia AS selalu berusaha untuk memperoleh informasi rahasia mengenai segala hal
yang menyangkut negara-negara yang berada di bawah pengaruh kedua belah pihak serta informasi-
informasi sensitif mengenai lawannya sendiri.

II.2. Periode 1969-1979 Hubungan Amerika Serikat-Uni Soviet mengalami perubahan drastis dengan
terpilihnya Richard Nixon sebagai Presiden AS. Didampingi penasehat keamanannya, Henry A.
Kissinger, Richard Nixon menempuh pendekatan baru terhadap Uni Soviet pada tahun 1969. Tidak
disangka, ternyata Uni Soviet juga sedang mengambil pendekatan yang sama terhadap AS.
Pendekatan ini lazim disebut détente (peredaan ketegangan). Sebagai sebuah strategi politik luar
negeri, détente dijelaskan Kissinger sebagai upaya menciptakan ”kepentingan tertentu dalam
kerjasama dan perbatasan, sebuah lingkungan dimana kompetitor dapat meregulasi dan
menghambat perbedaan diantara mereka dan akhirnya melangkah dari kompetisi menuju kerjasama”.
Sebagai langkah lebih lanjit, pada 26 Mei 1972 Presiden Richard Nixon dan Leonid Brezhnev
menandatangani Strategic Arms Limitation Treaty I (SALT I) di Moskow. SALT I berisi kesepakatan
untuk membatasi persediaan senjata-senjata nuklir strategis/Defensive Antiballistic Missile System.
SALT I juga berisi kesepakatan untuk membatasi jumlah misil nuklir yang dimiliki oleh kedua belah
pihak, sehingga Uni Soviet hanya diijinkan untuk memiliki misil maksimal 1600 misil, dan AS hanya
diijinkan memiliki 1054 misil.

II.3. Periode 1979-1985 Setelah 10 tahun dijalankan, tampaknya Uni Soviet tidak kuat lagi untuk
menjalani détente. Akhirnya pada tahun 1979 Uni Soviet pun menduduki Afghanistan yang
sebenarnya mengundang pasukan Uni Soviet masuk kesana untuk membantu mereka. Aksi semena-
mena ini mengundang reaksi keras dari pihak AS, Presiden AS Jimmy Carter menyatakan, agresi Uni
Soviet di Afghanistan mengkonfrontasi dunia dengan tantangan strategis paling serius sejak Perang
Dingin dimulai. Lalu akhirnya muncullah Doktrin Carter yang menyatakan bahwa AS berkeinginan
untuk menggunakan kekuatan militernya di Teluk Persia. Setelah Reagan mengambil alih jabatan
presiden, ia juga melancarkan Doktrin Reagan yang mendukung pemberontakan anti-komunis di
Afghanistan, Angola, dan Nikaragua. Para pemberontak ini bahkan diberi istilah halus ”pejuang
kemerdekaan” (freedom fighters). Bahkan AS juga berbicara tentang kemampuan nuklirnya,
termasuk ancaman serangan pertama. Tapi walaupun di periode ini terjadi ketegangan yang
memuncak antara AS dan Uni Soviet, ternyata masih bisa terjadi perjanjian SALT II (Strategic Arms
Limitation Treaty II) pada pertengahan 1979 di Vienna. Pada saat itu Carter dan Brezhnev setuju
untuk membatasi kepemilikan peluncur senjata nuklir maksimal 2400 unit, dan maksimal 1320 unit
Multiple Independently Targeted Reentry Vehicle (MIRV) . Dan juga Perjanjian Pengurangan Senjata-
senjata Strategis (Strategic Arms Reduction Treaty/START) pada tahun 1982 yang berisi kesepakatan
untuk memusnahkan senjata nuklir yang berdaya jarak menengah. Walaupun sudah banyak
dilakukan perjanjian-perjanjian pembatasan dan/atau pengurangan senjata nuklir, namun
berdasarkan data pada tahun 1983 ternyata Uni Soviet memiliki keunggulan yang cukup besar
dibandingkan dengan Amerika Serikat.

Tabel II.1. Perbandingan Persenjataan Nuklir antara AS dan Uni Soviet pada tahun 1983 Jenis
Persenjataan Uni Soviet Amerika Serikat Rudal Balistik berpangkalan di darat 1398 1052 Rudal yang
dilontarkan dari kapal selam 989 584 Pesawat pengebom berawak dengan rudal 150 376 Multiple
Independently Targettable Reentry Vehicles/MIRVS 4872 6774 Kekuatan nuklir medan: Rudal 850
108 Kekuatan nuklir medan: Pesawat pengebom 860 218

Tabel II.2. Perbandingan Senjata Konvensional antara Pakta Warsawa dengan NATO pada tahun
1983 Jenis Persenjataan Pakta Warsawa NATO Tank 45.000 17.000 Senjata Artileri 19.400 9.500
Senjata Anti Pesawat Udara 6.500 6.300 Pelontar Rudal Darat ke Udara 6.300 1.800 Pelontar Rudal
Darat ke Darat 1.200 350

II.4. Periode 1985-1991 Pada Maret 1985, MG mulai memimpin Uni Soviet. Perubahan secara besar-
besaran mulai tampak pada masa ini. Gorbachev berbeda dengan penguasa-penguasa Uni Soviet
sebelumnya, pada tahun 1987 ia berkunjung ke AS untuk mendekatkan keduanya kedalam sebuah
forum dialog. Bahkan pada tahun 1988, Persetujuan Genewa dicapai dan pada 15 Februari 1989
seluruh tentara Uni Soviet telah mundur dari Afghanistan. Komitmen Gorbachev semakin terlihat saat
Uni Soviet tidak menghanyutkan diri dan mengambil sikap lebih netral dalam Perang Teluk tahun
1990-1991. Bahkan bantuan untuk Kuba yang telah diberikan selama 30 tahun pun dihentikan pada
tahun 1991 oleh Gorbachev. Namun kebebasan dan keterbukaan yang dicanangkan oleh Gorbachev
menimbulkan reaksi keras dari tokoh-tokoh komunis dalam negeri. Puncaknya terjadi pada Kudeta 19
Agustus 1991 yang didalangi oleh Marsekal Dimitri Yazow (Menteri Pertahanan), Jenderal Vladamir
Kruchkov (Kepala KGB), dan Boris Pugo (Menteri Dalam Negeri). Namun ternyata kudeta itu gagal
karena mendapat perlawanan dan penolakan dari rakyat Uni Soviet dibawah pimpinan Boris Yeltsin
dan Unit Militer Uni Soviet. Sebagai akibat dari kudeta itu; Latvia, Lithuania, Estonia, Georgia,
Maldova memisahkan diri dari Uni Soviet. Latvia, Listhuania dan Estonia sendiri berhasil memperoleh
kemerdekaan dari Uni Soviet pada tanggal 6 September 1991. Akhirnya, Gorbachev mengakui bahwa
sistem komunis telah gagal di Uni Soviet. Pada akhir 1991, negara Uni Soviet yang telah berumur 74
tahun itupun runtuh dan terpecah-pecah menjadi beberapa negara yang sekarang termasuk dalam
persemakmuran Uni Soviet (Commonwealth of Independent State/CIS). Bubarnya Uni Soviet ini
menandai berakhirnya Perang Dingin dengan kemenangan di pihak AS.. Bubarnya Uni Soviet ini
menandai berakhirnya Perang Dingin dengan kemenangan di pihak AS.

Peserta Perang Dingin

 NATO
 Pakta Warsawa
 Gerakan Non-Blok
 Republik Rakyat Cina
 Sekutu Amerika Serikat diluar NATO
 Sekutu Uni Soviet diluar Pakta Warsawa

Anda mungkin juga menyukai