Tim Peneliti
Halaman
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga iii
6.2. Jumlah Tanggungan ............................................. 6-1
6.3. Matapencaharian Tambahan ................................... 6-2
6.4. Pendapatan ....................................................... 6-2
6.5. Kepemilikan Aset Produksi ..................................... 6-2
6.5.1. Armada Penangkapan ................................... 6-2
6.5.2. Alat Tangkap ............................................. 6-3
6.6. Persepsi Terhadap Budidaya Laut ............................. 6-3
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga v
4.12. Banyaknya Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Kabupaten Lingga
Tahun 2007 .................................................................. 4-10
4.13. Volume Produksi Perikanan Laut Menurut Jenis Kegiatan di
Kabupaten Lingga Tahun 2007 ........................................... 4-11
4.14. Nilai Produksi Perikanan Laut Menurut Jenis di Kabupaten Lingga
Tahun 2007 .................................................................. 4-11
4.15. Armada Kapal/Perahu Penangkap Ikan Yang Beroperasi Menurut
Kecamatan di Kabupaten Lingga Tahun 2007 .......................... 4-12
4.16. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Lingga, 2004 – 2006 ........ 4-12
5.1. Jenis Alat Tangkap Berdasarkan Musim di Desa Limbung ............ 5-4
5.2. Hasil Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap di Desa Limbung ....... 5-6
5.3. Jenis Alat Tangkap Berdasarkan Musim di Desa Mamut .............. 5-13
5.4. Jenis Alat Tangkap Berdasarkan Musim di Desa Benan ............... 5-19
5.5. Jenis Alat Tangkap Berdasarkan Musim di Desa Batu Belobang ..... 5-23
5.6. Jenis Alat Tangkap Berdasarkan Musim di Desa Sekanah ............ 5-29
5.7. Jenis Alat Tangkap Berdasarkan Musim di Desa Temiang ............ 5-35
5.8. Jenis Alat Tangkap Berdasarkan Musim di Kelurahan Senayang .... 5-40
6.1. Tingkat Pendidikan Responden di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga .. 6-1
6.2. Jumlah Tanggungan Responden di Lokasi Coremap II Kabupaten
Lingga ........................................................................ 6-2
6.3. Mata Pencaharian Tambahan Responden di Lokasi Coremap II
Kabupaten Lingga .......................................................... 6-3
6.4. Pendapatan Responden di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga ... 6-3
6.5. Jenis Armada Penangkapan yang Digunakan Responden ............. 6-4
6.6. Jenis Alat Tangkap yang Digunakan Responden di Lokasi Coremap
II Kabupaten Lingga ....................................................... 6-5
6.7. Kepemilikan Kebun Oleh Responden di Lokasi Coremap II
Kabupaten Lingga .......................................................... 6-5
6.8. Frekuensi Terserang Penyakit, Jenis Penyakit dan Tempat Berobat
di Kabupaten Lingga Berdasarkan Kelurahan .......................... 6-6
6.9. Bahan Perumahan, Jenis Atap Rumah dan Alat Penerangan yang
Digunakan Responden di Lokasi Coremap II ............................ 6-7
6.10. Persepsi dan Sikap Terhadap Responden Terhadap Pengembangan
Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga .............. 6-7
7.1. Hasil Pengukuran Kualitas Air dan Pengamatan Lingkungan
Perairan di Centeng ........................................................ 7-1
7.2. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot ................... 7-2
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga vi
7.3. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot ................... 7-3
7.4. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot ................... 7-4
7.5. Hasil Pengukuran Kualitas Air dan Pengamatan Lingkungan
Perairan di Desa Mamut ................................................... 7-7
7.6. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot ................... 7-7
7.7. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot ................... 7-8
7.8. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot ................... 7-9
7.9. Hasil Pengukuran Kualitas Air dan Pengamatan Lingkungan
Perairan di Desa Benan .................................................... 7-12
7.10. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot ................... 7-12
7.11. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot ................... 7-13
7.12. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot ................... 7-14
7.13. Hasil Pengukuran Kualitas Air dan Pengamatan Lingkungan Perairan
di Berjung .................................................................... 7-17
7.14. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot ................... 7-17
7.15. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot ................... 7-18
7.16. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot ................... 7-19
7.17. Hasil Pengukuran Kualitas Air dan Pengamatan Lingkungan Perairan
di Teregeh ................................................................... 7-22
7.18. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot ................... 7-22
7.19. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot ................... 7-23
7.20. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot ................... 7-24
7.21. Hasil Pengukuran Kualitas Air dan Pengamatan Lingkungan Perairan
di Tajur Biru ................................................................. 7-27
7.22. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot .................. 7-27
7.23. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot .................. 7-28
7.24. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot .................. 7-29
7.25. Hasil Pengukuran Kualitas Air dan Pengamatan Lingkungan
Perairan di Pena’ah ........................................................ 7-32
7.26. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot ................... 7-32
7.27. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot ................... 7-33
7.28. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot ................... 7-34
7.29. Potensi Lahan yang Sesuai dan yang Dapat Dimanfaatkan untuk
Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten
Lingga ........................................................................ 7-37
7.30. Hasil Perhitungan Tentang Kelayakan Ekonomi Pengembangan
Budidaya Rumput Laut di Seluruh Lokasi ............................. 7-38
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga vii
7.31. Hasil Perhitungan Tentang Kelayakan Ekonomi Pengembangan
Budidaya Ikan dalam KJA di Seluruh Lokasi .......................... 7-39
7.32. Hasil Perhitungan Tentang Kelayakan Ekonomi Pengembangan
Budidaya Ikan dalam Keramba Tancap di Seluruh Lokasi .......... 7-40
7.33. Hasil Perhitungan Tentang Kelayakan Ekonomi Pengembangan
Budidaya Teripang di Seluruh Lokasi .................................. 7-41
7.34. Kelemahan dan Upaya yang Harus Dilakukan Jika Akan
Mengembangkan Budidaya Laut di Setiap Desa ........................ 7-63
7.35. Prioritas Pengembangan Budidaya Laut di Masing-Masing Desa ..... 7-68
7.29. Hasil Perhitungan Tentang Kelayakan Ekonomi Pengembangan
Budidaya Rumput Laut di Seluruh Lokasi ............................. 7-36
7.30. Hasil Perhitungan Tentang Kelayakan Ekonomi Pengembangan
Budidaya Ikan dalam KJA di Seluruh Lokasi .......................... 7-37
7.31. Hasil Perhitungan Tentang Kelayakan Ekonomi Pengembangan
Budidaya Ikan dalam Keramba Tancap di Seluruh Lokasi .......... 7-38
7.32. Hasil Perhitungan Tentang Kelayakan Ekonomi Pengembangan
Budidaya Teripang di Seluruh Lokasi .................................. 7-39
7.33. Kelemahan dan Upaya Yang Harus Dilakukan Jika Akan Mengembangkan
Budidaya Laut di Setiap Desa ............................................. 7-61
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga ix
Bab
1
PENDAHULUAN
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 1-1
semakin menurun dan 3). Mengurangi tekanan terhadap ekosistem terumbu
karang. Dengan demikian pengembangan budidaya laut merupakan salah satu
peluang usaha alternatif yang dapat diimplementasikan.
1.2. Tujuan
1.3. Luaran
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 1-2
Bab
2
TINJAUAN PUSTAKA
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 2-2
Sejak tahun 1986 sampai sekarang jenis rumput laut yang banyak
dibudidayakan di Kepualauan Seribu adalah jenis Eucheuma cottonii.
Rumput laut jenis Eucheuma cottonii ini juga dikenal dengan nama
Kappaphycus alvarezii. Menurut Dawes dalam Kadi dan Atmadja (1988)
bahwa secara taksonomi rumput laut jenis Eucheuma dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieriaceae
Genus : Eucheuma
Spesies : Eucheuma cottonii
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 2-3
a. Kondisi Lingkungan Fisika
• Rumput laut tumbuh pada salinitas yang tinggi. Penurunan salinitas akibat air
tawar yang masuk akan menyebabkan pertumbuhan rumput laut menjadi
tidak normal. Salinitas yang dianjurkan untuk budidaya rumput laut sebaiknya
jauh dari mulut muara sungai. Salinitas yang dianjurkan untuk budidaya
rumput laut Eucheuma cottonii adalah 28-35 ppt (Ditjenkan Budidaya, 2005).
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 2-4
• Mengandung cukup makanan berupa makro dan mikro nutrien. Menurut
Joshimura dalam Wardoyo (1978) bahwa kandungan fosfat sangat baik
bila berada pada kisaran 0,10-0,20 mg/1 sedangkan nitrat dalam kondisi
berkecukupan biasanya berada pada kisaran antara 0,01-0,7 mg/1.
Dengan demikian dapat dikatakan perairan tersebut mempunyai tingkat
kesuburan yang baik dan dapat digunakan untuk kegiatan budidaya laut.
Metode ini dapat dilakukan pada dasar perairan yang terdiri dari pasir,
sehingga mudah untuk menancapkan patok/pancang. Metode ini sulit
dilakukan pada dasar perairan yang berkarang. Bibit diikat dengan tali
rafia yang kemudian diikatkan pada tali plastik yang direntangkan pada
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 2-5
pokok kayu atau bambu. Jarak antara dasar perairan dengan bibit yang
akan dilakukan berkisar antara 20-30 cm. Bibit yang akan ditanam
berukuran 100-150 gram, dengan jarak tanam 20-25 cm. Penanaman dapat
pula dilakukan dengan jaring yang berukuran yang berukuran 2,5x5 m2
dengan lebar mata 25-30 cm dan direntangkan pada patok kemudian bibit
rumput laut diikatkan pada simpul-simpulnya.
Metode ini cocok untuk perairan dengan dasar perairan yang berkarang dan
pergerakan airnya di dominasi oleh ombak. Penanaman menggunakan
rakit-rakit dari bambu sedang dengan ukuran tiap rakit bervariasi
tergantung dari ketersediaan material, tetapi umumnya 2,5x5 m2 untuk
memudahkan pemeliharaan.
Pada dasarnya metode ini sama dengan metode lepas dasar hanya posisi
tanaman terapung dipermukaan mengikuti gerakan pasang surut. Untuk
mempertahankan agar rakit tidak hanyut digunakan pemberat dari batu
atau jangkar. Untuk menghemat area, beberapa rakit dapat dijadikan
menjadi satu dan tiap rakit diberi jarak 1 meter untuk memudahkan dalam
pemeliharaan. Bibit diikatkan pada tali plastik dan atau pada masing-
masing simpul jaring yang telah direntangkan pada rakit tersebut dengan
ukuran berkisar antara 100-150 gram.
2.2.4. Pertumbuhan
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 2-6
Pertumbuhan juga merupakan salah satu aspek biologi yang harus
diperhatikan. Ukuran bibit rumput laut yang ditanam sangat berpengaruh
terhadap laju pertumbuhan dan bibit thallus yang berasal dari bagian ujung
akan memberikan laju pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan bibit
thallus dari bagian pangkal. Menurut Puslitbangkan (1991), laju pertumbuhan
rumput laut yang dianggap cukup menguntungkan adalah diatas 3%
pertambahan berat perhari.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 2-7
Gerakan/goyangan rakit yang terlalu keras akan menyebabkan kerontokan
rumput laut. Metode rakit apung sangat cocok dikembangkan pada perairan
yang dasarnya terdiri dari karang dan pergerakannya didominasi oleh ombak.
Kelebihan dari metode rakit apung dibandingkan dengan metode lain adalah
pertumbuhan tanaman lebih baik karena pergerakan air dan intensitas cahaya
yang diterima oleh tanaman cukup baik. Selain itu tanaman lebih aman dari
gangguan bulu babi dan pemeliharaan tanaman lebih mudah dilakukan.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 2-8
Laju pertumbuhan per hari sangat ditentukan oleh sesuai atau tidaknya
perairan tersebut bagi kehidupan tanaman. Salah satu faktor terpenting
adalah cukup kuat tidaknya gerakan air/arus yang berfungsi sebagai pembawa
makanan/zat hara tanaman. Kondisi perairan yang optimum untuk budidaya
E. spinosum adalah kecepatan air sekitar 20-40 cm per detik, dasar perairan
cukup keras tidak berlumpur, kisaran salinitas 28-34 ppt (optimum 33 ppt),
suhu air berkisar 20-28oC dengan fluktuasi harian maksimal 4oC, kecerahan
tidak kurang dari 5 m, pH antara 7,3 - 8,2 (Foscarini, et al, 1990; Cholik,
1991; Ismail, 1992).
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 2-9
Dalam kegiatan usaha budidaya ikan di perairan laut harus
mempertimbangkan beberapa faktor resiko. Faktor kemudahan lokasi
budidaya dan termasuk parameter fisika, kimia dan biologi perairan. Adapun
faktor resiko yang meliputi keterlindungan, pencemaran, manusia, perbedaan
kepentingan. Faktor kemudahan meliputi antara lain yaitu dekat dengan
tempat tinggal, listrik, penyedia barang, pasar dan lain-lain. Sedangkan untuk
spesifikasi lokasi meliputi kondisi pasang surut, arus, kedalaman air, oksigen
terlarut, salinitas, pH, suhu, kekeruhan dan sifat biologi perairan lainnya
(Rahardjo & Winanto, 1997).
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 2-10
• Lokasi yang dipilih juga tidak tercemar oleh limbah industri, limbah rumah
tangga, limbah pertanian dan lain-lainnya. Untuk mempertimbangkan
lokasi bebas dari pencemaran adalah dengan mempertimbangkan BOD5
harus besar dari 5 mg/l, kadar amonia maksimal 0,1 ppm dan total bakteri
tidak boleh melampui 3.000 sel/m3.
• Untuk pemilihan lokasi sebaiknya mempertimbangkan lalu lintas perahu
atau kapal, sehingga tidak menganggu ketenangan ikan yang dibudidayakan
di keramba jaring apung, maka lokasi budidaya sebaiknya dipilih di teluk,
selat di antara pulau-pulau yang berdekatan atau perairan terbuka dengan
terumbu karang penghalang yang cukup panjang.
• Selain itu dapat mempertimbangkan ancaman predator. Beberapa hewan
laut yang sering mengganggu keramba, antara lain adalah ikan buntal dan
ikan-ikan besar yang ganas, misalnya hiu. Hewan yang merusak keramba
dan mengancam ketenangan ikan, sehingga produksi dapat berkurang atau
bahkan hilang sama sekali.
• Oksigen terlarut adalah satu jenis gas terlarut dalam air dengan jumlah yang
sangat banyak. Oksigen diperlukan ikan untuk pernapasannya dalam air.
Untuk pertumbuhan ikan-ikan laut, kandungan oksigen terlarut dalam air
minimal 4 ppm, sedangkan kandungan optimum adalah antara 5 – 6 ppm.
• pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi
kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif dan dapat
membunuh ikan. Untuk usaha budidaya ikan agar berhasil dengan baik pH
air sebaiknya berkisar antara 6,5 – 9,0 dan pertumbuhan optimal ikan
terjadi pada pH 7- 8.
• Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena penyebaran
organisme baik di lautan maupun diperairan tawar dibatasi oleh suhu
perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan
pertumbuhan ikan. Suhu juga mempengaruhi selera makan ikan, ikan akan
lahap makan pada pagi dan sore hari sewaktu suhu air berkisar 27 – 28 oC.
Adapuan suhu optimal bagi kehidupan ikan adalah antara 24 – 32 oC.
• Salinitas adalah konsentrasi rata-rata seluruh larutan garam yang terdapat di
dalam air laut. Untuk keperluan budidaya ikan laut, maka salinitas disesuaikan
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 2-11
dengan jenis ikan yang akan dibudidayakan. Ikan kerapu karang dan kerapu
bebek salinitas berkisar 33 – 35 ppt, kerapu lumpur antara 15 – 35 ppt,
Beronang pada salinitas antara 15 – 35 ppt, Kakap antara salinitas 30 – 35 ppt
sedangkan kakap putih pada salinitas antara 10 – 35 ppt.
a. Kerangka/rakit
Kerangka berfungsi sebagai tempat peletakan kurungan, terbuat dari bahan
bambu, kayu, besi bercat anti karat atau paralon. Bahan yang dianjurkan
adalah bahan yang relatif murah dan mudah didapati di lokasi budidaya.
Bentuk dan ukuran rakit bervariasi tergantung dari ukuran yang digunakan.
Setiap unit kerangka biasanya terdiri atas 4 (empat) buah kurungan.
b. Pelampung
Pelampung berfungsi untuk melampungkan seluruh sarana budidaya
termasuk rumah jaga dan benda atau barang lain yang diperlukan untuk
kepentingan pengelolaan. Bahan pelampung dapat berupa drum
plastik/besi atau styrofoam (pelampung strofoam). Ukuran dan jumlah
pelampung yang digunakan disesuaikan dengan besarnya beban. Sebagai
contoh untuk menahan satu unit kerangka yang terdiri dari empat buah
kurungan yang masing-masing berukuran (3x3x3) m³ diperlukan pelampung
drum plastik/drum besi volume 200 liter sebanyak 9 buah, atau 11 buah
dengan perhitungan 2 buah, untuk menahan beban lain (10/4x9) buah
ditambah 2 buah untuk menahan beban tambahan. Pelampung diikat
dengan tali polyethyline (PE) yang bergaris tengah 0,8-1,0 cm.
c. Kurungan
Kurungan atau wadah untuk memelihara ikan, disarankan terbuat dari bahan
polyethline (PE) karena bahan ini disamping tahan terhadap pengaruh
lingkungan juga harganya relatif murah jika dibandingkan dengan bahan-bahan
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 2-12
lainnya. Bentuk kurungan bujur sangkar dengan ukuran (3x3x3) m³. Ukuran
mata jaring disesuaikan dengan ukuran ikan yang dibudidayakan. Untuk ukuran
ikan dengan panjang kurang dari 10 cm lebar mata yang digunakan adalah
8 mm (5/16 inchi). Jika panjang ikan berkisar antara 10-15 cm lebar mata
jaring digunakan adalah 25 mm (1 inchi), sedangkan untuk ikan dengan ukuran
panjang 15-40 cm atau lebih digunakan lebar mata jaring ukuran 25-50 mm
(1-2 inchi). Pemasangan kurungan pada kerangka dilakukan dengan cara
mengikat ujung tali ris atas pada sudut rakit. Agar kurungan membentuk
kubus/kotak digunakan pemberat yang diikatkan pada keempat sudut tali ris
bawah. Selanjutnya pemberat diikatkan ke kerangka untuk mempermudah
pekerjaan pengangkatan/penggantian kurungan untuk mencegah kemungkinan
lolosnya ikan atau mencegah serangan hewan pemangsa, pada bagian atas
kurungan sebaiknya diberi tutup dari bahan jaring.
d. Jangkar
Agar seluruh sarana budidaya tidak bergeser dari tempatnya akibat
pengaruh arus angin maupun gelombang, digunakan jangkar. Jangkar dapat
terbuat dari beton atau besi. Setiap unit kurungan jaring apung
menggunakan 4 buah jangkar dengan berat antara 25-50 kg. Panjang tali
jangkar biasanya 1,5 kali kedalaman perairan pada waktu pasang tinggi.
Agar sarana budidaya keramba jaring apung ini dapat dimanfaatkan secara
maksimal diperlukan pengelolaan yang baik, secara umum ada dua cara
pengelolaan dalam budidaya ikan dalam keramba jaring apung. Pengelolaan
tersebut berupa pengelolaan sarana budidaya dan pengelolaan ikan peliharaan.
Adapun pengelolaan sarana dan ikan peliharaan (Risktek, 2001; Akbar dan
Sudaryanto, 2001; Tang, Alawi dan Kusai, 2002; Ghufron, 2005) sebagai berikut:
• Pengelolaan Sarana
• Pengelolaan Ikan
Ketimun laut atau teripang atau trepang adalah istilah yang diberikan
untuk hewan invertebrata timun laut (Holothuroidea) yang dapat dimakan. Ia
tersebar luas di lingkungan laut diseluruh dunia, mulai dari zona pasang surut
sampai laut dalam terutama di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik Barat
(id.wikipedia.org, 2009). Di beri nama “Sea Cucumber” karena bentuknya
seperti ketimun. Kelompok hewan ini adalah sea cucumbers atau holothurians
(disebut holothurians karena hewan ini dimasukkan dalam kelas
Holothuroidea). Kelompok timun laut yang ada di dunia ini lebih dari 1200
jenis, dan sekitar 30 jenis di antaranya adalah kelompok teripang
(id.wikipedia.org)
Teripang adalah hewan yang bergerak lambat, hidup pada dasar substrat
pasir, lumpur pasiran maupun dalam lingkungan terumbu. Teripang merupakan
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 2-14
komponen penting dalam rantai makanan di terumbu karang dan ekosistem
asosiasinya pada berbagai tingkat struktur pakan (trophic levels). Teripang
berperan penting sebagai pemakan deposit (deposit feeder) dan pemakan
suspensi (suspensi feeder). Di wilayah Indo-Pasifik, pada daerah terumbu yang
tidak mengalami tekanan eksploitasi, kepadatan teripang bisa lebih dari 35 ekor
per m2, dimana setiap individunya bisa memproses 80 gram berat kering sedimen
setiap harinya (Purwati, 2005; Darsono, 2005; id.wikipedia.org, 2009).
a. Tempat terlindung
Bagi budidaya teripang diperlukan tempat yang cukup terlindung dari
guncangan angin dan ombak.
c. Salinitas
Dengan kemampuan yang terbatas dalam pengaturan esmatik, teripang
tidak dapat bertahan terhadap perubahah drastis atas salinitas (kadar
garam). Salinitas yang cocok adalah antara 30 – 33 ppt.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 2-15
d. Kedalaman air
Di alam bebas teripang hidup pada kedalaman yang berbeda-beda menurut
besarnya. Teripang muda tersebar di daerah pasang surut, setelah tambah
besar pindah ke perairan yang dalam. Lokasi yang cocok bagi budidaya
sebaliknya pada kedalaman air laut 0,40 sampai 1,50 m pada air surut
terendah.
e. Ketersediaan benih
Lokasi budidaya sebaiknya tidak jauh dari tempat hidup benih secara
alamiah. Terdapatnya benih alamiah adalah indikator yang baik bagi lokasi
budidaya teripang;
f. Kondisi lingkungan
Perairan sebaiknya harus memenuhi standard kualitas air laut yang baik
bagi kehidupan teripang seperti :
• pH 6,5 – 8,5
• Kecerahan air laut 50 cm
• Kadar oksigen terlarut 4 – 8 ppm
• Suhu air laut 20 – 25° celcius
• Disamping itu, lokasi harus bebas dari pencemaran seperti bahan
organik, logam, minyak dan bahan-bahan beracun lainnya
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 2-16
Pemasangan pagar untuk memelihara teripang, baik pagar bambu (kisi-
kisi) ataupun jaring super net cukup setinggi 50 cm sampai 100 cm dari dasar
perairan. Luas lokasi yang ideal penculture ini antara 500 – 1.000 m2
(Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005).
Pemberian makanan tambahan sebaiknya dilakukan pada sore hari. Hal ini
disesuaikan dengan sifat hidup atau kebiasaan hidup dari teripang. Pada waktu
siang hari teripang tidak begitu aktif bila dibandingkan dengan pada malam hari,
karena pada waktu siang hari ia akan membenamkan dirinya dibawah dasar
pasir/karang pasir untuk beristirahat dan untuk menghindari/melindungi dirinya
dari pemangsa/predator, sedangkan pada waktu malam hari ia akan lebih aktif
mencari makanan, baik berupa plankton maupun sisa-sisa endapan karang yang
berada didasar perairan tempat hidupnya.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 2-17
Waktu yang tepat untuk memulai usaha budidaya teripang disuatu
lokasi tertentu ialah 2-3 bulan setelah waktu pemijahan teripang di alam
(apabila menggunakan benih dari alam). Benih alam yang berumur 2 sampai 3
bulan diperkirakan sudah mencapai berat 20 – 50 gram per ekor.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 2-18
Bab
3
METODOLOGI
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 3-1
Gambar 3.1. Peta Kawasan Studi
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 3-2
3.2. Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah peta
dasar, Echosounder, GPS, curren meter, refraktometer, pinggan sechi,
seperangkat komputer, panduan wawancara dan alat tulis.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 3-3
No Komponen Variabel Jenis Data Metoda/Alat
l. Hama/hewan Data primer Observasi dan
herbivora wawancara
3. Kelayakan Ketersediaan bahan Data primer Observasi dan
ekonomi baku/bibit, tenaga wawancara
kerja, pasar dan minat
masyarakat
4. Kelayakan Harga bahan dan Data primer Observasi dan
finansial peralatan budidaya laut wawancara
Data yang diperoleh baik berupa data primer maupun data sekunder
dari kondisi umum wilayah akan ditabulasi yang selanjutnya dianalisis secara
deskriptif.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 3-4
Prosedur penilaian tingkat kesesuaian perairan untuk budidaya laut
pada penelitian ini meliputi 2 metode yaitu : (1) Matrik Kesesuaian dan
(2) Pembobotan.
1. Matrik Kesesuaian
S : Sesuai (Suitable)
Daerah ini mempunyai pembatas yang agak berat untuk
penggunaan tertentu secara lestari. Pembatas tersebut akan
meningkatkan masukan/tingkatan perlakuan yang diberikan.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 3-5
Metode scoring dengan menggunakan pembobotan untuk setiap parameter
dikarenakan setiap parameter memiliki andil yang berbeda dalam menunjang
kehidupan komoditas. Parameter yang memiliki peran yang besar akan
mendapatkan nilai lebih besar dari parameter yang tidak memiliki dampak yang
besar. Untuk komoditas yang berbeda, pembobotan pada setiap parameter juga
berbeda. Jumlah total dari semua bobot parameter adalah 100.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 3-6
Tabel 3.3. Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Ikan Laut dalam Keramba
SS S TS
Parameter Bobot
Skor (3 ) Skor ( 2) Skor (1)
Keterlindungan 10 Terlindung Kurang Terbuka
terlindung
Ketinggian Pasang (m) 10 > 1,0 0,5 – 1,0 < 0,5
Kedalaman Perairan (m) 10 > 10 4 – 10 <4
Oksigen terlarut (mg/I) 5 >5 3-5 <3
Salinitas (ppt) 5 > 30 20 - 30 < 20
Suhu (0C) 5 27 - 32 20 - 26 < 27 - >32
pH 5 7-8 8-9 <7
Kecepatan Arus m/det 10 0,2 – 0,4 0,05 – 0,2 0,4 – 0,5
Tingkat pencemaran 10 Nol Rendah Tinggi
Predator 5 Tidak ada Sedikit Banyak
Dasar Perairan 5 Pasir Pasir Lumpur
berlumpur
Konflik kepentingan 10 Sesuai Kurang Tidak sesuai
dengan Sesuai dengan
RTRW dengan RTRW
RTRW
Akses 5 Mudah Sulit Sangat sulit
Keamanan 5 Aman Kurang aman Tidak aman
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 3-7
SS S TS
Parameter Bobot
Skor (3 ) Skor ( 2) Skor (1)
Kecepatan Arus m/det 10 0,3 – 0,5 0,05 – 0,2 > 0,5
Tingkat pencemaran 10 Nol Sedikit Banyak
Keberadaan seagress 10 Banyak Sedikit Tidak ada
Konflik kepentingan 10 Sesuai Kurang Tidak sesuai
dengan Sesuai dengan
RTRW dengan RTRW
RTRW
Akses 5 Mudah Sulit Sangat sulit
Hasil perkalian bobot dan skor tertinggi adalah 300, sedangkan nilai
perkalian bobot dan skor terendah adalah 100. Untuk mengelompokkan
kesesuaian perairan kedalam 3 katagori yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S) dan
Tidak Sesuai (TS) dapat dilihat dari hasil perkalian nilai bobot dengan skor. Untuk
perkalian bobot dengan skor berkisar antara > 200 - 300 termasuk katagori Sangat
Sesuai (SS), sedangkan perkalian bobot dengan skor berkisar antara >100 - 200
termasuk katagori Sesuai (S). Sementara itu perkalian bobot dengan skor yang
memiliki nilai 100 termasuk katagori Tidak Sesuai (TS).
∑ Sij x Wi
Sx =
∑ Wi
Dimana :
Sx = Indeks terbobot poligon terpilih
Sij = Score kelas ke-j dalam peta ke-i
Wi = Bobot peta ke-i
 Ketersediaan bahan baku (bahan, alat, bibit dan pakan) diberi skor 4 jika
seluruhnya tersedia dilokasi, skor 3 jika sebahagian kecil bahan baku
didatangkan dari luar, skor 2 jika sebahagian besar bahan baku dari luar
dan skor 1 jika seluruh bahan baku didatangkan dari luar daerah.
 Ketersediaan tenaga kerja diberi skor 4 (sangat banyak), 3 (banyak),
2 (kurang), 1 (tidak tersedia)
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 3-9
 Peluang pasar diberi skor 4 (sangat tersedia), 3 (tersedia), 2 (kurang
tersedia ), 1 (belum tersedia).
 Untuk minat diberi skor 4 (sangat tinggi), 3 (tinggi), 2 (rendah) dan
1 (sangat rendah).
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 3-10
Bab
4
KONDISI UMUM WILAYAH
KABUPATEN LINGGA
4.1. Letak dan Luas Wilayah
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 4-1
4.3. Geologi/Fisik Wilayah
4.4. Iklim
Kabupaten Lingga memiliki iklim tropis dan basah dengan variasi curah
hujan rata-rata 224,2 mm sepanjang tahun 2007. Setiap bulannya curah hujan
cenderung bervariasi. Sementara pada bulan September merupakan bulan
dengan curah hujan paling banyak. Temperatur udara di Kabupaten Lingga
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 4-2
rata-rata berkisar antara 24,8 0C sampai dengan 27,3 0C. Suhu minimum
terjadi pada bulan Februari, yaitu 20,3 0C dan suhu maksimum terjadi pada
bulan April yaitu 31,3 0C.
4.5. Administrasi
Jumlah Jumlah
No. Kecamatan Nama Ibukota Total
Desa Kelurahan
1. Singkep Barat Kuala Raya 5 5
2. Singkep Dabo Singkep 5 1 6
3. Lingga Daik Lingga 17 1 18
4. Lingga Utara Duara 6 6
5. Senayang Senayang 10 1 11
Total 43 3 46
Sumber : BPS Kabupaten Lingga, 2007
4.6. Demografi
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 4-3
Tabel 4.2. Banyaknya Penduduk Kabupaten Lingga Menurut Jenis Kelamin
Tahun 2007
Tabel 4.3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Status Perkawinan
Tahun 2007
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 4-4
Kelompok Belum Cerai Cerai
No. Kawin Jumlah
Umur Kawin Hidup Mati
9 40 – 44 141 4.809 45 91 5.086
10 45 – 49 50 4.622 91 277 5.040
11 50 – 54 136 4.879 45 464 5.524
12 55 – 59 96 3.407 45 318 3.866
13 60 – 64 0 1.658 50 852 2.561
14 65 – 69 0 857 0 383 1.240
15 70 – 74 91 575 0 645 1.311
16 75 + 45 378 0 554 978
Jumlah 4.0677 42.038 413 3.765 86.894
Pria 22.940 20.823 181 877 44.821
Wanita 17.738 21.216 232 2.888 42.073
Sumber : BPS Kabupaten Lingga, 2007
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 4-5
Status pekerjaan dapat digolongkan menjadi berusaha sendiri, berusaha
dibantu buruh tidak dibayar, berusaha dibantu buruh dibayar,
buruh/karyawan/pegawai, pekerja bebas sektor pertanian, pekerja bebas
bukan sektor pertanian dan yang terakhir adalah pekerja yang tidak dibayar.
Laki-laki yang berstatus pekerjaan berusaha sendiri sebanyak 43,71%,
perempuannya sebanyak 40,38% dan jika dijumlahkan sebanyak 42,75%.
Penduduk laki-laki berusaha dibantu buruh yang tidak dibayar sebanyak 5,14%,
perempuan 3,01% dan jika dijumlahkan 4,53%. Untuk lebih jelasnya,
persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja dan didata oleh
BPS Kabupaten Lingga menurut jenis kelamin pada tahun 2007 dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.5. Persentase (%) Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja
Menurut Status Pekerjaan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Lingga
Tahun 2007
Tabel 4.6. Persentase (%) Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja
Menurut Jenis Pekerjaan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Lingga
Tahun 2007
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 4-7
Tabel 4.7. Banyaknya Sekolah, Guru dan Murid Taman Kanak-Kanak (TK) di
Lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Lingga Menurut
Kecamatan Tahun Ajaran 2007/2008
Sekolah Guru Murid
No. Kecamatan
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta
1. Singkep Barat - 1 - 4 - 39
2. Singkep - 5 - 23 - 305
3. Lingga 1 1 7 2 33 27
4. Lingga Utara - 2 - 5 - 78
5. Senayang - 1 - 2 - 42
Total 1 10 7 36 33 491
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Lingga, 2007
Tabel 4.8. Banyaknya Sekolah, Guru dan Murid Sekolah Dasar (SD) di
Lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Lingga Menurut
Kecamatan Tahun Ajaran 2006/2007
Sekolah Guru Murid
No. Kecamatan
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta
1. Singkep Barat 19 - 208 - 1.862 -
2. Singkep 23 - 360 - 3.123 -
3. Lingga 28 - 289 - 1.810 -
4. Lingga Utara 15 - 173 - 1.160 -
5. Senayang 28 1 229 3 2.527 28
Total 113 1 1.259 3 10.482 28
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Lingga, 2007
Tabel 4.10. Banyaknya Sekolah, Guru dan Murid Sekolah Menengah Atas
(SMA) di Lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Lingga Menurut
Kecamatan Tahun Ajaran 2007/2008
Sekolah Guru Murid
No. Kecamatan
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta
1. Singkep Barat - - - - - -
2. Singkep 3 - 93 - 1157 -
3. Lingga 1 - 22 - 385 -
4. Lingga Utara 1 - 13 - 200 -
5. Senayang 1 - 16 - 175 -
Total 6 - 144 - 1917 -
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Lingga, 2007
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 4-9
Tabel 4.11. Banyaknya Sekolah, Guru dan Murid Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) di Lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Lingga Menurut
Kecamatan Tahun Ajaran 2007/2008
Sekolah Guru Murid
No. Kecamatan
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta
1. Singkep Barat - - - - - -
2. Singkep - 1 - 15 - 169
3. Lingga - - - - - -
4. Lingga Utara - - - - - -
5. Senayang 1 - 8 - 29 -
Total 1 1 8 15 29 169
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Lingga, 2007
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 4-10
Banyaknya produksi perikanan di Kabupaten Lingga adalah sebanyak
88.482,835 ton. Untuk penangkapan sebanyak 16.225,19 ton, untuk budidaya
laut 72.250 ton, untuk budidaya air payau sebesar 2.145 ton dan budidaya air
tawar sebanyak 5,5 ton. Untuk lebih jelasnya, produksi perikanan menurut
kecamatan terlihat dari tabel berikut.
Nilai produksi perikanan yang didata oleh Dinas Sumber Daya Alam
Kabupaten Lingga adalah sebanyak Rp. 199.173.413.000,- yang terdiri dari
pemasukan yang berasal dari penangkapan sebesar Rp. 194.702.280.000,
budidaya laut sebesar Rp. 4.335.008.000, budidaya air payau sebesar
53.625.000 dan budidaya air tawar sebanyak 82.500.000,- (Tabel 4.14.).
Tabel 4.14. Nilai Produksi Perikanan Laut Menurut Jenis di Kabupaten Lingga
Tahun 2007
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 4-11
Tabel 4.15. Armada Kapal/Perahu Penangkap Ikan Yang Beroperasi Menurut
Kecamatan di Kabupaten Lingga Tahun 2007
Tabel 4.16. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Lingga, 2004 – 2006
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 4-12
Bab
5
KONDISI UMUM KAWASAN COREMAP
KABUPATEN LINGGA
5.1. Desa Limbung
5.1.1. Gambaran Umum
Posisi geografis Desa Limbung berapa pada Lintang Utara 0O10’38” dan
104O48’20” Bujur Timur dengan luas wilayah berkisar ± 40.408 km2.
Berdasarkan administrasi, Desa Limbung tidak memiliki laut yang luas
walaupun desa ini terletak di pesisir pantai Pulau Lingga. Sebagian besar
pulau-pulau yang ada di sekitar desa tercatat sebagai bagian dari wilayah
Kecamatan Senayang. Desa Limbung memiliki daratan yang lebih luas dan
pulau-pulau yang berdekatan antara lain P. Kekek, P. Telon, P. Seranggas,
P. Barok, P. Tikus dan P. Hantu.
Pusat Desa berada di dusun I tepatnya di Dusun Air Berani yang dapat
ditempuh dengan 1-2 jam perjalanan dari ibukota Kabupaten Lingga dengan
jarak 37 km, dengan menggunakan kendaraan bermotor. Sedangkan jarak ke
Kota Kecamatan 47 km. Untuk mencapai dusun-dusun yang lain biasanya
menggunakan jalan laut dengan pompong dan sampan karena jalan darat
kondisinya belum memadai.
a. Terumbu Karang
b. Hutan Bakau
Desa Limbung kaya akan jenis tumbuhan bakau, dimana di daerah ini
banyak ditemui jenis bakau seperti Bakau Tumu, Bakau Duduk, Api-api,
Prepat, Nipah, Pandan dan lain-lain. Sebahagian sudah ada yang rusak karena
di daerah ini juga terdapat dapur arang yang terdapat di Pulau Pongo
walaupun di percaya kayu bakau tersebut berasal dari daerah Pulau Kongka
dan Kongki Kelurahan Senayang, namun tidak menutup kemungkinan ada
pemanfaatan bakau dari daerah sekitarnya. Karena adanya laporan dari
masyarakat yang mengatakan bahwa hutan bakau yang ada di Desa Limbung
banyak ditebangi oleh buruh-buruh dapur arang. Padang Lamun dapat ditemui
pada semua wilayah Desa Limbung melingkari sisi luar pantai dari kampung
Linau sampai Air Kelat dan ini sangat bermanfaat bagi nelayan karena
merupakan tempat yang sangat subur untuk perkembangbiakan jenis ikan,
Tripang, Kuda Laut, Moluska, Ketam Ranjungan, Gonggong dan binatang
lainnya. Mempertahankan kondisi bakau saat ini bermanfaat untuk jumlah
spesies yang cukup beragam, kepadatannya cukup baik, untuk itu diperlukan
aturan pemanfaatan bakau. Penentuan lokasi bakau untuk pengembangbiakan
Ketam akan memberikan pendapatan tambahan hasil bagi masyarakat dengan
cara tetap mempertahankan kondisi hutan bakau.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-3
a. Pola Pemanfaatan
Cara dan pola penangkapan seperti ini terbentuk dan terpola karena
kondisi alam. Kondisi iklim secara langsung telah membentuk kebiasaan
masyarakat dalam menggunakan alat tangkap yang berbeda-beda pada setiap
musimnya. Pola pemanfaatan sumberdaya perikanan yang diterapkan seperti
ini sesuai dengan pola-pola pemanfaatan secara berkelanjutan dan secara
tidak langsung telah bersifat
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-4
b. Armada Penangkapan
c. Alat Tangkap
Penduduk Desa Limbung mencari ikan tidak terlalu jauh dari desanya,
pada umumnya mereka menangkap ikan disekitar desa hal ini dikarenakan
lingkungan laut yang ada masih memberikan hasil yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat. Jenis alat tangkap yang banyak digunakan antara lain jaring ketam
(gillnet) yang dimodifikasi dengan ukuran lebar 50 cm - 100 cm dan panjang +
150 meter dengan mata jaring 3,5 - 4 inci dan ada sebagian jaring ikan (jaring
polo) yang digunakan hanya pada saat musim Utara untuk menangkap ikan
Dingkis, Belanak dan Udang. Jenis Ketam yang tertangkap biasanya adalah jenis
Rajungan antara lain Ketam Bulan (Carpilius Marculatus) dan Ketam Bokup
(ateragafis floridus). Alat tangkap bubu di buat sendiri oleh masyarakat dengan
membeli kawat bubu dimana 1 ikat atau gulung biasanya menghasilkan 9 - 13
buah bubu dan ikan yang tertangkap adalah ikan-ikan karang seperti ikan
Mentimun (Lutjanus Carponotatus), Kaci (Plectotinchus. Sp) Kerapu Lumpur,
Kepiting, Kerapu Sunu, Kitarap, dan lain-lain. Alat tangkap bubu juga ada yang
menangkap ketam ranjungan dan ketam bangkang dengan menggunakan umpan
ikan. Sedangkan kelong adalah jenis alat tangkap yang menggunakan lampu
petromak dioperasikan pada malam hari pada saat bulan gelap. Pada musim
Utara alat tangkap ini banyak yang tidak dapat dioperasikan karena gelombang
kuat. Hasil tangkapan yang diperoleh dari alat tangkap ini adalah Ikan Bilis,
Sotong dan ikan-ikan kecil.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-5
Tabel 5.2. Hasil Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap di Desa Limbung
Jumlah Ikan Tangkapan
No Alat Tangkap
Target Ikutan
1. Kelong Ikan Teri Selar
2. Tangkapan Tripang Tripang Sotong
3. Jaring Udang Udang Langgai
4. Jaring Dingkis Dingkis Tekok
5. Jaring ketam Ranjungan Deram
6. Bubu Sunu, Kerapu hitam Mata Kucing
7. Nyomek Cumi-cumi -
8. Tangkapan Gonggong Gonggong Teripang
9. Pancing Kurau, sengarat Pari
10. Rawai Kemejan Jahan
11. Sorot Udang Udang Kepiting bakau
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-6
yang dipelihara berupa kerapu sunu, kerapu lumpur dan kerapu macan.
Walaupun usaha keramba tancap ini telah berjalan cukup lama namun
perkembangannya sangat lambat. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya: 1). Keterbatasan keterampilan; 2). Sulitnya mendapat benih dan
pakan; 3). Masih rendahnya motivasi; dan 4). Kurangnya modal untuk usaha.
Lokasi Desa Mamut terletak diantara Pulau Sebangka dan Pulau Bakung
Besar. Desa ini memiliki pulau-pulau kecil dan besar yang berjumlah 39 buah
pulau, namun hanya 12 buah pulau yang didiami oleh masyarakat. Semua
pulau di Desa Mamut memiliki potensi hutan bakau yang mengelilingi pulau,
sedangkan pada laut terdapat potensi terumbu karang.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-7
bertempat tinggal diatas perahu/sampan terutama suku laut. Sisi negatif dari
kondisi rumah nelayan di sepanjang pantai ini membuat lingkungan
pemukiman menjadi kotor dan kumuh.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-8
di Ujung Kayu dan Secawar. Sekolah dasar di Desa Mamut sangat kekurangan
tenaga pengajar aktif untuk setiap sekolah, walaupun tercantum dalam daftar
tenaga pengajar tetap berjumlah 4 - 6 orang namun rata-rata memiliki tenaga
pengajar berjumlah 2 - 3 orang lengkap dengan kepala sekolah, sedangkan
untuk lokasi jauh hanya memiliki 1 orang tenaga pengajar. Kekurangan tenaga
pengajar ini disebabkan para guru dan tenaga pengajar yang ditempatkan di
pulau pada umumnya tidak betah untuk tinggal bersama masyarakat.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-9
Laut, Camar, Tekukur, Punai, Peregam dan jenis dari Famili Laridae lainnya yang
terdapat di hutan Desa Mamut. Jenis molusca dan binatang laut lainnya juga
banyak terdapat di pesisir pantai seperti Kima (Tridacna squarmosa), Sakat Batu
(Tridacna crocea), Sotong Batu (Sepia latinanusa), Keretal Gurita (Octopus sp),
Nos/Sotong (Sepioteusthis lessoriana), Ranga (Strombus sp), Janik (Diadema
setosum), Sisik atau Penyu (Chelonia mydas), Bintang Laut (Linckin laevigata),
Jelatang (Acanthaster planci) Teripang Batu Keling (Holothuria fuscogilva),
Teripang Nabi (Holothuria fuscopunctata) dan Gamat Batu (Stichopus
noctivagus). Selain ikan ekonomis, beberapa jenis udang dan ikan karang juga
banyak terdapat di perairan sekitar areal pengelolaan terumbu karang.
a. Terumbu Karang
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-10
penelitian, seperti jenis Rengkam (Sargasum, sp) atau Turf Alga sangat
mendominasi. Jenis Red Alga (Nemastoma, sp) dan Padina gymnospora juga
temukan menyebar pada substrat berpasir. Ikan indikator jenis Chetodontoplus
Mesoleucus dan Chelmon Rostratus banyak dijumpai di sekitar perairan Desa
Mamut. Jenis Janik atau Bulu Babi (Diadema Seatosum) banyak di temui hidup di
antara terumbu karang di sekitar Pulau Mamut dan Bugai Besar.
Di Desa Mamut juga banyak ditemui batu-batu cadas dan pasir, dari
hasil manta-tow karang yang hidup paling kecil di Bugai Besar hanya tinggal
8% sedangkan paling tinggi bagian Barat Pulau Mamut sampai pada 42% yang
hidup dan bila ini dijaga dan diawasi maka daerah ini masih punya peluang
untuk melestarikan terumbu karang yang berada di sekitar Desa Mamut.
b. Hutan Bakau
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-11
oleh masyarakat dengan kebutuhan untuk keperluan rumah tangga, pembuatan
gading kapal, keperluan bahan bangunan rumah dan mendukung usaha masyarakat
seperti untuk kebutuhan pembuatan keramba dan kelong ikan. Sedangkan
pemanfaatan secara berkelompok dilakukan oleh perusahaan dapur arang.
a. Pola Pemanfaatan
Cara dan pola penangkapan seberti ini terbentuk dan terpola karena
kondisi alam. Kondisi iklim secara langsung telah membentuk kebiasaan
masyarakat dalam menggunakan alat tangkap yang berbeda-beda pada setiap
musimnya. Pola pemanfaatan sumberdaya perikanan yang diterapkan seperti
ini sesuai dengan pola-pola pemanfaatan secara berkelanjutan dan secara
tidak langsung telah bersifat konservasi dengan menerapkan prinsip-prinsip
konservasi secara umum. Dengan adanya pertukaran alat tangkap dan sasaran
tangkap pada setiap musim, akan dapat memberikan kesempatan kepada
ikan-ikan untuk berkembang biak dan adanya masa pemulihan terhadap siklus
ekosistem di lokasi tangkap tersebut (fishing ground).
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-12
yaitu hanya ukuran yang besar dan cukup tua yang boleh ditebang dan
kayu-kayu tersebut mendapat legalitas dari petugas kehutanan yang
disebut Manteri Kayu.
• Beberapa tempat untuk melakukan aktivitas di laut misalnya pemasangan
tiang pancang kelong, dimana masyarakat harus minta izin orang tua
(sesepuh masyarakat) yang diyakini sebagai penjaga kawasan tersebut dan
hal ini masih berlaku hingga saat ini.
• Penggunaan alat tangkap sondong dilarang menggunakan bahan sondong
dari tile (kelambu) tetapi harus dari bahan jaring halus. Penggunaan bahan
tersebut untuk alat tangkap sondong dipercaya dapat mengurangi jumlah
udang yang ditangkap. Namun kepercayaan ini sudah tidak berlaku pada
saat ini, dibuktikan dengan telah banyaknya masyarakat menggunakan
bahan tile (kelambu) untuk alat tangkap sondong.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-13
b. Armada Penangkapan
c. Alat Tangkap
Penduduk Desa Mamut mencari ikan tidak terlalu jauh dari desanya,
pada umumnya mereka menangkap ikan di perairan sekitar desa. Alat tangkap
yang digunakan juga masih sederhana diantaranya pancing, jaring, bubu,
candit, comek dan pukat (menetap atau bergerak). Dari jenis alat tangkap
masih ditemui alat tangkap ilegal seperti pukat trawl walaupun telah diberi
nama Lempara Dasar. Penggunaan pukat trawl dalam ukuran besar dan kecil
sering dilakukan oleh masyarakat dari luar Desa Mamut. Namun beberapa
masyarakat Desa Mamut juga menggunakan alat ini untuk kegiatan, menangkap
ikan. Operasi pukat trwal ini sering terjadi di daerah yang berbatasan dengan
Desa Sekanah dan daerah yang berbatasan dengan Desa Batu Belobang. Konflik
alat tangkap dan upaya penanganan pukat trawl oleh masyarakat sudah terjadi
sejak tahun 1980, namun hingga saat ini masih terjadi. Kemarahan masyarakat
untuk melindungi lingkungannya diluapkan dalam aksi pembakaran pukat trwal
terutama yang terjadi di Dusun Tanjung Kelit.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-14
diperbolehkannya nelayan Pulau Mamut menggunakan alat tangkap empang di
perairan Secawar karena terindikasi menggunakan racun/akar tuba. Konflik
tersebut telah diselesaikan dengan baik berdasarkan kesepakatan tersebut.
Namun masih banyak nelayan lain yang menggunakan jenis pestisida dalam
kegiatan penangkapan ikan bukan saja oleh masyarakat Desa Mamut tapi juga
oleh masyarakat di luar Desa Mamut.
Secara geografis Desa Benan berapapada posisi koordinat 0O0 30’ 28”
Lintang Utara dan 1040 24’ 54” Bujur Timur. Desa Benan salah satu desa baru
di Kecamatan Senayang dengan ibu desa di Pulau Benan yang merupakan
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-15
pulau yang relatif kecil memiliki keindahan alam dengan hamparan pasir putih
di sebelah Utara pulau. Desa Benan berdiri atas pemekaran desa yang terjadi
dari desa induk Desa Benan.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-16
Sarana pendidikan yang tersedia di Desa Benan adalah SD sebanyak
5 sekolah, SMP dan SMA masing-masing satu sekolah. Walaupun sarana
pendidikan sudah cukup sampai tingkat pendidikan lanjutan atas, masih banyak
masyarakat yang berpendidikan SD sampai putus sekolah (tidak tamat SD).
a. Terumbu Karang
Pada dua lokasi pulau yang ada di kawasan kelola, yaitu di Pulau Katang
dan Pulau Bakau telah dilakukan penelitian secara partisifatif oleh masyarakat.
Secara umum substrat yang dapat ditemui adalah pasir dan diketemukan juga
pecahan karang yang tersebar hampir merata di semua lokasi yang dijadikan
tempat penelitian. Dari penelitian didapat hasil bahwa rata-rata kondisi karang
di Desa Benan dalam keadaan rusak seperti di Pulau Katang 21,67% dalam kedaan
hidup dan 66% dalam keadaan mati, begitu juga di daerah Pulau Bakau 20,54%
dalam keadaan hidup dan 70,91% dalam keadaan mati.
b. Hutan Bakau
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-17
dikarenakan fungsi hutan bakau sangat kuat kaitannya dengan menanggulangi
abrasi yang semakin hari semakin meluas.
Penduduk Benan mencari ikan tidak terlalu jauh dari desanya, pada
umumnya mereka menangkap ikan di sekitar perairan desa. Jenis alat tangkap
yang digunakan beragam seperti bubu, rawai, jaring, kelong dan pancing ulur.
Sebahagian masyarakat ada yang memiliki rumpong di tengah laut untuk lokasi
pemancingan, namun ada juga nelayan yang menggunakan alat tangkap yang
illegal seperti bom dan racun ikan. Disinyalir Pulau Baru menjadi lokasi
tempat tinggal para pengebom. Keberadaan satwa langka berupa Penyu Sisik
sering terancam karena ulah manusia dengan banyak orang yang
mengkonsumsi telur sisik atau menjualnya. Hal ini terjadi diperkirakan karena
masyarakat belum mengetahui dan menyadari arti penting dari satwa langka
dan dampak negatif dari satwa-satwa langka terhadap keseimbangan alam dan
kehidupan manusia.
a. Pola Pemanfaatan
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-18
desa lainnya pada kawasan pulau-pulau di Kabupaten Lingga. Pengunaan alat
tangkap tertentu hanya digunakan pada musim tertentu dan untuk jenis ikan
atau target tangkap tertentu pula, hal ini terutama penangkapan ikan-ikan
karang.
Cara dan pola penagkapan seberti ini terbentuk dan terpola karena
kondisi alam. Kondisi iklim secara langsung telah membentuk kebiasaan
masyarakat dalam menggunakan alat tangkap yang berbeda-beda pada setiap
musimnya. Pola pemanfaatan sumberdaya perikanan yang diterapkan seperti
ini sesuai dengan pola-pola pemanfaatan secara berkelanjutan dan secara
tidak langsung telah bersifat konservasi dengan menerapkan prinsip-prinsip
konservasi secara umum. Dengan adanya pertukaran alat tangkap dan sasaran
tangkap pada setiap musim, akan dapat memberikan kesempatan kepada
ikan-ikan untuk berkembang biak dan adanya masa pemulihan terhadap siklus
ekosistem di lokasi tangkap tersebut (fishing ground).
b. Armada Penangkapan
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-19
tidak memiliki armada biasanya mereka menumpang dengan yang lainnya.
Masyarakat yang memiliki pompong aktivitas mencari ikan biasanya ke
kawasan yang lebih jauh dari pantai, sementara perahu tanpa motor
(sampan) di sekitar pantai. Kedua sarana tersebut juga digunakan sebagai
alat transportasi lokal bagi keluarga mereka.
b. Alat Tangkap
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-20
5.4. Desa Batu Belobang
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-21
5.4.2. Kondisi Sumberdaya dan Lingkungan
a. Terumbu Karang
b. Hutan Bakau
Bakau di kawasan kelola Desa Batu Belobang tidak begitu banyak hanya
di beberapa lokasi dan tumbuh berkelompok. Penelitian dengan menggunakan
metode transek yang dilakukan masyarakat menunjukan bahwa substrat hutan
bakau di kawasan ini pada umumnya berlumpur. Terdapat enam jenis
tumbuhan bakau seperti Perpat, Bebaru, Tumu, Duduk, Nyerih, dan Nipah.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-22
5.4.3. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
a. Pola Pemanfaatan
Potensi ikan di Desa Batu Belobang yang paling utama adalah ikan teri
atau bilis dan beberapa jenis lainnya seperti ikan Ekor Kuning (Casio cuning),
ikan merah, ikan Kerapu (Epinephelus sp), ikan Sunu, Ikan Pari, Ikan Kakap/
Sengarat (Lutcanus, sp) dan Udang. Kekayaan sumberdaya perikanan ini belum
dimanfaatakan secara maksimal dengan cara yang bertanggung jawab oleh
masyarakat.
Tabel 5.5. Jenis Alat Tangkap Berdasarkan Musim di Desa Batu Belobang
Musim/Bulan
No Alat Tangkap Utara Timur Selatan Barat
12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1. Bubu √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
2. Jaring Bawal √ √ - - - - - - - - √ √
3. Jaring Dingkis - √ - - - - - - - - - -
4. Rawai - - - - √ √ √ √ √ - - -
5. Jaring Delah √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
6. Pancing √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
7. Comek √ - - - - - - - - √ √ √
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-23
Musim/Bulan
No Alat Tangkap Utara Timur Selatan Barat
12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
8. Jaring Pantai √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
9. Serampang - - - - - - - - - √ √ √
10. Nyandit √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
11. Bubu Ketam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
12. Sondong Bilis - - - - - - - - √ √ √ √
Sumber : RPTK Desa Batu Belobang,2007
b. Armada Penangkapan
c. Alat Tangkap
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-24
dan Tanjungpinang sehingga jumlahnya semakin meningkat. Keberadaan alat
Lampara Dasar ini menyebabkan timbulnya potensi konflik alat tangkap yaitu
antara Lempara Dasar dengan alat tangkap tradisional seperti Pancing, Rawai,
Bubu, Jaring dan Comek. Dengan adanya alat tangkap Lampara Dasar yang
beroperasi di perairan laut Desa Batu Belobang mengakibatkan alat tradisional
yang lainnya tidak dapat bekerja dengan aman dan nyaman di area
tangkapnya sendiri.
Desa Sekanah berada pada posisi geografis Lintang Utara 0O0 6’ 32” dan
Bujur Timur 1040 36’ 14” dengan ibu desa Teregeh. Desa Sekanah berada pada
pesisir utara Pulau Lingga yang merupakan salah satu desa di Kecamatan
Lingga Utara. Kondisi topografi berbukit dan memiliki hutan didaratan pulau
yang masih relatif baik berdampak pada kehidupan masyarakat yang berdiam
di desa ini. Jumlah penduduk Desa Sekana pada bulan Mei 2009 sebanyak 792
jiwa terdiri 416 laki-laki dan 376 jiwa perempuan. Jumlah KK sebanyak 237
KK. Desa ini terdiri dari 2 RW dan 5 RT serta 2 dusun.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-25
Minat masyarakat terhadap pendidikan sangat rendah, hal ini
dikarenakan kurang sadarnya orang tua terhadap pentingnya pendidikan,
motivasi orang tua, faktor geografis daerah yang sangat berjauhan serta
faktor kurangnya dana untuk pendidikan. Tingkat pendidikan masyarakat Desa
Sekanah tergolong rendah, 39,42% masyarakat dalam keadaan buta aksara
atau tidak mampu membaca dan menulis. Dari orang yang pernah menerima
pendidikan sebagian besar hanya tamat Sekolah Dasar. Hal ini tentu saja
sangat berpengaruh pada rendahnya aspek pengetahuan dan keterampilan
kerja serta penerimaan pengetahuan baru.
a. Terumbu Karang
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-26
terhadap terumbu karang, mereka beranggapan bahwa terumbu karang adalah
batu yang ada di laut dan batu-batuan yang ada di bibir pulau yang beraneka
ragam warna. Terumbu dijadikan tempat memancing, memasang bubu dan
lain sebagainya untuk mencari ikan. Sebagian nelayan sebenarnya mengetahui
fungsi dan manfaat terumbu karang seperti tempat berkumpulnya ikan,
namun untuk memberikan larangan atau sangsi bagi pengrusak karang mereka
merasa tidak mempunyai wewenang dan tidak mampu bahkan takut. Melalui
Pengelolaan Berbasis Masyarakat Coremap mereka mulai sadar dan mau ikut
berperan serta dalam pengawasan terumbu karang dan mereka mengenal
lebih dekat dengan terumbu karang. Penilaian masyarakat terhadap terumbu
karang di kawasan kelola masyarakat Desa Sekanah menunjukan kondisi
terumbu karang sebesar 15 - 20% hidup. Kondisi ini menunjukkan terumbu
karang di kawasan kelola Desa Sekanah berada dalam kategori buruk.
b. Hutan Bakau
Kondisi bakau di Desa Sekanah tidak begitu luas dan tinggal sisa-sisa.
Dari empat dusun yang ada hanya beberapa dusun yang memiliki bakau,
seperti di Tanjung Awak, Lundang dan sedikit di Dusun Sasah. Sedangkan di
Teregeh sudah sangat memprihatinkan. Karena hanya tinggal beberapa batang
dan rumpun saja. Sedangkan bakau yang ada di beberapa pulau yang
berdekatan dengan Desa Sekanah juga mengalami kerusakan yang hebat.
Beberapa lokasi mangrove hanya terdapat di Pulau Berang, Pulau Tebing
Tinggi dan Anak Uleh sedangkan di pulau lainnya sangat sedikit. Hal ini
disebabkan karena adanya penebangan pohon bakau yang tidak terkontrol dan
juga kondisi pantai yang berpasir dan bercampur lumpur sehingga kondisi ini
tidak mendukung pertumbuhan serta perkembangan bakau di wilayah ini.
Sedangkan untuk keragaman jenis bakau disini dijumpai cukup beragam.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-27
5.5.3. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
a. Pola Pemanfaatan
Cara dan pola penangkapan seberti ini terbentuk dan terpola karena
kondisi alam. Kondisi iklim secara langsung telah membentuk kebiasaan
masyarakat dalam menggunakan alat tangkap yang berbeda-beda pada
setiap musimnya. Pola pemanfaatan sumberdaya perikanan yang diterapkan
seperti ini sesuai dengan pola-pola pemanfaatan secara berkelanjutan dan
secara tidak langsung telah bersifat konservasi dengan menerapkan prinsip-
prinsip konservasi secara umum. Dengan adanya pertukaran alat tangkap
dan sasaran tangkap pada setiap musim, akan dapat memberikan
kesempatan kepada ikan-ikan untuk berkembang biak dan adanya masa
pemulihan terhadap siklus ekosistem di lokasi tangkap tersebut (fishing
ground).
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-28
Tabel 5.6. Jenis Alat Tangkap Berdasarkan Musim di Desa Sekanah
Musim/Bulan
No Alat Tangkap Utara Timur Selatan Barat
12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1. Jaring Tenggiri √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
2. Bubu Ketam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
3. Nyomek - - - √ √ √ √ √ √ √ √ √
4. Pancing - - - √ √ √ √ √ √ √ √ √
5. Rawai - - - √ √ √ - - - √ √ √
6. Jaring Tamban √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
7. Kelong √ √ √ √ √ √ √ √ √ - - √
8. Jaring Ketam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
9. Kelong Dingkis √ √ √ - - - - - - √ √ √
10. Bubu Ikan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
11. Pancing Selar √ √ √ - - - - - - - - -
12. Pukat Bilis √ √ - - - - - - - - √ √
Sumber : RPTK Desa Sekanah, 2007
b. Armada Penangkapan
c. Alat Tangkap
Penduduk Desa Sekanah mencari ikan tidak terialu jauh dari desanya,
pada umumnya mereka menangkap ikan disekitar desa. Jenis alat tangkap
yang digunakan beragam bubu, rawai, jaring, pukat mini/trawl, kelong
tancap, kelong ikan pancing serta palas. Jaring menghasilkan tangkapan
berupa kepiting dan ikan.
Alat tangkap yang unik di daerah ini adalah Parit atau Garu yaitu
jenis alat tangkap berupa modifikasi jaring yang dibuat bingkai besi dengan
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-29
berbentuk persegi panjang 3 meter dan lebar 30 cm yang diberi tangkai dan
ditarik dengan pompong. Hasil tangkapan alat ini berupa Tripang, dan ada
yang mengkhususkan hasil tangkapan berupa Gonggong dimana mata
jaringnya adalah 1 - 2 cm sedangkan untuk menangkap tripang dengan mata
jaring 4,5 inci, alat ini telah membuat konflik antara nelayan Desa Limbung
dan nelayan dari Dusun Tanjung Awak dan Lundang, sehingga terjadi
kesepakatan tidak boleh mengoperasikan alat tersebut di perairan Desa
Limbung.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-30
5.5.4. Kegiatan Budidaya Perikanan
Desa Temiang secara geografi berada pada posisi koordinat 0O0 16’ 33”
Lintang Utara dan 1040 26’ 59” Bujur Timur. Desa Temiang awalnya memiliki
wilayah yang luas di banding sekarang. Sejak adanya pemekaran desa sebagian
wilayahnya di pecah menjadi dua desa yaitu Desa Temiang sendiri dan Desa
Pulau Batang. Desa Temiang dengan ibu desa di Tajur Biru sama halnya
sewaktu belum adanya pemekaran desa, sedangkan Desa Pulau Batang dengan
ibu desa di Tanjung Ambat.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-31
banyaknya tumpukan sampah di bawah-bawah rumah mereka di pinggir
pantai. Memang dampak secara nyata belum dialami oleh masyarakat seperti
terserang wabah penyakit hingga meninggal, tapi dengan tumpukan sampah
itu telah mengundang penyakit malaria, muntaber dan penyakit kulit, juga
binatang-binatang seperti lipan, nyamuk dan bermacam-macam binatang yang
mengindikasikan kekotoran.
a. Terumbu Karang
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-32
Kondisi terumbu karang di wilayah Desa Temiang di beberapa lokasi
seperti Pulau Terayun, P. Selli dan P.Telur secara keseluruhan menunjukkan
kondisi terumbu karang di lokasi kawasan kelola menunjukkan 70-75% rusak
dan mati, sedangkan 25 - 30 % lainya dalam keadaan baik dan sedang. Pola
penyebaran karang mengikuti lingkar pulau seperti yang terdapat di Pulau
Seli dan Pulau Telur. Jenis terumbu karang yang terdapat di Desa Temiang
didominasi oleh jenis Masive dan Acropora. Beberapa jenis di temukan di
lokasi penelitian antara lain Coral Submasiv, Acropora Tabbulate, Acropora
Branching dan Acropora Digitata dan Coral Mushroom. Selain terumbu
karang, hidup juga berbagai biota lain seperti Rumput Laut, Sponge, Molusca
dan lain-lain.
b. Hutan Bakau
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-33
Bangkang maupun Ketam Renjong. Selain itu adanya bakau juga dimanfaatkan
untuk mencari Kapis dan Udang. Sementara hutan bakau juga dimanfaatkan
masyarakat sebagai bahan baku pompong, bangunan rumah, perluasan wilayah
pemukiman. Mereka semua mengambil bahan baku dari lokasi desa setempat,
sementara masyarakat tidak mempunyai aturan atau kearifan lokal yang
mengatur pemanfaatan hutan bakau.
a. Pola Pemanfaatan
b. Armada Penangkapan
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-35
disebut pompong. Pompong yang dimiliki masyarakat umumnya berkekuatan
mesin 6-12 PK dengan bobot 0,5-1 GT. Kapasitas lebih dari bobot tersebut
biasanya hanya dimiliki oleh pengusaha atau Toke. Bagi masyarakat yang tidak
memiliki armada biasanya mereka menumpang dengan yang lainnya.
Masyarakat yang memiliki pompong aktivitas mencari ikan biasanya ke
kawasan yang lebih jauh dari pantai, sementara perahu tanpa motor (sampan)
di sekitar pantai. Kedua sarana tersebut juga digunakan sebagai alat
transportasi lokal bagi keluarga mereka.
c. Alat Tangkap
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-36
5.7. Kelurahan Senayang
Kelurahan Senayang terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil dengan luas
wilayah, 1122 km2 yang terdiri dari: daratan 73 km2 dan lautan 1.049 km2.
Batas Timur berbatasan dengan laut Cina Selatan, sebelah Selatan berbatasan
dengan laut Cina Selatan, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Lingga
Utara dan sebelah Utara berbatasan dengan Desa Mamut.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-37
Tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Senayang (khususnya Pulau
Pena’ah, Mensemut dan Puluh Buluh) umumnya Sekolah Dasar. Namun karana
Senayang sekaligus sebagai ibu kota Kecamatan tingkat pendidikan pada
kelurahan ini relatif lebih baik dari daerah lainnya.
Lingkungan pesisir dan sumberdaya terumbu karang pada saat ini perlu
mendapat perhatian dari segenap kalangan. Dengan semakin meningkatnya
tekanan terhadap ekosistem perairan laut terutama ekosistem terumbu karang
menyebabkan semakin hari sumberdaya perikanan semakin merosot. Demikian
juga hutan bakau dan padang lamun yang merupakan habitat penunjang yang
penting untuk sumberdaya perikanan. Sumberdaya alam pesisir dan laut dengan
kualitas yang baik sangat dibutuhkan oleh para nelayan agar dapat menghasilkan
tangkapan yang baik untuk dapat meningkatkan kesejahteraannya.
a. Terumbu Karang
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-38
kategori buruk. Kondisi ini cukup baik bila terus diperhatikan clan dilindungi.
Karang-karang di Pulau Pena'ah dan sekitarnya lebih banyak mati hal ini
disebabkan oleh bleaching coral, keadaan ini terjadi sudah cukup lama sekitar
tahun 1997 - 1998 dan sebahagian ada yang disebabkan oleh Bom, Jangkar/
sauh dan lain-lain.
b. Hutan Bakau
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-39
a. Pola Pemanfaatan
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-40
b. Armada Penangkapan
c. Alat Tangkap
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-41
5.7.4. Kegiatan Budidaya Perikanan
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 5-42
Bab
6
KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
NELAYAN DI LOKASI STUDI
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 6-1
6.3. Matapencaharian Tambahan
Pada umumnya matapencaharian utama masyarakat di lokasi studi
adalah nelayan. Disamping matapencaharian utama, responden di lokasi
Coremap II Kabupaten Lingga mempunyai matapencaharian tambahan
seperti usaha tani/kebun dan buruh. Dari hasil tabulasi data, didapatkan
jumlah responden yang tidak mempunyai matapencaharian tambahan
sebanyak 41 orang (58,57 %), yang bermatapencaharian tambahan
tani/kebun sebanyak 10 orang (14,28 %), dan buruh sebanyak (27,14 %).
Disini dilihat bahwa hanya sebahagian kecil responden yang mempunyai
matapencaharian tambahan, sehingga sebahagian besar responden hanya
mempunyai matapencaharian utama sebagai nelayan. Dengan demikian
ketergantungan resposden terhadap sumberdaya perikanan sangat besar.
6.4. Pendapatan
Besar kecilnya pendapatan akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan
rumah tangga. Pendapatan responden di lokasi studi cukup beragam, mulai dari
kisaran Rp. 500.000,- sampai Rp. 1.000.000,-; > Rp. 1.000.000,- sampai Rp.
1.500.000,- dan > Rp. 1.500.000,-. Untuk responden yang berpenghasilan antara
Rp. 500.000,- sampai Rp. 1.000.000,- didapatkan jumlah sebanyak 41 orang
(58,57 %), yang berpenghasilan antara > Rp. 1.000.000,- sampai Rp. 1.500.000,-
sebanyak 20 orang (34,29 %) dan yang memiliki pendapatan di atas Rp.
1.500.000,- sebanyak 5 orang (7,14 %).
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 6-2
6.5.2. Alat Tangkap
Jenis – jenis alat tangkap yang digunakan oleh responden terdiri dari
Pancing, Bubu, Rawai, jaring, kombinasi antara Bubu dan Jaring, kombinasi
antara Pancing dan Jaring serta Kelong. Jumlah responden yang memakai alat
tangkap Pancing sebanyak 5 orang (7,14 %), alat tangkap Bubu sejumlah 17
orang (24,29 %), alat tangkap Rawai sebesar 20 orang (28,57 %), alat tangkap
Jaring sebanyak 13 orang (18,57 %), kombinasi antara alat tangkap Bubu dan
Jaring sebanyak 7 orang (10,00 %), kombinasi antara alat tangkap Pancing dan
Jaring sebanyak 3 orang (4,29 %) dan kelong adalah sejumlah 5 orang (7,14 %).
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 6-3
Bab
7
POTENSI PENGEMBANGAN BUDIDAYA LAUT
Tabel 7.1. Hasil Pengukuran Kualitas Air dan Pengamatan Lingkungan Perairan
di Centeng
Stasiun Pengamatan
No Parameter Yang Diukur Satuan
1 2
1. Keterlindungan - Kurang terlindung Kurang terlindung
2. Ketinggian pasang m 1,5 1,5
3. Kedalaman m 4,5 5,6
4. Oksigen terlarut mg/L 5,27 6,28
0
5. Salinitas /00 35 35
0
6. Suhu C 27,0 27,6
7. Kecerahan meter 4,5 4,0
8. pH - 8,11 8,13
9. Kecepatan arus (det/m) det/m 0,4 0,4
10. Dasar perairan - Pasir lumpur Pasir lumpur
11. Tingkat pencemaran - - -
12. Hama - Ikan Ikan
13. Konflik kepentingan - - -
14. Akses - Mudah Mudah
15. Keamanan - Aman Aman
Catatan : Pengukuran kondisi perairan pada waktu air pasang
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-1
lahan setiap parameter akan diberi skor sesuai dengan kondisinya masing-
masing (Sangat Sesuai 3, Sesuai 2 dan Tidak sesuai 1). Selanjutnya akan
dikalikan dengan nilai bobot (Tabel 7.2).
Tabel 7.2. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x
Skor Skor Bobot x Skor
Skor
1 Keterlindungan 10 2 20 2 20
2 Kedalaman 5 2 10 2 10
3 Oksigen terlarut 5 2 10 3 15
4 Salinitas 10 3 30 3 30
5 Suhu 5 3 15 3 15
6 Kecerahan 10 3 30 3 30
7 pH 5 3 15 3 15
8 Kecepatan arus (det/m) 5 1 5 1 5
9 Dasar perairan 5 2 10 2 10
10 Tingkat pencemaran 10 3 30 3 30
11 Hama 10 2 20 2 20
12 Konflik kepentingan 10 3 30 3 30
13 Akses 5 3 15 3 15
14 Keamanan 5 3 15 3 15
Jumlah 100 250 255
Dari Tabel 7.2. diatas dapat diketahui bahwa hasil perkalian antara bobot
dan skor pada stasiun 1 nilainya 250 dan stasiun 2 nilainya 255. Dengan mengacu
kepada perhitungan pada Bab 3 di atas, maka dapat dijelaskan bahwa lokasi
tersebut Sangat Sesuai (SS) untuk pengembangan kegiatan budidaya rumput laut.
Walaupun ada parameter yang tidak menunjang yaitu kecepatan arusnya yang
lemah, kondisi ini dapat diatasi dengan cara melakukan pembersihan rumput laut
dengan cara menggoyang-goyang pada saat pemeliharaan sehingga lumpur yang
menempel akan terlepas.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-2
Tabel 7.3. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
1 Keterlindungan 10 2 20 2 20
2 Ketinggian Pasang (m) 10 3 30 3 30
3 Kedalaman Perairan (m) 10 2 10 2 10
4 Oksigen terlarut (mg/I) 5 3 15 3 15
5 Salinitas (ppt) 5 3 15 3 15
6 Suhu (0C) 5 3 15 3 15
7 pH 5 3 15 3 15
8 Kecepatan Arus m/det 10 3 30 3 30
9 Tingkat pencemaran 10 3 30 3 30
10 Predator 5 2 10 2 10
11 Dasar Perairan 5 2 10 2 10
12 Konflik kepentingan 10 3 30 3 30
13 Akses 5 3 15 3 15
14 Keamanan 5 3 15 3 15
Jumlah 100 260 260
Dari Tabel 7.3. diatas dapat diketahui bahwa hasil perkalian antara
bobot dan skor pada stasiun 1 dan 2 nilainya sama, yaitu 260. Dengan
mengacu kepada perhitungan pada Bab 3 di atas, maka dapat dijelaskan
bahwa lokasi tersebut Sangat Sesuai (SS) untuk pengembangan kegiatan
budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA). Namun demikian karena
wilayahnya agak terbuka sehingga pada musim utara gelombang besar
dikhawatirkan sarana budidaya akan hancur pada musim tersebut. Oleh
karena itu KJA tidak direkomendasikan untuk dikembangkan di Desa
Limbung.
Dilihat dari aspek ini pada lokasi tersebut lebih cocok keramba tancap
untuk dioperasikan, karena keramba tancap cukup tahan terhadap terpaan
angin atau gelombang. Keramba tancap dapat dioperasikan pada lokasi yang
lebih dangkal yaitu 1 – 1,5 m pada waktu surut terendah. Lokasi yang
mempunyai kedalaman 4 – 5 m masih cocok untuk budidaya ikan dalam
keramba tancap. Hal ini dibuktikan dengan adanya masyarakat yang
mengoperasikan keramba tancap pada lokasi tersebut.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-3
Sementara itu untuk menentukan kesesuaian lahan bagi budidaya teripang
juga mengacu Bab 3. Penentuan kesesuaian lahan setiap parameter akan diberi
skor sesuai dengan kondisinya masing-masing (Sangat Sesuai 3, Sesuai 2 dan Tidak
sesuai 1). Selanjutnya akan dikalikan dengan nilai bobot (Tabel 7.4).
Tabel 7.4. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
1 Keterlindungan 10 2 20 2 20
2 Kedalaman 10 1 10 1 10
3 Oksigen terlarut 5 3 15 3 15
4 Salinitas 5 1 5 1 5
5 Suhu 5 3 15 3 15
6 Kecerahan 5 1 5 1 5
7 pH 5 2 10 2 10
8 Kecepatan arus (det/m) 10 3 30 3 30
9 Dasar perairan 10 2 10 2 20
10 Tingkat pencemaran 10 3 30 3 30
11 Keberadaan seagress 10 1 10 1 10
12 Konflik kepentingan 10 3 30 3 30
13 Akses 5 3 15 3 15
Jumlah 100 205 205
Dari Tabel 7.4. diatas dapat diketahui bahwa hasil perkalian antara
bobot dan skor pada stasiun 1 dan 2 nilainya sama, yaitu 205. Dengan
mengacu kepada perhitungan pada Bab 3 di atas, maka dapat dijelaskan
bahwa lokasi tersebut Sangat Sesuai (SS) untuk pengembangan kegiatan
budidaya teripang. Namun demikian khusus untuk kedalaman harus dicari
lokasi yang mengarah kepantai dimana pada saat surut terendah kedalaman
air masih dapat mencapai 0,5 m. Pada lokasi ini kecerahan akan semakin baik
dan bahkan dapat mencapai 50 cm. Disamping itu pada lokasi/wadah
budidaya dapat ditanam seagress sebagai pelindung.
Dari hasil perhitungan Sistem GIS dapat diketahui bahwa luas lokasi
budidaya laut di Desa Limbung seluas 1.591,42 ha. Dari luasan tersebut
dapat dikembangkan untuk budidaya rumput laut 568,28 ha, keramba tancap
(KJT) 542,08 ha dan untuk budidaya teripang 481,06 ha. Lebih jelasnya posisi
lokasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.1.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-4
Untuk budidaya rumput laut dan teripang, luas lahan yang dapat
dimanfaatkan mencapai 80% dari luas lahan yang sesuai (Handajani dan Hastuti,
2004). Kondisi ini dapat dilakukan karena kedua jenis budidaya ini tidak
memberikan dampak yang negatif besar terhadap lingkungan karena tidak
menggunakan pakan dalam pemeliharaannya. Ruang yang tersisa dapat
digunakan untuk aktivitas yang mendukung kegiatan budidaya seperti
transportasi. Dengan demikian luas lahan yang dapat dimanfaatkan untuk
budidaya rumput laut 454,62 ha dengan jumlah unit usaha sebanyak 18.185 unit
(1 unit 20 rakit ukuran 5 x 2,5 m). Khusus untuk teripang, luas lahan yang dapat
dimanfaatkan seluas 384,85 ha dengan jumlah unit usaha sebanyak 7.697 unit
(1 unit seluas 500 m2).
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-5
Gambar 7.1. Peta Kawasan Budidaya Laut di Desa Limbung
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-6
7.1.2. Desa Mamut
Tabel 7.5. Hasil Pengukuran Kualitas Air dan Pengamatan Lingkungan Perairan
di Desa Mamut
Stasiun Pengamatan
No Parameter Yang Diukur Satuan
1 2
1. Keterlindungan - Terlindung Terlindung
2. Ketinggian pasang m 1,80 1,80
3. Kedalaman m 4,0 5,0
4. Oksigen terlarut mg/L 5,67 5,06
0
5. Salinitas /00 32,0 32,16
0
6. Suhu C 28,0 27,8
7. Kecerahan meter 3,5 3,8
8. pH - 8,36 8,23
9. Kecepatan arus (det/m) det/m 0,3 0,35
10. Dasar perairan - Pasir, pecahan Pasir, pecahan
karang dan karang dan lumpur
lumpur
11. Tingkat pencemaran - - -
12. Hama - Ikan Ikan
13. Konflik kepentingan - - -
14. Akses - Mudah Mudah
15. Keamanan - Aman Aman
Catatan : Pengukuran kondisi perairan pada waktu air pasang
Tabel 7.6. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x
Skor Bobot x Skor Skor
Skor
1 Keterlindungan 10 3 30 3 30
2 Kedalaman 5 2 10 2 10
3 Oksigen terlarut 5 2 10 2 10
4 Salinitas 10 3 15 3 15
5 Suhu 5 3 15 3 15
6 Kecerahan 10 3 30 3 30
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-7
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x
Skor Bobot x Skor Skor
Skor
7 pH 5 3 15 3 15
8 Kecepatan arus (det/m) 5 2 10 2 10
9 Dasar perairan 5 2 10 2 10
10 Tingkat pencemaran 10 3 30 3 30
11 Hama 10 2 20 2 20
12 Konflik kepentingan 10 3 30 3 30
13 Akses 5 3 15 3 15
14 Keamanan 5 3 15 3 15
Jumlah 100 255 255
Dari Tabel 7.6. diatas dapat diketahui bahwa hasil perkalian antara bobot
dan skor pada stasiun 1 dan 2 nilainya sama, yaitu 255. Dengan mengacu kepada
perhitungan pada Bab 3 di atas, maka dapat dijelaskan bahwa lokasi tersebut
Sangat Sesuai (SS) untuk pengembangan kegiatan budidaya rumput laut.
Tabel 7.7. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
1 Keterlindungan 10 3 30 3 30
2 Ketinggian Pasang (m) 10 3 15 3 15
3 Kedalaman Perairan (m) 10 2 20 2 20
4 Oksigen terlarut (mg/I) 5 2 10 2 10
5 Salinitas (ppt) 5 3 15 3 15
6 Suhu (0C) 5 3 15 3 15
7 pH 5 3 15 3 15
8 Kecepatan arus m/det 10 3 30 3 30
9 Tingkat pencemaran 10 3 30 3 30
10 Predator 5 2 10 2 10
11 Dasar Perairan 5 3 15 3 15
12 Konflik kepentingan 10 2 20 2 20
13 Akses 5 3 15 3 15
14 Keamanan 5 3 15 3 15
Jumlah 100 245 245
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-8
Dari Tabel 7.7. diatas dapat diketahui bahwa hasil perkalian antara bobot
dan skor pada stasiun 1 dan 2 nilainya sama, yaitu 245. Dengan mengacu kepada
perhitungan pada Bab 3 di atas, maka dapat dijelaskan bahwa lokasi tersebut
Sangat Sesuai (SS) untuk pengembangan kegiatan budidaya ikan dalam keramba
jaring apung dan keramba tancap.
Tabel 7.8. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
1 Keterlindungan 10 3 30 3 30
2 Kedalaman 10 1 10 1 10
3 Oksigen terlarut 5 3 15 3 15
4 Salinitas 5 2 10 2 10
5 Suhu 5 3 15 3 15
6 Kecerahan 5 1 5 1 5
7 pH 5 2 10 2 10
8 Kecepatan arus (det/m) 10 3 30 3 30
9 Dasar perairan 10 2 20 2 20
10 Tingkat pencemaran 10 3 30 3 30
11 Keberadaan seagress 10 1 10 1 10
12 Konflik kepentingan 10 3 30 3 30
13 Akses 5 3 15 3 15
Jumlah 100 230 230
Dari Tabel 7.8. diatas dapat diketahui bahwa hasil perkalian antara
bobot dan skor pada stasiun 1 dan 2 nilainya sama, yaitu 220. Dengan
mengacu kepada perhitungan pada Bab 3 di atas, maka dapat dijelaskan
bahwa lokasi tersebut Sangat Sesuai (SS) untuk pengembangan kegiatan
budidaya teripang. Namun demikian khusus untuk kedalaman harus dicari
lokasi yang mengarah kepantai dimana pada saat surut terendah kedalaman
air masih dapat mencapai 0,5 m. Pada lokasi ini kecerahan akan semakin baik
dan bahkan dapat mencapai 50 cm. Disamping itu pada lokasi/wadah budidaya
dapat ditanam seagress sebagai pelindung.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-9
Luas lokasi budidaya laut di Desa Mamut mencapai 114,58 ha. Dari
luasan tersebut dapat dikembangkan untuk budidaya rumput laut dan atau
keramba jaring apung (KJA) 66,96 ha, keramba tancap (KJT) 30,92 ha, dan
untuk budidaya teripang 16,70 ha. Untuk lebih jelasnya posisi lokasi tersebut
dapat dilihat pada Gambar 7.2.
Dari luas lahan 66,96 ha, luas lahan yang dapat dimanfaatkan untuk
budidaya rumput laut 53,57 ha dengan jumlah unit usaha sebanyak 2.143 unit
(1 unit 20 rakit ukuran 5 x 2,5 m). Khusus untuk teripang, luas lahan 16,70 ha,
yang dapat dimanfaatkan seluas 13,36 ha dengan jumlah unit usaha sebanyak
267 unit (1 unit seluas 500 m2).
Sedangkan dari luas lahan untuk KJA 66,96 ha, hanya dapat
dimanfaatkan seluas 40,18 ha dengan jumlah KJA yang dapat beroperasi
sebanyak 25.110 unit (ukuran 4 x 4 m). Sedangkan untuk KJT dari luas
30,92 ha hanya dapat dimanfaatkan 18,55 ha dengan jumlah KJT yang
beroperasi sebanyak 12.368 unit (ukuran 3 x 5 m).
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-10
Gambar 7.2. Peta Kawasan Budidaya Laut di Desa Mamut
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-11
7.1.3. Desa Benan
Tabel 7.9. Hasil Pengukuran Kualitas Air dan Pengamatan Lingkungan Perairan
di Desa Benan
Stasiun Pengamatan
No Parameter Yang Diukur Satuan
1 2
1. Keterlindungan - Kurang terlindung Terlindung
2. Ketinggian pasang m 1,5 1,5
3. Kedalaman m 3,0 1,2
4. Oksigen terlarut mg/L 6,4 7,2
0
5. Salinitas /00 34,0 35,0
0
6. Suhu C 27,0 27,8
7. Kecerahan meter 2,5 1,0
8. pH - 8,27 8,29
9. Kecepatan arus (det/m) det/m 0,5 0,3
10. Dasar perairan - Pasir dan Pasir dan pecahan
pecahan karang karang
11. Tingkat pencemaran - - -
12. Hama - Ikan Ikan
13. Konflik kepentingan - - -
14. Akses - Mudah Mudah
15. Keamanan - Aman Aman
Catatan : Pengukuran kondisi perairan pada waktu air surut
Tabel 7.10. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
1 Keterlindungan 10 2 20 3 30
2 Kedalaman 5 2 10 2 10
3 Oksigen terlarut 5 3 15 3 15
4 Salinitas 10 3 30 3 30
5 Suhu 5 3 15 3 15
6 Kecerahan 10 3 30 3 30
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-12
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
7 pH 5 3 15 3 15
8 Kecepatan arus (det/m) 5 2 10 1 5
9 Dasar perairan 5 2 10 3 15
10 Tingkat pencemaran 10 3 30 3 30
11 Hama 10 2 20 2 20
12 Konflik kepentingan 10 3 30 3 30
13 Akses 5 3 15 3 15
14 Keamanan 5 3 15 3 15
Jumlah 100 265 285
Dari Tabel 7.10. diatas dapat diketahui bahwa hasil perkalian antara
bobot dan skor pada stasiun 1 dan 2 nilainya sama, yaitu 265. Dengan
mengacu kepada perhitungan pada Bab 3 di atas, maka dapat dijelaskan
bahwa lokasi tersebut Sangat Sesuai (SS) untuk pengembangan kegiatan
budidaya rumput laut. Khusus kecepatan arus yang lemah pada stasiun 2
dapat diatasi dengan menggoyang rumput laut pada saat pemeliharaan seperti
telah dijelaskan diatas.
Tabel 7.11. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
1 Keterlindungan 10 2 20 3 30
2 Ketinggian Pasang (m) 10 3 30 3 30
3 Kedalaman Perairan (m) 10 1 10 1 10
4 Oksigen terlarut (mg/I) 5 3 15 3 15
5 Salinitas (ppt) 5 3 15 3 15
6 Suhu (0C) 5 3 15 3 15
7 pH 5 3 15 3 15
8 Kecepatan Arus m/det 10 3 30 3 30
9 Tingkat pencemaran 10 3 30 3 30
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-13
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
10 Predator 5 2 10 2 10
11 Dasar Perairan 5 3 15 3 15
12 Konflik kepentingan 10 3 30 3 30
13 Akses 5 3 15 3 15
14 Keamanan 5 3 15 3 15
Jumlah 100 265 265
Dari Tabel 7.11. diatas dapat diketahui bahwa hasil perkalian antara
bobot dan skor pada stasiun 1 dan 2 nilainya sama, yaitu 265. Dengan
mengacu kepada perhitungan pada Bab 3 di atas, maka dapat dijelaskan
bahwa lokasi tersebut Sangat Sesuai (SS) untuk pengembangan kegiatan
budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA).
Tabel 7.12. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
1 Keterlindungan 10 2 20 3 30
2 Kedalaman 10 1 10 2 20
3 Oksigen terlarut 5 2 10 2 10
4 Salinitas 5 1 5 1 5
5 Suhu 5 3 15 3 15
6 Kecerahan 5 1 5 2 5
7 pH 5 2 10 2 10
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-14
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
8 Kecepatan arus (det/m) 10 3 30 3 30
9 Dasar perairan 10 1 10 3 30
10 Tingkat pencemaran 10 3 30 3 30
11 Keberadaan seagress 10 1 20 2 20
12 Konflik kepentingan 10 3 30 3 30
13 Akses 5 3 15 3 15
Jumlah 100 210 250
Dari Tabel 7.12. diatas dapat diketahui bahwa hasil perkalian antara
bobot dan skor pada stasiun 1 nilainya 210 dan stasiun 2 nilainya 250. Dengan
mengacu kepada perhitungan pada Bab 3 di atas, maka dapat dijelaskan bahwa
lokasi tersebut Sangat Sesuai (SS) untuk pengembangan kegiatan budidaya
teripang. Namun demikian jika dilihat dari aspek kedalaman dimana stasiun 2
kedalamannya hanya 1,2 m, maka disini budidaya teripang sangat sesuai.
Sedangkan pada stasiun 1 yang kedalamannya mencapai 3,0 m dan dasar
perairannya terjal maka daerah ini tidak sesuai untuk budidaya teripang.
Luas lokasi budidaya laut di Desa Benan mencapai 583,78 ha. Dari
luasan tersebut dapat dikembangkan untuk budidaya rumput laut dan atau
keramba jaring apung (KJA) 356,34 ha, keramba tancap (KJT) 110,25 ha, dan
untuk budidaya teripang 117,19 ha. Untuk lebih jelasnya posisi lokasi tersebut
dapat dilihat pada Gambar 7.3.
Dari luas lahan 356,34 ha, luas lahan yang dapat dimanfaatkan untuk
budidaya rumput laut 285,07 ha dengan jumlah unit usaha sebanyak 11.403 unit
(1 unit 20 rakit ukuran 5 x 2,5 m). Khusus untuk teripang, luas lahan 117,19 ha,
yang dapat dimanfaatkan seluas 93,75 ha dengan jumlah unit usaha sebanyak
1.875 unit (1 unit seluas 500 m2).
Sedangkan dari luas lahan untuk KJA 356,34 ha, hanya dapat
dimanfaatkan seluas 213,80 ha dengan jumlah KJA yang dapat beroperasi
sebanyak 133.628 unit (ukuran 4 x 4 m). Sedangkan untuk KJT dari luas 110,25
ha hanya dapat dimanfaatkan 66,15 ha dengan jumlah KJT yang beroperasi
sebanyak 44.100 unit (ukuran 3 x 5 m).
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-15
Gambar 7.3. Peta Kawasan Budidaya Laut di Desa Benan
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-16
7.1.4. Desa Batu Belobang
Tabel 7.14. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
1 Keterlindungan 10 3 30 3 30
2 Kedalaman 5 2 10 2 10
3 Oksigen terlarut 5 2 10 3 15
4 Salinitas 10 3 30 3 30
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-17
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
5 Suhu 5 3 15 3 15
6 Kecerahan 10 3 30 3 30
7 pH 5 3 15 3 15
8 Kecepatan arus (det/m) 5 1 5 1 5
9 Dasar perairan 5 3 15 3 15
10 Tingkat pencemaran 10 3 30 3 30
11 Hama 10 2 20 2 20
12 Konflik kepentingan 10 3 30 3 30
13 Akses 5 3 15 3 15
14 Keamanan 5 3 15 3 15
Jumlah 100 255 260
Dari Tabel 7.14. diatas dapat diketahui bahwa hasil perkalian antara
bobot dan skor pada stasiun 1 nilainya 255 dan stasiun 2 nilainya 269. Dengan
mengacu kepada perhitungan pada Bab 3 di atas, maka dapat dijelaskan
bahwa lokasi tersebut Sangat Sesuai (SS) untuk pengembangan kegiatan
budidaya rumput laut.
Tabel 7.15. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
1 Keterlindungan 10 3 30 3 30
2 Ketinggian Pasang (m) 10 3 30 3 30
3 Kedalaman Perairan (m) 10 1 10 1 10
4 Oksigen terlarut (mg/I) 5 3 15 3 15
5 Salinitas (ppt) 5 3 15 3 15
6 Suhu (0C) 5 3 15 3 15
7 pH 5 3 15 3 15
8 Kecepatan Arus m/det 10 3 30 3 30
9 Tingkat pencemaran 10 3 30 3 30
10 Predator 5 2 10 2 10
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-18
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
11 Dasar Perairan 5 3 15 3 15
12 Konflik kepentingan 10 3 30 3 30
13 Akses 5 3 15 3 15
14 Keamanan 5 3 15 3 15
Jumlah 100 275 275
Dari Tabel 7.15. diatas dapat diketahui bahwa hasil perkalian antara
bobot dan skor pada stasiun 1 dan 2 nilainya sama, yaitu 275. Dengan mengacu
kepada perhitungan pada Bab 3 di atas, maka dapat dijelaskan bahwa lokasi
tersebut Sangat Sesuai (SS) untuk pengembangan kegiatan budidaya ikan dalam
keramba jaring apung (KJA). Namun apabila dilihat dari aspek kedalaman
perairan maka di kawasan ini yang paling cocok adalah budidaya ikan dalam
keramba tancap, sebagaimana banyak dilakukan oleh masyarakat.
Tabel 7.16. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
1 Keterlindungan 10 3 30 3 30
2 Kedalaman 10 1 10 3 30
3 Oksigen terlarut 5 3 15 2 10
4 Salinitas 5 3 15 3 15
5 Suhu 5 3 15 3 15
6 Kecerahan 5 1 5 3 15
7 pH 5 2 10 2 10
8 Kecepatan arus (det/m) 10 3 30 3 30
9 Dasar perairan 10 3 30 3 30
10 Tingkat pencemaran 10 3 30 3 30
11 Keberadaan seagress 10 2 20 2 20
12 Konflik kepentingan 10 3 30 3 30
13 Akses 5 3 15 3 15
Jumlah 100 255 280
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-19
Dari Tabel 7.16. diatas dapat diketahui bahwa hasil perkalian antara
bobot dan skor pada stasiun 1 nilainya 255 dan stasiun 2 nilainya 280. Dengan
mengacu kepada perhitungan pada Bab 3 di atas, maka dapat dijelaskan
bahwa lokasi tersebut Sangat Sesuai (SS) untuk pengembangan kegiatan
budidaya teripang. Sementara itu pada stasiun 1 dimana kedalaman perairan
2,1 m tidak cocok untuk budidaya teripang. Alternatif yang dapat dilakukan
dengan menggeser lokasi mendekati pantai sehingga kedalamannya memenuhi
persyaratan.
Dari luas lahan 206,43 ha, luas lahan yang dapat dimanfaatkan untuk
budidaya rumput laut 165,14 ha dengan jumlah unit usaha sebanyak 6.606
unit (1 unit 20 rakit ukuran 5 x 2,5 m). Khusus untuk teripang, luas lahan
90,38 ha, yang dapat dimanfaatkan seluas 72,30 ha dengan jumlah unit usaha
sebanyak 1.446 unit (1 unit seluas 500 m2).
Sedangkan dari luas lahan untuk KJA 206,43 ha, hanya dapat
dimanfaatkan seluas 123,86 ha dengan jumlah KJA yang dapat beroperasi
sebanyak 77.411 unit (ukuran 4 x 4 m). Sedangkan untuk KJT dari luas 143,88
ha hanya dapat dimanfaatkan 86,33 ha dengan jumlah KJT yang beroperasi
sebanyak 57.552 unit (ukuran 3 x 5 m).
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-20
Gambar 7.4. Peta Kawasan Budidaya Laut di Desa Batu Belobang
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-21
7.1.5. Desa Sekana
Tabel 7.18. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
1 Keterlindungan 10 1 10 1 10
2 Kedalaman 5 3 15 3 15
3 Oksigen terlarut 5 3 15 3 15
4 Salinitas 10 3 30 3 30
5 Suhu 5 3 15 3 15
6 Kecerahan 10 3 30 3 30
7 pH 5 3 15 3 15
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-22
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
8 Kecepatan arus (det/m) 5 1 5 1 5
9 Dasar perairan 5 2 10 2 10
10 Tingkat pencemaran 10 3 30 3 30
11 Hama 10 2 20 2 20
12 Konflik kepentingan 10 3 30 3 30
13 Akses 5 3 15 3 15
14 Keamanan 5 3 15 3 15
Jumlah 100 255 255
Dari Tabel 7.18. diatas dapat diketahui bahwa hasil perkalian antara
bobot dan skor pada stasiun 1 dan 2 nilainya sama, yaitu 255. Dengan mengacu
kepada perhitungan pada Bab 3 di atas, maka dapat dijelaskan bahwa lokasi
tersebut Sangat Sesuai (SS) untuk pengembangan kegiatan budidaya rumput
laut. Namun melihat kawasan Trege merupakan perairan yang terbuka, maka
yang paling aman untuk memelihara rumput laut adalah musim timur.
Tabel 7.19. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
1 Keterlindungan 10 1 10 1 10
2 Ketinggian Pasang (m) 10 3 30 3 30
3 Kedalaman Perairan (m) 10 2 20 2 20
4 Oksigen terlarut (mg/I) 5 3 15 3 15
5 Salinitas (ppt) 5 3 15 3 15
6 Suhu (0C) 5 2 10 2 10
7 pH 5 2 10 2 10
8 Kecepatan Arus m/det 10 3 30 3 30
9 Tingkat pencemaran 10 3 30 3 30
10 Predator 5 2 10 2 10
11 Dasar Perairan 5 2 10 2 10
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-23
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
12 Konflik kepentingan 10 3 30 3 30
13 Akses 5 3 15 3 15
14 Keamanan 5 3 15 3 15
Jumlah 100 230 230
Dari Tabel 7.19. diatas dapat diketahui bahwa hasil perkalian antara
bobot dan skor pada stasiun 1 dan 2 nilainya sama, yaitu 230. Dengan mengacu
kepada perhitungan pada Bab 3 di atas, maka dapat dijelaskan bahwa lokasi
tersebut Sangat Sesuai (SS) untuk pengembangan kegiatan budidaya ikan dalam
keramba jaring apung (KJA). Namun demikian karena kawasan ini tergolong
kawasan yang terbuka sehingga dipengaruhi oleh 4 musim angin yang ada, maka
yang lebih aman adalah pemeliharaan ikan dalam keramba tancap. Keramba
tancap lebih kokoh sehingga mampu bertahan akibat pengaruh angin jika
dibandingkan dengan keramba jaring apung.
Tabel 7.20. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
1 Keterlindungan 10 1 10 1 10
2 Kedalaman 10 1 10 1 10
3 Oksigen terlarut 5 3 15 2 10
4 Salinitas 5 1 5 1 5
5 Suhu 5 3 15 3 15
6 Kecerahan 5 1 5 1 5
7 pH 5 1 5 1 5
8 Kecepatan arus (det/m) 10 3 30 3 30
9 Dasar perairan 10 2 20 2 20
10 Tingkat pencemaran 10 3 30 3 30
11 Keberadaan seagress 10 1 10 1 10
12 Konflik kepentingan 10 3 30 3 30
13 Akses 5 3 15 3 15
Jumlah 100 200 195
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-24
Dari Tabel 7.20. diatas dapat diketahui bahwa hasil perkalian antara
bobot dan skor pada stasiun 1 nilainya 200 dan stasiun 2 nilainya 195. Dengan
mengacu kepada perhitungan pada Bab 3 di atas, maka dapat dijelaskan bahwa
lokasi tersebut Sesuai (S) untuk pengembangan kegiatan budidaya teripang.
Namun jika akan membudidayakan teripang sebaiknya lokasi diarahkan ke tepi
pantai dimana kedalamannya memenuhi persyarakatan dan kegiatan budidaya
dapat dilakukan selain musim angin utara.
Luas lokasi budidaya laut di Desa Sekanah mencapai 321,35 ha. Dari
luasan tersebut dapat dikembangkan untuk budidaya rumput laut 146,17 ha
keramba tancap (KJT) 90,57 ha, dan untuk budidaya teripang 84,61 ha. Untuk
lebih jelasnya posisi lokasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.5.
Dari luas lahan 146,17 ha, luas lahan yang dapat dimanfaatkan untuk
budidaya rumput laut 116,94 ha dengan jumlah unit usaha sebanyak 4.677 unit
(1 unit 20 rakit ukuran 5 x 2,5 m). Khusus untuk teripang, luas lahan 84,61 ha,
yang dapat dimanfaatkan seluas 67,69 ha dengan jumlah unit usaha sebanyak
1.354 unit (1 unit seluas 500 m2). Sedangkan untuk KJT dari luas 90,57 ha hanya
dapat dimanfaatkan 54,34 ha dengan jumlah KJT yang beroperasi sebanyak
36.228 unit (ukuran 3 x 5 m).
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-25
Gambar 7.5. Peta Kawasan Budidaya Laut di Desa Sekanah
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-26
7.1.6. Desa Temiang
Tabel 7.22. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
1 Keterlindungan 10 3 30 3 30
2 Kedalaman 5 2 10 3 30
3 Oksigen terlarut 5 3 15 3 15
4 Salinitas 10 3 30 3 30
5 Suhu 5 3 15 3 15
6 Kecerahan 10 3 30 3 30
7 pH 5 3 15 3 15
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-27
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
8 Kecepatan arus (det/m) 5 1 5 1 5
9 Dasar perairan 5 2 10 2 10
10 Tingkat pencemaran 10 3 30 3 30
11 Hama 10 2 20 2 20
12 Konflik kepentingan 10 3 30 3 30
13 Akses 5 3 15 3 15
14 Keamanan 5 3 15 3 15
Jumlah 100 270 270
Dari Tabel 7.22. diatas dapat diketahui bahwa hasil perkalian antara bobot
dan skor pada stasiun 1 dan 2 nilainya sama, yaitu 270. Dengan mengacu kepada
perhitungan pada Bab 3 di atas, maka dapat dijelaskan bahwa lokasi tersebut
Sangat Sesuai (SS) untuk pengembangan kegiatan budidaya rumput laut.
Tabel 7.23. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
1 Keterlindungan 10 3 30 3 30
2 Ketinggian Pasang (m) 10 3 30 3 30
3 Kedalaman Perairan (m) 10 1 10 2 20
4 Oksigen terlarut (mg/I) 5 3 15 3 15
5 Salinitas (ppt) 5 3 15 3 15
6 Suhu (0C) 5 3 15 3 15
7 pH 5 2 10 2 10
8 Kecepatan Arus m/det 10 3 30 3 30
9 Tingkat pencemaran 10 3 30 3 30
10 Predator 5 2 10 2 10
11 Dasar Perairan 5 2 10 2 10
12 Konflik kepentingan 10 3 30 3 30
13 Akses 5 3 15 3 15
14 Keamanan 5 3 15 3 15
Jumlah 100 265 275
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-28
Dari Tabel 7.23. diatas dapat diketahui bahwa hasil perkalian antara
bobot dan skor pada stasiun 1 dengan nilai 265 dan stasiun 2 dengan nilai
275. Dengan mengacu kepada perhitungan pada Bab 3 di atas, maka dapat
dijelaskan bahwa lokasi tersebut Sangat Sesuai (SS) untuk pengembangan
kegiatan budidaya ikan dalam KJA dan keramba tancap. Untuk stasiun 2 yang
hanya memiliki kedalaman 3,8 m masih memungkinkan untuk budidaya ikan
dalam KJA, karena masih dalam kisaran 4 m sebagai persyaratan minimal
untuk KJA.
Tabel 7.24. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Skor Bobot x Skor Bobot x
Skor Skor
1 Keterlindungan 10 3 30 3 30
2 Kedalaman 10 1 10 1 10
3 Oksigen terlarut 5 2 10 2 10
4 Salinitas 5 1 5 1 5
5 Suhu 5 3 15 3 15
6 Kecerahan 5 1 5 1 5
7 pH 5 2 10 2 10
8 Kecepatan arus (det/m) 10 3 30 3 30
9 Dasar perairan 10 2 20 2 20
10 Tingkat pencemaran 10 3 30 3 30
11 Keberadaan seagress 10 1 10 1 10
12 Konflik kepentingan 10 3 30 3 30
13 Akses 5 3 15 3 15
Jumlah 100 220 220
Dari Tabel 7.24. diatas dapat diketahui bahwa hasil perkalian antara
bobot dan skor pada stasiun 1 dan 2 nilainya sama, yaitu 220. Dengan
mengacu kepada perhitungan pada Bab 3 di atas, secara umum dapat
dijelaskan bahwa lokasi tersebut Sangat Sesuai (SS) untuk pengembangan
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-29
kegiatan budidaya teripang. Namun demikian karena perairan ini cukup dalam
untuk budidaya teripang, maka lokasi budidaya disarankan lebih diarahkan ke
pantai dimana kedalamannya memenuhi persyarakatan untuk budidaya
teripang ( 0,5 – 1,5 m).
Luas lokasi budidaya laut di Desa Temiang mencapai 362,84 ha. Dari
luasan tersebut dapat dikembangkan untuk budidaya rumput laut dan atau
keramba jaring apung (KJA) 151,60 ha, keramba tancap (KJT) 139,98 ha, dan
untuk budidaya teripang 71,26 ha. Untuk lebih jelasnya posisi lokasi tersebut
dapat dilihat pada Gambar 7.6.
Dari luas lahan 151,60 ha, luas lahan yang dapat dimanfaatkan untuk
budidaya rumput laut 121,28 ha dengan jumlah unit usaha sebanyak 4.851 unit
(1 unit 20 rakit ukuran 5 x 2,5 m). Khusus untuk teripang, luas lahan 71,26 ha,
yang dapat dimanfaatkan seluas 57,01 ha dengan jumlah unit usaha sebanyak
1.140 unit (1 unit seluas 500 m2).
Sedangkan dari luas lahan untuk KJA 151,60 ha, hanya dapat
dimanfaatkan seluas 90,96 ha dengan jumlah KJA yang dapat beroperasi
sebanyak 56.850 unit (ukuran 4 x 4 m). Sedangkan untuk KJT dari luas 139,98 ha
hanya dapat dimanfaatkan 83,99 ha dengan jumlah KJT yang beroperasi
sebanyak 55.992 unit (ukuran 3 x 5 m).
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-30
Gambar 7.6. Peta Kawasan Budidaya Laut di Desa Temiang
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-31
7.1.7. Kelurahan Senayang
Tabel 7.26. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
1 Keterlindungan 10 3 30 3 30
2 Kedalaman 5 3 15 3 15
3 Oksigen terlarut 5 3 15 3 15
4 Salinitas 10 3 30 3 30
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-32
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
5 Suhu 5 3 15 3 15
6 Kecerahan 10 3 30 3 30
7 pH 5 3 15 3 15
8 Kecepatan arus (det/m) 5 1 5 1 5
9 Dasar perairan 5 2 10 2 10
10 Tingkat pencemaran 10 3 30 3 30
11 Hama 10 2 20 2 20
12 Konflik kepentingan 10 3 30 3 30
13 Akses 5 3 15 3 15
14 Keamanan 5 3 15 3 15
Jumlah 100 275 275
Dari Tabel 7.26. diatas dapat diketahui bahwa hasil perkalian antara bobot
dan skor pada stasiun 1 dan 2 nilainya sama, yaitu 275. Dengan mengacu kepada
perhitungan pada Bab 3 di atas, maka dapat dijelaskan bahwa lokasi tersebut
Sangat Sesuai (SS) untuk pengembangan kegiatan budidaya rumput laut.
Tabel 7.27. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
1 Keterlindungan 10 3 30 3 30
2 Ketinggian Pasang (m) 10 3 30 3 30
3 Kedalaman Perairan (m) 10 2 20 2 20
4 Oksigen terlarut (mg/I) 5 3 15 3 15
5 Salinitas (ppt) 5 3 15 3 15
6 Suhu (0C) 5 3 15 3 15
7 pH 5 2 10 2 10
8 Kecepatan Arus m/det 10 3 30 3 30
9 Tingkat pencemaran 10 3 30 3 30
10 Predator 5 2 10 2 10
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-33
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
11 Dasar Perairan 5 2 10 2 10
12 Konflik kepentingan 10 3 30 3 30
13 Akses 5 3 15 3 15
14 Keamanan 5 3 15 3 15
Jumlah 100 275 275
Dari Tabel 7.27. diatas dapat diketahui bahwa hasil perkalian antara
bobot dan skor pada stasiun 1 dan 2 nilainya sama, yaitu 275. Dengan mengacu
kepada perhitungan pada Bab 3 di atas, maka dapat dijelaskan bahwa lokasi
tersebut Sangat Sesuai (SS) untuk pengembangan kegiatan budidaya ikan dalam
keramba jaring apung (KJA). Untuk stasiun 1 selain KJA juga cocok untuk lokasi
keramba tancap.
Tabel 7.28. Nilai Skor dan Hasil Perkalian Nilai Skor dan Bobot
Stasiun 1 Stasiun 2
No Parameter Yang Diukur Bobot Bobot x Bobot x
Skor Skor
Skor Skor
1 Keterlindungan 10 3 30 3 30
2 Kedalaman 10 1 10 1 10
3 Oksigen terlarut 5 2 10 2 10
4 Salinitas 5 1 5 1 5
5 Suhu 5 3 15 3 15
6 Kecerahan 5 1 5 1 5
7 pH 5 2 10 2 10
8 Kecepatan arus (det/m) 10 3 30 3 30
9 Dasar perairan 10 2 20 2 20
10 Tingkat pencemaran 10 3 30 3 30
11 Keberadaan seagress 10 1 10 1 10
12 Konflik kepentingan 10 3 30 3 30
13 Akses 5 3 15 3 15
Jumlah 100 220 220
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-34
Dari Tabel 7.28. diatas dapat diketahui bahwa hasil perkalian antara
bobot dan skor pada stasiun 1 dan 2 nilainya sama, yaitu 220. Dengan
mengacu kepada perhitungan pada Bab 3 di atas, maka dapat dijelaskan
bahwa lokasi tersebut Sangat Sesuai (SS) untuk pengembangan kegiatan
budidaya teripang. Namun demikian dari hasil pengamatan dilapangan
ternyata stasiun 2 tidak cocok untuk budidaya teripang karena pantainya yang
terjal sehingga memiliki pantai yang sempit pada saat air surut. Sedangkan
stasiun 2 dekat pemukiman dan memiliki pantai yang agak landai sehingga
masih cocok untuk budidaya teripang.
Dari luas lahan 146,17 ha, luas lahan yang dapat dimanfaatkan untuk
budidaya rumput laut 116,94 ha dengan jumlah unit usaha sebanyak 4.677 unit
(1 unit 20 rakit ukuran 5 x 2,5 m). Khusus untuk teripang, luas lahan 84,61 ha,
yang dapat dimanfaatkan seluas 67,69 ha dengan jumlah unit usaha sebanyak
1.354 unit (1 unit seluas 500 m2).
Sedangkan dari luas lahan untuk KJA 146,17 ha, hanya dapat
dimanfaatkan seluas 87,70 ha dengan jumlah KJA yang dapat beroperasi
sebanyak 54.814 unit (ukuran 4 x 4 m). Sedangkan untuk KJT dari luas 90,57 ha
hanya dapat dimanfaatkan 54,34 ha dengan jumlah KJT yang beroperasi
sebanyak 36.228 unit (ukuran 3 x 5 m).
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-35
Gambar 7.7. Peta Kawasan Budidaya Laut di Kelurahan Senayang
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-36
7.2. Potensi Lahan Pengembangan Budidaya Laut
Tabel 7.29. Potensi Lahan yang Sesuai dan yang Dapat Dimanfaatkan untuk
Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten
Lingga
Luas Lahan
Potensi Lahan yang Sesuai (Ha) Total
Yang Dapat Dimanfaatkan (Ha)
Lokasi Rumput
Rumput
Laut & KJT Teripang Total KJA KJT Teripang * **
Laut
atau KJA
Limbung 568,28 542,08 481,06 1.591,42 454,62 - 325,25 384,85 1.164,72 1.874,82
Mamut 66,96 30,92 16,70 114,58 53,57 40,18 18,55 13,36 85,48 117,39
Benan 356,34 110,25 117,19 583,78 285,07 213,80 66,15 93,75 444,97 604,88
B Blbg 206,43 143,88 90,38 440,69 165,14 123,86 86,33 72,30 323,78 482,41
Sekanah 146,17 90,57 84,61 321,35 116,94 - 54,34 67,69 238,97 361,00
Temiang 151,60 139,98 71,26 362,84 121,28 90,96 83,99 57,01 262,28 403,27
Senayang 146,17 90,57 84,61 321,35 116,94 87,70 54,34 67,69 238,97 361,00
Jumlah 1.641,95 1.148,25 945,81 3.736,01 1.313,56 556,50 688,95 756,65 2.759,16 4.204,76
Ket : * : apabila lahan dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut, KJT dan teripang
** : apabila lahan dimanfaatkan untuk budidaya KJA, KJT dan teripang
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-37
7.3.1. Budidaya Rumput Laut
Dari Tabel 7.30 diatas juga dapat dilihat bahwa total nilai skor
keseluruhan variabel hanya 9. Ambang batas usaha yang layak untuk
dikembangkan adalah: total skor minimal 10 dan skor rata-rata minimal 2,5
(Hidayat, 2001). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan
pengembangan budidaya rumput laut diseluruh lokasi secara ekonomi
belum layak.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-38
7.3.2. Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung
Dari Tabel 7.31 dapat djelaskan bahwa untuk budidaya Ikan Kerapu
Sunu dalam KJA sebahagian kecil bahan untuk membuat KJA harus
didatangkan dari luar daerah, sedangkan bibit tersedia di setiap lokasi
walaupun jumlahnya tidak banyak. Sementara untuk Ikan Kerapu Macan,
disamping bahan KJA sebahagian kecil harus didatangkan dari luar daerah,
bibitnya juga harus demikian. Disisi lain peluang pasar Ikan Kerapu Sunu
sangat tersedia dengan harga yang menjanjikan jika dibandingkan Ikan Kerapu
Macan sehingga minat masyarakat pun sangat besar.
Sampai saat ini budidaya ikan dalam KJA di seluruh lokasi belum
berkembang. Hal ini disebabkan karena biaya untuk pembuatan KJA cukup
besar. Usaha KJA hanya dilakukan oleh beberapa orang pengusaha (Tauke)
yang memiliki modal yang kuat. Namun demikian usaha budidaya ikan dalam
KJA ini secara ekonomis layak untuk dikembangkan.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-39
7.3.3. Budidaya Ikan dalam Keramba Tancap
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-40
Tabel 7.33. Hasil Perhitungan Tentang Kelayakan Ekonomi Pengembangan
Budidaya Teripang di Seluruh Lokasi
No Variabel Skor
1 Ketersediaan bahan baku 3
2 Ketersediaan tenaga kerja 3
3 Peluang pasar 3
4 Minat Masyarakat 3
Jumlah 12
 Menggunakan metode rakit apung 1 unit (20 rakit, ukuran setiap rakit 5 x
2,5 m).
 Kebutuhan bibit 600 Kg
 Berat bibit setiap rumpun 100 gram
 Setiap rakit terdiri dari 300 rumpun
 Berat panen 7 kali berat awal (laju pertumbuhan harian + 4%)
 Produksi Basah 4.200 Kg
 Persediaan bibit untuk musim tanam berikutnya 600 Kg
 Berat kering (Setiap 8 kg berat basah menjadi 1 kg berat kering)
 Berat kering panen setelah diambil untuk bibit (450 Kg)
 Sarana budidaya bertahan untuk 6 kali musim tanam
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-41
1. Investasi
Harga Satuan Total
No. Bahan Satuan Jumlah
(RP) (Rp)
1 Bambu/Kayu Batang 60 20.000 1.200.000
2 Tali Jangkar 10 mm Gulung 4 25.000 100.000
3 Tali Rentang 4 mm Gulung 20 20.000 400.000
4 Tali Pengikat Gulung 3 15.000 45.000
4 Jangkar Unit 20 25.000 500.000
5 Tempat Penjemuran Unit 1 500.000 500.000
Total Investasi 2.745.000
3. Penerimaan
Harga Satuan Total
No. Rincian Satuan Jumlah
(RP) (Rp)
1 Hasil penjualan kering Kg 450 7.000 3.150.000
2 Penjualan Bibit Kg 600 2.000 1.200.000
Pendapatan Kotor 4.350.000
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-42
7. Efisiensi penggunaan modal diukur dengan ROI (Return Of Invesment) =
Keuntungan/Modal Usaha x 100%
= (Rp. 1.167.500 : RP 5.927.500 x 100 % = 19,70 %
Semakin besar ROI, makin efisien penggunaan modal
 Ukuran KJA 4 x 4 m
 Kebutuhan bibit 1600 ekor
 Mortalitas 50 %
 Konversi pakan 1 : 10
 Berat rata-rata panen 800 gram
 Produksi 640 kg
 Lama pemeliharaan 6 bulan
 Sarana budidaya bertahan untuk 3 kali priode produksi
1. Investasi
Harga Satuan Total
No. Bahan Satuan Jumlah
(RP) (Rp)
1 Drum plastik Unit 8 200.000 1.600.000
2 Kayu beloti Batang 10 30.000 300.000
3 Jaring Kg 50 50.000 2.500.000
4 Tali pengikat jaring Gulung 2 30.000 60.000
5 Papan Lembar 8 30.000 240.000
6 Paku Kg 5 25.000 125.000
7 Pemberat/jangkar Unit 4 250.000 1.000.000
8 Tali pengikat rakit Gulung 1 100.000 100.000
Total Investasi 5.925.000
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-43
2. Total Biaya (Biaya Produksi/Operasional)
Harga Satuan Total
No. Rincian Satuan Jumlah
(RP) (Rp)
1 Bibit Ekor 1600 30.000 48.000.000
2 Pakan Kg 6400 3.000 19.200.000
3 Tenaga Kerja Orang 1 700.000 4.200.000
4 Penyusutan Investasi 1.975.000
5 Perawatan keramba Paket 1 1000.000 1000.000
6 Obat-obatan Paket 1 500.000 500.000
Total Biaya Produksi 74.875.000
3. Penerimaan
Harga Satuan Total
No. Rincian Satuan Jumlah
(RP) (Rp)
1 Hasil penjualan Kg 640 180.000 115.200.000
Pendapatan Kotor 115.200.000
BCR > 1, maka usaha budidaya ikan kerapu sunu dalam KJA layak diusahakan
 Ukuran KJA 4 x 4 m
 Kebutuhan bibit 1600 ekor
 Mortalitas 25 %
 Konversi pakan 1 : 10
 Berat rata-rata panen 800 gram
 Produksi 960 kg
 Lama pemeliharaan 6 bulan
 Sarana budidaya bertahan untuk 3 kali priode produksi
1. Investasi
Harga Satuan Total
No. Bahan Satuan Jumlah
(RP) (Rp)
1 Drum plastik Unit 8 200.000 1.600.000
2 Kayu beloti Batang 10 30.000 300.000
3 Jaring Kg 50 50.000 2.500.000
4 Tali pengikat jaring Gulung 2 30.000 60.000
5 Papan Lembar 8 30.000 240.000
6 Paku Kg 5 25.000 125.000
7 Pemberat/jangkar Unit 4 250.000 1.000.000
8 Tali pengikat rakit Gulung 1 100.000 100.000
Total Investasi 5.925.000
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-45
3. Penerimaan
Harga Satuan Total
No. Rincian Satuan Jumlah
(RP) (Rp)
1 Hasil penjualan Kg 960 90.000 86.400.000
Pendapatan Kotor 86.400.000
BCR > 1, maka usaha budidaya ikan kerapu macan dalam KJA layak
diusahakan
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-46
 Ukuran keramba tancap 3 x 5 m
 Kebutuhan bibit 1500 ekor
 Mortalitas 50 %
 Konversi pakan 1 : 10
 Berat rata-rata panen 800 gram
 Produksi 600 kg
 Lama pemeliharaan 6 bulan
 Sarana budidaya bertahan untuk 3 kali priode produksi
1. Investasi
Harga Satuan Total
No. Bahan Satuan Jumlah
(RP) (Rp)
1 Kayu Batang 50 30.000 1.500.000
2 Jaring Kg 40 50.000 2.000.000
3 Tali pengikat Gulung 3 30.000 90.000
4 Papan Lembar 10 30.000 300.000
5 Paku Kg 10 25.000 250.000
Total Investasi 4.140.000
3. Penerimaan
Harga Satuan Total
No. Rincian Satuan Jumlah
(RP) (Rp)
1 Hasil penjualan Kg 600 180.000 108.000.000
Pendapatan Kotor 108.000.000
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-47
4. Keuntungan (Net Income) = Penerimaan – Total Biaya
BCR > 1, maka usaha budidaya ikan kerapu sunu dalam KJT layak
diusahakan
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-48
1. Investasi
Harga Satuan Total
No. Bahan Satuan Jumlah
(RP) (Rp)
1 Kayu Batang 50 30.000 1.500.000
2 Jaring Kg 40 50.000 2.000.000
3 Tali pengikat Gulung 3 30.000 90.000
4 Papan Lembar 10 30.000 300.000
5 Paku Kg 10 25.000 250.000
Total Investasi 4.140.000
3. Penerimaan
Harga Satuan Total
No. Rincian Satuan Jumlah
(RP) (Rp)
1 Hasil penjualan Kg 900 90.000 81.000.000
Pendapatan Kotor
BCR > 1, maka usaha budidaya ikan kerampu macan dalam KJT layak
diusahakan
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-49
7. Efisiensi penggunaan modal diukur dengan ROI (Return Of Invesment) =
Keuntungan/Modal Usaha x 100%
1. Investasi
Harga Satuan Total
No. Bahan Satuan Jumlah
(RP) (Rp)
1 Kayu Batang 30 30.000 900.000
2 Jaring Kg 120 50.000 6.000.000
3 Tali pengikat Gulung 3 30.000 90.000
Total Investasi 6.990.000
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-50
2. Total Biaya (Biaya Produksi/Operasional)
Harga Satuan Total
No. Rincian Satuan Jumlah
(RP) (Rp)
1 Bibit Ekor 7500 6.000 45.000.000
2 Pakan tambahan Kg 2000 1.500 3.000.000
3 Tenaga Kerja Orang 1 700.000 4.900.000
4 Penyusutan Investasi 2.330.000
5 Perawatan penkultur Paket 1 300.000 900.000
6 Biaya pengeringan Paket 1 1.000.000 2.000.000
Total Biaya Produksi 58.130.000
3. Penerimaan
Harga Satuan Total
No. Rincian Satuan Jumlah
(RP) (Rp)
1 Hasil penjualan Kg 120 800.000 96.000.000
Pendapatan Kotor
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-51
7.5. Teknik Budidaya
7.5.1. Rumput Laut
b. Metode Budidaya
Melihat dari kondisi lingkungan disemua lokasi studi dan jenis metode
budidaya yang umum digunakan, maka metode budidaya rumput laut yang
direkomendasikan adalah metode rakit apung.
Untuk menahan agar rakit tidak hanyut terbawa oleh arus, digunakan
jangkar dengan tali PE yang berukuran 10 mm sebagai penahannya. Untuk
menghemat areal dan memudahkan pemeliharaan, beberapa rakit dapat
digabung menjadi satu dan setiap rakit diberi jarak sekitar 1 meter. Bibit
50 – 100 gram diikat di tali plastik berjarak 20-25 cm pada setiap titiknya.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-52
Pertumbuhan tanaman yang menggunakan metode apung ini, umumnya
lebih baik dari pada metode lepas dasar, karena pergerakan air dan intensitas
cahaya cukup memadai bagi pertumbuhan rumput laut. Metode apung
memiliki keuntungan lain yaitu pemeliharaannya mudah dilakukan, terbebas
tanaman dari gangguan bulu babi dan binatang laut lainnya, berkurangnya
tanaman yang hilang karena lepasnya cabang-cabang, serta pengendapan
kotoran pada tanaman lebih sedikit.
Agar pemeliharaan bisa lebih efektif dan efisien, maka pada umumnya 1
unit usaha terdiri dari 20 rakit dengan masing-masing rakit berukuran 5 x 2,5
meter. Satu rakit terdiri dari 24 tali dengan jarak antara tali masing-masing 20
cm. Untuk setiap tali dapat diikatkan 9 rumpun tanaman, dan jarak antara
rumpun yang satu dengan yang lainnya adalah 25 cm. Jadi dalam satu rakit akan
terdiri dari 300 rumpun dengan berat rata-rata per 100 gram atau dibutuhkan
bibit sebanyak 30 kg (asumsi : bambu tidak digunakan untuk mengikat bibit).
Sarana dan peralatan yang diperlukan untuk 1 unit rakit apung usaha
budidaya rumput laut yang terdiri dari 20 buah rakit berukuran 5 x 2,5 meter
adalah sebagai berikut :
Hasil produksi yang akan diperoleh dari 1 unit yang terdiri dari 20 rakit
ukuran 2,5 x 5 meter (asumsi : hasil panen 7 kali berat awal) adalah sebesar
4.200 kg rumput laut basah permusim tanam (MT) atau 525 kg rumput laut
kering (dengan konversi sekitar 8 : 1). Gambar metode budidaya rumput laut
dengan menggunakan metode rakit dapat dilihat pada Gambar 7.9.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-53
Gambar 7.9. Metode Rakit Apung
c. Waktu Pemeliharaan
a. Jenis Ikan
b. Metoda Budidaya
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-54
lama. Ukurannya kerangka 6 x 6 m, sedangkan ukuran jaring 4 x 4 m. Dengan
demikian kiri kanan jaring dapat dibuat jalan dari papan yang lembarnya
kurang lebih 1 m. Kedalaman jaring sebaiknya 3 m. Untuk pelampung
dipergunakan drum plastik sebanyak 8 buah sehingga daya apungnya cukup
sempurna. Agar KJA tidak hanyut maka diberi jangkar diempat sisinya,
dengan berat jangkar minimal masing-masing 50 kg dengan panjang tali
jangkar 1,5 kali kedalaman perairan pada waktu pasang tinggi. Jangkar
dapat dibuat dari beton atau besi (Gambar 7.10.).
Kedalam KJA ditebar benih dengan padat tebar 100 ekor/m2. Benih
diberi pakan sebanyak 5 – 10% dari berat tubuh dengan frekwensi pemberian
pakan 2 sampai 3 kali sehari. Panen dilakukan setelah ikan berumur 6 bulan
dengan berat rata-rata 800 gram setiap ekornya.
c. Waktu Pemeliharaan
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-55
berkembang. Pengalaman pembudidaya membuktikan bahwa pada musim
Timur ikan banyak terserang penyakit.
a. Jenis Ikan
b. Metoda Budidaya
a. Jenis Teripang
b. Metoda Budidaya
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-57
untuk memelihara teripang, baik pagar bambu (kisi-kisi) ataupun jaring super
net cukup setinggi 50 cm sampai 100 cm dari dasar perairan. Luas lokasi yang
ideal penculture ini antara 500 – 1.000 m2(Departemen Kelautan dan
Perikanan, 2005).
Pemberian makanan tambahan sebaiknya dilakukan pada sore hari. Hal ini
disesuaikan dengan sifat hidup atau kebiasaan hidup dari teripang. Pada waktu
siang hari teripang tidak begitu aktif bila dibandingkan dengan pada malam hari,
karena pada waktu siang hari ia akan membenamkan dirinya dibawah dasar
pasir/karang pasir untuk beristirahat dan untuk menghindari/melindungi dirinya
dari pemangsa/predator, sedangkan pada waktu malam hari ia akan lebih aktif
mencari makanan, baik berupa plankton maupun sisa-sisa endapan karang yang
berada didasar perairan tempat hidupnya.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-58
c. Waktu Pemeliharaan
Dari hasil analisis finansial usaha budidaya rumput laut dengan metode
rakit apung diatas dapat diketahui bahwa, usaha ini baru mendapatkan
keuntungan yang lumayan jika dipergunakan rakit berukuran 2,5 X 5 m
sebanyak 20 unit. Sedangkan benih yang ditanam sebanyak 100 gram/setiap
rumpun. Dengan masa pemeliharaan 45 hari petani mendapat keuntungan
bersih sebesar Rp. Rp. 1.167.500.
Sedangkan untuk budidaya ikan kerapu sunu dan kerapu macan dalam KJA
sudah menguntungkan dengan memakai ukuran KJA 4 X 4 m. Sebagai gambaran
dari hasil analisis finansial untuk budidaya ikan kerapu sunu di KJA selama 6 bulan
memperoleh keuntungan sebesar Rp. 40.325.000 atau Rp. 6.720.833 per bulan.
Sedangkan untuk kerapu macan Rp. 22.725.000 atau Rp. 3.787.500 per bulan.
Untuk usaha budidaya ikan kerapu sunu dan kerapu macan dalam
keramba tancap sudah menguntungkan hanya dengan menggunakan keramba
tancap ukuran 3 X 5 m. Hasil analisis finansial untuk budidaya ikan kerapu
sunu selama 6 bulan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 38.420.000 atau
Rp. 6.403.333 setiap bulannya. Sedangkan untuk kerapu macan
Rp. 21.920.000 atau setiap bulannya berpenghasilan Rp. 3.653.333
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-59
7.6.2. Pola Pengembangan
Pada pola ini peranan tauke sangat dominan sehingga posisi nelayan
menjadi lemah. Dalam kegiatan bisnis peranan tauke yang sangat dominan
adalah penentuan harga secara sepihak sampai kepada kemungkinan
penolakan komoditi jika harga tidak sesuai. Sementara itu harga-harga
kebutuhan pokok dan sarana investasi yang dibutuhkan
nelayan/pembudidaya juga ditentukan secara sepihak dengan harga yang
relatih lebih mahal.
Namun demikian tidak terbayangkan oleh kita jika tidak ada tauke di
komunitas-komunitas nelayan. Nelayan akan sangat sulit untuk
mendapatkan kebutuhan pokok, peralatan investasi dan menjual ikan hasil
tangkapan atau hasil budidaya. Disamping itu nelayan akan kesulitan untuk
mencari pinjaman/hutang bila mereka membutuhkan pembiayaan hidup
sehari-hari, penyediaan alat tangkap, kebutuhan biaya untuk pesta
perkawinan, sunatan dan uang masuk sekolah. Sementara itu lembaga
keuangan yang ada belum mampu menjangkau wilayah dimana komunitas
masyarakat itu berada. Seandainya telah ada kemampuannyapun masih
sangat terbatas dan dibarengi dengan berbagai persyaratan yang
memberatkan.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-60
dilakukan secara transparan. Untuk mengembangkan kelembagaan ini
diperlukan kelembagaan :
1. Petani
2. Kelompok
3. Tauke/Pengusaha
4. Instansi Pemerintah (Fasilitator)
Hak Pembudidaya:
Kewajiban Pembudidaya:
Hak Pengusaha:
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-61
Kewajiban Pengusaha:
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-62
Tabel 7.34. Kelemahan dan Upaya yang Harus Dilakukan Jika Akan
Mengembangkan Budidaya Laut di Setiap Desa
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-63
No. Desa/Kel. Jenis Kelemahan Upaya Yang Dilakukan
2. Benih Ikan Kerapu 2. Benih kerapu macan
Macan tidak tersedia seluruhnya harus
3. Keterampilan SDM didatangkan dari luar
rendah 3. Perlu pelatihan teknis
4. Musim timur kualitas 4. Pemantauan terhadap ikan
air menurun yang dipelihara dilakukan
secara intensif
Teripang 1. Lokasi agak dalam 1. Lokasi diarahkan ke pantai
2. Tidak ada seagress 2. Seagrees ditanam di wadah
3. Ketersediaan bibit budidaya
terbatas 3. Perlu tambahan bibit dari
4. Keterampilan SDM luar
kurang 4. Perlu pelatihan teknis
3. Benan Rumput Laut 1. Pasar tidak ada 1. Harus diciptakan peluang
2. Bibit tidak tersedia pasar
3. Keterampilan SDM 2. Bibit untuk tahap awal
rendah harus didatangkan dari luar
4. Kecepatan arus agak 3. Perlu pelatihan teknis
lemah 4. Dalam pemeliharaan,
rumput laut sering
digoyang-goyang
Keramba 1. Benih Ikan Kerapu 1. Benih kerapu sunu
Jaring Apung Sunu tersedia akan tambahan harus
(KJA) tetapi jumlahnya didatangkan dari luar
terbatas 2. Benih kerapu macan
2. Benih Ikan Kerapu seluruhnya harus
Macan tidak tersedia didatangkan dari luar
3. Keterampilan SDM 3. Perlu pelatihan teknis
kurang 4. Pemantauan terhadap
4. Musim timur kualitas ikan yang dipelihara
air menurun dilakukan secara
intensif
Keramba 1. Benih Ikan Kerapu 1. Benih kerapu sunu
Tancap Sunu tersedia akan tambahan harus
tetapi jumlahnya didatangkan dari luar
terbatas 2. Benih kerapu macan
2. Benih Ikan Kerapu seluruhnya harus
Macan tidak tersedia didatangkan dari luar
3. Keterampilan SDM 3. Perlu pelatihan teknis
rendah 4. Pemantauan terhadap
4. Musim timur kualitas ikan yang dipelihara
air menurun dilakukan secara intensif
Teripang 1. Ketersediaan bibit 1. Perlu tambahan bibit
terbatas dari luar
2. Keterampilan SDM 2. Perlu pelatihan teknis
kurang
4. Batu Rumput Laut 1. Pasar tidak ada 1. Harus diciptakan peluang
Belobang/ 2. Bibit tidak tersedia pasar
Berjung 3. Arus lemah 2. Bibit untuk tahap awal
4. Keterampilan SDM harus didatangkan dari
rendah luar
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-64
No. Desa/Kel. Jenis Kelemahan Upaya Yang Dilakukan
3. Dalam pemeliharaan,
rumput laut sering
digoyang-goyang
4. Perlu pelatihan teknis
Keramba 1. Benih Ikan Kerapu Sunu 1. Benih kerapu sunu
Jaring Apung tersedia akan tetapi tambahan harus
(KJA) jumlahnya terbatas didatangkan dari luar
2. Benih Ikan Kerapu 2. Benih kerapu macan
Macan tidak tersedia seluruhnya harus
3. Keterampilan SDM didatangkan dari luar
rendah 3. Perlu pelatihan teknis
4. Musim timur kualitas 4. Pemantauan terhadap ikan
air menurun yang dipelihara dilakukan
secara intensif
Keramba 1. Benih Ikan Kerapu 1. Benih kerapu sunu
Tancap Sunu tersedia akan tambahan harus
tetapi jumlahnya didatangkan dari luar
terbatas 2. Benih kerapu macan
2. Benih Ikan Kerapu seluruhnya harus
Macan tidak tersedia didatangkan dari luar
3. Keterampilan SDM 3. Perlu pelatihan teknis
rendah 4. Pemantauan terhadap
4. Musim timur kualitas ikan yang dipelihara
air menurun dilakukan secara intensif
Teripang 1. Lokasi 1 agak dalam 1. Lokasi diarahkan ke
2. Tidak ada seagress pantai
3. Ketersediaan bibit 2. Seagrees ditanam di
terbatas wadah budidaya
4. Keterampilan SDM 3. Perlu tambahan bibit
kurang dari luar
4. Perlu pelatihan teknis
5 Sekana/ Rumput Laut 1. Pasar tidak ada 1. Harus diciptakan peluang
Trege 2. Musim utara lokasi pasar
diterpa angin dan 2. Pada musim utara jangan
gelombang melakukan usaha
3. Bibit tidak tersedia budidaya
4. Arus lemah 3. Bibit untuk tahap awal
5. Keterampilan SDM harus didatangkan dari luar
kurang 4. Dalam pemeliharaan,
rumput laut sering
digoyang-goyang
5. Perlu pelatihan teknis
Keramba 1. Benih Ikan Kerapu Sunu 1. Benih kerapu sunu
Tancap tersedia akan tetapi tambahan harus
jumlahnya terbatas didatangkan dari luar
2. Benih Ikan Kerapu 2. Benih kerapu macan
Macan tidak tersedia seluruhnya harus
3. Keterampilan SDM didatangkan dari luar
kurang 3. Perlu pelatihan teknis
4. Musim timur kualitas 4. Pemantauan terhadap ikan
air menurun yang dipelihara dilakukan
secara intensif
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-65
No. Desa/Kel. Jenis Kelemahan Upaya Yang Dilakukan
Teripang 1. Lokasi agak dalam 1. Lokasi diarahkan ke pantai
2. Tidak ada seagress 2. Seagrees ditanam di wadah
3. Ketersediaan bibit budidaya
terbatas 3. Perlu tambahan bibit dari
4. Keterampilan SDM luar
kurang 4. Perlu pelatihan teknis
6 Temiang/ Rumput Laut 1. Pasar tidak ada 1. Harus diciptakan peluang
Tajur Biru 2. Bibit tidak tersedia pasar
3. Arus lemah 2. Bibit untuk tahap awal
4. Keterampilan SDM harus didatangkan dari luar
kurang 3. Dalam pemeliharaan,
rumput laut sering
digoyang-goyang
4. Perlu pelatihan teknis
Keramba 5. Benih Ikan Kerapu Sunu 1. Benih kerapu sunu
Jaring Apung tersedia akan tetapi tambahan harus
(KJA) jumlahnya terbatas didatangkan dari luar
6. Benih Ikan Kerapu 2. Benih kerapu macan
Macan tidak tersedia seluruhnya harus
7. Keterampilan SDM didatangkan dari luar
rendah 3. Perlu pelatihan teknis
8. Musim timur kualitas 4. Pemantauan terhadap ikan
air menurun yang dipelihara dilakukan
secara intensif
Keramba 1. Benih Ikan Kerapu Sunu 1. Benih kerapu sunu
Tancap tersedia akan tetapi tambahan harus
jumlahnya terbatas didatangkan dari luar
2. Benih Ikan Kerapu 2. Benih kerapu macan
Macan tidak tersedia seluruhnya harus
3. Keterampilan SDM didatangkan dari luar
kurang 3. Perlu pelatihan teknis
4. Musim timur kualitas 4. Pemantauan terhadap
air menurun ikan yang dipelihara
dilakukan secara
intensif
Teripang 1. Lokasi agak dalam 1. Lokasi diarahkan ke
2. Tidak ada seagress pantai
3. Ketersediaan bibit 2. Seagrees ditanam di
terbatas wadah budidaya
4. Keterampilan SDM 3. Perlu tambahan bibit
kurang dari luar
4. Perlu pelatihan teknis
7 Senayang/ Rumput Laut 1. Pasar tidak ada 1. Harus diciptakan peluang
Penaah 2. Bibit tidak tersedia pasar
3. Arus lemah 2. Bibit untuk tahap awal
4. Keterampilan SDM harus didatangkan dari
kurang luar
3. Dalam pemeliharaan,
rumput laut sering
digoyang-goyang
4. Perlu pelatihan teknis
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-66
No. Desa/Kel. Jenis Kelemahan Upaya Yang Dilakukan
Keramba 1. Benih Ikan Kerapu 1. Benih kerapu sunu
Jaring Apung Sunu tersedia akan tambahan harus
(KJA) tetapi jumlahnya didatangkan dari luar
terbatas 2. Benih kerapu macan
2. Benih Ikan Kerapu seluruhnya harus
Macan tidak tersedia didatangkan dari luar
3. Keterampilan SDM 3. Perlu pelatihan teknis
kurang 4. Pemantauan terhadap
4. Musim timur kualitas ikan yang dipelihara
air menurun dilakukan secara
intensif
Keramba 1. Benih Ikan Kerapu 1. Benih kerapu sunu
Tancap Sunu tersedia akan tambahan harus
tetapi jumlahnya didatangkan dari luar
terbatas 2. Benih kerapu macan
2. Benih Ikan Kerapu seluruhnya harus
Macan tidak tersedia didatangkan dari luar
3. Keterampilan SDM 3. Perlu pelatihan teknis
kurang 4. Pemantauan terhadap
4. Musim timur kualitas ikan yang dipelihara
air menurun dilakukan secara
intensif
Teripang 1. Lokasi agak dalam 1. Lokasi diarahkan ke
2. Tidak ada seagress pantai
3. Ketersediaan bibit 2. Seagrees ditanam di
terbatas wadah budidaya
4. Keterampilan SDM 3. Perlu tambahan bibit
kurang dari luar
4. Perlu pelatihan teknis
Dari hasil yang disajikan pada Tabel 7.35 dapat diketahui berbagai
hal yang menjadi faktor pembatas/kelemahan-kelemahan untuk
pengembangan budidaya laut secara optimal di masing-masing desa. Dari
kondisi tersebut dicoba disusun prioritas pengembangan budidaya laut di
masing-masing desa, prioritas dilihat berdasarkan urutan seperti dilihat
pada Tabel 7.35.
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-67
Tabel 7.35. Prioritas Pengembangan Budidaya Laut di Masing-Masing Desa
No. Desa/Site Coremap Urutan Prioritas
1. Limbung KJT, Teripang dan Rumput Laut
2. Mamut KJT, KJA, Teripang dan Rumput Laut
3. Benan KJT, KJA, Teripang dan Rumput Laut
4. Berjung KJT, KJA, Teripang dan Rumput Laut
5. Skana KJT, Teripang dan Rumput Laut
6. Temiang KJT, KJA, Teripang dan Rumput Laut
7. Pena’ah KJT, KJA, Teripang dan Rumput Laut
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-68
Gambar 7.2. Peta Kawasan Budidaya Laut di Desa Mamut
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga 7-11
Lampiran Dokumentasi Lapangan
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga L-1
Lampiran Dokumentasi Lapangan
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga L-2
DAFTAR PUSTAKA
Laporan Akhir, Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut di Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga DP-2