Seperti Anda, Oneng -istrinya Bajaj Bajuri- pernah kesal karena pulsa yang dibelinya
nggak masuk-masuk ke hp-nya sekalipun ia sudah mematuhi petunjuknya.
Mungkin Anda pernah mengalami seperti itu? Tentunya Anda akan langsung
menghubungi Call Center dari operator itu… Oneng-pun yang kesal juga
meghubungi Call Center tapi ngak ada ada hasilnya. Malah hasilnya tambah kesal.
Oh! Anda belum pernah dengar kisahnya…., oke deh… ini kutipannya untuk Anda….
Bajuri: “Kenape neng, pagi-pagi udah cemberut….?”
Oneng: “Ini bang, Hp Oneng pulsanya kagak masuk-masuk nih….
Bajuri: “Kenape kagak telpon Customer Service-nya aje, neng…”
Oneng: “Udah bang,tapi Oneng diboongin……”
Bajuri: “Diboongin gimane?”
Oneng: “Katenye, kalo mo ngomong sama operator, tekan pagar, Oneng udah
seharian tekan pagar kite di luar… Tuuu operator kaga ada satupun yang nongol.
Ampe pagernya udah miring nih…”
Bajuri: Masih BAGUS !!! Untung ye, Loe kaga disuruh tekan Bintang !!!
Hehehehe,
Memang mengesalkan saat menghubungi Cal Center dan tidak mendapatkan
tanggapan yang sesuai. Apalagi jika disuruh menunggu lama… atau dipingpong ke
sana kemari.
Nah, beberapa perusahaan lantas mengantisipasi hal ini dengan menggunakan
Jawaban Otomatis, menggunakan Mesin Penjawab, yang bahkan dilengkapi dengan
Menu Pilihan.
Misalkan “Silahkan pencet # untuk bantuan Operator…”
Nah, sayangnya tetap saja kita kesal, karena di akhir pilihan Menu ini, tetap saja
kalau mau bantuan Operator, tetap disuruh menunggu. Ya khan…
Berikut, untuk perusahaan yang ingin menggunakan bahasa hypnosis agar
customernya nggak pada marah, justru menjadi makin setia. Silahkan aplikasikan ide
dibawah ini. Ide ini berbasis Hypnotic Language Patterns, menggunakan Gaya Dodol
‘ala Oneng….
Jiahhhh, pastinya saya tidak akan menarik royalty untuk penggunaan metode ini,
demikian pula, saya tidak akan menanggung hasil apapun. Hehehehe… Semua hasil
atau resiko ditanggung sendiri…. Enak khan…
“Terima kasih masih bersedia menunggu…, semua operator kami masih sibuk
melayani pelanggan. Sementara tangan Anda masih memegang gagang telepon dan
mendengarkan suara ini… Kami ingin menyampaikan bahwa kami memiliki prinsip
bahwa telepon dari Anda sangat penting artinya bagi kami. Sedemikian pentingnya
sehingga semakin lama Anda bersedia menunggu semakin kami yakin bahwa telepon
itu penting bagi kami… Untuk bersedia menunggu lebih lama, silahkan pencet angka
10… dan lanjutkan terus hingga angka 1.
Silahkan pencet angka 10… ya… Anda mulai bersabar…
9 … Anda menjadi rileks
8 … Anda merasakan bertambah tenang dan tarik nafas yang dalaaam..
7 … Katakan pada diri sendiri : saya benar-benar rileks
6 … Anda nyamaaaaan sekali… bagus
5 … Sedemikian nyamannya Anda sehingga Anda mulai mengantuk
4 … Semakin mengantuuuuuk sekali… iyaaaaak…
3 … Anda mulai tertidur dengan lelaaaaap…
2 … Semakin lelaaaaap dan tenaaaaang
1 … Anda berada dalam tidur hypnosis yang tenang sekali…
Bagus, seperti itu… Suara yang Anda dengar di telepon ini membuat Anda lebihhhh
lelaaaap sekali. Apapun yang Anda dengar pada saat ini membawa Anda ke rasa
nyamaaaan dan damai yang luar biasa. Nafas Anda keluar masuk dengan tenang,
artinya Anda berada dalam tidur hypnosis yang luar biasa lelaaaap sekali… Katakan
dan perintahkan pada diri sendiri untuk tertidur makin lelaaaap dan nyaman…
Bagus, Sebentar lagi Anda akan mendengar suara telepon ini ditutup dengan nada
akhir…., namun tidak sekarang… dan ketika Anda mendengar nada akhir penutupan
dari telepon ini, tanpa alasan yang jelas Anda tiba-tiba melupakan semua problem,
keluhan ataupun komplain pada kami.
Semakin Anda berusaha mengingat, semakin Anda lupa apapun problem, keluhan,
ataupun komplain pada kami… Dan bahkan ketika Anda berusaha menolak sugesti
ini, justru sugesti ini akan semakin mempengaruhi Anda di bawah sadar Anda yang
paling dalam. Sedemikian dalamnya sugesti ini, sehingga ketika Anda bangun nanti,
Anda akan merasakan perasaan puas menggunakan layanan kami secara luar biasa.
Anda bahkan senantiasa ingin menceritakan kepuasan layanan kami pada
siapapun… Bagus… Sebentar lagi telepon ini akan berakhir dan dengarkan nada
akhir telepon ini di tutup …. TUT TUT….. TUUUUUUT…..”
Well…. Anda suka?
Silahkan modifikasi sendiri. Benar-benar berbasis hypnotic language patterns lho…
Untuk keperluan apapun, tinggal sesuaikan saja ama tombol keypad-nya…
Ngomong-omong soal keypad…. Jadi ingat kisah Oneng yang lain penggunakan
keypad :
Bajuri dan Oneng antri di ATM
Bajuri: “Ngeliatin ape lu, Neng?”
Oneng : [Bisik-bisik) “Bang, aye tau PIN orang yang diri di depan kite hee hee
heeeeee…. !”
Bajuri: “Nyang bener lu, emang berape nomer PIN-nye?”
Oneng : “Enam bintang …!”
Pertanyaan di atas adalah sebuah pertanyaan yang terceletuk dalam benak saya
setelah menyelami NLP selama kira-kira 4 tahun. Sebuah pertanyaan yang bernada
iseng, namun rupa-rupanya menyimpan persoalan mendasar.
Ya, jika peta bukan wilayah, mengapa masih dipakai? Mengapa tak kita langsung saja
masuk ke wilayahnya, tanpa menggunakan peta? Nyebur aja langsung.
Maka penelusuran pun saya lakukan, dan mengantarkan saya pada kesimpulan
sederhana. Ya, sangat sederhana, yang saking sederhananya justru tidak kepikiran
sejak awal.
Apakah itu?
Ya presuposisi lanjutannya. Dalam beberapa versi, presuposisi NLP “peta bukan
wilayah”, dilanjutkan dengan “manusia merespon berdasarkan peta yang dimiliki,
bukan pada realitanya”. Jadi, mengapa tetap memakai, “peta”, ya karena dasar
perilaku kita adalah “peta” yang kita miliki.
Eh, apaan sih dari tadi ngomongin “peta”?
Oh iya, maaf. “Peta”, dalam bahasan NLP, sama dengan “persepsi” dalam bahasa
psikologi. Atau dalam bahasa awam, seringkali orang mengatakan, “Ah, itu cuma
pikiranmu saja!” atau “Oh, itu sih perasaanmu saja!”
Maka tak heran, meskipun seringkali seseorang pun menyadari bahwa ia memahami
sesuatu dengan caranya sendiri, namun toh ia tetap merasa benar. Merasa itu
pemahaman yang paling tepat. Bukankah orang yang merokok sudah tahu persis
akibatnya bagi kesehatan? Bukankah orang yang melanggar lampu merah paham
persis risiko kecelakaan yang mungkin terjadi?
Ya, mereka tahu persis. Dan pada saat yang sama tetap saja melakukan hal yang
berkebalikan. Bukan karena faktanya, melainkan karena persepsi atau petanya.
Inilah sebabnya dalam kelas-kelas saya sering katakan bahwa kenyataan bahwa
manusia merespon berdasarkan persepsi yang dimiliki adalah musibah sekaligus
anugerah. Musibah, jika persepsi yang digunakan sudah jadul, membahayakan, atau
tidak sesuai dengan apa yang ingin kita capai. Misal, ingin keluarga bahagia namun
mempersepsikan bahwa kesetiaan itu tak penting. Ya jelas ‘jaka sembung’. Maka
persepsi seperti ini layaknya sebuah program komputer yang tak cocok, dan harus
di-uninstall lalu diganti dengan program yang sesuai.
Nah, ini sekaligus menjawab soal anugerah. Justru karena kita merespon hanya
berdasarkan persepsi, maka untuk mengubah respon—yang karenanya mengubah
nasib—kita cukup mengubah persepsi. Tak ada urusan dengan kenyataan, sebab
kenyataan bisa dimaknai sebagai apapun. Uang Rp10.000,00 bisa dimaknai hanya
sebagai seporsi makan siang, atau 3 porsi makan sehari, amat tergantung pada
siapa yang sedang memegang uang tersebut. Bukan urusan nominalnya, melainkan
nilai yang dipahami oleh seseorang terhadap nominal tersebut.
Mungkin ini salah satu sebab mengapa ada sebuah ajaran bahwa Tuhan berkata,
“Aku menurut prasangka hamba-Ku.” Apapun yang kita persepsikan tentang Tuhan,
dan karenanya menentukan sikap kita terhadap-Nya, bukanlah Tuhan. Melainkan
hanya pemahaman yang kita miliki sampai detik ini, yang masih bisa berubah seiring
waktu. Selayaknya jawaban kita terhadap pertanyaan, “Dimana kah letak jalan
Jenderal Sudirman?”, yang amat tergantung pada peta kota mana yang kita
gunakan. Secara, begitu banyak jalan bernama Jenderal Sudirman bertebaran di
kota-kota di negeri ini.
Nah, sampai disini, maka pertanyaan penting berikutnya adalah bagaimana
persisnya kita mengubah alias meng-upgrade peta yang kita miliki?
Sabar, rileks. Kita mulai dari…
Bagaimana Sih Sebenarnya Persepsi Terbentuk?
Anda tentu ingat cuplikan lagu berikut ini.
Dua mata saya.
Hidung saya satu.
Dua telinga saya, yang kiri dan kanan.
Ya, lagu zaman TK yang mengajarkan panca indera ini begitu akrab di telinga, dan
seketika muncul saat saya mempelajari NLP. Kita telah paham bahwa manusia
memiliki panca indera, namun mungkin belum mengetahui bahwa peran penting
panca indera dalam pembentukan persepsi.
Silakan pikirkan seseorang yang Anda cintai. Apa yang muncul?
Aha, gambar? Suara? Rasa? Aroma tubuh? Begitu, bukan?
Pikirkan makanan favorit Anda. Apa yang muncul? Gambar? Suara? Rasa di lidah?
Aroma? Tekstur?
Nah, adakah dari 2 contoh pikiran tadi, yang memunculkan jenis memori yang di luar
dari hasil panca indera? Bukan gambar, bukan suara, bukan rasa, bukan aroma,
bukan tekstur?
Demikianlah, kebanyakan pengalaman internal kita merupakan hasil pemrosesan
dari panca indera. Maka persepsi, adalah hasil dari panca indera. Maka panca indera,
adalah pintu masuknya Informasi, yang menyebabkan kita memersepsikan sesuatu
sebagaimana saat ini.
Apa yang kita lihat menjadi gambar dalam pikiran. Apa yang kita dengar menjadi
suara. Apa yang kita cium menjadi aroma. Apa yang kita cecap menjadi rasa. Apa
yang kita raba menjadi tekstur dan suhu.
Ah, ini kan sudah biasa. Apa istimewanya?
Silakan perhatikan telapak tangan Anda dari jarak 30 cm. Apa saja yang Anda lihat?
Tandai sebanyak mungkin.
Nah, sekarang dekatkan telapak tangan Anda, sehingga jaraknya hanya 15 cm. Apa
saja kini yang Anda lihat? Berapa banyak yang tadi tidak tampak, kini baru jelas?
OK, sekarang dekatkan lagi hingga hanya 5 cm. Apa saja kini hal baru yang Anda
temukan?
Aha! Jika Anda seperti kebanyakan orang, maka semakin dekat Anda melihat,
semakin Anda sadari bahwa ada begitu banyak hal yang tak Anda lihat tadinya, kini
menjadi begitu jelas. Ini baru soal tangan. Bagaimana dengan orang lain? Seseorang
yang rata-rata Anda lihat dalam jarak yang pasti lebih dari 30 cm. Yang Anda temui
mungkin hanya sekali. Yang bahkan baru Anda lihat dari foto. Informasi seperti apa
kah kiranya yang Anda miliki jika hanya demikian cara Anda melihatnya?
Yak, jelas sekali. Apa yang kita lihat tentang orang lain, begitu sedikit dari apa yang
benar-benar ia miliki. Maka teramat jauh bedanya antara persepsi yang kita miliki
tentang seseorang, dengan jati diri yang sebenarnya. Persepsi kita tentang
seseorang, baik sukai ataupun tidak, hanyalah snapshot dari perilakunya, dan sama
sekali bukan dirinya.
Nah, sampai di sini, beberapa peserta dalam kelas-kelas saya biasanya terkesima.
Bukan oleh penjelasan saya, namun oleh pengalaman mereka sendiri. Betapa sering
diri ini memberikan penilaian akan perilaku seseorang, hanya berdasaran secuplik
ingatan yang jauh dari lengkap. Dan dari ingatan tak lengkap itu kemudian lahir
penilaian benci, marah, dengki, dll. Betapa kita begitu tak adil sejatinya, saat
menempelkan label buruk pada seseorang, hanya karena pernah melihat—bahkan
seringkali hanya mendengar dari orang lain—perilakunya yang tak kita setujui.
Hmm…peta bukanlah wilayah. Betapa pernyataan ini begitu valid.
Jangan terlalu cinta, karena bisa jadi satu saat akan benti. Jangan terlalu benci,
karena bisa jadi satu saat akan cinta.
Ajaran ini begitu benar. Sebab cinta dan benci, hanyalah rasa yang didasarkan pada
penginderaan yang tak lengkap. Penginderaan yang penuh dengan distorsi,
generalisasi, dan delesi.
Kita terkadang tidak mendengar, apa yang seharusnya kita dengar. Kita mendengar,
apa yang ingin kita dengar.
Lagi-lagi, ini semua musibah sekaligus anugerah. Musibah, jika seseorang melulu
mendengar yang buruk dan malas mendengar yang baik. Anugerah, sebab kita bisa
mencinta, justru karena memerhatikan yang baik, dan menafikan yang buruk.
Maka dalam kelas “Self Leadership Mastery”, saya ajak peserta untuk melatih panca
indera kita untuk memasukkan informasi secara jernih.
Adillah engkau, sejak dalam pikiran.
Demikian tulis Pramoedya Ananta Toer dalam Bumi Manusia. Bertahun-tahun lalu
saya membacanya, baru paham sekarang. Terbukti, saya hanya membaca apa yang
ingin dan mampu saya baca.
Saya teringat “Pak Ogah” yang dulu sering mengatur lalu lintas di salah satu
pertigaan menuju rumah. Kami sering menyebutnya “Si Makasih”, karena ia punya
logat yang khas setiap kali mengucapkan kata “Makasih” saat diberi uang. Selama
bertahun-tahun, ia begitu konsisten mengatur lalu lintas, dan saya tak menyadari
peran istimewanya, selain bahwa ia seperti kebanyakan “Pak Ogah” lain.
Sampai satu saat, ia mulai jarang masuk. Ya, ia digantikan oleh orang lain, tidak
hanya satu, tapi berganti-ganti.
Ada yang aneh. Ya, aneh. Antrian mobil yang mau menyeberang menjadi lebih
panjang dari biasanya. Tidak hanya sekali, tapi berkali-kali saya tandai. Setiap kali ia
digantikan oleh orang lain, antrian menjadi panjang. Dan setiap kali ia kembali
bertugas, antrian pun memendek.
Cukup lama saya dan istri memperhatikan apa yang terjadi, sampai satu waktu kami
menyadari, bahwa “Si Makasih” memang memiliki cara mengatur lalu lintas yang
unik. Tidak saja ia lebih cekatan dibandingkan yang lain, ia terasa memiliki wibawa
yang lebih tinggi di jalanan. Jika Pak Ogah lain menghalangi satu jalur untuk memberi
jalan pada jalur lain, dan seringkali masih diterabas, lain dengan “Si Makasih”. Begitu
ia pasang badan, atau berteriak “STOP!”, seketika tak ada yang berani lewat.
Gerakannya begitu taktis, sehingga antrian pun menjadi amat wajar.
Ah, Anda pernah mendengar sekolah untuk menjadi Pak Ogah? Sama, saya juga
belum. Begitu pun pelatihan, apalagi sertifikasi. Pak Ogah adalah profesi alamiah
yang terjadi begitu saja, utamanya di Jakarta. Sebuah profesi yang saya rindukan
ketika berada di Jogja yang mulai padat, dan sebagai pengemudi kita harus berjuang
sendiri untuk berbelok menembus jalur.
Maka saya yakin “Si Makasih” pasti tak pernah belajar keterampilan mengatur lalu
lintas ala Polantas di sekolah-sekolah kepolisian. Ia pasti mempelajarinya di
jalanan. Learning by doing, kata orang sekolahan. Tapi mengapa rekan-rekannya
yang lain tidak secanggih dia? Mengapa hasilnya berbeda?
Saya pun teringat sebuah bahasan dalam buku karya Marcus Buckingham, “First,
Break All the Rules”, bahwa setiap profesi memerlukan bakat. Dikisahkan dalam
buku tersebut, bahkan profesi yang kata orang bisa dilakukan oleh siapapun
seperti housekeeper, membutuhkan bakat agar ia exceptional. Kalau sekedar bersih,
semua orang tentu bisa. Tapi bersih dan punya nilai estetika, plus dilakukan setiap
hari secara konsisten, ia jelas membutuhkan lebih dari sekedar basic training dan
SOP. Ya, ia membutuhkan bakat.
Nah, “Si Makasih” ini, saya asumsikan memang memiliki bakat yang ia perlukan
untuk menjadi seorang Pak Ogah yang efektif. Kegesitan, kecepatan mengambil
keputusan, gaya bicara yang lugas, klop dah semua yang mendukung untuk
menjalankan tugasnya. Maka rekan-rekannya yang menggantikan pun kuwalahan
setiap kali ia absen (atau cuti?). Rupanya profesi ini tak semudah yang mereka
bayangkan.
Dan Anda bisa bayangkan betapa pentingnya profesi ini di kota seperti Jakarta? Ya!
Sangat-sangat penting. Tanpa Pak Ogah expert seperti “Si Makasih”, para bos
pengambil keputusan bisa telat sampai kantor akibat antrian yang berkepanjangan.
Belum lagi pesawat yang delay akibat pilot yang terlambat. Wuih!
Hmm…jika profesi seperti Pak Ogah saja memerlukan bakat
agar exceptional dan excellent, bagaimana dengan profesi lain?
Maka bahasan kita di artikel sebelumnya tentang alasan kita hidup pun menjadi lebih
masuk akal, bukan? Bahwa tiap manusia memiliki tugas yang ia emban dalam hidup,
dan Tuhan telah memberinya segala yang ia butuhkan untuk menjalankan tugas
tersebut. Anda dan saya, tidak lahir tanpa tujuan. Kita lahir dengan tugas, dan bekal
yang memadai untuk menjalankannya.
Ini adalah fase: “Siapa Aku?” alias Self Awareness. Fase wajib sebelum
melangkah kemana pun. Sebab yang tidak kita sadari, tidak bisa kita kelola. Yang
tidak bisa kita kelola, tidak bisa kita pimpin.
Begitu kita menyadari apa saja potensi yang sebenarnya kita miliki, maka saatnya
menentukan rute mana yang akan kita lalui.
Rute?
Yes. Tidak sekedar dream, atau goal. Hidup adalah rangkaian perjalanan dari satu
rute menyambung ke rute yang lain, yang berujung pada terminal tujuan puncak:
Tuhan. Maka apapun goal Anda dalam hidup, sejatinya tidak sekedar sebuah tujuan,
melainkan sesuatu yang dapat mendekatkan Anda untuk kembali dengan mulus.
Inilah fase, “Mana Jalanku?”
Nah, saat rute sudah ditentukan, langkah selanjutnya adalah “Apa saja yang harus
kulakukan?”Haruskah naik mobil, angkutan umum, numpang teman, dll? Jangan-
jangan tak bisa dengan jalan darat dan harus lewat udara? Berapa jauh? Bekal apa
yang diperlukan? Jika dengan kendaraan sendiri, bagaimana harus
mengemudikannya? Dan seterusnya.
Salah menentukan cara, maka perjalanan pun terhambat. Bagaimana bisa
menyeberangi pulau jika tak pakai kapal feri? Di titik inilah kita menyusun
perencanaan, sebab kegagalan seringkali bukan disebabkan oleh tujuannya,
melainkan cara mencapainya. Mau ke Tangerang dari Bekasi, yang ada hanya
sepeda. Bisa sampai sih, tapi besok. Hehehe…
Cukupkah dengan 3 fase di atas?
Ya, jika tujuan hidup Anda hanya di dunia. Tiga fase tersebut sudah akan cukup
membantu Anda untuk mencapai kebahagiaan dalam jangka pendek. Namun untuk
memastikan kita bisa kembali dengan mulus, putaran ketiganya harus senantiasa
diarahkan “Ke Mana Aku Menujut?”: Tuhan.
Tuhan?
Ya. Mengarahkan hidup kita untuk melangkah selalu menuju Tuhan akan menjadikan
kita insan tanpa batas potensi, sebab kita sedang berada dalam naungan Yang Maha
Segala. Kita akan senantiasa berada dalamstate of mind yang unik, penuh percaya
diri, penuh keyakinan, dan pantang menyerah.
Hidup pun jadi indah nan nikmat. Setiap detik adalah pencarian, sekaligus
pencapaian.
Bagaimana persisnya NLP membantu kita menjalani tiap fase di atas?
Tunggu artikel selanjutnya, OK!
Diwongke – Terapi Trauma Pengungsi Merapi
Jogja
990 VIEWS | POSTED BY KRISHNAMURTI ON OCTOBER - 29 - 2010 2 COMMENTS
(Artikel ini saya tulis saat jadi relawan Gempa Jogja & Jateng sebagai Panduan Praktis
& Sederhana Terapi Psikis / Mental para korban, Jogjakarta, 2 Juni 2006. Artikel ini
saya posting karena banyak pertanyaan tentang terapi-terapi yang kami lakukan.
Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa saya bukanlah seorang terapis. Kegiatan
utama saya tetaplah Mindset Motivator. Semoga ide-ide berikut ini masih bisa
berguna juga untuk kejadian “batuknya” Gunung Merapi)
Faktor Psikis dan Mental menjadi sangat penting, karena mana mungkin makanan
terasa enak kalau hati kita sedang galau. Penyakit akan makin parah, kalau kita
melihatnya sebagai bencana. Namun, penyakit akan cepat sembuh kalau kita melihat
bahwa rasa sakit adalah proses penyembuhan.
Dengan berbekal pengalaman menjadi Relawan Terapi di Aceh dengan menggunakan
pengetahuan New Code NLP yang saya pelajari dari DR. John Grinder di Malaysia &
Inggris, maka teknik terapi atau Trauma Healing tsb menjadi sangat sederhana dan
dapat dilakukan oleh siapa saja, termasuk untuk penyembuhan diri sendiri. Berikut
ini sharing singkatnya.
Kunci Melakukan Terapi NLP:
1. Memiliki NIAT TULUS (INTENT) dari dalam lubuk hati untuk membantu saudara kita
yg sedang tertimpa kemalangan tanpa memandang Agama, Suku, Jenis Kelamin dan
Umur. Misal: Bau badan atau mulut pasien adalah sinyal untuk kita menganalisa apa
yang sedang dia rasakan dan berguna untuk kita melakukan terapi bagian mana
yang perlu diterapi.
2. Memiliki “ROSO” kemanusiaan yang rendah hati untuk melayani karena terapi
yang akan kita lakukan, kuncinya sangat sederhana yakni “DIWONGKE”
Tahapan Terapi:
1. Tahap awal yang paling penting adalah Pendekatan dengan penderita. Terapi
hanya bisa dilakukan jika penderita sudah Percaya pada Niat Tulus kita.
Catatan: (Maaf sekali) Buanglah segera Niat Kotor (jika ada, lho) spt misalnya
Kristenisasi, Islamisasi, Budha-isasi atau apapun istilahnya. Niat ini hanya membuat
bangsa kita semakin BODOH. Hanyalah orang BODOH yang mau pindah agama
karena sebungkus mie kering. Saya sangat percaya Allah-pun sedih jika umatnya
beragama dengan cara BODOH seperti itu.
Sebelum melakukan pendekatan:
· Anda dalam posisi yg NO MIND atau KNOWING NOTHING STATE artinya tidak
menilai, tidak mereka-reka, Anda hanya perlu empati ikut merasakan apa yg
dirasakan pasien (sambung roso)
Beberapa ide menjalin pendekatan:
· Diam dan tenang dengan lembut, lakukan kontak mata sampai pasien merasa
nyaman dan tersenyum, lalu boleh lanjutkan dengan:
· Menyentuh (menunjukkan kepedulian Anda)
· menganggukkan kepala (yang berarti aku mengerti apa yang kamu alami)
· mengacungkan jempol (sbg tanda saya hormat dengan semangat Anda)
· atau berkata dengan suara meyakinkan berupa kalimat positip (lakukan dengan
tulus), misal:
· “Wah, lukanya cepat sekali kering ya…” (tunggu respon setuju)
· “Wajah Ibu sudah makin segar saja…” (lihat respon wajah bersyukur)
· “Hebat nih kamu..” (tunggu respon setuju atau “Oh ya” gembira)
· “Mau Minyak Tawon? Biar bengkaknya cepat sembuh”
· “Ini lho pak buat tenang…” sambil Anda mencontohkan menggunakan Inhaler dan
tunggu sampai dia juga melakukannya.
2. Tahap berikutnya adalah mencari alat bantu yg tepat untuk pasien tsb guna
menghasilkan rasa Tenang sebelum melakukan terapi, contoh:
· Tanyakan dulu ke pasien apa yang sedang dirasakan dan selalu arahkan
jawabannya ke sisi positip dari kejadian yg dialami.
· Setelah itu, tanya ke Unconsious Mind Anda: “Produk apa yang dibutuhkan pasien
tsb” dan dengan otomatis Unconcious Anda akan membimbing Anda memilih produk
yg pas untuk pasien tsb.
· Lalu, baiknya dengan tersenyum Anda ambil produk yg dibutuhkan dan Anda sendiri
melakukan demo langsung ke pasien tsb sbg kalibrasi (menguji) apakah dia bersedia
dibantu, misalnya lihat contoh berikut:
Produk & teknik yg sering digunakan oleh penduduk (efek plasebo)
1. Minyak Tawon: Obat gosok (sambil diurut perlahan satu arah) bagian yang
bengkak atau linu. Baik sekali saat mengurut, Anda tetap berdoa dalam hati dengan
tulus agar Allah berkenan memberikan penyembuhan.
2. Minyak Kayu Putih: Obat gosok hangat untuk anak-anak atau orang tua. Teteskan
minyak kayu putih ke dua belah tapak tangan Anda, gosok kedua telapak tangan
Anda dengan cepat, setelah itu tempelkan ke bagian yang perlu untuk dihangatkan.
Boleh juga untuk dihirup untuk menimbulkan rasa tenang dan hangat. Boleh juga
ditambahkan kata-kata sugesti seperti: Ikhlas, ikhlas dan ikhlaaas…
3. Minyak Angin: Obat gosok bagian tubuh yg terasa pegal2 spt otot leher, boleh
gunakan teknik spt minyak kayu putih untuk dihirup. Guyonan gaya plesetan Jogja
sangat membantu suasana terapi menjadi segar dan arti “Nrimo” dapat disampaikan
sebagai bagian dari proses hidup yang memang harus dilalui. Semuanya adalah
kehendak Sang Pencipta.
4. Balsem: Sbg obat gosok & kerokan karena masuk angin yg menimbulkan efek
nyaman dan perasaan “enteng”. Ingat, bukan balsemnya yang hebat, namun niat
tulus Andalah yang menyembuhkan saudara kita yang sedang tertimpa bencana ini.
5. Inhaler: Untuk dihisap melalui hidung yg menimbulkan efek tenang. Setelah
tenang, tanyakan kalimat sugesti yang menguatkan. Dampak bertanya lebih kuat
dibanding sugesti.
6. Salonpas: Ditempel ke dua pelipis jika pasien merasa pusing atau di otot leher jika
merasa tegang atau punggung yg terasa pegal, bahkan digunakan untuk obat sakit
gigi.
7. Tasbeh / Rosario: Untuk menenangkan diri (break pattern) apapun kalimat yg
diucapkan, baik sekali jika dilakukan sambil bernafas berikut:
· Tarik nafas pendek saja
· Buang nafas sepanjang mungkin, saat nafas keluar minta pasien bayangkan
penyakitnya menjauh (sirna)
8. Virgin Coconut Oil : Baik sekali untuk membantu meringankan gatal-gatal atau
luka yg terbuka atau sebagai obat gosok.
9. Rokok: Khusus untuk pasien yang “Blur” atau “Hang” atau pandangannya kosong,
tawarkan hanya 1-2 batang rokok, lihat responnya, bantu nyalakan rokoknya, sama-
sama hisap rokoknya. Saat hembuskan rokok, berikan kalimat sugestinya: Biarlah
semua rasa sedih, kecewa, marah dsb menjauh, menjauh dan menjauh…
10. Boneka: Untuk membuat anak-anak kembali tersenyum, lalu ajak main untuk
hilangkan tarumanya dengan cara:
- “Ayo, letakkan semua ketakutanmu ke telapak tanganku” Lakukan satu persatu &
tunggu sampai semua selesai.
- Beberapa ide menjauhkan beban tsb, misal:
- Ajak dia tiup yg jauh semua beban tsb sampai hilang
- Anda lempar beban yg telah diletakkan ditangan Anda tersebut sejauh mungkin…
- Setelah itu amati perubahan bahasa tubuhnya sampai menjadi senang, lalu tanya
lagi apa yg dia rasakan sekarang jika mengingat kembali bencana yg dialami. Kalau
dia bilang hilang, artinya terapi berhasil.
3. Tahap Akhir adalah memberikan Kalimat Sugesti Penyembuhan yang pas:
(Lakukan setelah pasien merasa nyaman dengan tahap 2 atau lakukan sambil pasien
tetap melakukan kegiatan tahap 2)
· Berikan Kalimat Sugesti Penyembuhan & amati sinyal SETUJU dari pasien akan
kalimat tersebut, misal:
· Sakit itu artinya proses penyembuhan sedang terjadi
· Obat buatan manusia terbatas, obat buatan Allah pasti menyembuhkan
· Rasakan proses penyembuhan sedang terjadi pd kaki kiri Anda
· Semakin aku tidur nyenyak, semakin aku cepat sembuh
· Aku semakin sehat, aku semakin sehat
· Aku semakin segar, aku semakin segar
· Syukuri (Nrimo) dan ambil hikmah positip dari kejadian ini
· Gunakan kalimat lain yg Anda rasa pas spt falsafah Jawa… paling baik jika
menggunakan bahasa Jawa & lebih baik lagi jika Anda menguasai doa-doa bahasa
Jawa yang sering digunakan penduduk setempat.
Demikian dan senang sekali kalau Anda bisa memberikan respon atau masukan ke
email saya: krishnamurti@indo.net.id dan terima kasih sebelumnya. Semoga teknik
terapi ini bisa menjadi terapi khas budaya kita yakni Terapi ala Jawa.
Tabik,
Krishnamurti
Ambil satu langkah ke belakang. Biarkan pemahaman Anda tentang lingkungan tadi
berada pada tempatnya di hadapan Anda. Kini Anda berada dalam tempat yang
membuat Anda memikirkan perilaku Anda.
Nah, sekarang, di tempat ini, dengan tetap memikirkan situasi yang sama, apa saja
yang sedang Anda lakukan?
Pikirkan Anda sedang bergerak, mengambil tindakan, dan berpikir.
Pikirkan bagaimana perilaku Anda menyesuaikan diri dengan lingkungan Anda.
Lihat apa yang Anda lihat, dengar apa yang Anda dengar, dan rasakan apa yang
Anda rasa demi melakukan hal-hal tersebut.
Ambil satu langkah lagi ke belakang, ke sebuah tempat yang sebentar lagi akan
membantu Anda memahami berbagai kemampuan yang Anda miliki.
Pikirkan berbagai keterampilan yang Anda miliki.
Apa saja kah keterampilan itu?
Bagaimana sikap mental yang Anda miliki?
Bagaimana kualitas berpikir Anda?
Kemampuan komunikasi dan interpersonal apa saja yang Anda miliki?
Kualitas apa saja yang Anda miliki yang sejauh ini sudah menjadikan hidup Anda
lebih baik?
Hal apa saja—dalam konteks apapun—yang dapat Anda lakukan dengan baik?
Lihat apa yang Anda lihat, dengar apa yang Anda dengar, dan rasakan apa yang
Anda rasa demi melakukan hal-hal tersebut.
Anda bukanlah perilaku Anda, pun bukan pula keyakinan Anda. Ambil satu langkah
ke belakang, dan pikirkan keunikan personal Anda, identitas diri Anda.
Apa misi Anda dalam hidup?
Orang seperti apa kah Anda?
Rasakan menjadi diri Anda sendiri sepenuhnya, dan apa yang ingin Anda capai
dalam hidup.
Ekspresikan dalam metafora—simbol atau apapun yang muncul dalam pikiran Anda
yang dapat menggambarkan diri Anda.
Ambil langkah terakhir, sebuah langkah yang sejenak lagi akan membuat Anda
terhubung pada sesuatu yang tak terbatas.
Pikirkan bagaimana Anda terhubung dengan sesuatu yang tak terbatas. Beberapa
orang merasakan keterhubungan dengan sesuatu yang begitu besar, jauh lebih
besar dari dirinya. Sebuah perasaan terhubung yang menghimpun keseluruhan diri
Anda bersama makhluk-makhluk lain, sehingga Anda merasa begitu kecil.
Rasakan perasaan terhubung ini. Metafora apakah yang tepat untuk
menggambarkan hal ini?
Ambil perasaan terhubung ini sembari Anda melangkah maju ke lokasi tempat Anda
memikirkan identitasdiri Anda (satu langkah di depan), dengan tetap
mempertahankan posisi tubuh persis seperti pada langkah terakhir . Perhatikan,
dengarkan, dan rasakan perubahan yang muncul.
Sekarang, ambil perasaan diri Anda yang baru ini, berikut metaforanya, untuk
melangkah ke lokasi tempat keyakinan dan nilai-nilai berada. Pertahankan posisi
tubuh Anda seperti sebelumnya.
Apa saja yang penting bagi Anda sekarang?
Apa saja yang Anda yakini sekarang?
Apa yang Anda inginkan untuk Anda anggap penting?
Apa yang Anda inginkan untuk Anda yakini?
Keyakinan dan nilai-nilai apa saja yang menggambarkan identitas Anda?
Ambil perasaan keyakinan yang baru ini dan melangkahlah ke level keterampilan,
dengan tetap mempertahankan posisi tubuh sebelumnya.
Bagaimana menurut Anda, keterampilan Anda akan bertransformasi dan semakin
meningkat serta semakin dalam?
Bagaimana Anda akan menggunakan keterampilan tersebut dalam level yang paling
maksimal?
Salah satu peserta Indonesia Hypnosis Summit (IHS) 2010 mengirimi saya email
dan bertanya, “….saat Bapak menjelaskan mengenai induksi, Bapak tidak bicara
tentang uji sugestibilitas. Kita tahu bahwa sangat penting untuk bisa mengetahui tipe
sugestibilitas klien agar dapat melakukan teknik induksi yang sesuai sehingga dapat
membawa klien masuk ke kondisi deep trance sebelum melakukan terapi. Kemarin
itu apakah memang tidak sempat dijelaskan ataukah Pak Adi merasa uji
sugestibilitas tidak penting?”
Wah, peserta ini cukup jeli. Saya memang tidak menjelaskan mengenai uji
sugestibilitas. Saya menjelaskan enam teknik dasar induksi dan pengelompokkan
teknik induksi. Enam teknik dasar induksi adalah Eye Fixation, Relaxation of Nervous
System, Mental Confusion, Mental Misdirection, Loss of Equilibrium, dan Shock to
Nervous System.
Dari enam teknik dasar ini dikembangkan menjadi sangat banyak teknik induksi.
Walaupun saat ini ada begitu banyak teknik induksi namun bila dicermati dengan
sungguh-sungguh maka teknik induksi yang ada dapat dikategorikan menjadi empat
kelompok: Progressive Relaxation (yang biasanya membutuhkan waktu 30 – 45
menit), Rapid Induction ( sekitar 4 menit), Instant Indcution (beberapa detik), dan
Emotionally Induced Induction (induksi karena emosi yang dialami klien).
Nah, kembali ke pertanyaan yang menjadi judul artikel ini, “Uji Sugestibilitas :
Perlukah?”
Jawabannya bergantung kebutuhan. Bila untuk melakukan stage hypnosis maka uji
sugestibilitas harus dilakukan untuk bisa memilih atau menemukan subjek hipnosis
yang mudah. Bisa anda bayangkan apa yang terjadi jika stage hypnotist tidak
melakukan uji sugestibilitas dan langsung memilih subjek dari penonton. Akibatnya
akan fatal karena subjek tidak akan bisa dihipnosis dengan cepat dan tidak akan ada
pertunjukkan yang menarik.
Bagaimana dengan hipnoterapi? Apa perlu uji sugestibilitas?
Di tahun-tahun awal saya sebagai hipnoterapis saya memang sangat menekankan
pentingnya uji sugestibilitas. Hal ini bertujuan agar saya dapat melakukan induksi
dengan tepat sehingga klien bisa masuk ke kondisi deep trance.
Bila mengacu pada SHSS (Stanford Hypnotic Suceptibility Scale) yang dikembangkan
oleh Ernest Hilgard maka manusia terbagi menjadi 85% yang moderat, 10% mudah,
dan 5% sulit dihipnosis. SHSS ini banyak digunakan sebagai acuan oleh hipnoterapis
hingga saat ini.
Dr. Kappas mengembangkan teori sugestibilitas yang menyatakan bahwa manusia
terbagai menjadi dua kategori besar yaitu physical suggestibility (sugestibilitas yang
bersifat fisik) dan emotional suggestibility (sugestibilitas yang bersifat emosi). Dari
penelitian ditemukan bahwa 60% populasi bersifat emotionally suggestible dan 40%
physically suggestible. Kelompok emotionally suggestible mempunyai sub kategori
yang dinamakan intellectual suggestibility yang mewakili sekitar 5% populasi.
Pakar lain, Herbert Spiegel, mengembangkan teknik uji sugestibilitas, dengan
menggunakan gerakan bola mata dan empat indikator lainnya, yang dikenal dengan
Hypnotic Induction Profile (HIP). Selanjutnya Spiegel juga mengembangkan Spectrum
of Hypnotizability and Personality Style dan mengelompokkan subjek ke dalam tipe
Apollonian, Odyssean, dan Dionysian.
Ada pengalaman menarik saat seorang rekan menceritakan pengalamannya saat
diinduksi oleh seorang hipnoterapis. Rekan ini, di depan kelas pelatihan, diinduksi
berkali-kali dengan menggunakan bermacam teknik, tetap tidak bisa masuk ke
kondisi hipnosis. Akhirnya hipnoterapis ini berkata, “Anda tidak bisa trance karena
anda masuk kategori orang yang tidak bisa dihiposis.”
Saat mendengar cerita ini ada dua hal yang muncul di pikiran saya. Pertama,
hipnoterapis ini mengacu pada HIP Spiegel, Regular Zero Profile, yang menyatakan
bahwa orang dalam kategori ini tidak bisa dihiposis. Kedua, hipnoterapis ini mungkin
gemas pada rekan saya ini karena telah dicoba dihipnosis berulang kali tapi tetap
tidak berhasil sehingga untuk mudahnya ia mengatakan bahwa rekan saya ini masuk
kategori orang yang tidak bisa dihipnosis.
Benarkah ada kategori orang yang tidak bisa dihipnosis?
Jawabannya bergantung pada teori apa atau pendapat pakar mana yang kita
gunakan sebagai acuan. Di sini tidak ada jawaban benar atau salah. Yang ada adalah
untuk setiap teori atau pendapat pakar mempunyai konsekuensi yang spesifik
terhadap hasil induksi yang kita lakukan.
Dulu waktu saya pertama kali mendalami hipnoterapi saya sempat bingung saat
membaca riset para pakar mengenai tipe sugestibilitas dan apa yang harus dilakukan
untuk bisa melakukan induksi dengan benar yang bisa membawa klien masuk ke
kondisi deep trance.
Di awal karir saya sebagai hipnoterapis saya sangat memperhatikan uji sugestibilitas.
Biasanya sebelum menghipnosis klien saya akan meminta klien melakukan The Hand
Drop Test, Arm Rising and Falling Test, Postural Sway, dan kadang bisa ditambah
dengan The Pendulum Swing Test.
Dari pengalaman saya menemukan bahwa uji sugestibilitas di atas sebenarnya
adalah untuk menemukan klien yang masuk kategori Physically Suggestible. Kalau
klien sulit menjalankan tes, misalnya Arm Rising and Falling Test, maka saya tahu
klien ini masuk kategori emotionally suggestible atau mungkin yang tipe intellectual.
Untuk klien yang “sulit” maka saya perlu menggunakan teknik induksi yang sesuai.
Misalnya dengan teknik 7 plus minus 2, auto dual method, teknik hand rolling, dan
teknk yang bersifat membingungkan pikiran.
Namun jujur saya merasa tidak nyaman dengan hal ini. Setiap kali mau melakukan
terapi saya harus melakukan uji sugestibilitas. Dan yang membuat hal ini menjadi
semakin sulit bagi saya adalah ada banyak klien yang telah ke hipnoterapis lain yang
juga melakukan hal ini, uji sugestibilitas. Nah, klien datang ke saya karena merasa
belum mengalami perubahan signifikan. Bisa dibayangkan apa yang terjadi bila saya
melakukan, di awal sesi terapi, hal yang sama yang dilakukan terapis sebelumnya.
Seringkali sejak awal terapi klien sudah menolak. Mereka berpikir, “Lho, ini kan yang
dilakukan terapis sebelumnya. Saya tahu apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Cara
ini nggak mungkin berhasil.”
Berangkat dari pengalaman ini saya selanjutnya berpikir, “Apakah ada teknik induksi
yang sederhana, yang bisa dilakukan pada semua klien tanpa perlu tahu tipe
sugestibilitasnya? Apakah ada teknik yang sederhana, mudah dipelajari, mudah
diaplikasikan, mudah diduplikasi, dan yang paling penting telah teruji sangat efektif
untuk bisa membawa subjek tipe apapun masuk ke kondisi deep trance dengan
cepat dan pasti?”
Saya mencari hampir 3 tahun. Dan akhirnya menemukannya. Teknik ini selanjutnya
saya ujicobakan di ruang praktik saya dengan hasil yang sangat memuaskan. Seiring
dengan perkembangan pemahaman mengenai cara kerja pikiran saya
menyempurnakan teknik induksi ini sehingga menjadi jauh lebih efektif. Dan baru-
baru ini, di kelas Quantum Hypnosis Indonesia angkatan 9 saya kembali
menyempurnakan teknik ini dan hasilnya sungguh luar biasa.
Yang saya lakukan adalah saya menggabungkan teknik induksi asli dengan
pengetahuan yang saya dapatkan dari hasil riset dengan menggunakan Mind Mirror
IV dengan melihat langsung perubahan gelombang otak dan kedalaman trance saat
induksi diberikan.
Sebelum penyempurnaan di QHI 9, dari pengalaman, teknik induksi ini terbukti
mempunyai tingkat efektivitas antara 90% – 92,17% mampu membawa klien tipe
apapun masuk ke kondisi profound somnambulism. Yang “gagal” diinduksi bukan
berarti tidak masuk deep trance namun sering kali klien melampaui kondisi profound
somnambulism dan masuk ke level Esdaile atau Hypnotic Coma. Untuk yang level ini
tidak dihitung.
Penyempurnaan teknik induksi di QHI 9 ini mempunyai tingkat efektivitas yang
sangat tinggi. Hasil uji sementara menghasilkan rata-rata 97,34%. Saya masih
menunggu laporan lanjutan dari alumni QHI.
Jadi, menjawab pertanyaan di atas, uji sugestibilitas apakah perlu dilakukan atau
tidak semuanya bergantung pada masing-masing individu. Sekali lagi ini bukan benar
atau salah. Namun lebih pada teori yang digunakan.
Untuk saya pribadi dan semua alumni QHI, dalam konteks hipnoterapi, kami sama
sekali tidak menggunakan uji sugestibilitas saat akan melakukan induksi.
Relationship Paradigm
1,451 VIEWS | POSTED BY ISSA KUMALASARI ON SEPTEMBER - 3 - 2010 3 COMMENTS
Tentu orang tua Anda dan hubungan masa lalu memiliki pengaruh besar pada
bagaimana Anda akan bertingkah laku. Semua pengaruh ini menentukan apa yang
Anda inginkan dan apa yang tidak Anda inginkan dari sebuah hubungan. Time Line
Therapy™ juga dapat membantu anda membersihkan pengalaman masa lalu yang
dapat menghantui hubungan anda dengan pasangan untuk menjadi utuh dan
harmonis.
Fundamental masalah antara pasangan dan diri Anda sendiri terjadi saat Anda
meletakkan sebuah nilai yang sangat tinggi pada sesuatu tetapi orang lain tidak
berpikir itu adalah penting. Siapa pun adalah orang yang lebih dominan cenderung
menang, tapi berapa biayanya?
Rahasianya adalah untuk mengetahui apa yang penting bagi Anda dan pasangan
Anda. NLP memiliki teknik – teknik khusus untuk menemukan nilai-nilai yang tidak
disadari yang dapat menjadi driver dari hubungan Anda.
Nah apakah hukum tarik menarik dalam satu hubungan adalah sebuah mitos ?
Carl Jung, mengatakan bahwa dalam hubungan, kita mencari satu sama lain secara
tidak sadar dan kemudian memproyeksikan ketakutan terdalam kita kepada
pasangan kita …
Hal seperti yang biasa terjadi di dalam sebuah hubungan dimana orang biasanya
menyalahkan sisi buruk kepada pasangannya. Jung mengatakan bahwa sesuatu
pengalaman masa lalu yang terpendam dapat mempengaruhi penilaian kita terhadap
pasangan kita.
Berikut ini adalah hal sederhana yang bisa Anda lakukan untuk memulai mendesain
dan memiliki hubungan yang ingin Anda miliki bersama dengan pasangan Anda ;
1. Silahkan tulis semua hal termasuk sifat, sikap , atau ciri – ciri yang anda inginkan
dari pasangan Anda. Jika anda belum mempunyai pasangan , tuliskan semua sifat
atau ciri – ciri dari pasangan yang anda dambakan.
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
Pikirkan bahwa sikap, ciri – ciri atau sifat yang anda inginkan dari pasangan harus
anda miliki, simple nya begini sifat yang anda inginkan dari pasang harus ada dalam
diri anda. Bagaimana mungkin Anda dapat menarik sesuatu jika hal tersebut tidak
ada dalam diri Anda, nah ini adalah hukum tarik menarik. So mulai sekarang lakukan
thal – hal yang anda tuliskan diatas. Jika Anda belum mempunyai sifat atau ciri-ciri
yang Anda sebutkan diatas, itu hanya Limiting Decision (read Time Line Therapy™).
Time Line Therapy™ dapat meng-“uninstall” dan “undo” limiting decision dan dapat
di kombinasi dengan teknik NLP untuk meng “install” desired behavior” yang ingin
anda miliki. Those traits or behaviors has to be present inside you ! Remember, like
attracts like !
2. Silahkan tulis semua sifat atau ciri – ciri yang anda sangat tidak sukai atau anda
benci dari pasangan Anda . Jika Anda belum punya pasangan tuliskan apa sifat yang
tidak anda sukai dari pasangan yang anda dambakan.
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
Tahukan Anda bahwa apa yang anda benci atau tidak anda sukai dari pasangan anda
adalah kemungkinan anda punya pengalaman negative di masa lalu yang belum
terselesaikan. Dengan melakukan pembersihan emosi negative (read Time Line
Therapy™) dimasa lalu anda dapat menarik hal yang anda inginkan termasuk dari
pasangan anda atau dalam mencari pasangan. Ingat Perception is Projection !
menuirut Carl Jung, kita cenderung mempresentasikan keluar “repressed emotion” di
masa lalu dan memproyeksikannya pada orang sekeliling termasuk pasangan kita
yang biasanya berupa hal yang tidak anda sukai atau benci.
Again, like attracts like, anda menarik hal – hal yang ada dalam diri anda begitu kata
hukum tarik menarik. Nah apa yang perlu anda lakukan adalah jika anda punya satu
hal saja yang tidak anda sukai dari pasangan anda, segera bersihkan diri dari
pengalaman masa lalu untuk memiliki hubungan yang anda dambakan.
Berikut adalah beberapa hal yang dapat anda lakukan untuk meningkatkan
hubungan anda dengan pasangan / calon anda :
• Menetapkan tujuan yang realistis dan dapat dicapai bersama-sama.
• Bersihkan semua emosi negatif yang melekat pada hubungan Anda – baik
saat ini dan / atau masa lalu, sehingga menghapus semua asosiasi negatif Anda
mungkin telah dibangun dari waktu ke waktu untuk pasangan atau calon
pasangan anda
• Membersihkan semua keyakinan yang membatasi (limiting belief) yang
menghentikan Anda dari mempunyai hubungan yang Anda inginkan
• Menemukan apa yang penting bagi Anda berdua dalam hubungan Anda,
bekerja satu sama lainnya untuk menyelesaikan setiap konflik, lakukan
penyesuaian Anda berdua dan saling mendukung sepenuhnya dalam
mendapatkan apa yang Anda inginkan.
• Belajar bagaimana untuk saling memberi umpan balik lain dan menghilangkan
hambatan komunikasi untuk mendukung satu sama lain
• Memahami kepribadian masing-masing sehingga Anda dapat sepenuhnya
berada dan merasakan keharmonisan yang dalam yang anda berdua ingin miliki
• Mengijinkan diri anda menarik dan tertarik untuk mengizinkan pasangan
untuk merasa jatuh cinta dengan Anda setiap hari.