LAPORAN BULANAN
PNPM AGRIBISNIS PERDESAAN
SADI (Smallholder Agribusiness Development Initiative)
BULAN : DESEMBER 2008
RINGKASAN EKSEKUTIF
Sampai dengan akhir bulan Desember 2008, kegiatan PNPM AP telah mencapai tahapan pelaksanaan
kegiatan, baik kegiatan pembangunan/rehabilitasi sarana prasarana dasar pertanian (seperti gudang
komoditas desa, saluran irigasi, pos penyuluhan pertanian, kios tani, lantai penjemuran rumput laut, kandang
ternak kolektif dll) maupun pelaksanaan pelatihan‐pelatihan agribisnis hulu‐hilir komoditas yang berorientasi
pasar (padi SRI, pupuk organik, agroindustri buah‐buahan‐nangka, tomat, pepaya dll) serta pelatihan
penguatan kelembagaan kelompok tani.
Hal yang menonjol dalam pelaksanaan kegiatan PNPM AP adalah tender dan seleksi BDSP (Business
Development Services Provider) atau PJPA (Penyedia Jasa Pengembangan Agribisnis). Hal ini merupakan model
baru yang dilakukan dengan memodifikasi/menyesuaikan aturan‐aturan dari tender jasa pemerintah dan
aturan‐aturan tender kontraktor PNPM Mandiri Perdesaan. Dari hasil tender dan seleksi BDSP tersebut
dilaporkan bahwa sebagian wilayah program tidak kesulitan untuk menjaring BDSP yang berminat tetapi di
wilayah lain mengalami kesulitan untuk menjaring BDSP yang berminat dalam pemberdayaan masyarakat
tani/kelompok tani melalui pelatihan dan pendampingan pada saat demplot area. Kesulitan‐kesulitan tersebut
didasari oleh nilai kontrak kerja yang kecil (kisaran 2‐4 juta rupiah), terbatasnya jumlah BDSP, dan pelaksanaan
kegiatan pelatihan dilakukan dimana masyarakat penerima manfaat berdomisili.
Pada bulan Desember 2008 ini, BLM dan DOK PNPM Agribisnis Perdesaan di delapan kabupaten
wilayah PNPM AP cair 100%, sehingga dalam pelaksanaan kegiatan‐kegiatan usulan masyarakat yang terdanai
dapat segera dilakukan. Disisi lain, dalam proses pencairan dana BLM dari UPK ke TPK di salah satu provinsi
mengalami permasalahan karena melanggar aturan yang telah ditetapkan antara lain pencairan dana BLM
tidak menggunakan Rencana Penggunaan Dana (RPD), RPD tidak diverifikasi oleh FK‐AP & UPK, serta turut
campur tangannya Spesialis dalam menggagas hal tersebut.
Di dalam pelaksanaan kegiatan‐kegiatan tersebut di atas maka telah disalurkan dana Bantuan
Langsung Masyarakat (BLM) PNPM AP yang secara nasional mencapai 18% atau 4 milyar 600 juta‐an rupiah
(pagu BLM 26 Milyar 400 juta rupiah), dengan presentase penyaluran dana BLM masing‐masing provinsi
sebesar Provinsi NTB mencapai 23%, Provinsi Sultra mencapai 21%, Provinsi NTT mencapai 14% dan Provinsi
Sulsel mencapai 13%.
Sedangkan Dana Operasional Kegiatan (DOK) PNPM AP sebesar Rp 100 juta per kecamatan atau 600
juta rupiah per provinsi, yang digunakan untuk sosialisasi dan perencanaan PNPM Agribisnis Perdesaan dan
kegiatan pelatihan terkait dengan pelaksanaan PNPM Agribisnis Perdesaan, rerata secara nasional telah
digunakan sebesar 54% (pagu total 2,4 milyar rupiah), dengan presentase masing‐masing provinsi sebagai
berikut : Sulsel – 60%, NTB – 56%, NTT – 54% dan Sultra – 45%.
Untuk pelaksanaan program di lapangan, adanya kekosongan FK‐AP pada dua lokasi Kecamatan
(Mengkedek & Rindingallo – Kab Tana Toraja Sulsel) menyulitkan pengendalian dan pengawasan pelaksanaan
kegiatan PNPM AP dan hal ini telah berlangsung selama 2 bulan.
1.6. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Tabel‐tabel berikut menggambarkan jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam beberapa tahapan kegiatan,
terutama kegiatan musyawarah di tingkat kecamatan, desa ataupun dusun. Data ini diperoleh dari laporan
mingguan PNPM AP.
Laporan Bulan Desember 2008- PNPM-AP 4
Tabel Partisipasi Masyarakat dalam Setiap Tahapan Kegiatan PNPM AP Berdasarkan Provinsi per Desember 2008
NTB NTT Sulsel Sultra
No Tahapan
L P RTM L P RTM L P RTM L P RTM
1 MAD I 232 121 169 369 233 565 235 146 221 300 159 325
2 MD I 1799 634 1493 4233 2805 6644 2212 1174 2430 3084 1949 3690
3 PAGAS 8762 12344 15177 8333 6103 14035 4109 4290 4850 4265 2451 5283
4 MDKP 0 1783 1436 403 4397 4532 55 1572 1017 0 2782 2185
5 MD II 1324 952 1810 3448 3153 5960 1330 1348 1768 2437 2128 3531
6 MAD II 273 213 272 397 326 635 260 222 263 269 202 253
7 MAD III 278 185 227 269 166 414 192 120 139 266 100 266
8 MD III 1334 689 1453 2510 2491 5003 1354 970 999 1042 764 1099
9 MD PJ 1 641 203 671
10 MD PJ 2 344 136 325
11 MDST
Keterangan : L = Laki‐laki ; P = Perempuan ; RTM = Rumah Tangga Miskin
1.7. Permasalahan
Permasalahan‐permasalahan dalam pelaksanaan PNPM AP di empat provinsi terangkum sebagai berikut :
5 Berhubungan dengan Pengelolaan Dana DOK dan BLM :
Proses pengajuan BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) PNPM‐AP yang harus diajukan secepatnya di
Kantor Perbendaharaan negara sebelum akhir Desember 2008 menyebabkan pentahapan kegiatan
utamanya pelaksanaan evaluasi pemenang tender BDSP dan penandatanganan kontrak TPK dan BDSP
kembali mengalami hambatan karena Proses pengajuan SPM BLM AP, menyebabkan Fasilitator
Kecamatan fokus pada pengajuan dana tahap kedua mulai dari proses pengajuan dari Kecamatan,
Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran dan SPM ke Perbendaharaan Negara
Lemahnya pemahaman FK‐AP tentang mekanisme pencairan dan penyaluran dana BLM dari UPK ke
TPK masih lemah
Sebagian kecil UPK belum melakukan pencatatan keuangan per tanggal transaksi DOK & BLM PNPM
AP
5 Berhubungan Pelaksanaan Program
Masih kurangnya pemahaman FK SADI tentang administrasi yang ada di TPK dan UPK terutama dalam
membuat RPD oleh TPK, pembuatan buku kas kolektif
Lemahnya pengendalian pelaksanaan program (kegiatan maupun keuangan) oleh FK‐AP, dan
kurangnya modul‐modul pelatihan khusus bidang agribisnis
Fungsi dan Peran TPK (Tim Pengelola Kegiatan) Agribisnis Perdesaan, dirasakan masih kurang dan
cenderung bersifat sementara. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh patron TPK yang selama ini
dikaitkan dalam PNPM Mandiri sebagai lembaga yang sifatnya Ad‐hoc (sementara), jika program
sedang dilaksanakan.
Tidak tersedianya operasional kantor di provinsi untuk administrasi pelaporan dan kegiatan lainnya
PNPM‐AP
Sebagian BDSP kurang berminat & kurang tertarik terhadap mengikuti pelelangan kegiatan PNPM‐AP,
karena harus menyediakan modul, matrix kurikulum dan lesson plan, serta pendampingan
Keterbatasan infrastruktur pendukung serta lokasi geografis di NTT yang berbukit‐bukit menjadi
faktor hambatan dalam pelaksanaan program