Anda di halaman 1dari 12

TUGAS PORTOFOLIO

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

“Cedera Kepala”

Disusun Oleh :

Nama : Sri Lestari

NIM : G2A007088

Semester VI B

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2009/2010
BAB I

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)

Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan
otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit
neurologik yang serius diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemik
sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001)

Cidera kepala adalah kerusakan jaringan otak yang diakibatkan oleh adanya
trauma (benturan benda atau serpihan tulang) yang menembus atau merobek suatu
jaringan otak, oleh pengaruh suatu kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan
akhirnya oleh efek percepatan perlambatan pada otak yang terbatas pada kompartemen
yang kaku (Price & Wilson, 1995).

Trauma kepala atau injuri cerebri umumnya terjadi akibat kecelakaan lalu lintas
dan mayoritas yang terkena adalah anak muda dan pada usia lanjut sering terjadi karena
jatuh/luka tusuk (Ignatavikus, 2002).

B. ETIOLOGI
Penyebab cedera kepala antara lain :
1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
3. Cedera akibat kekerasan.
1
C. PATOFISIOLOGI
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi
jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat
pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan
(deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak,
seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan
bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila
posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan
pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan
pada substansi alba dan batang otak.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau
tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah)
pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial
(TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi
hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.

Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan


“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan
hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi
kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang
disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak
menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam
empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan
otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan
koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada
hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.
2
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebungungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan
10. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

E. PENATALAKSANAAN

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan cedera kepala adalah sebagai
berikut:

1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.

Rencana Pemulangan

1. Jelaskan tentang kondisi anak yang memerlukan perawatan dan pengobatan.


2. Ajarkan orang tua untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya kesadaran,
perubahan gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan perubahan bicara.
3. Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi dari
pemberian obat.
4. Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip lidah,
mempertahankan jalan nafas selama kejang.
5. Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas sehari-hari di
rumah, kebutuhan kebersihan personal, makan-minum. Aktivitas bermain, dan
latihan ROM bila anak mengalami gangguan mobilitas fisik.
3

6. Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat pengaman.


7. Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual.
8. Ajarkan pada orang tua bagaimana mengurangi peningkatan tekanan intrakranial.

F. PENGKAJIAN FOKUS :
1. Demografi

Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologic yang serius merupakan
proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Diperkirakan 100.000 orang
meninggal setiap tahunnya akibat cedera kepala dan lebih dari 700.000 mengalami
cedera cukup berat dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Dari kelompok ini
antara 50.000 dan 90.000orang setiap tahun mengalami penurunan intelektualyang
menghambat kembalinya ke keadaan normal. 2/3 dari kasus ini berusia dibawah 30
tahundengan laki-laki lebih banyak dari wanita. Adanya kadar alcohol dalammdarah
terdeteksi lebih dari 50% pasien cedera kepala yang diterapi di ruang darurat. Lebih
dari ½ pasien cedera kepala berat mempunyai signifikansi terhadap cedera bagian
tubuh lain. Adanya syok hipovolemik dari pasien cedera kepala biasanyan karena
cedera bgaian tubuh lain.

2. Riwayat Kesehatan
Kapan cedera terjadi, penyebab trauma (peluru kecepatan tinggi, objak yang
membentur kepala atau jatuh), posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian
(dapatkah klien dibangunkan atau tidak sadar), pertolongan yang diberikan segera
setelah kejadian.

3. Data Fokus Terkait Perubahan Pola Fungsi dan Pemeriksaan Fisik :


1. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes,
hiperventilasi, ataksik)
2. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
3. Sistem saraf : Kesadaran GCS.
a. Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan
melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
b. Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan
diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
4

4. Sistem pencernaan
Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan
mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar coba
tanyakan pola makan?
Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan. Retensi urine,
konstipasi, inkontinensia.
5. Kemampuan bergerak : kerusakan area motoric, hemiparesis/plegia, gangguan
gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
6. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan, disfagia akibat
kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
b. Rotgen Foto
c. CT Scan
d. MRI

G. PATHWAYS KEPERAWATAN
TRAUMA

Cedera
Cedera menyeluruh
setempat

Benda tajam Benda tumpul

Kerusakan setempat Kekuatan diserap


jaringan otak
5

TERGANTUNG

Lokasi, impresi fraktur, kekuatan benturan dan efek akselerasi dan deselerasi

Cidera jaringan otak

Perubahan pada cairan intra dan ekstra sel Edema

Peningkatan suplai darah kedaerah trauma Vasodilatsi

Tekanan intrakranial meningkat

Aliran darah ke otak menurun

Iskemia jaringan

Kematian sel-sel otak pCO2 meningkat &


pH menurun (otak)

Kerusakan sel-sel
otak

Fase emergency (ditandai) Cidera ringan/sedang Cidera sedang/berat


Memar, darah dari telinga, Disorientasi ringan, Tidak sadar > 24 jam,
CSF dari telinga, amnesia retrograde, sakit
fleksi & ekstensi
Kesadaran menurun, kepala, muntah/mual, kstermitas
Kejang, reflek batuk dan vertigo dan gangguan abnormal, edema otak,
pendengaran
muntah hilang
6
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas
berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan
meningkatnya tekanan intrakranial.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan
peningkatan tekanan intrakranial.
3. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala
4. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
5. Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma
kepala.

I. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL


1. Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan
dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya
tekanan intrakranial.

Tujuan:
Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau
kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.
Intervensi:

a. Kaji Airway, Breathing, Circulasi.


b. Kaji anak, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari
memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera
vertebra.
c. Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera
lakukan pengisapan lendir.
d. Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas. Bila tidak ada fraktur
servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 – 30 derajat.
e. Pemberian oksigen sesuai program.
7

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan


peningkatan tekanan intrakranial.

Tujuan:
Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat,
kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial.
Intervensi:

a. Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk


menurunkan tekanan vena jugularis.
b. Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala, valsava meneuver,
rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau suction, perkusi). tekanan
pada vena leher. pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan
kompresi pada vena leher). Bila akan memiringkan anak, harus menghindari
adanya tekukan pada anggota badan, fleksi (harus bersamaan).
c. Berikan obat pencahar untuk mencegah adanya valsava maneuver. Hindari
tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan
therapeutic, hindari percakapan yang emosional.
d. Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai
program.
e. Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat
meningkatkan edema serebral.
f. Monitor intake dan out put.
g. Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.
h. Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan
nutrisi.
i. Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal yang dapat
meningkatkan tekanan intrakranial.
8
3. Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.

Tujuan:
Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang ditandai
dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam batas
normal.
Intervensi:

a. Kaji intake dan out put.


b. Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau
mata cekung dan out put urine.
c. Berikan cairan intra vena sesuai program.

4. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.

Tujuan:
Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak tidak mengeluh nyeri, dan
tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi:

a. Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya,
serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.
b. Mengatur posisi sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi nyeri.
c. Kurangi rangsangan.
d. Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
e. Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
f. Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.

5. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.

Tujuan:
Anak dan orang tua akan menunjukkan rasa cemas berkurang yang ditandai dengan
tidak gelisah dan orang tua dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi dan aktif
dalam perawatan anak.
9
Intervensi:

a. Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur yang akan dilakukan, dan
tujuannya.
b. Anjurkan orang tua untuk selalu berada di samping anak.
c. Ajarkan anak dan orang tua untuk mengekspresikan perasaan.
d. Gunakan komunikasi terapeutik.
10

DAFTAR PUSTAKA

- Smeltzer, Suzanne, C, dan Bare, Brenda, G,2001,Buku Ajar Keperawatan Medical


Bedah Brunner & Suddarth (8rd), Jakarta : EGC.
- Price,Sylvia Anderson,1991,”Patofisiologi”Konsep Klinik Proses-proses Penyakit,
Jakarta:EGC
- Long, Barbara C, 1996,Perawatan Medikal Bedah,Bandung:EGC
- Corwin, Elizabeth J,2000,Buku Saku Patofisiologi, Jakarta:EGC
- http://moveamura.files.wordpress.com/2009/12/cidera-kepala.pdf
- http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Sebab.html
- http://www.ilmukeperawatan.com/asuhan_keperawatan_cedera_kepala.html
- http://www.tempo.co.id/medika/arsip/072002/pus-1.htm

Anda mungkin juga menyukai