Anda di halaman 1dari 10

Pengantar Metodologi Analisa Media

Oleh: Rima Shah Putra

Table of Contents
I. ANALISA ISI/CONTENT ANALYSIS............................................................................................2
Pengertian Dasar.............................................................................................................................2
Syarat-Syarat Analisa Isi................................................................................................................2
Desain Analisis Isi..........................................................................................................................3
Tahapan Proses Penelitian Analisis Isi............................................................................................3
Dasar-dasar Perencanaa Penelitian Analisis Isi (Research Design)................................................4
II. ANALISA BINGKAI/FRAME ANALYSIS..................................................................................4
Pengertian Dasar.............................................................................................................................4
Metodologi Framing.......................................................................................................................5
1. Model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki..........................................................................5
2. Model William A. Gamson dan Andre Modigliani....................................................................7
3. Model Robert Entman................................................................................................................7
III. ANALISA WACANA KRITIS/CRITICAL DISCOURSE ANALYSIS............................................7
Pengertian Dasar.............................................................................................................................7
Perbedaan Analisa Wacana dengan Analisa Isi...............................................................................8
Wacana dan Kekuasaan..................................................................................................................8
Metodologi Analisa Wacana...........................................................................................................8
IV. ANALISA PRIMING.....................................................................................................................9
V. AGENDA SETTING THEORY (Analisa Ekonomi-Politik Media)...............................................9
Gagasan Awal Hipotesa Agenda Setting........................................................................................9
Konsep Pembentukan Agenda......................................................................................................10

Dalam bukunya Political Communication and Public Opinion in America (1978), Dan Nimmo
berpendapat bahwa tujuan komunikasi politik adalah pembentukan pendapat umum. Dalam usaha
membentuk opini publik ini, media massa umumnya melakukan tiga kegiatan sekaligus. Pertama,
menggunakan simbol-simbol politik (language of politic). Kedua, melaksanakan strategi pengemasan
pesan (framing strategies). Ketiga, melakukan fungsi agenda media (agenda-setting function).

Meskipun media massa hanya bersifat melaporkan, tapi telah menjadi sifat dari pembicaraan politik
untuk selalu memperhitungkan simbol (kata) politik. Dalam konteks ini, sekalipun melakukan kutipan
langsung (direct quotation) atau menjadikan seorang komunikator politik sebagai sumber berita,
media massa tetap terlibat – langsung atau tak langsung – dengan pilihan simbol yang digunakan
sumber tersebut.

Demikian pula dalam melakukan pembingkaian (framing) peristiwa politik, atas nama kaidah
jurnalistik, peristiwa yang panjang, lebar, dan rumit, coba ”disederhanakan” melalui mekanisme
pembingkaian fakta-fakta kedalam bentuk berita yang layak terbit atau layak tayang. Agar memiliki
makna, ada fakta yang ditonjolkan, ada pula yang disembunyikan, bahkan dihilangkan sampai
terbentuk satu urutan cerita yang dapat difahami. Dalam proses framing inilah sejumlah kepentingan
kemudian saling mempengaruhi.

Terakhir, adalah pada penyediaan ruang atau waktu bagi sebuah peristiwa politik (fungsi agenda-
setting). Dikarenakan hanya selama media massa memberikan ruangnya, maka suatu peristiwa akan
memperoleh perhatian oleh masyarakat. Semakin besar tempat yang diberikan, semakin besar pula
perhatian yang diberi khalayak pembaca. Lagi-lagi, dalam proses pemberian ruang ini sejumlah
kepentingan mempengaruhinya.

Dari sini, dapat kita asumsikan jika media tidak pernah netral. Karenanya dibutuhkan sejumlah usaha
untuk mendekonstruksi isi/berita suatu media, apakah dalam bentuknya yang tampak (manifest),
konteks, maupun makna simboliknya, sehingga ditemukan “pesan” sesungguhnya. Untuk memnuhi
kebutuhan ini, metodologi yang digunakan adalah analisis isi (content analysis), analisis kerangka
(frame analysis), analisa wacana kritis (critical discourse analysis), dan analisa pengaturan agenda
(agenda-setting analysis).

I. ANALISA ISI/CONTENT ANALYSIS


Pengertian Dasar
Analisis isi adalah sebuah metode analisis isi pesan (berita) secara sistematis. Analisis ini adalah alat
untuk menganalisis pesan dari komunikator tertentu, sebagai pengganti menginterview orang atau
meminta mereka unuk menjawab kuesioner, sebagaimana dalam penelitian survei, atau mengobservasi
perilaku seperti yang ada dalam eksperimen manusia. Peneliti yang menggunakan analisis isi menguji
beberapa komunikasi yang telah dihasilkan pada waktu dan tempat yang ditentukannya sendiri.

Bernad Berelson (1952) menulis definisi terkenalnya yang paling banyak dikutip: “Analisa isi adalah
teknik riset untuk memaparkan isi yang dinyatakan /dimanifestasikan secara objektif, sistematik, dan
kuantitatif“

Kajian isi media disebut obyektif jika ketentuan-ketentuan dalam instrumen yang digunakan
dirumuskan dengan kriteria yang dapat menghindari multi interpretasi, sehingga pengkaji berbeda
dengan menjalankan instrumen yang sama atas obyek yang sama akan memperoleh data dan
kesimpulan yang sama, dengan derajat eror yang rendah. Sementara pengertian sistematik merupakan
seleksi dan analisis data didasarkan pada langkah-langkah yang terencana dan tidak bias. Sedangkan
unsur kuantitatif yang menjadi ciri kajian analisis isi terlihat dari hasilnya yang diwujudkan dalam
angka, dapat berupa distribusi frekuensi, tabel kontingensi, koefisien korelasi, atau lainnya.

Secara konvensional analisis isi atas media pers/jurnalisme bertolak dari kecenderungan antara lain:
 Sifat fakta / opini atau empiris (factuality).
 Keseimbangan (balance).
 Liputan dua pihak (fairness).
 Tidak berpihak (impartiality).

Syarat-Syarat Analisa Isi


Analisis isi tidak dapat diberlakukan pada semua penelitian sosial. Analisis isi dapat dipergunakan jika
memiliki syarat berikut.
1) Data yang tersedia sebagian besar terdiri dari bahan-bahan yang terdokumentasi (buku, surat
kabar, pita rekaman, naskah/manuscript).
2) Ada keterangan pelengkap atau kerangka teori tertentu yang menerangkan tentang dan sebagai
metode pendekatan terhadap data tersebut.
3) Peneliti memiliki kemampuan teknis untuk mengolah bahan-bahan/data-data yang
dikumpulkannya karena sebagian dokumentasi tersebut bersifat sangat khas/spesifik.

Desain Analisis Isi


Setidaknya dapat diidentifikasi tiga jenis penelitian komunikasi yang menggunakan analisis isi.
Ketiganya dapat dijelaskan dengan teori 5 unsur komunikasi yang dibuat oleh Harold D. Lasswell
(1948), yaitu:
 Unsur sumber (siapa)
 Unsur pesan (mengatakan apa)
 Saluran komunikasi (pada saluran yang mana)
 Unsur penerima (kepada siapa)
 Unsur pengaruh (dengan pengaruh/dampak apa)

Ketiga jenis penelitian berikut dapat memuat satu atau lebih unsur “pertanyaan teoretik” Lasswell
tersebut.
(1) Bersifat deskriptif, yaitu deskripsi isi-isi komunikasi. Dalam praktiknya, hal ini mudah dilakukan
dengan cara melakukan perbandingan. Perbandingan tersebut dapat meliputi hal-hal berikut ini.
a. Perbandingan pesan (message) dokumen yang sama pada waktu yang berbeda. Dalam hal ini
analisis dapat membuat kesimpulan mengenai kecenderungan isi komunikasi.
b. Perbandingan pesan (message) dari sumber yang sama/tunggal dalam situasi-situasi yang
berbeda. Dalam hal ini, studi tentang pengaruh situasi terhadap isi komunikasi.
c. Perbandingan pesan (message) dari sumber yang sama terhadap penerima yang berbeda. Dalam
hal ini, studi tentang pengaruh ciri-ciri audience terhadap isi dan gaya komunikasi.
d. Analisis antar-message, yaitu perbandingan isi komunikasi pada waktu, situasi atau audience
yang berbeda. Dalam hal ini, studi tentang hubungan dua variabel dalam satu atau sekumpulan
dokumen (sering disebut kontingensi/contingency).
e. Pengujian hipotesis mengenai perbandingan message dari dua sumber yang berbeda, yaitu
perbedaan antar komunikator.
(2) Penelitian mengenai penyebab message yang berupa pengaruh dua message yang dihasilkan dua
sumber (A dan B) terhadap variabel perilaku sehingga menimbulkan nilai, sikap, motif, dan
masalah pada sumber B.
(3) Penelitian mengenai efek message A terhadap penerima B. Pertanyaan yang diajukan adalah
apakah efek atau akibat dari proses komunikasi yang telah berlangsung terhadap penerima (with
what effect)?

Tahapan Proses Penelitian Analisis Isi


Terdapat tiga langkah strategis penelitian analisis isi:
 Pertama, penetapan desain atau model penelitian. Di sini ditetapkan berapa media, analisis
perbandingan atau korelasi, objeknya banyak atau sedikit dan sebagainya.
 Kedua, pencarian data pokok atau data primer, yaitu teks itu sendiri. Sebagai analisis isi maka teks
merupakan objek yang pokok bahkan terpokok. Pencarian dapat dilakukan dengan menggunakan
lembar formulir pengamatan tertentu yang sengaja dibuat untuk keperluan pencarian data tersebut.
 Ketiga, pencarian pengetahuan kontekstual agar penelitian yang dilakukan tidak berada di ruang
hampa, tetapi terlihat kait-mengait dengan faktor-faktor lain.

Dasar-dasar Perencanaa Penelitian Analisis Isi (Research Design)


Secara umum, proses perencanaan analisa isi tidak jauh berbeda dengan langkah-langkah dalam riset
kuantitaif lainnya. Prosedur dasar pembuatan rancangan penelitian dan pelaksanaan studi analisis isi
terdiri atas 6 tahapan langkah, yaitu:
1) Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesisnya
Permulaan penelitian itu adalah adanya rumusan masalah atau pertanyaan penelitian yang
dinyatakan secara jelas, eksplisit, dan mengarah, serta dapat diukur dan untuk dijawab dengan
usaha penelitian. Pada perumusan hipotesis, dugaan sementara yang akan dijawab melalui
penelitian, peneliti dapat memilih hipotesis nol, hipotesis penelitian atau hipotesis statistik.
2) Melakukan sampling terhadap sumber-sumber data yang telah dipilih
Penarikan sampel dilakukan melalui pertimbangan tertentu, disesuaikan dengan rumusan masalah
dan kemampuan peneliti.
3) Pembuatan kategori yang dipergunakan dalam analisis
Pembuatan alat ukur atau kategori yang akan digunakan untuk analisis didasarkan pada rumusan
masalah atau pertanyaan penelitian, dan acuan tertentu. Misalnya, kategori tinggi-sedang-rendah,
dengan indikator-indikator yang bersifat terukur.
4) Pendataan suatu sampel dokumen yang telah dipilih dan melakukan pengkodean
Kemudian, pengumpulan atau coding data, dilakukan dengan menggunakan lembar pengkodean
(coding sheet) yang sudah dipersiapkan. Pembuatan skala dan item berdasarkan kriteria tertentu
untuk pengumpulan data, dan
5) Interpretasi/ penafsiran data yang diperoleh
Setelah semua data diproses, kemudian diinterpretasikan maknanya.
Urutan langkah haruslah tertib, tidak boleh dilompati atau dibalik. Langkah sebelumnya merupakan
prasyarat untuk menentukan langkah berikutnya.
II. ANALISA BINGKAI/FRAME ANALYSIS
Pengertian Dasar
 Analisa-kerangka atawa frame analysis mencari tema-tema kunci didalam teks, dan menunjukkan
bagaimana tema-tema budaya membentuk pemahaman kita terhadap suatu peristiwa. Dalam studi
media, frame analysis menunjukkan bagaimana aspek dari bahasa dan struktur dari item-item
berita menekankan /menegaskan aspek tertentu (dan meninggalkan aspek lainnya).
 Analisis kerangka merupakan dasar struktur kognitif yang memandu persepsi dan keterwakilan
realitas. (King, 2004).
 Menurut Panuju (2003), analisa-kerangka adalah analisis untuk membongkar ideologi di balik
penulisan informasi.
 Analisis-kerangka adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi
realitas. Analisis ini juga digunakan untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai
oleh media (Eriyanto, 2007).
 Bingkai (frame) adalah gagasan pengaturan pusat untuk isi berita yang memberikan konteks dan
mengajukan issue melalui penggunaan pilihan, penekanan, pengecualian dan pemerincian
(Tankard, Hendrickson, Silberman, Bliss, dan Ghanem, 1991)

Secara sederhana, analisis kerangka mencoba untuk membangun sebuah komunikasi—bahasa, visual,
dan pelaku—dan menyampaikannya kepada pihak lain atau menginterpretasikan dan
mengklasifikasikan informasi baru. Melalui analisa-bingkai, kita mengetahui bagaimanakah pesan
diartikan sehingga dapat diinterpretasikan secara efisien dalam hubungannya dengan ide penulis.   

Analisis framing merupakan metode analisis teks sebagaimana analisis isi kuantitatif, namun keduanya
mempunya perbedaan karakteristik. Dalam analisis isi kuantitatif yang ditekankan adalah isi dari suatu
pesan/teks komunikasi. Sementara pusat perhatian analisis framing adalah pembentukan pesan/makna
dari teks. Framing melihat bagaimana teks/pesan dikonstruksi oleh wartawan dan media serta
bagaimana menyajikannya kepada khalayak.

Ada dua esensi framing utama, yakni


(1) bagaimana peristiwa dimaknai dan
(2) bagaimana fakta ditulis.

Pada bagian bagaimana peristiwa dimaknai, wartawan sebagai individu akan melihat peristiwa dan
isu dalam perspektif tertentu yang dipengaruhi oleh pengalaman dan keyakinan pribadi serta nilai
budaya yang dianut. Perspektif inilah yang menentukan bagaimana sebuah peristiwa dikonstruksi
dalam bingkai tertentu. Konsep yang digunakan individu dalam memandang suatu realitas berasal dari
skema kognitifnya:
 Simplifikasi: pola pikir yang diterapkan individu/wartawan dalam memahami sesuatu untuk
menyederhanakan realitas dunia yang sangat kompleks.
 Klasifikasi: pengkategorian yang diigunakan oleh individu untuk membuat realitas dunia tampak
bermakna dan mudah dimengerti.
 Generalisasi: membentuk dan melekatkan karakteristik yang sama dalam entitas/elemen yang
sama.
 Asosiasi: menghubungkan realitas-realitas dunia yang saling berkaitan.

Framing dapat kita lihat pada issue sengketa nuklir Iran, dimana dua media cetak memberikan
pandangan yang cukup berbeda mengenai hal ini. Harian Kompas yang dikenal dengan visi
humanisme-nya mengupas isu nuklir Iran dari sisi negara Barat dan memandang Iran sebagai pemicu
masalah dengan mengetengahkan judul-judul berita “Iran Tangguhkan Pembicaraan Dengan Rusia”,
serta “Usulan Rusia Diwacanakan Lagi” dengan sub-judul “Efektivitas Sanksi PBB atas Iran
Diragukan”. Sementara itu, Harian Republika yang dikenal dengan Pers Islami-nya berkaitan dengan
dasar pendirian media ini oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), memilih untuk
menempatkan diri di posisi kaum muslim dengan menganggap Iran sebagai pihak yang tertindas,
menyajikan berita-berita dengan judul “AS Dikabarkan Akan Serang Iran” dan “Terkait Isu Nuklir
Iran: Rusia Siap Abstain”.

Metodologi Framing
Terdapat beberapa varian analisis framing. Cara menganalisis analisis wacana dengan framing adalalh
memenuhi setiap komponen framing dengan fakta (bagian naskah) yang terdapat dalam suatu naskah.

1. Model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki


Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat
organisasi ide. Frame merupakan suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam
teks berita (kutipan nara sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu) ke dalam
teks secara keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna. Maka bagaimana seseorang
memaknai suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks.

Model ini membagi struktur analisis menjadi empat bagian, yakni:


a. Struktur Sintaksis: Sintaksis adalah cara wartawan menyusun berita, struktur ini terkait
dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa (pernyataan, opini, kutipan, pengamatan
atas peristiwa) ke dalam bentuk susunan kisah berita (headline, lead, latar informasi, sumber
yang dikutip dsb).
Struktur sintaksi memiliki perangkat:
1) Headline merupakan berita yang dijadikan topik utama oleh media
2) Lead (teras berita) merupakan paragraf pembuka dari sebuah berita yang biasanya
mengandung kepentingan lebih tinggi. Struktur ini sangat tergantung pada ideologi penulis
terhadap peristiwa.
3) Latar informasi
4) Kutipan
5) Sumber
6) Pernyataan
7) Penutup
b. Struktur Skrip: Skrip adalah cara wartawan mengisahkan fakta, struktur yang melihat
bagaimana strategi bercerita atau bertutur yang dipakai wartawan dalam mengemas peristiwa.
Skrip pula memberikan tekanan mana yang didahulukan dan mana yang disembunyikan.
Struktur skrip memfokuskan perangkat framing pada kelengkapan berita:
1) What (apa)
2) When (kapan)
3) Who (siapa)
4) Where (di mana)
5) Why (mengapa)
6) How (bagaimana)
c. Struktur Tematik: Tematik adalah cara wartawan menulis fakta, yakni struktur yang
berhubungan dengan bagaimana wartawan menyampaikan pandangannya terhadap suatu
peristiwa ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks
secara keseluruhan.
Struktur tematik mempunyai perangkat framing:
1) Detail
2) Maksud dan hubungan kalimat
3) Nominalisasi antar kalimat
4) Koherensi:
i. Koherensi sebab-akibat, proposisi atau kalimat yang satu dipandang sebagai
sebab atau akibat dari proposisi atau kalimat lainnya.
ii. Koherensi penjelas, proposisi atau kalimat yang satu menjelaskan proposisi atau
kalimat lainnya, ditandai dengan pemakaian kata hubung “dan” atau “lalu”.
iii. Koherensi pembeda, proposisi atau kalimat yang satu merupakan kebalikan atau
lawan dari proposisi atau kalimat yang lainnya, ditandai dengan pemakaian kata
hubung “dibandingkan” atau “sedangkan”.
5) Bentuk kalimat
6) Kata ganti (Unit yang diamati adalah paragraf atau proposisi)
d. Struktur Retoris: Retoris adalah cara wartawan menekankan fakta atau menekankan arti yang
ingin ditonjolkan olehnya. Struktur ini melihat pemakaian pilihan kata, idiom, grafik, gambar,
yang juga dipakai guna memberi penekanan pada arti tertentu.
Struktur retoris mempunyai perangkat framing:
1) Leksikon; pemilihan dan pemakaian kata-kata tertentu untuk menandai atau
menggambarkan peristiwa. Perangkat ini merupakan penekanan terhadap sesuatu yang
penting.
2) Grafis; bagian tulisan yang dibuat lain dibanding bagian yang lainnya, seperti pemakaian
huruf tebal, miring, atau ukuran huruf yang lebih besar. Termasuk di dalamnya
penggunaan caption, grafik, gambar, tabel, dan lain-lain.
3) Metafor
4) Pengandaian: unit yang diamati adalah kata, idiom, gambar/foto, dan grafis 

2. Model William A. Gamson dan Andre Modigliani


Model ini membagi struktur analisis menjadi tiga bagian:
a. Media package merupakan asumsi bahwa berita memiliki konstruksi makna tertentu.
b. Core frame merupakan gagasan sentral.
c. Condensing symbol merupakan hasil pencermatan terhadap perangkat simbolik, dapat
dianalisis melalui dua turunannya, yaitu simbol berupa
1) framing device/perangkat framing   menunjuk pada penyebutan istilah tertentu yang
menunjukkan “julukan” pada satu wacana
2) reasoning device/perangkat penalaran  menunjuk pada analisis sebab-akibat
 
Framing device/perangkat pembingkaian terbagi menjadi lima bagian:
a. Methaphors adalah perumpamaan dan pengandaian
b. Catchphrase adalah perangkat berupa jargon-jargon atau slogan.
c. Exemplaar adalah uraian untuk membenarkan perspektif.
d. Depiction adalah leksikon untuk melebeli sesuatu.
e. Visual image adalah perangkat dalam bentuk gambar, grafis dan sebagainya.
 
Reasoning device/perangkat penalaran terbagi menjadi tiga bagian:
a. Root merupakan analisis kausal atau sebab akibat.
b. Appeals to principle merupakan premis dasar, klaim-klaim moral.
c. Consequence merupakan efek atau konsekuensi.  

3. Model Robert Entman


Ahli komunikasi Robert Entman menyatakan bahwa bingkai media melaksanakan empat fungsi:
a) Bingkai menentukan masalah
b) Bingkai mendiagnosa penyebab
c) Bingkai membuat penilaian moral
d) Bingkai menunjukkan cara untuk perbaikan

 Komponen framing Gamson dan Modigliani: Metaphors, Exemplars, Catchphrases, Depictions,


Visual images, Roots, Consequences, dan Appeals to principals.
 Komponen framing Pan & Kosicki: Sintaksis (skema berita); Skrip (kelengkapan berita); Tematik
(detail; koherensi; bentuk kalimat; kata ganti); Retoris (leksikon; grafis; metafora)
 Komponen framing Van Dijk: Summary (Headline; lead); Story (situation and comments).
Situation (episode and background); Comments (verbal reactions and conclussions). Episode
(main events and consequences). Background (context and history). History (circumtances and
previous events). Conclussion (expectations and evaluations)
 Komponen framing Robert Entman: Problem Identification, Causal Interpretation, Moral
Evaluation: dan Treatment Recommendation
 Komponen framing Ibnu Hamad: Perlakuan atas peristiwa (Tema yang diangkat dan Penempatan
berita), Sumber yang dikutip (Nama dan atribut sosial sumber), Cara Penyajian (Pilihan fakta yang
dimuat dan Struktur penyajian), dan Simbol yang dipergunakan (Verbal : kata, istilah, frase; dan
Non-verbal: foto, gambar)

III. ANALISA WACANA KRITIS/CRITICAL DISCOURSE


ANALYSIS
Pengertian Dasar
Analisis wacana adalah analisis isi yang lebih bersifat kualitatif dan dapat menjadi salah satu alternatif
untuk melengkapi dan menutupi kelemahan dari analisis isi kuantitatif yang selama ini banyak
digunakan oleh para peneliti. Jika pada analisis kuantitatif, pertanyaan lebih ditekankan untuk
menjawab “apa” (what) dari pesan atau teks komunikasi, pada analisis wacana lebih difokuskan untuk
melihat pada “bagaimana” (how), yaitu bagaimana isi teks berita dan juga bagaimana pesan itu
disampaikan.

Perbedaan Analisa Wacana dengan Analisa Isi


Beberapa perbedaan mendasar antara analisis wacana dengan analisis isi yang bersifat kuantitatif
adalah sebagai berikut:
 Analisis wacana lebih bersifat kualitatif daripada yang umum dilakukan dalam analisis isi
kuantitatif karena analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks daripada penjumlahan
unit kategori, seperti dalam analisis isi.
 Analisis isi kuantitatif digunakan untuk membedah muatan teks komunikasi yang bersifat manifest
(nyata), sedangkan analisis wacana justru memfokuskan pada pesan yang bersifat latent
(tersembunyi).
 Analisis isi kuantitatif hanya dapat mempertimbangkan “apa yang dikatakan” (what), tetapi tidak
dapat menyelidiki bagaimana ia dikatakan (how).
 Analisis wacana tidak berpretensi melakukan generalisasi, sedangkan analisis isi kuantitatif
memang diarahkan untuk membuat generalisasi.

Wacana dan Kekuasaan


Michel Foucault menjelaskan definisi fenomenal dari wacana beserta dengan potensi politis dan
kaitannya dengan kekuasaan sebagai "elemen taktis yang beroperasi dalam kancah relasi kekuasaan”.
Antara wacana dan kekuasaan memiliki hubungan timbal balik, dimana “Elemen Taktis” ini sangat
terkait dengan kajian strategis dan politis. Tentu saja istilah politik disini tidak selalu berarti faktor-
faktor pemerintahan, segala sesuatu yang meng-hegemoni baik itu secara kultural maupun secara
ideologis sebenarnya memiliki konstruksi politisnya sendiri.

Dari definisi yang diberikan Foucault, jelas bahwa wacana adalah alat bagi kepentingan  kekuasaan,
hegemoni, dominasi budaya dan ilmu pengetahuan. Distribusi wacana ketengah masyarakat pada era
post-moderen ini, dilaksanakan secara strategis melalui media, baik itu media cetak maupun
elektronik.

Raman Selden memberikan penjelasan tentang pemikiran Foucault: “Terbukti sudah bahwa kekuasaan
atau dominasi tertentu ditegakkan dan dilaksanakan melalui wacana, dan sebuah kekuasaan jelas
memiliki pengaruh”. Suatu dominasi atau hegemoni tertentu menggunakan wacana sebagai “elemen
taktis” untuk mempengaruhi pola pikir masyarakat, ini semua terkait dengan pembangunan sebuah
dominasi dan pelestarian kekuasaan. 
Dalam konsepnya, Foucault tidak memandang wacana sebagai serangkaian kata atau preposisi dalam
teks, tetapi memproduksi yang lain (sebuah gagasan, konsep atau efek). Wacana secara sistematis
dalam ide, opini, konsep dan pandangan hidup di bentuk dalam konteks tertentu sehingga
mempengaruhi cara berpikir dan bertindak. Salah satu konsep radikal Foucault adalah tentang
hubungan pengetahuan dan kekuasaan. Tesis yang disampaikanya adalah bahwa ilmu-ilmu
kemanusiaan merupakan perpaduan yang tidak terpisahkan dari pengetahuan dan kekuasaan.

Metodologi Analisa Wacana


Secara garis besar, tahapan-tahapan melakukan analisis wacana sosial dapat dijelaskan urutannya
sebagai berikut:
1. Pilih satu atau serangkaian naskah yang akan dianalisis; misalnya berita tentang “Sengketa Pulau
Sipadan-Ligitan” di Kantor Berita “Antara” (Indonesia) dan Kantor Berita “Bernama” (Malaysia)
2. Gunakanlah teori substantif yang dianggap relevan dengan bidang permasalahan penelitian dan
tujuan penelitian. Dalam kasus sengketa Pulau Sipadan-Ligitan tersebut mungkin kita akan
gunakan teori “national interest”
3. Pakailah teori wacana yang sejalan dengan metode analisis wacana yang digunakan; misalnya
pada level metode akan digunakan semiotika sosial, maka pada level teori wacananya juga adalah
semiotika sosial.
4. Pilih paradigma penelitian yang akan digunakan. Perhatikan teori substantif yang digunakan. Jika
teori itu merupakan bagian teori kritis, maka pakailah paradigma kritis, dan seterusnya. Karena
teori “national interest” tersebut termasuk teori-teori positivis, maka paradigma penelitian yang
dipakai sebaiknya paradigma positivis.
5. Tetapkan tipe analisis wacana apa yang akan digunakan: apakah pada level naskah saja ataukah
hendak memakai CDA.
6. Jika semuanya telah ditetapkan dan dipandang sudah cocok (saling menguatkan, tidak
bertentangan satu sama lain), bacalah naskah dengan metode analisis wacana dan berikan arti atau
maknanya.
Tafsirkan hasil analisis tersebut dengan teori substansi (dalam kasus ini teori “national interest”)
dengan cara berpikir paradigma positivis, kemudian tarik kesimpulan serta implikasi hasil analisis
wacana tersebut.

IV. ANALISA PRIMING


Priming adalah proses dimana media berfokus pada sebagian issue dan tidak pada issue lainnya, dan
dengan demikian mengubah standart yang digunakan orang untuk mengevaluasi sesuatu peristiwa,
orang atau produk.

Para peneliti menemukan suatu bukti priming dalam eksperimen mereka, dimana para subjek
penelitian diminta untuk mengevaluasi kinerja Presiden Carter dalam tiga bidang spesifik –
pertahanan, polusi, dan inflasi. Dari penelitian diketahui jika responden mengevaluasi Presiden Carter
dari segi topik-topik yang telah mereka lihat ditekankan dalam berita akhir-akhir ini.

Iyengar dan Simon (1993) menyelidiki priming dalam liputan berita Perang Teluk 1991. Terlihat jika
selama krisis Teluk, opini kinerja kebijakan luar negeri Bush lebih kuat berhubungan dengan evaluasi
Bush secara keseluruhan ketimbang kinerja ekonominya. Berbeda dengan fase sebelum krisis, opini
kinerja ekonominya lebih penting daripada opini kebijakan luar negeri.

V. AGENDA SETTING THEORY (Analisa Ekonomi-Politik


Media)
Agenda-setting theory adalah penciptaan kesadaran dan perhatian publik of issue-issue yang menonjol
oleh media berita. Aksioma yang mendasari teori ini adalah perpindahan kepentingan, dalam kata
lain, media massa memiliki kemampuan untuk mentransfer item-item agenda- kepentingan-media
kedalam agenda-kepentingan-publik. Fungsi agenda-setting media mengacu pada kemampuan media,
dengan liputan berita yang diulang-ulang, untuk mengangkat pentingnya sebuah isue dalam benak
publik.

Gagasan Awal Hipotesa Agenda Setting


Penelitian sistematis pertama hipotesis penentuan agenda dilaporkan pada 1972 oleh McCombs dan
Shaw. Mereka meneliti penentuan agenda dalam kampanye Presiden US pada 1968 dan membuat
hipotesis bahwa media massa menentukan agenda untuk setiap kampanye politik, yang mempengaruhi
proyeksi sikap terhadap issue-issue politik. Responden diminta untuk menyebutkan masalah-masalah
utama dalam negara yang mereka lihat dan membaginya kedalam kategori “utama” dan ringan”.

Penemuan-penemuan dalam riset mendukung dampak penentuan agenda. Untuk kategori utama,
korelasi antara penekanan issu oleh media dan persepsi pemilih bahwa issue itu penting adalah sebesar
0,967. Untuk kategori “ringan” sebesar 0,979. Hal ini menunjukkan hubungan yang sangat kuat
antara penekanan yang diberikan pada issue-issue kampanye yang berbeda oleh media massa dan
penilaian pemilih mengenai keutamaan dan pentingnya bermacam-macam topik kampanye.

Penelitian Funkhouser menunjukkan hubungan antara opini publik degan isi media, dan hubungan
antara isi media dengan realitas. Dalam penelitiannya, hubungan pertama (opini publik – media)
menunjukkan kesesuaian yang kuat antara tingkat pentingnya/importansi issue menurut publik dengan
jumlah liputan yang diberikan untuk issue tersebut oleh media. Sementara untuk hubungan kedua (isi
media – realitas) kelihatan seakan-akan liputan media tidak begiu sesuai dengan realitas issue.
Penelitian Funkhounser pula menunjukkan bahwa media berita tidak memberikan gambaran yang
akurat mengenai apa yang sedang terjadi.

Antara 1968 – 1989 pula, jajak pendapat menunjukkan publik yang semakin prihatin dengan masalah
narkoba Amerika. Selama periode yang sama, persentase orang yang melaporkan penggunaan obat
secara ilegal terus menurun. Apakah yang menyebabkan persepsi publik yang jelas keliru tersebut?
Selama periode itu pula, pemerintah Federal US mencanangkan “perang melawan narkoba”. Jumlah
berita dalam surat kabar yang berkenaan dengan narkoba meningkat dratis saat itu, terutaman
menjelang akhir periode.

Teori ini dijelaskan melalui pengecekan korelasi antara tingkat pemberitaan media atas suatu berita
dibandingkan dengan sejauhmana rakyat berfikir bahwa berita itu penting. Dalam kata lain
mengecek keselarasan antara stressing/titik berat pemberitaan suatu media dengan kebutuhan rakyat
akan informasi tersebut. Untuk membedakan keduanya, agenda-media adalah pengesetan issue yang
dialamatkan oleh sumber-sumber media, sementara agenda-publik adalah issue-issue yang publik
anggap penting untuk diketahui.

Praktik pemantauan media dapat dilakukan dengan mengamati dan menganalisis produk media, baik
media cetak maupun media elektronik (radio dan televisi) dengan berfokus pada aspek-aspek antara
lain:
 Kepentingan kekuasaan politik.
 Kepentingan kekuasaan ekonomi.
 Kepentingan kekuasaan budaya/komunalisme.
 Kepentingan media massa.
 Kolusi antara media massa dan kekuasaan (politik, ekonomi, budaya/komunalisme)

Bentuk agenda-setting ini dapat kita lihat jelas pada peristiwa meninggalnya mantan presiden Soeharto
lalu. Dimana banyak sekali liputan yang menonjolkan pencitraan positif menggiring publik untuk
melupakan dosa-dosa yang dilakukan Soeharto selama 32 tahun berkuasa. Aliansi Jurnalis Independen
(AJI) Bandung bahkan menyebut tindakan yang dilakukan media massa sebagai “parade sirkus
penghapusan dosa-dosa Soeharto”. Pastinya terkait dengan masih besarnya porsi kepemilikan media
oleh keluarga cendana.
Konsep Pembentukan Agenda
Peneliti Gladys Engel Lang dan Kurt Lang (1983) meneliti hubungan antara pers dan opini publik
selama krisis Watergate dan menemukan bahwa gagasan asli penentuan agenda perlu untuk diperluas
guna menjelaskan babak yang rumit dalam sejarah Amerika tsb. Mereka menganjurkan agar konsep
penentuan agenda diperluas menjadi konsep pembentukan agenda (agenda building), sebagai sebuah
proses kolektif media – pemerintah – publik saling mempengaruhi satu sama lain dalam menentukan
issue-issue apa yang dianggap penting. Keduanya merinci proses pembentukan agenda tsb kedalam
enam langkah:

(1) Pers menyoroti beberapa kejadian atau aktivitas dan membuat kejadian atau aktivitas tersebut
menjadi menonjol.
(2) Jenis-jenis issue yang berbeda membutuhkan jumlah dan jenis liputan berita yang berbeda untuk
mendapatkan perhatian. Watergate adalah issue ambang batas tinggi, oleh karenanya ia
membutuhkan liputan yang komprehensif untuk mendapatkan perhatian publik.
(3) Peristiwa-peristiwa dan aktivitas dalam fokus perhatian harus “dibingkai”, atau diberi makna
hingga dapat difahami. Watergate semula dibingkai sebagai issue partisan dalam kampanye
pemilihan yang membuatnya sulit untuk dilihat dalam kerangka yang berbeda, yaitu sebagai
sebuah gejala korupsi politik yang tersebar luas.
(4) Bahasa yang dipergunakan dapat mempengaruhi persepsi akan pentingnya sebuah issue.
Referensi awal menggambarkan issue sebagai “joke” selama berbulan-bulan, cenderung
merendahkannya. Tapi penggantian dengan referensi dengan istilah skandal meningkatkan nilai
penting issue.
(5) Media menghubungkan aktifitas atau kejadian yang telah menjadi fokus perhatian dengan
simbol-simbol sekunder yang lokasinya pada lanskap politik mudah diketahui. Orang memerlukan
dasar untuk berpihak pada suatu issue. Dalam kasus Watergate, mereka dibantu untuk melakukan
keberpihakan dengan simbol-simbol sekunder semisal “keharusan menyampaikan fakta” dan
“kepercayaan pada pemerintah”.
(6) Pembentukan agenda dipercepat ketika individu-individu terkenal dan dapat dipercaya mulai
berbicara tentang sebuah issue. Misalnya, ketika Hakim John Sirca berkata bahwa ada kebenaran
yang disembunyikan kepada publik dalam kasus Watergate. Pernyataan ini berdampak pada
orang-orang terkenal lainnya, yang membuat mereka lebih bersedia untuk buka mulut.

----- oo0oo -----

Anda mungkin juga menyukai