Review Buku
Review Buku
Departeman : Utilitas
1. PENDAHULUAN
PT Wijaya Karya atau yang akrab disebut WIKA merupakan BUMN terbesar di
Indonesia yang bergerak dalam bidang infrastruktur. Awal mula berdirinya, WIKA
tidak langsung menjadi perusahaan infrastruktur yang besar seperti saat ini,
melainkan melalui tahapan-tahapan yang mana dibutuhkan intangibles. Bisnis awal
yang dijalankan WIKA pada tahun 1960 adalah instalasi listrik dan pemipaan di
rumah-rumah dan gedung-gedung. Pada saat itu, WIKA masih sebagai sub
kontraktor dari kontraktor-kontaraktor ternama. Kemudian pada akhir dasawarsa
1960-an, WIKA menjadi pemborong pemasangan jaringan listrik tegangan rendah,
menengah dan tinggi.
Perubahan besar mulai berlangsung sejak kedatangan seorang anak muda yang
bernama Suklan Sumintapura. Suklan Sumintapura baru saja selesaikan pendidikan
manajemen industri di negeri Belanda. Saat itu, usia beliau sekitar 26 tahun dan
langsung diserahi tugas memimpin WIKA cabang Jakarta merangkap deputi
direktur. Beliau melontarkan gagasan WIKA tidak bisa besar kalau hanya bergerak
dalam bidang kelistrikan saja. Kemudian gagasan itu mendapat dukungan dari
direktur utama yang kala itu dijabat oleh L. Soedarto dan WIKA pun masuk ke
bidang kontraktor sipil. Pada saat yang sama, WIKA juga masuk ke kontraktor
bangunan perumahan dan inilah cikal bakal lahirnya bisnis jasa konstruksi WIKA.
Dengan menggunakan teknologi ini, WIKA dapat dengan mudah membuat produk
lain yang kurang lebih sama, yaitu tiang pancang beton. Selain itu, WIKA juga
membuat produk-produk beton lain dengan mutu tinggi seperti bantalan rel,
komponen-komponen jembatan, dan beton untuk saluran air. Setelah membuat
begitu banyak produk beton, lahirlah Divisi Komponen Konstruksi yang berubah
nama menjadi Divisi Produk Beton dan akhirnya melahirkan PT WIKA BETON
yang mana kini mempunyai 7 pabrik yang tersebar, dua di Sumatera, empat di Jawa,
dan satu di Makasar.
Selain itu, proyek lain yang diteruskan adalah energi listrik tenaga surya. Pada tahun
1990 dibentuk perusahaan patungan antara WIKA, Conoco Philips, dan Royal Dutch
Shell, dengan nama PT Rekadaya Energi Surya, dengan Moertadji sebagai direktur.
Setelah berjalan selama tiga tahun, Shell mengubah kebijakan internal untuk
kembalike bisnis intinya, yakni perminyakan. Anak perusahaan-anak perusahaan
yang tidak terkait dengan bisnis inti didivestsi. Sahamnya di Rekadaya dibeli oleh
direktur utama Shell secara pribadi. Akhirnya WIKA juga menarik diri dari
perusahaan ini, akan tetapi tetap mengembangkan produk solar water heater (SWH)
di bawah divisi Perdagangan dan industry dan kini ditangani oleh PT WIKA
INTRADE. PT WIKA INTRADE adalah anak perusahaan WIKA yang menaungi
bisnis perdagangan dan produk metal. Di luar itu, lahir pula anak perusahaan PT
WIKA REALTY yang mana mengembangkan dan memasarkan kawasan hunian.
Sementara itu, Jasa Konstruksi, WIKA juga memiliki kewenangan terjun langsung
menentukan kawasan oprasional perusahaan anak. Hal ini dilakukan dengan cara
menempatkan orang-orang kunci holding di persusahaan-perusahaan anak.
2. ANALISA PERUSAHAAN
Wijaya Karya Tbk atau yang akrab disebut WIKA lebih dari sekedar kontraktor.
WIKA bakal menikmati stimulus pemerintah di sektor infrastruktur karena risiko
neraca rendah serta diversifikasi usaha yang membuatnya lebih dari sekedar
kontraktor. CIMB GK Securities Indonesia dalam analisanya, Selasa (7/4/2009)
menyebut WIKA seharusnya berada pada posisi lebih baik dibanding perusahaan
BUMN jasa kontraktor lainnya. CIMB GK menulis beberapa kelebihan yang dimiliki
WIKA:
1. Lebih dari 70% pekerjaan konstruksi datang dari pemerintah dan BUMN.
2. sekitar 72% bisnis beton adalah untuk proyek BUMN dan infrastruktur dan
WIKA mempunyai pabrik beton sendiri.
3. Risiko neraca yang lebih rendah dibanding Adhi Karya karena posisi net cash
Rp 424 miliar pada akhir tahun 2008 dibanding Adhi Karya yang memiliki
utang bersih Rp 997 miliar pada September 2008.
WIKA juga telah mendiversifikasi usahanya ke bisnis beton yang mencakup tiang
pancang, pilar, bantalan rel kereta api, material bangunan dan jembatan seperti balok
girder. WIKA merupakan pemimpin pasar di sektor ini dengan 65% dimana bisnis
ini menkontribusi 13% pendapatan. WIKA juga membuat tangki LPG dan pemanas
air sebagai trading bisnis dan dintungkan oleh program konversi minyak tanah.
Sementara bisnis realty adalah membangun rusunami yang mendapat subsidi dari
pemerintah. Di samping itu, WIKA adalah perusahaan yang mempunyai banyak
perusahaan anak, maka perlu adanya sinergi antara perusahaan induk dengan
perusahaan anaknya. Dalam perusahaan-perusahan multibisnis penting sekali
dipahami hubungan antar perusahaan induk dengan perusahaan anak apakah ada
hubungan-hubungan yang kurang harmonis yang mengganggu kinerja korporasi
secara keseluruhan. Dalam hal inilah WIKA yang terbaik diantara kontraktor-
kontraktor lain di Indonesia.
Dalam visinya tahun 2010, WIKA akan menjadi perusahaan terkemuka dalam
industri konstruksi dan engineering di Asia Tenggara. Hal tersebut telah terwujud
dengan adanya banyak proyek yang ditangani WIKA baik di dalam negeri maupun
luar negeri. Di dalam negeri, manajemen WIKA menyatakan nilai kontrak (order
book) proyek baru dan bawaan dari tahun sebelumnya hingga September 2009 telah
mencapai Rp 15,2 triliun. Sementara itu, selama Oktober 2009, WIKA mengantongi
proyek-proyek senilai Rp 1,05 triliun. Proyek Oktober 2009 itu baru yang berasal
dari WIKA selaku induk perusahaan. WIKA masih menerima kontrak lain yang
diterima anak perusahaan.
Di antara proyek yang sudah diterima WIKA adalah Jabong River Dyke Package J2
senilai (Rp 72 miliar), Dam Jatibarang (Rp 300 miliar), Kaligarang FC (Rp 95
miliar), MEP Kualanamu (Rp 262 miliar), Stadion Pekanbaru (Rp 151 miliar),
Balikpapan I (Rp 29 miliar), dan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Bali
sebesar Rp 140 miliar. Proyek yang tercatat ini baru skala besar yang ditangani
WIKA sebagai induk perusahaan. Sedangkan yang kecil di bawah Rp 50 miliar
ditangani anak perusahaan. Di samping itu, WIKA juga telah merencanakan
pengembangan usaha di antaranya proyek jalan tol Surabaya-Mojokerto, dan proyek
pembangkit listrik di Bali. WIKA mencatat, order book yang direncanakan
perusahaan hingga akhir 2009 mencapai Rp 17 triliun. Jika hingga saat ini perseroan
telah mengantongi kontrak Rp 6-7 triliun, artinya masih ada proyek bawaan pada
2010 senilai Rp 10 triliun.
Selain itu, WIKA mengincar kerja sama dengan 3-4 perusahaan pemilik kuasa
pertambangan (KP) batu bara. Untuk proyek tersebut, WIKA akan menyerahkan
penanganannya kepada anak perusahaan, PT WIKA INTRADE. Kini WIKA belajar
terlebih dulu bagaimana bisnis di sektor batu bara sampai pada saatnya WIKA siap
untuk menjadi operator. Perusahaan tambang yang tengah dijajaki untuk kerja sama
tersebut berada di Kalimantan Timur. Saat ini, proses negosiasi masih berlangsung di
antara pihak yang berkaitan. Tahap awal adalah kerja sama dan saat ini WIKA masih
mencari pola yang cocok atas kerja samanya tersebut. Seluruh perhitungan
kebutuhan dana dan keuntungan yang bisa diperoleh dihitung WIKA INTRADE.
Kita diketahui, WIKA sebelumnya menjalin kerja sama dengan salah satu
perusahaan tambang batu bara. Dari kerja sama itu, WIKA yang berperan sebagai
pengumpul dan trader telah menyalurkan pasokan batu bara ke PLN Tanjung Jati
sebanyak 65 ribu metrik ton.
Di luar negeri, WIKA telah ekspansi di sektor konstruksi di sejumlah negara Timur
Tengah terutama Aljazair, Libya, dan Tunisia. Negara-negara kaya akan minyak
bumi tersebut saat ini tengah memulai pembangunan prasarana sehingga merupakan
pasar potensia. Sebelumnya direksi WIKA dipimpin Direktur Utama Wika Bintang
Perbowo berkesempatan menerima delegasi pengusaha asal Aljazair, Libya, dan
Tunisia dalam rangka kunjungan bisnis yang difasilitasi Kedubes Indonesia untuk
negara-negara tersebut.
Dalam proyek ini, WIKA ikut dengan Kajima yang mana merupakan salah satu
kontraktor dari Jepang. Tetapi ke depannya tidak tertutup kemungkinan untuk
menggarap langsung peluang di tiga negara Timur Tengah tersebut. Untuk
menggarap langsung proyek konstruksi membutuhkan dukungan perbankan untuk
modal kerja, jaminan selama bekerja di sana, serta kepastian dana yang diperoleh
dapat ditarik ke Indonesia. Jika WIKA dapat menggarap proyek-proyek secara
langsung, maka akan meningkatkan ekspor dari Indonesia seperti cat, kusen, kaca
yang selama ini sudah mampu diproduksi di Indonesia
Kendala dalam menggarap proyek konstruksi di luar negeri akan mendapat fasilitas
Bank Exim Indonesia yang tugasnya diatur melalui Undang-Undang No. 2 tahun
2009 di antaranya membiayai eksportir di dalam dan luar negeri. Hampir semua
kontraktor asing yang bekerja di Indonesia termasuk China dalam menggarap
jembatan Suramadu mendapat fasilitas pembiayaan dari Bank Exim di negaranya
masing-masing. Sementara itu, Managing Director Indonesia Exim bank Dwi
Wahyudi mengatakan, telah mempelajari jaminan ekspor yang dapat diberikan
kepada WIKA termasuk dananya dapat selamat masuk ke tanah air. Sedangkan
Direktur SDM dan Pengembangan Bisnis WIKA, Tonny Warsono mengatakan,
karakteristik tiga negara Aljazair, Tunisia, dan Libya hampir sama karena letaknya
berdekatan dan sama-sama membutuhkan prasarana. Hanya saja berbeda dengan
Aljazair yang membutuhkan prasarana jalan. Tunisia dan Libya membutuhkan
apartemen dan tempat tinggal bagi masyarakatnya sehingga potensi sama-sama
menguntungkan.
Kedepannya, WIKA akan menggeluti bisnis konstruksi dan engineering. Jika hanya
di konstruksi saja, pasarnya mungkin akan terbatas. Sedangkan engineering
merupaakn bagian dari EPC, pasarnya masih terhampar luas. Dengan
berkembangnya EPC, jasa konstruksi WIKA diharapkan ikut terangkat.
3.1. Kesimpulan
a. WIKA selalu ingin berkembang dan terus membesar. Karena pada umumnya,
perusahaan itu cenderung pasif dan tidak ingin berkembang. Dengan intengibles
yang dimiliki WIKA, kini perusahaan Infrastruktur terbesar di Indonesia ini
telah mewujudkan visi 2010 yang telah ditetapkan dengan misi mempelopori
pengembangan industri konstruksi yang berkualitas dan memenuhi kepuasan
semua pihak yang berkepentingan. Hal tersebut ditandai dengan adanya banyak
proyek di dalam dan luar negeri yang ditangani WIKA.
ENERGI
BSI DSU
WIKA PUSAT
(Biro Engineering)
DBG PSU
PSU
Keterangan:
b. Dalam pelaksanaan proyek, WIKA perlu melakukan hubungan kerja sama yang
baik dalam hal kemapanan awal proyek dengan sub kontraktor yang lain.
WIKA yang terbiasa dengan budayanya 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan
Rajin) terkadang tidak diimbangi dengan sub kontraktor yang lain seperti sub
kontraktor alat-alat berat dalam pekerjaan struktur bawah yang mana tidak
mempunyai budaya 5R. Hal tersebut menyebabkan pandangan orang-orang
awam bahwa WIKA masih belum menerapkan budaya 5R tersebut. Karena
selama pelaksanaan di lapangan, kontraktor besarlah yang memegang peranan
penting dan paling dikenal dibandingkan sub kontraktor yang lain.