Anda di halaman 1dari 4

Kamis, 05 Agustus 2010 - 01:35:32 WIB

Mahasiswa Ideal, Menebar Sejuta Manfaat


Diposting oleh : admin
Kategori: Opini - Dibaca: 1363 kali

Berbicara seputar mahasiswa memanglah sangat menarik. Kenapa? Mahasiswa merupakan


pemuda yang notabene adalah bagian dari masyarakat yang mempunyai potensi dan ilmu yang
tinggi. Dengan potensi dan ilmunya, mahasiswa mempunyai posisi tawar terhadap berbagai
kebijakan yang dibuat oleh pihak kampus maupun pihak pemerintahan Indonesia. Kritikan,
saran, serta ide yang diajukan mahasiswa cukup diperhitungkan oleh berbagai pihak, sehingga
masyarakat sering menyebut mahasiswa sebagai komponen elit masyarakat.

Melihat fakta sekarang membuat penulis sangat miris dan prihatin. Mahasiswa yang sejatinya
sebagai agen perubahan dan agen perbaikan bangsa malah sibuk dengan dirinya sendiri tanpa
memikirkan lingkungan sekitarnya. Mereka hanya sibuk mengejar Indeks Prestasi Kumulatif
(IPK) cumlaude semata atau menghabiskan waktu melakukan kegiatan yang kurang bermanfaat.
Hal ini semakin menekan mahasiswa untuk hanya berkutat pada akademik. Mereka menganggap
bahwa sukses dalam bidang akademik adalah segala-galanya untuk mendapatkan pekerjaan yang
layak. Padahal, pekerjaan yang layak akan dimiliki jika seseorang memiliki kemampuan serta
keahlian yang lebih dibanding yang lain. Dengan potensi dan posisi mahasiswa yang sangat
strategis, mahasiswa seharusnya memanfaatkan waktu dan kesempatan yang ada.

Mengikuti organisasi adalah salah satu caranya. Mahasiswa dapat mengikuti berbagai macam
organisasi mahasiswa, misalnya Unit Kerohanian Islam di kampus dan oraganisasi mahasiswa
lainnya yang positif. Dengan mengikuti organisasi, seorang mahasiswa dapat
mengimplementasikan ilmu yang telah diperoleh dari bangku kuliah, sehingga ilmu yang
diperoleh juga dapat bermanfaat bagi orang lain. Selain itu, dengan berorganisasi mahasiswa
akan mendapat berbagai macam manfaat. Manfaat tersebut antara lain: belajar disiplin, terutama
dalam memanajemen waktu. Selain itu, kita juga belajar untuk menghargai orang lain, belajar
berkomunikasi dan bersosialisasi terhadap orang lain, melatih rasa percaya diri, memupuk rasa
tanggung jawab, meningkatkan rasa solidaritas terhadap teman dan lain sebagainya. Organisasi
adalah sarana untuk belajar. Jika kita sudah terbiasa melatih diri untuk berusaha
menyeimbangkan berbagai aspek, terutama kuliah dan organisasi, harapannya kita tidak akan
kaget dalam menghadapi kehidupan di masa mendatang.

Rupanya, sukses akademik dan organisasi belumlah cukup untuk menjadikan diri kita menjadi
super star. Menurut hemat penulis, super star adalah seorang mahasiswa ideal, mahasiswa yang
dapat memahami, menyadari, dan menjalankan peran yang dibebankan kepadanya dengan
sebaik-baiknya. Untuk menjadi mahasiswa yang ideal, kita harus mempunyai wawasan yang luas
terhadap berbagai macam ilmu pengetahuan, terutama terhadap ilmu yang menjadi fokus kita,
mengikuti organisasi untuk meningkatkan kapasitas diri, bekerja melatih diri untuk dapat
menghidupi dirinya sendiri serta dapat berprestasi di berbagai bidang lainnya, misalnya di bidang
kerohanian, di bidang karya ilmiah, dan lain sebagainya. Harapannya, apapun yang kita lakukan
sekarang ini tidak hanya bermanfaat untuk diri kita, tetapi juga dapat berdampak pada
kesejahteraan umat, senyum indah negeri kita. Wallahu’alam.

MEITA WULAN SARI

Mahasiswi FMIPA UNY&Aktivis Pena Profetik UNY

BEM – MAHASISWA IDEAL
Mahasiswa merupakan icon bagi setiap moment perubahan kebijakan di
kampus. Bahkan dikatakan bahwa mahasiswa merupakan agent of change dan
iron stock masa depan. Paradigma ini menuntut setiap mahasiswa untuk aktif
dalam setiap moment di kampus bahkan sampai tingkat negara. Mengapa
paradigma ini perlu? Jika mahasiswa cuek terhadap perkembangan suatu
kebijakan kampus ataupun negara dan ternyata kebijakan tersebut merugikan
rakyat, siapa yang akan melakukan penentangan dan pengkritisan? Orang miskin,
tukang becak atau pengusaha?
Sejarah mencatat bahwa tahun 1996–1998, mahasiswa mengalami
masa–masa menegangkan dan penuh perjuangan dalam mengawal masa
kepemimpinan rezim Soeharto. Bukan hanya harta ataupun waktu, tetapi
nyawapun siap untuk mereka korbankan. ”Beda zaman, beda kondisi”. Mungkin
itulah yang sedang melanda sebagian besar mahasiswa Indonesia. Pernyataan di
atas ada benarnya. Namun, kebanyakan mahasiswa sekarang menafsirkan
berbeda. Mereka beranggapan bahwa kuliah itu yang penting lulus dengan IPK
bagus dan cepat kerja. Tidak seperti mahasiswa dulu yang lebih senang berurusan
dengan birokrasi. ”Sekarang kondisinya sudah lain, tak seperti dulu”. Inilah yang
menjadi trend mahasiswa sekarang.
Tampaknya telah terjadi pergeseran paradigma mahasiswa kemarin dan
saat ini. Kalau kemarin mahasiswa cenderung bergerak untuk kesejahteraan
rakyat, tetapi terkadang lupa akan studinya. Sekarang malah sebaliknya, aktif
mengejar urusan studi, tetapi jiwa sosialnya mulai luntur. Bila kita mencermati dua
kondisi mahasiswa di atas maka tampak bahwa tiap zaman, mahasiswa memiliki
kelebihan dan kelemahan yang berbeda. Lalu, tipe mahasiswa apa yang ideal ?
Mahasiswa merupakan golongan elit di bangsa ini. Dari sekian banyak
pemuda di negeri ini, merekalah yang memiliki kapasitas keilmuan lebih dari
sisanya. Sebenarnya, merekalah yang paling bisa diharapkan untuk memimpin
perubahan bangsa ini. Dan pada kenyataannnya memang bangsa ini berharap
pada mereka, walaupun bangsa ini tidak menyadarinya.
Karena itu, mahasiswa, telah dibebani tiga buah peran: 1) agen
perubahan, 2) penjaga nilai, dan 3) cadangan masa depan. Mahasiswa ideal
adalah mereka yang dapat menyadari, memahami, dan menjalankan peran yang
diberikan kepada mereka dengan sebaik-baiknya.
Diperlukan kapasitas yang cukup untuk menjalankan peran-peran
tersebut dengan baik. Ada tiga kelompok besar kapasitas yang diperlukan: 1)
kapasitas akhlak dan moral, 2) kapasitas sosial politik, 3) kapasitas keilmuan dan
keprofesian.
Seorang agen perubahan dituntut untuk memberikan pengaruh kepada
manusia yang lain sehingga perubahan itu dapat terjadi di sekitarnya. Ini menuntut
adanya pengetahuan yang cukup tentang manusia. Di sinilah letak pentingnya
kapasitas sosial politik. Agar para agen tersebut dapat berkomunikasi secara baik
dengan manusia lainnya untuk menyampaikan gagasan perubahan yang
dibawanya serta efektif dalam merekayasa perubahan sosial di sekitarnya.
Mahasiswa sebagai penjaga nilai memerlukan kapasitas akhlak dan
moral yang baik. Dapat disimpulkan secara sederhana bahwa akar permasalahan
yang ada di bangsa ini adalah busuknya moralitas. Mahasiswalah yang masih
dianggap idealis untuk mengatakan yang benar itu benar dan salah itu salah.
Karena mahasiswa dinilai tidak memiliki kepentingan politis dalam
memperjuangkan apa yang dikatakannya.
Sebagai cadangan masa depan, mahasiswa yang akan mengisi pospos
kepemimpinan negeri ini. Mereka adalah calon ilmuan, insinyur, dokter,
menteri, jaksa, polisi, presiden, dsb. Untuk dapat memimpin, kemampuan retorika
dan moralitas yang baik saja tidak cukup. Melainkan diperlukan juga kompetensi
konkret yang mumpuni di bidang masing-masing. Semakin banyak bidang yang
kita unggul di dalamnya, semakin banyak bahasa yang bisa kita gunakan untuk
membahasakan kita.
Dengan keseimbangan antara ketiga peran dan kapasitas yang
diperlukan dalam menjalankan peran tersebut, maka akan mucul generasi baru
dan era baru mahasiswa yang lebih baik, generasi dari sebuah akumulasi dua era
sebelumnya, sudah saaatnya kita bergerak memulai era tersebut, mulailah saat ini,
dan mulailah dari diri kita masing – masing. Kalau bukan kita, lalu siapa
lagi?.(Setyadi, dari berbagai sumber)

Anda mungkin juga menyukai