Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI BENIH

Oleh:
Kelompok/ nama
Pratiwi
Hendi Hendra Bayu
Abdul Gopur
Agus Supriadi
Hefriandi
Ibnu

FAKULTAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN BIOLOGI


UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
BALUNIJUK
2011
I. PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang

Benih memainkan peranan yang sangat penting bagi tanaman. Benih


yang digunakan untuk pertanaman saat ini akan menentukan mutu
tegakan yang akan dihasilkan dimasa mendatang. Dengan menggunakan
benih yang mempunyai kualitas fisik fisiologis dan genetik yang baik
merupakan cara yang strategis untuk menghasilkan tegakan yang
berkualitas pula. Kemampuan benih untuk menunda perkecambahan
sampai waktu dan tempat yang tepat adalah mekanisme pertahanan hidup
yang penting dalam tanaman. Dormansi benih diturunkan secara genetik,
dan merupakan cara tanaman agar dapat bertahan hidup dan beradaptasi
dengan lingkungannya. Intensitas dormansi dipengaruhi oleh lingkungan
selama perkembangan benih. Lamanya (persistensi) dormansi dan
mekanisme dormansi berbeda antar spesies, dan antar varietas. Dormansi
pada spesies tertentu mengakibatkan benih tidak berkecambah di dalam
tanah selama beberapa tahun. Hal ini menjelaskan keberadaan tanaman
yang tidak diinginkan (gulma) di lahan pertanian yang ditanami secara
rutin
Dormansi pada benih dapat berlangsung selama beberapa hari,
semusim, bahkan sampai beberapa tahun tergantung beberapa jenis
tanaman dan tipe dari dormansinya. Pertumbuhan tidak akan terjadi
selama benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum dikenakan
perlakuan khusus terhadap benih tersebut. Dormansi dapat dipandang
sebagai salah satu keuntungan biologis dari benih dalam mengadaptasikan
siklus pertumbuhan tanaman terhadap keadaan lingkunganya, baik musim
maupun variasi – variasi yang kebetulan terjadi. Sehingga secara tidak
langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari kemusnahan alam.
I.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan memahami
fase dormansi dan metode pematahan dormansi pada benih.
II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pengertian dormansi benih

Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi


tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum
dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan. Dormansi
didefinisikan sebagai status dimana benih tidak berkecambah walaupun pada
kondisi lingkungan yang ideal untuk perkecambahan. Dormansi pada benih
dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa
tahun tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya. Dormansi
pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji keadaan
fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Beberapa
mekanisme dormansi terjadi pada benih baik fisik maupun fisiologi, termasuk
dormansi primer dan sekunder.

II.2. Tipe dormansi benih

Ada beberapa tipe dormansi, yaitu dormansi fisik dan dormansi fisiologis.
 Dormansi Fisik
Pada tipe dormansi ini yang menyebabkan pembatas struktural
terhadap perkecambahan adalah kulit biji yang keras dan kedap sehingga
menjadi penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas pada
berbagai jenis tanaman. Yang termasuk dormansi fisik adalah:
a. Impermeabilitas kulit biji terhadap air

Benih-benih yang menunjukkan tipe dormansi ini disebut benih


keras contohnya seperti pada famili Leguminoceae, disini pengambilan
air terhalang kulit biji yang mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel-
sel berupa palisade yang berdinding tebal, terutama dipermukaan paling
luar dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin. Di alam selain
pergantian suhu tinggi dan rendah dapat menyebabkan benih retak
akibat pengembangan dan pengkerutan, juga kegiatan dari bakteri dan
cendawan dapat membantu memperpendek masa dormansi benih.
b. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio

Pada tipe dormansi ini, beberapa jenis benih tetap berada dalam
keadaan dorman disebabkan kulit biji yang cukup kuat untuk
menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit ini dihilangkan maka
embrio akan tumbuh dengan segera. Tipe dormansi ini juga umumnya
dijumpai pada beberapa genera tropis seperti Pterocarpus, Terminalia,
Eucalyptus, dll ( Doran, 1997). Pada tipe dormansi ini juga didapati tipe
kulit biji yang biasa dilalui oleh air dan oksigen, tetapi perkembangan
embrio terhalang oleh kekuatan mekanis dari kulit biji tersebut.
Hambatan mekanis terhadap pertumbuhan embrio dapat diatasi dengan
dua cara mengekstrasi benih dari pericarp atau kulit biji.
c. Adanya zat penghambat

Sejumlah jenis mengandung zat-zat penghambat dalam buah atau


benih yang mencegah perkecambahan. Zat penghambat yang paling
sering dijumpai ditemukan dalam daging buah. Untuk itu benih tersebut
harus diekstrasi dan dicuci untuk menghilangkan zat-zat penghambat.
 Dormasi fisiologis (embrio)

Penyebabnya adalah embrio yang belum sempurna pertumbuhannya


atau belum matang. Benih-benih demikian memerlukan jangka waktu
tertentu agar dapat berkecambah (penyimpanan). Jangka waktu
penyimpanan ini berbeda-beda dari kurun waktu beberapa hari sampai
beberapa tahun tergantung jenis benih. Benih-benih ini biasanya
ditempatkan pada kondisi temperatur dan kelembaban tertentu agar
viabilitasnya tetap terjaga sampai embrio terbentuk sempurna dan dapat
berkecambah (Schmidt, 2002).
 Perlakuan Awal Dormansi Fisik

Kebanyakan jenis dari famili leguminosae menunjukkan dormansi


fisik, yang disebabkan oleh struktur morfologis dari kulit biji yang rumit.
Kondisi kedap air kulit biji legum relative dalam arti bahwa bermacam-
macam jenis, bermacam-macam tingkatan kemasakan dan bermacam-
macam individu menunjukkan tingkat ketahanan terhadap penyerapan air
(imbibisi) yang berbeda. Bebagai macam metode telah dikembangkan
untuk mengatasi tipe dormansi ini, semua metode menggunakan perinsip
yang sama yakni bagaimana caranya agar air dapat masuk dan penyerapan
dapat berlangsung pada benih. Teknik skarifikasi pada berbagai jenis
benih harus disesuaikan dengan tingkat dormansi fisik. Berbagai teknik
untuk mematahkan dormansi fisik antara lain seperti:
a. Perlakuan mekanis (skarifikasi)

Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan


dengan cara penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau
pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau
lainnya adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi
fisik. Karena setiap benih ditangani secara manual, dapat diberikan
perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya
semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil,
asal daerah radikel tidak rusak (Schmidt, 2002). Seluruh permukaan
kulit biji dapat dijadikan titik penyerapan air. Pada benih legum,
lapisan sel palisade dari kulit biji menyerap air dan proses
pelunakan menyebar dari titik ini keseluruh permukan kulit biji
dalam beberapa jam. Pada saat yang sama embrio menyerap air.
Skarifikasi manual efektif pada seluruh permukaan kulit biji, tetapi
daerah microphylar dimana terdapat radicle, harus dihindari.
Kerusakan pada daerah ini dapat merusak benih, sedangkan
kerusakan pada kotiledon tidak akan mempengaruhi
perkecambahan.
b. Air Panas

Air panas mematahkan dormansi fisik pada leguminosae melalui


tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereids.
Metode ini paling efektif bila benih direndam dengan air panas.
Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk mencegah kerusakan pada
embrio karena bila perendaman paling lama, panas yang diteruskan
kedalam embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu
tinggi dapat merusak benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan
terhadap suhu berfariasi tiap jenis. Umumnya benih kering yang
masak atau kulit bijinya relatif tebal toleran terhadap perendaman
sesaat dalam air mendidih.
c. Perlakuan kimia

Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan


untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah
menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada
waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan
konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat
dilalui air dengan mudah. Larutan asam untuk perlakuan ini adalah
asam sulfat pekat (H2SO4) asam ini menyebabkan kerusakan pada
kulit biji dan dapat diterapkan pada legum maupun non legume
(Coppeland, 1980). Tetapi metode ini tidak sesuai untuk benih yang
mudah sekali menjadi permeable, karena asam akan merusak
embrio. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan 2
hal, yaitu:
1).kulit biji atau pericarp yang dapat diretakkan untuk
memungkinkan imbibisi
2). larutan asam tidak mengenai embrio.
III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Pelaksanaan praktikum dilakukan pada hari Rabu, jam 9.30. WIB.


Sedangkan tempat praktikum di KP2.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang dgunakan dalam praktikum ini adalah gelas Erlenmeyer, hand
spreyer, bak pengecambah, kertas dan plastic. Sedangkan bahan yang
digunakan yaitu benih padi dan benih seledri masing-masing 300 butir,
larutan 0,1 NHNO3 dan larutan 0,2 % KNO3.

3.3. Cara Kerja

3.3.1. Periode Dormansi Benih

1. Tanam 100 benih yang baru dipanen dalam empat ulangan dengan
substratum perkecambahan pasir.
2. kelembaban harus selalu terjaga dan terpelihara sampai pengujian
selesai.
3. Catat lamanya waktu setelah perkecambahan benih mencapai 80 %.

3.3.2. Memecahkan Dormansi

1. Rendam benih, masing-masing dalam larutan 0,2 % KNO3 dan 0,1


HNO3 selama 16 jam
2. Jemurlah benih-benih tersebut selama empat hari hingga kadar
airnya mencapai sekitar 14 %.
3. Simpan benih pada tempat yang kering selama 5 hari.
4. Tanam 25 butir benih dalam dua ulangan untuk masing-masing
perlakuan KNO3, H2SO4 dan kontol.
5. Pengujian dengan metode PKDP ( pada kertas digulung palstik).
6. Pelihara kelembaban substrat dengan baik sampai dengan pengujian
selesai.
7. Hitunglah masing-masing daya kecambahnya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Hasil

 Hasil pengamatan terhadap benih seledri dengan perlakuan H2SO4 dan KNO3

No Parameter yang Ulangan


Diamati
1 2 3 4 5

1. Seledri 1 jam 0 0 0 0 0
dengan H2SO4
2. Seledri 1 jam 0 0 0 0 0
dengan KNO3

3. Seledri 3 jam 0 0 0 0 0
dengan H2SO4
4. Seledri 3 jam 0 2 0 2 0
dengan KNO3

5. Seledri 6 jam 0 0 1 0 1
dengan H2SO4
6. Seledri 6 jam 0 0 0 1 0
dengan KNO3

 Hasil pengamatan terhadap benih padi dengan perlakuan H2SO4 dan KNO3

No Parameter yang Ulangan


Diamati
1 2 3 4 5

1. Padi1 jam 3 3 3 3 3
dengan H2SO4
2. Padi 1 jam 3 3 3 3 3
dengan KNO3

3. Padi 3 jam 3 2 2 3 2
dengan H2SO4
4. Padi 3 jam 3 3 3 3 3
dengan KNO3

5. Padi 6 jam 3 3 3 3 2
dengan H2SO4
6. Padi 6 jam 3 3 3 2 2
dengan KNO3
b. Pembahasan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa


pengamatan terhadap tanaman seledri dan padi diketahui tanaman seledri
dengan perlakuan H2SO4 yaitu kosong / nol untuk perlakuan 1 jam dan 3
jam tidak menimbulkan reaksi adanya timbulnya perkecambahan dari
ulangan pertama sampai ulangan kelima. Hal itu juga terjadi pada
perlakuan 3 jam dengan larutan KNO3 tetapi untuk seledri 6 jam untuk
perlakuan H2SO4 dan KNO, sedangkan 3 jam KNO3 sudah menunjukkan
reaksi dengan sudah keluarnya kecambah yang rata- rata sudah keluar
pada ulangan ke 2 sampai ke lima. Berdasarkan tidak adanya kecambah
yang keluar hal ini mungkin dikarenakan pematahan dormansi benih
untuk perlakuan 1, 3 jam dengan perlakuan H 2SO4 dan KNO3 belum
efektif dibandingkan dengan perlakuan dan larutan yang dingunakan.
Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk
memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan
agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi.
Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat
kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah. Asam
ini menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan pada
legum maupun non legume. Tetapi metode ini tidak sesuai untuk benih
yang mudah sekali menjadi permeable, karena asam akan merusak
embrio. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan 2 hal,
yaitu kulit biji atau pericarp yang dapat diretakkan untuk memungkinkan
imbibisi, lasam tidak mengenai embrio.
Pematahan dormasi pada praktikum kali ini adalah dengan
menggunakan zat kimia berupa kalium nitrat KNO 3 dengan konsentrasi
0.2 %dan larutan asam sulfat (H2SO4) 0,1 %. benih yang digunakan
adalah benih seledri dan benih padi (Oryza sativa). Perendaman bibit
padi dan seledri dengan zat kimia tersebut adalah agar kulit luar padi yang
berisifat impermeable terhadap udara dan air dapat lunak dan tidak
menghalangi masuknya udara dan air tersebut.
Selain itu juga Intensitas dormansi dipengaruhi oleh lingkungan
selama perkembangan benih. Lamanya (persistensi) dormansi dan
mekanisme dormansi berbeda antar spesies, dan antar varietas. Dormansi
pada spesies tertentu mengakibatkan benih tidak berkecambah di dalam
gulungan kertas yang menggunakan media PKDP. Perbedaan persistensi
dormansi benih bergantung pada beberapa faktor antara lain spesies, varietas,
musim tanam, lokasi panen, dan tahap perkembangan benih (Come et al.,
1988). Nugraha dan Soejadi (1991) melaporkan bahwa persistensi dormansi
benih dapat mempengaruhi metode pematahan dormansi yang digunakan.
Faktor – faktor yang menyebabkan hilangnya dormansi pada benih
sangat bervariasi tergantung pada jenis tanaman dan tipe dormansinya,
antara lain: temperature yang sangat rendah dimusim dingin, perubahan
temeratur yang silih berganti, menipisnya kulit biji, hilangnya
kemampuan untuk menghasilkan zat – zat penghambat perkecambahan,
dan adanya kegiatan mikroorganisme.
Berdasarkan untuk hasil tanaman padi dengan menggunkan perlakuan
H2SO4 dan KNO3 untyuk perlakuan 1,3, dan 6 jam sudah menunjukkan
hasil dengan banyaknya benih yang menggeluarkan kecambah. Dimana
setiap ulangan 1 sampai 5 sudah menunjukkan hasil perkecambahan yang
sudah merata yaitu dimulai dari 3 kecambah yang keluar sampai 2
kecambah yang keluar untuk setiap ulangan. Dimana dormansi pada benih
dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji keadaan fisioogis dari
embrio atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Selain itu tergantung
pada efektivitas metode pematahan dormansi sangat dipengaruhi oleh
intensitas, persistensi, dan mekanisme dormansi yang dingunakan, jenis
benih serta keadaan suhu / temperature selama perlakuan. Dimana hal ini
sangat tergantung pada benih tersebut apakah mampu untuk menyerap air
dan melakukan imbibisi sehingga dapat melakukan dormansi dimana
benih padi tersebut permukaannya lebih tipis sehingga lebih mudah untuk
menyerap air dibandingkan benih seledri yang mana permukaannya lebih
kasar dan tebal.dengan demikian salah satu cara yang dingunakan untuk
memecahkan dormansi benih yaitu dengan menggunakan perlakuan kimia
dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk memecahkan dormansi
pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan agar kulit biji lebih
mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat
seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi
lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah Larutan asam untuk
perlakuan ini adalah asam sulfat pekat (H2SO4) asam ini menyebabkan
kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan pada legum maupun non
legume (Coppeland, 1980). Tetapi metode ini tidak sesuai untuk benih
yang mudah sekali menjadi permeable, karena asam akan merusak
embrio. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan 2 hal,
yaitu: 1). kulit biji atau pericarp yang dapat diretakkan untuk
memungkinkan imbibisi 2). larutan asam tidak mengenai embrio.
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa:

1. Banyaknya kecambah yang timbul setelah proses dormansi lebih dominan


pada benih padi dibandingkan benih seledri. Hal ini dikarenakan adanya
faktor – faktor yang mempengaruhi proses terjadinya dormansi benih
efektivitas metode pematahan dormansi sangat dipengaruhi oleh intensitas,
persistensi, dan mekanisme dormansi. serta Faktot – faktor yang
menyebabkan hilangnya dormansi pada benih sangat bervariasi
tergantung pada jenis tanaman dan tipe dormansinya, antara lain:
temperature yang sangat rendah dimusim dingin, perubahan temeratur
yang silih berganti, menipisnya kulit biji, hilangnya kemampuan untuk
menghasilkan zat – zat penghambat perkecambahan, dan adanya kegiatan
mikroorganisme.
2. Metode pematahan dormansi terdiri dari perlakuan mekanis yaitu
pengupasan kulit benih sedangkan dengan perlakuan kimia yaitu dengan
perendaman larutan kimia KNO3 dan H2SO4 dan perendaman dengan air
panas.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, R.C. dan S. Ilyas. 2001. Pengaruh Perlakuan Pematahan Dormansi


terhadap Viabilitas Benih Beberapa Varietas Kacang Tanah. Makalah
Seminar. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. 50 hal.

Ilyas, S. dan W.T. Diarni. 2007. Persistensi dan pematahan dormansi benih pada
beberapavarietas padi gogo. Jurnal Agrista 11 (2): 92-101.

Soejadi dan U.S. Nugraha. 2002. Studi perilaku dormansi benih beberapa
genotipe padi, hal,147-153. Dalam E. Murniati et al. (Eds.): Industri Benih
di Indonesia. Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB. 291 hal.

Soejadi dan U.S. Nugraha. 2002. Pengaruh perlakuan pematahan dormansi


terhadap daya berkecambah padi, hal 155-162. Dalam E. Murniati et al.
(Eds.): Industri Benih di Indonesia. Laboratorium Ilmu dan Teknologi
Benih IPB. 291 hal.

Sutopo, lita. 2004. Teknologi Budidaya. PT.Raja Grafindo Persada: Jakarta.


LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI BENIH

KADAR AIR BENIH

Oleh:
Pratiwi
Hendri hendra bayu
Abdul gopur
Agus supriadi
Hefriandi
Ibnu

FAKULTAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN BIOLOGI


UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
BALUNIJUK
2011
I.PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang

Teknologi benih adalah suatu imu pengetahuan mengenai cara – cara


untuk memperbaiki sifat – sifat genetic dan fisik dari benih, yang
mencangkup kegiatan- kegiatan seperti penggembangan varietas, penilaian
pelepasan varietas, produksi benih, pengolahan, penyimpanan, pegujian serta
sertifikasi benih. Benih adalah simbol dari suatu pemulaan yang merupakan
inti darikehidupan di alam semesta yang paling penting kegunaanya sebagai
penyambung kehidupan bagi pertumbuhan tanaman.dimana benih itu sendiri
adalah biji yang dingunakan untuk tujuan pertanaman.
Standar minimum yang dipakai sebagai dasar klasifikasi untuk
menentukan pengukuran untuk menentukan tinggi rendahnya mutu suatu
benih yaitu untuk criteria benih murni, daya kecambah dan kekuatan tumbuh.
Sedangkan standar maksimum yang dingunakan untuk kadar air benih,
presentase biji tanamn lain, gulma serta kontaminasi organisme – organisme
lain serta hama dan penyakit pada benih lain. kegagalan benih untuk
memenuhi satu atau lebih dari criteria tersebut dapat dianggap menunjukkan
benih yang mutunya kurang baik.
Benih mempunyai sifat higrokopis, sehingga dapat membiarkan kadar
airnya berada dalam keseimbangan dengan tiap kelembaban relative udara ,
dimana keseimbangan dicapai apabila benih tidak ada kecenderungan
menyerap atau melepas air lagi. penentuan kadar air benih dari suatu
kelompok benih dangat penting untuk dilakukan, karena laju suatu
kemunduran benih dipengaruhi pula oleh kadar airnya.

1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menguji kadar air benih
menggunakan metode dasar.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Benih dalan ruang lingkup penurunan kadar air benih selama

penyimpanan

Benih sebagai organisme hidup, baik yang mengandung karbohidrat


ataupun minyak seperti halnya benih kacang- kacangan, dimana penyimpanan
sangat ditentukan oleh pengaruh kadar iar benih, jenis benih, tingkat
kematangan, serta temperature penyimpanan. Benih mempunyai sifat
higrokopis, sehingga dapat membiarkan kadar airnya berada dalam
keseimbangan dengan tiap kelembaban relative udara , dimana keseimbangan
dicapai apabila benih tidak ada kecenderungan menyerap atau melepas air
lagi.
Buah – buahan yang mengandung biji yang telah dipetik lalu dikeringkan
bertujuan untuk menurunkan kadar air yan masih banyak terkandung
didalamnya. Dimana tinggi rendahnya kandungan air dalam benih memegang
peranan yang sangat penting dan berpengaruh besar terhadap viabilitas dan
pertumbuhan umum dari pada benih itu sendiri. Penentuan kadar air benih
dari suatu kelompok benih dangat penting untuk dilakukan, karena laju suatu
kemunduran benih dipengaruhi pula oleh kadar airnya.
Penurunan kadar air ini sehubungan dengan benih yang akan
disimpan,selama beberapa hari, bulan ataupu tahun hal itu tergantung dari
benih itu sendiri.kadar optimum untuk penyimpanan benih adalah antara 6 %
- 8 %. Kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan benih sebelum
ditanam. Sedangkan dalam penyimpanan dapat menyebabkan naiknya
aktivitas pernafasan yang dapat berakibat terkuras habisnya bahan \cadangan
makanandalam benih . selain tu, merangsang perkembangan cendawan
patogen didalam tempat penyimpanan. Tetapi yang perlu diingat bahwa kadar
air yang terlalu rendah akan menyebabkan kerusakan pada embrio.
Penentuan kadar air benih sehubungan dengan benih yang disimpan pada
biji kacang tanah yang kering kandungan / kadar airnya antara 6 % akan
tetap dipertahankan. Dimana pada tingkat kadar air tersebut akan dapat
mempertahankan viabilitasnya , terutama setelah mendapat pengeringan dan
setelah beberapa waktu disimpan, jika mulai ditanam untuk dikembangkan
kembali. Kadar air produk tanaman yang diperoleh sekiranya akan disimpan
dalam beberapa waktu untuk keperluan yang akan datang dan harus
diturunkan sampai batas – batas tertentu.
Maksud dengan batas – batas tertentu yaitu batas agar jangan sampai
terjadi penyimpangan – penyimpangan atas arti benih selama ini berada
dalam penyimpangan karena benih sebagai organisme hidup yang
mengadakan respirasi secara terus – menerus, dapat mudah terkena beberapa
pengaruh, yang terutama berakibat pada viabilitas dan vigor untuk
dikembangkan pada saat yang diperlukan.

2.2. Keterikatan air dalam benih


Keterikatan kadar air dalam benih dapat terjadi karena ada dua tipe yang
mengikatnya yaitu: air yang terikat secara kimiawa dan air yang terikat
secara fisik. Yang terikat secara kimiawi, dimana air dalam hal ini
merupakan bagian dari komposisi kimia benih. Dapat dikatakan jarang
dilakukan baik untuk mengurangi maupun menghilangkannya, untuk itu
harus mengubah struktur benih. Sedangkan yang terikat secara fisik, dimana
air itu memang diserap dan selanjutnya air itu diikatpermukaan material oleh
kekuatan fisik yang kuat, karena adanya gaya tarik menarik antara molekul –
molekul material dan air, diikat oleh bangian tanaman yang terdapat
sekeliling dari bagian dalam masing – masing biji – bijian baik dalam bentuk
cair maupun uap.
Cara penentuan kadar air benih pada garis besarnya dapat digolongkan
atas metode dasar dan metode praktek. Pada metode dasar, benih itu
dikeringkan dan dipanaskan pada temperature tertentu sehingga mencapai
berat yang tetap, kehilangan berat akibat pemanasan atau pengeringgan itu
selanjutnya ditentukan dan dianggap sebagai kaar air benih asal. Pada
metode praktek, penentuan kadar air benih berdasarkan atas sifat
konduktivitas dan dielektrik benih, yang kedua sifat ini tergantung dari kadar
iar dan temperatur benih.
III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Pelaksanaan praktikum dilakukan pada hari tanggal di Laboratorium MIPA


Pakultas Pertanian, Perikanan dan biologi Universitas Bangka Belitung.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan yaitu Sedangkan bahan yang digunakan yaitu

3.3. Cara Kerja


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil

 Cawan yang telah dilakukan pemanasan di oven selama 10 menit dengan


suhu 730C
 Cawan 1 untuk jagung: 63,4 gr
 Cawan 2 untuk kacang tanah: 62,5 gr
 Cawan 3 untuk jagung : 63,5 gr
 Cawan 4 untuk kacang tanah : 63,8 gr

 Berat basah jagung dan kacang tanah sebelum dioven


 Cawan 1 untuk jagung: 88,5 gr
 Cawan 2 untuk kacang tanah: 88,8 gr
 Cawan 3 untuk jagung : 87,8 gr
 Cawan 4 untuk kacang tanah : 88,3 gr

 Berat kering jagung setelah dioven selama 45 menit


 Cawan 1 untuk jagung: 88,2 gr
 Cawan 2 untuk kacang tanah: 88,6 gr
 Cawan 3 untuk jagung : 87,3 gr
 Cawan 4 untuk kacang tanah : 88,0 gr

 Berat kering jagung setelah dioven selama 20 menit


 Cawan 1 untuk jagung: 88,2 gr
 Cawan 2 untuk kacang tanah: 88,5 gr
 Cawan 3 untuk jagung : 87,2 gr
 Cawan 4 untuk kacang tanah : 87,8 gr

 Analisis perhitungan kadar air benih

 Perhitungan kadar air benih untuk jagung:

S1 =W2 – W3 x 100% = 177,3 – 176,8 x 100% = 0,97


W2 –W1 177,3 – 125,9

S2 = W3 – W34 x 100% = 176,8 – 176,7 x 100% = 0,39


W2 –W1 177,3 – 125,9

Kadar air benih: S1 + S2 = S1 + S2 = 0,97 + 0,3 = 0,0136 %


100 100

 Perhitungan kadar air benih untuk kacang tanah:

S1 =W2 – W3 x 100% = 176,1 – 175,3 x 100% = 1,64


W2 –W1 176,1 – 127,3

S2 = W3 – W34 x 100% = 175,3 – 175 x 100% = 0,61


W2 –W1 176,1 – 127,3

Kadar air benih: S1 + S2 = S1 + S2 = 1,64 +0,61 = 0,0225 %


100 100

IV.2. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa
penyerapan tingginya kadar air lebih banyak pada kacang tanah
dibandingkan dengan jagung. Yaitu pada kacang tanah sendiri kadar a
irnya yaitu 0,0225 % dan pada jagung 0,0136 %. Hal ini dikarenakan
bentuk struktur penyerapan air dari kacang tanah lebih mudah diserap oleh
air dari pada jagung, dimana jagung ini memiliki pori – pori meresapnya
air lebih sukar untuk diserap dikarenakan terlalu kasar dibandingkan oleh
kacang tanah yang mana memiliki pori – pori yang halus dan mudah bagi
air untuk meresap dan lebih mudah mempertahankan viabilitasnya serta
melukan perkecambahan. Selain itu, hal yang mempengaruhi tinggi dan
rendahnya kadar air sendiri adalah metode dan cara kerja yang dingunakan
si praktikum dalam melakukan praktek serta perlakuan yang dingunakan,
selain itu hal yang mempengaruhi adalah tergantung dari jenis benih itu
sendiri.
Penggeringan benih adalah suatu cara untuk mengurangi kandunagn
air dalam benih, dengan tujuan agar benih dapat disimpan lama.
Kandungan air benih sangat menentukan lamanya
penyimpanan.pengeringan biji / benih itu sendiri harus memperhatikan
o
temperature udara yaitu yang baik dingunakan adlah 32 – 430 C. bila
penggeringan benih dingunakan temperature udara yang tinggi maka
penggeringan akan berlangsung cepat, tetapi akan mengakibatkan
timbulnya retak – retak, menyebabkan impermeabilitas kulit biji melalui
perubahab struktur pada testa. Bagian luar biji menjadi keras tetapi
didalamnya masih basah dan hal ini akan menagkibatkan pemaksaan
dormansi.
Benih yang disimpan sebaiknya memiliki kandungan air yang
optimal, yaitu kandungan air tertentu dimana benih tersebut dapat
disimpan lama tanpa mengalami penurunan viabilitas benih. Benih yang
pada saat panen biasanya memiliki kandungan air benih sekitar 16 – 20 %,
untuk dapat mempertahankan viabilitas benih maksimumnya maka dari itu
harus menurunkan kandungan air tersebut sebelum disimpan.
Makin tinggi kandungan air benih makin tidak tahan benih itu
disimpan lama. Hal ini sesuai dengan kenaikan 1 % dari kandungan air
maka umur benih akan menjadi setengahnya. Dimana hukum ini berlaku
untuk kandungan air benigh diantara 4 dan 14 %. Karena dibawah 5 %
kecepatan menuanya umur benih dapat menibgkat yang disebabkan
autoksidasi lipid didalam benih. Sedangkan diatas 14 % akan terdapat
cendawan gudang yang merusak kapasitas perkecambahan benih.
Benih mempunyai sifat higrokopis, sehingga dapat membiarkan
kadar airnya berada dalam keseimbangan dengan tiap kelembaban relative
udara, dimana keseimbangan dicapai apabila benih tidak ada
kecenderungan menyerap atau melepas air lagi. Kandungan air yang tinggi
akan meningkatkan kegiatan enzim – enzim yang mana akan mempercepat
terjadinbya proses respirasi, sehingga perombakan cadangan makanan
dalam biji menjadi makin besar. Akhirnya benih akan kehabisan tenaga
pada jaringan – jaringan yang penting. Selain itu benih daam penyimpanan
harus memiliki kandungan air yang seragam dimana kandungan air benih
yang terlalu rendah 1-2% pada beberapa jenis benih akan menyebabkan
benih akan kehilangan viabilitasnya serta kemampuan berkecambah.
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa:

1. Penyerapan tingginya kadar air lebih banyak pada kacang tanah


dibandingkan dengan jagung. Yaitu pada kacang tanah sendiri kadar a irnya
yaitu 0,0225 % dan pada jagung 0,0136 %. Penurunan kadar air ini
sehubungan dengan benih yang akan disimpan,selama beberapa hari, bulan
ataupu tahun hal itu tergantung dari benih itu sendiri.kadar optimum untuk
penyimpanan benih adalah antara 6 % - 8 %. Kadar air yang terlalu tinggi
dapat mengakibatkan terkuras habisnya bahan \cadangan makanan dalam
benih selain tu, merangsang perkembangan cendawan patogen didalam
tempat penyimpanan. Tetapi yang perlu diingat bahwa kadar air yang
terlalu rendah akan menyebabkan kerusakan pada embrio.
DAFTAR PUSTAKA

Sutopo, lita. 2004. Teknologi Budidaya. PT.Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Kartasapoetra, Ance G. 2003. Teknologi Benih: Pengelolahan Benih dan


Tuntunan Praktikum. PT. Rineka Cipta: Jakarta.

Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub
Tropis (terjemahkan) Dr. Mohammad Na’iem dkk. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai