Anda di halaman 1dari 14

Penanggulangan Kemiskinan Berbasis MDG di Parigi Moutong

Posted on Senin, 10 September 2007 by Longky Djanggola


Usianya telah genap lima tahun. Tepatnya 10 April 2007 lalu, kabupaten ini merayakan hari
jadinya yang ke lima. Sebelumnya, wilayah ini masih bagian dari Kabupaten DOnggala,
Sulawesi Tengah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10/2002, resmilah wilayah ini
menjadi kabupaten yang otonom dengan nama Kabupaten Parigi Moutong.

Melihat kondisi wilayahnya, seharusnya tidak ada masyarakat miskin di daerah ini. Tapi
kenyataannya, dari total jumlah penduduk sekitar 371.204 jiwa, tercatat sekitar 27 ribu kepala
keluarga yang miskin tahun 2006. Padahal, 80 persen wilayah ini dikitari oleh Teluk Tomini
yang kaya akan potensi perikanan kelautan dan perkebunan.

Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Parigi Moutong mencatat, bibir pantai di wilayah
ini sepanjang 472 kilometer membentang dari ujung Kecamatan Sausu di bagian selatan
hingga Kecamatan Moutong yang berbatasan dengan Provinsi Gorontalo di sisi utara.

Sedangkan luas areal tangkapan ikan 28,208 Kilometer persegi, dengan potensi lestari
587.250 Ton per tahun, yang terdiri dari ikan Palagis besar atau tuna sebanyak 106.000 Ton,
ikan Palagis Kecil 379.440 ton, ikan Demersal 83.840 Ton dan ikan lainnya 17.970 Ton.
Termasuk pula budi daya rumput laut 1.521 hektar, budi daya teripang 1.250 hektar dan
pengembangan Keramba Apung 521 hektar.

Belum lagi perikanan darat. Luas tambak insentif 150 hektar, tambak semi Insentif 280
Hektar, tambak tradisional 3.200 hektar, kolam air 458 hektar. Potensi lainnya, adalah
perkebunan kelapa dengan luas areal 24,499,28 hektar dengan jumlah produksi per tahunnya
mencapai 40.757,833 ton. Kemudian potensi andalan lainnya adalah kakao dengan luas areal
45,120 hektar dan jumlah produksi per tahun mencapai 54.345,741 ton. Belum lagi cengkeh
dengan luas areal 2,166,81 hektar dan jumlah produksinya setiap tahun 421,751 ton.

Berdasarkan data ini, seharusnya tidak ada penduduk miskin di Kabupaten Parigi Moutong,
karena semua itu tidak dikelola oleh investor, melainkan oleh masyarakat sendiri. Bupati
Parigi Moutong, Longky Djanggola mengatakan, untuk potensi perikanan dikelola oleh
warga setempat asal Bugis dan China, sedangkan untuk perkebunan dimiliki oleh penduduk
dari Bali dan Jawa.

"Orang Bali dan Jawa itu dulunya adalah transmigran di sini. Sekarang mereka yang paling
maju di Parigi Moutong," kata Bupati Longky Djanggola.
Dengan demikian menurut Bupati Longky Djanggola, penduduk miskin itu adalah penduduk
asli, yang cenderung terlena termanjakan dengan kondisi alam sehingga "malas" bekerja.
Tapi, bukan berarti mereka tidak dimotivasi untuk untuk bisa maju sejajar dengan warga
setempat yang berasal dari Jawa dan Bali.

Persoalan ini, katanya, tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena bisa berdampak pada
kecemburuan sosial dan akan menimbulkan masalah baru. Apalagi, tambah Bupati
Djanggola, Kabupaten Parigi Moutong adalah wilayah yang berbatasan langsung dengan
Poso. “Kita juga menjadi tempat pengungsi bagi korban konflik Poso. Ini berbahaya sehingga
penduduk asli yang miskin, harus cepat diberdayakan,” paparnya.

MDG's DI PARIGI MOUTONG


Melihat fenomena itu, tahun 2005 Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong bekerjasama
dengan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kesra) dan United Nations
Development Programme (UNDP) menerapkan program Millenium Development Goals
(MDG's), dengan menyusun strategi penanggulangan kemiskinan secara paritisipatif dengan
melibatkan masyarakat miskin tersebut.

MDGs itu sendiri dideklarasikan oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
tahun 2000 sebagai komitmen global untuk mengurangi jumlah orang yang hidup di bawah
garis kemiskinan atau hidup dengan biaya di bawah 2 dollar AS per hari. Dengan MDGs
diharapkan penduduk miskin dunia yang jumlahnya mencapai 1,3 miliar dapat dikurangi
menjadi setengahnya pada tahun 2015. Caranya bisa macam-macam, mulai dari bantuan
langsung, pengurangan utang, atau memberikan akses perdagangan yang adil bagi negara
miskin.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada suatu kesempatan mengatakan, proyek MDGs itu
jauh lebih ambisius dibandingkan dengan proyek kemanusiaan besar terakhir, seperti gerakan
untuk memperoleh kemerdekaan, emansipasi, kesetaraan, dan kebebasan yang menyebar di
seluruh planet pada abad lalu, termasuk di di Asia Pasifik.

Presiden berpendapat, kondisi saat ini benar-benar telah berubah. Martabat manusia tidak lagi
hanya cukup dipenuhi dengan kemerdekaan dan kebebasan. "Martabat manusia seutuhnya
hanya dapat dipenuhi jika manusia bebas dari kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan,
serangan penyakit, sikap tidak toleran, dan konflik," kata Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono.

Setiap tahunnya dibutuhkan dana sekitar 100 miliar dollar AS, antara lain untuk mengatasi
program pengurangan kelaparan, penyakit, buta aksara, dan kerusakan lingkungan. Jika dana
itu tersedia, diperkirakan tahun 2015 kemiskinan global dapat dikurangi hingga setengahnya.
Sayangnya, dana yang tersedia saat ini hanya 50 miliar dolar AS. Sebab itu, sejumlah pihak
mulai pesimistis target MDGs tercapai pada tahun 2015.

Bupati Longky Djanggola mengatakan untuk keluar dari belenggu kemiskinan itu,
masyarakat miskin harus dilibatkan agar kita bisa tahu apa sebenarnya masalah mereka. "Dan
ternyata masyarakat miskin begitu aktif bersama-sama kami untuk menentukan program-
program prioritas bagi mereka," kata Bupati Longky Djanggola.

Dari hasil diskusi dan berbagai pertemuan dengan masyarakat miskin itu, didapatkan salah
satu masalah penting bahwa ternyata masyarakat miskin kekurangan modal untuk bisa
mengembangkan potensi yang tersedia di sekitar mereka.
Dari situlah, tahun 2006 lalu, Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong kemudian
mengagunkan dana di bank sebesar Rp 2,5 miliar yang diperuntukan bagi masyarakat miskin.
"Dana itu sebagai agunan agar masyarakat miskin dapat mengambil kredit tanpa bunga,"
katanya.

kepada The Jakarta Post, Jumat (23/2) Bupati Longky Djanggola mengatakan, sejak ada
agunan dana itu, tercatat sebanyak 1180 orang yang mengajukan permohonan kredit di bank,
dengan jumlah dana yang dipinjam antara Rp 2,5 juta hingga Rp 3,5 juta.

Pimpinan Bank Sulteng Cabang Parigi Moutong, Wahidudin, mengatakan, proses


pengambilan kredit itu memang berdasarkan proposal yang diajukan, dan pengembalian
setiap bulannya sangat lancar. Rata-rata pengambalian dana oleh masyarakat berkisar antara
Rp Rp 250 ribu sampai Rp 500 ribu per bulannya.

Berdasarkan laporan perbankan itu, Bupati Longky Djanggola mengatakan bahwa DPRD
Parigi Moutong telah menyetujui untuk menambah lagi dana agunan itu sebesar Rp Rp 2,5
miliar pada tahun 2007 ini. "DPRD sudah setuju, dan pada pembahasan APBD mendatang
anggaran itu akan dimasukan," katanya.
Tidak hanya itu, masih beberapa lagi program penanggulangan kemiskinan berbasis MDG's
ini telah direalisasikan oleh Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong. Antara lain memberikan
pengobatan gratis bagi masyarakat miskin, pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) gratis
bagi penduduk miskin dan beberapa program lainnya.

Deputi Menko Kesra Bidang Penanggulangan Kemiskinan, Sujana Royat mengakui, dari lima
provinsi di Indonesia yang menjadi percontohan untuk penerapan program MDG's itu, Parigi
Moutong yang dianggap paling berhasil. Kelia provinsi itu adalah Nanggroe Aceh
Darussalam, Papua, Maluku, Maluku Utara dan Parigi Moutong.

"Memang, kita dan UNDP mengakui bahwa Parigi Moutong yang sudah merealisasikan
program MDG's itu dan dianggap berhasil," kata Sujana Royat pada pertemuan sharing
pendapat upaya penanggulangan kemiskinan di Jakarta awal bulan Pebruari lalu.

Apa yang dilakukan oleh Kabupaten Parigi Moutong itu, kata Sujana Royat, adalah model
insiatif daerah untuk melaksanakan program penanggulangan kemiskinan. Tinggal
bagaimana pemerintah pusat ikut mendorongnya dengan melakukan imigrasi anggaran
program penanggulangan kemiskinan di daerah ke kabupaten itu.

TERDEPAN DI 2020

Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong, telah mencanangkan visinya "menjadikan


Kabupupaten Parigi Moutong Tahun 2020 terdepan di Provinsi Sulawesi Tengah".

Dengan begitu, pemerintah setenpat telah menetapkan misinya, antara lain mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan berwibawa, menggali dan mengoptimalkan sumber-sumber
pendapatan daerah, meningkatkan peran serta dan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui
industrialisasi berbasis komoditi unggulan dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan serta
meningkatkan kualitas Lingkungan sebagai wujud komitmen terhadap konsepsi
pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) dan berwawasan lingkungan.

Pada 15 Januari 2004, Kompas menulis bahwa dengan modal letak dan infrastruktur yang
memadai, daerah yang dilintasi garis khatulistiwa ini punya peluang berkembang lebih cepat.
Jalan Trans Sulawesi yang melintasi keenam kecamatan menjadi tulang punggung prasarana
transportasi darat sekaligus mengurangi beban pemerintah kabupaten.

Itu karena hampir 40 persen jalan di kabupaten itu merupakan tanggung jawab negara. Hanya
tinggal melanjutkan penyediaan jalan ke lokasi-lokasi yang sukar dijangkau. Pengadaan
prasarana akan mengurangi isolasi suku-suku asing di pedalaman sekaligus meningkatkan
akses ke kantong-kantong produksi perkebunan.
Jika suplai dari kantong produksi lancar, rencana pembangunan dua kutub pertumbuhan akan
lebih cepat terlaksana. Pusat pertumbuhan di bagian selatan di Kecamatan Sausu dan bagian
utara di Kecamatan Tomini dengan basis pertanian dan hasil pertanian memang sedang
dikejar oleh pemkab.

Dengan dua kutub ini, industri pengolahan hasil pertanian, termasuk perkebunan dan hutan,
mungkin akan jauh berkembang. Namun, industri pengolahan hasil laut masih jauh dari
agenda pembangunan. (Kompas 15/1/2004).

Menurut Bupati Longky Djanggola, untuk merealisasikan itu, pihaknya telah melaksanakan
program "Bedah Rumah". Tahun anggaran 2006, telah dibangun sebanyak 300 rumah layak
huni bagi masyarakat asli di pegunungan (suku terasing) di pegunungan.

"APBD 2007 nanti, kita akan usulkan lagi untuk program bedah rumah ini bagi masyarakat
miskin di perkotaan. Termasuk di dalamnya adalah membangun jalan ke kantong-kantong
produksi," tandas Bupati Djanggola.***

Senin, 10 Agustus 2009

Mengangkat Kesejahteraan Masyarakat Pesisir

Sekitar 16,42 juta jiwa penduduk Indonesia merupakan masyarakat yang hidup
di kawasan pesisir. Mereka bertempat tinggal di sedikitnya 8.090 desa pesisir
yang tersebar di seluruh wilayah negeri ini.

Pilihan untuk hidup di kawasan pesisir tentu sangat relevan mengingat Indonesia
merupakan negara kepulauan yang terdiri atas sekitar 17.504 pulau dengan
panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km. Sepanjang wilayah pesisir memiliki
potensi sumber daya alam hayati maupun non-hayati, sumber daya buatan serta
jasa lingkungan yang sangat penting bagi penghidupan masyarakat.

Kondisi geografis yang memiliki garis pantai begitu panjang ditambah besarnya
potensi perikanan yang ada, seharusnya mampu memberikan kontribusi nyata
bagi masyarakat yang mendiaminya. Berharap kemakmuran hidup dari potensi
dan kekayaan alam yang ada tentu bukan keinginan yang muluk-muluk.

Namun, kondisi yang dialami sebagian besar masyarakat pesisir ternyata tak
sepenuhnya sejahtera. Hal ini jika kita menengok hasil analisis beberapa
lembaga, yang mengungkapkan tingkat kemiskinan atau Poverty Headcount
Index (PHI) rata-rata 0,3241. Dengan begitu, artinya diindikasikan masih ada
sekita 32% dari total masyarakat pesisir yang masuk kategori miskin.

Kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat pesisir sejatinya bukan cerita baru


di negeri ini. Kemiskinan yang mereka alami sekan menjelma menjadi
kemiskinan yang bersifat struktural. Masyarakat pesisir ditengarai masih berlum
terpenuhi hak-hak dasarnya seperti pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan,
dan infrastruktur. Akibatnya masih cukup banyak anak nelayan miskin yang ikut
terjebak dalam rantai kemiskinan sebagaimana yang dialami orang tuanya.

Kondisi tersebut tentu sebuah ironi, di tengah gemerlapnya kekayaan alam nan
melimpah ternyata belum mampu mengangkat derajat kesejahteraan
masyarakat. Besarnya potensi sektor kelautan seharusnya mampu memberi
kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia. Sektor
kelautan juga semestinya memberikan kontribusi yang maksimal terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB). Namun hingga sekarang, kontribusi yang
disumbangkan masih relatif relatif kecil bila dibandingkan dengan negara lain
yang secara geografis memiliki garis pantai lebih pendek.

Semestinya, Bangsa Indonesia patut berbangga masih ada masyarakat yang rela
mencurahkan hidup untuk mengelolah sumberdaya laut yang ada. Mengingat,
pembangunan sektor kelautan merupakan salah satu modal dasar pembangunan
nasional, sehingga perlu dikelola secara terpadu dan berkelanjutan dengan
ditunjang sistem kebijakan yang memadai. Sektor kelautan juga membuka
peluang bagi bangsa ini untuk menuju persaingan ekonomi global.

Oleh karena itu, upaya memberdayakan masyarakat pesisir dan membebaskan


mereka dari kemiskinan dan keterbelakangan menjadi keharusan sebagai
langkah awal dalam membangunan sektor kelautan. Untuk itu, kebijakan yang
diterapkan pemerintah seharusnya lebih berpihak lagi pada pemangku
kepentingan di wilayah pesisir.

Komitmen Bersama

Inilah kenyataan dan persoalan yang dihadapi bangsa kita. Kenyataan ini pula
yang mendorong pemerintah terus mengupayakan adanya peningkatan
kesejahteraan masyarakat pesisir maupun nelayan. Beragam program pun telah
dijalankan pemerintah agar mereka bisa lebih berdaya.

Salah satunya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di


sektor kelautan dan perikanan yang mulai dijalankan pada tahun ini. Program ini
meliputi empat komponen kegiatan di antaranya perencanaan pembangunan
wilayah dan sumberdaya kelautan dan perikanan berbasis desa serta
pembangunan infrastruktur desa dan lingkungan. Selain itu ada juga program
penguatan kapasitas sumberdaya manusia, kelembagaan dan aparat serta
pemberdayaan masyarakat.

Pada tahun 2009 ini alokasi dana untuk program PNPM Mandiri Kelautan dan
Perikanan berjumlah Rp116 miliar. Dana tersebut akan dialokasikan ke 120
kabupaten/kota dengan mendapat sekitar dana sebesar Rp926 juta yang akan
dialokasikan dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) serta dana
sosialisasi dan peningkatan kapasitas, termasuk pelatihan-pelatihan bagi
masyarakat.

Program ini diharapkan mampu menurunkan angka kemiskinan nelayan dan


masyarakat pesisir karena melalui program ini masyarakat boleh
mengembangkan usaha sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Masyarakat pun bisa mengembangkan kegiatan perekonomian masyarakat
berbasis sumberdaya lokal, baik masyarakatnya maupun sumberdaya alamnya.

Kita semua tentu menyadari, mengatasi masalah kemiskinan di masyarakat


pesisir bukanlah pekerjaan yang mudah. Dibutuhkan komitmen bersama baik
pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat itu sendiri. Jika semua
stakeholder yang ada memiliki visi yang sama dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat terutama yang tinggal di kawasan pesisir maka setiap
program yang ada akan dapat berjalan dengan baik.

Begitu pula dengan PNPM Mandiri Kelautan dan Perikanan ini, pemerintah daerah
memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung program tersebut
karena mereka lebih memahami karakteristik masyarakat di daerahnya.

Kita patut berbangga, adanya program PNPM Mandiri disambut antusias oleh
masyarakat. Seperti yang dilakukan masyarakat Sulawesi Tengah. Di provinsi
tersebut pemerintah daeranya memiliki komitmen untuk menjadikan sumber
daya kelautan sebagai salah satu sektor unggulan. Keberadaan PNPM Mandiri
Kelautan dan Perikanan tentu sangat membantu terutama dalammewujudkan
komitmen menuju Propinsi Rumput Laut tahun 2011.

Beragam program pun dijalankan dalam rangka mendokrak potensi kelautan dan
perikanan yang ada diwilayah Sulteng. Seperti pembangunan Solar Packed
Dealer untuk Nelayan (SPDN) dan Pabrik Es PPI di Kabupaten Donggala. Ada juga
pembangunan Cluster Rumput Laut yang berbasis perpolisian Mayarakat
(POLMAS) yang dilaksanakan di daerah Kabupaten Parigi Moutong tepatnya di
Teluk Tomini. Pembangunan sarana tersebut diharapkan mampu meningkatkan
pemberdayaan masyarakat pesisir terutama kesejahteraan dan kesempatan
kerja.

Penutup

Permasalahan kemiskinan, BBM, sampah dan tingkat pendidikan yang dialami


para nelayan dan masyarakat pesisir tersebut merupakan pekerjaan rumah
bangsa ini yang patut segera diatasi. Tak heran jika upaya pemerintah dalam
mengatasi hal itu telah dilakukan dengan menggulirkan banyak sekali program
dan kegiatan dengan jumlah uang yang tidak sedikit, seperti Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP), Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN), PNPM
Mandiri, Kredit Usaha Rakyat (KUR), bantuan langsung alat-alat perikanan, dan
masih banyak lagi.

Seluruh program tersebut, terutama Program PNPM Kelautan dan Perikanan,


merupakan wujud komitmen pemerintah dalam rangka menanggulangi
kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat. Program Program PNPM Kelautan
dan Perikanan menjadi harapan besar bagi masyarakat di daerah pesisir dan
nelayan karena sasaran penerima manfaatnya adalah masyarakat kelautan dan
perikanan dengan skala usaha mikro bidang usaha kelautan dan perikanan
seperti kegiatan penangkapan, budidaya, pengolahan dan pemasaran ikan,
usaha jasa perikanan, pengelolaan wisata bahari, usaha garam rakyat serta
usaha lainnya.

Dengan demikian program yang dijalankan tentu akan memberikan manfaat


bagi masyarakat terutama peningkatan kesejahteraan sehingga mampu
mengangkat mereka dari belenggu kemiskinan yang ada. (dimuat di majalah
Komite edisi 01 Agustus 2009)

Penanggulangan Kemiskinan
Anggaran Naik 250 Persen, Kemiskinan Cuma Turun 2 Persen
Laporan wartawan KOMPAS Sri Rejeki
Kamis, 15 April 2010 | 20:24 WIB

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

SOLO, KOMPAS.com - Selama lima tahun terakhir, anggaran penanggulangan kemiskinan


yang meningkat hingga 250 persen hanya mampu menurunkan angka kemiskinan 2 persen.
Target penurunan angka kemiskinan menjadi 8-10 persen yang tidak tercapai pada tahun
2010 pun dimundurkan menjadi tahun 2014.

Berbagai program penanggulangan kemiskinan, seperti bantuan langsung tunai (BLT), beras
untuk rakyat miskin (raskin), hingga otonomi daerah (otda) ternyata tidak mampu
mengurangi angka kemiskinan secara signifikan. Ini dikatakan Koordinator Strategic Alliance
for Poverty Alleviation (SAPA) Fakhrul Syahmega di Kota Solo, Kamis (15/4/2010).

SAPA merupakan program bersama dengan pemerintah dalam Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Menurutnya, program penanggulangan kemiskinan
selama ini hanya menyentuh simtom (gejala) dan bukan akar masalah. Kebijakan
penanggulangan kemiskinan antara pusat dan daerah, dinilai Fakhrul, selama ini juga tidak
terintegrasi dengan baik.

"Pemerintah daerah menerjemahkan kebijakan dari pusat berbeda-beda. Kebijakan


pemerintah pusat kadang-kadang juga tidak responsif terhadap kondisi riil masyarakat," kata
Fakhrul.

Untuk itu, menurutnya, pihaknya akan mengajukan dua usulan kepada pemerintah, yakni
penghapusan hutang untuk dialihkan ke program penghapusan kemiskinan. Ironisnya, dana
untuk penanggulangan kemiskinan selama ini berasal dari utang luar negeri.
"Pajak yang terus bertambah dan ditang gung rakyat itulah yang digunakan untuk bayar
hutang. Jumlahnya bisa mencapai Rp 100 triliun, lebih besar dari dana penanggulangan
kemiskinan," kata Fakhrul.

Usulan lainnya adalah penanganan kemiskinan yang didesentralisasi. Program


penanggulangan disesu aikan dengan kebutuhan dan karakteristik daerah miskin masing-
masing.
Indeks Pembangunan Manusia 2009

PBB: Kualitas RI Masih Kalah dari Tetangga


Menurut laporan yang disusun PBB, Indonesia masih tergolong negara berkembang
Senin, 5 Oktober 2009, 12:59 WIB
Renne R.A Kawilarang, Shinta Eka Puspasari
BERITA TERKAIT

• Pemberlakuan Impor Barang


Tertentu Ditunda
• 5 Pelabuhan Jadi Pintu Masuk
Produk Tertentu
• PE CPO 0% Tak Pengaruhi Harga
Minyak Goreng
• Menkeu: Ketidakpastian 2009 Masih
Tinggi
• SBY Kumpulkan Ekonom dan
Pengusaha Siang Ini
Jam Masuk Sekolah (ANTARA/Saptono)
web tools

VIVAnews - Badan Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Pembangunan (UNDP) menempatkan


Indonesia ke posisi 111 dari 182 negara dalam pemeringkatan Indeks Pembangunan Manusia
(HDI) tahun ini. Indonesia mencatat HDI 0,734 sehingga dikelompokkan sebagai negara
berkembang.

HDI merupakan pengukur perkembangan pembangunan kemanusiaan jangka panjang. HDI


dihitung dari tiga unsur yaitu lama harapan hidup. Indikator lainnya yakni akses terhadap
pengetahuan yang dinilai dari tingkat melek huruf dan jumlah pendaftar pendidikan formal.

Diantara negara-negara Asia Tenggara, kualitas hidup di Indonesia masih kalah ketimbang
Singapura yang berada di rangking 23 (HDI 0,944), Brunei (peringkat 30/HDI 0,920),
Malaysia (peringkat 66/ HDI 0,829), Thailand (rangking 86/HDI 0,783) dan Filipina (urutan
105/HDI 0,751). Namun, HDI Indonesia masih lebih baik dari Vietnam (116) dan Laos (133).

Kualitas kehidupan juga menjadi bahan penilaian UNDP. Ini diketahui dari pendapatan
nasional bruto (GDP) dan daya beli masyarakat yang dinyatakan dalam dolar Amerika
Serikat. Data untuk setiap indikator didapat dari Divisi Populasi PBB, UNESCO, dan Bank
Dunia. HDI dinyatakan dalam angka antara 0 hingga 1.

UNDP mengelompokkan negara-negara menjadi dua bagian berdasarkan HDI. Negara


dengan HDI lebih dari 0,900 dikategorikan sebagai negara maju. Sementara negara yang
mencatat HDI kurang dari 0,900 dimasukkan kelompok negara berkembang.

Kelompok ini dibagi lagi menjadi tiga kategori. Antara lain negara dengan HDI antara 0,800
hingga 0,899, negara kelompok menengah dengan HDI antara 0,500 sampai 0,799, dan
negara dengan HDI di bawah 0,500.
Angka HDI yang diumumkan dalam Peluncuran Laporan Pembangunan Manusia di Hotel
Sultan, Jakarta, 5 Oktober 2009 merupakan hasil penghitungan pada 2007. Tahun
sebelumnya, Indonesia juga berada di posisi 111, namun dengan HDI yang lebih rendah yaitu
0,729.

HDI Indonesia berada di bawah rata-rata negara Asia Timur lain yang mencapai 0,770.
Namun lebih tinggi dari rata-rata HDI negara berkembang kelompok menengah yaitu 0,686.

Tiga negara masuk daftar HDI 2007 yaitu Afghanistan, Andorra, dan Liechtenstein. Dua
negara terakhir masuk jajaran 30 negara dengan HDI tertinggi. UNDP menempatkan
Norwegia sebagai negara terbaik dan Nigeria sebagai negara terburuk.

• VIVAnews
BPS: Angka Kemiskinan 2010 Berkisar 14, 15 Persen
Selasa, 8 Desember 2009 | 01:36 WIB

dokumentasi Kompas
Warga miskin perlu perhatian pemerintah
TERKAIT:

• Pengangguran di Kediri 15.000 Orang


• Pemko Medan Dituding Jerumuskan PKL ke Jurang Kemiskinan
• Data Kemiskinan Jatim Terbaru
• Pekerja Musiman Dorong Kemiskinan

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan


mengatakan, angka kemiskinan pada 2010 tidak banyak berubah dengan 2009. Angka
kemiskinan pada Maret 2009 berkisar pada 14,15 persen dan data yang akan keluar pada
Maret 2010 angkanya mungkin masih pada kisaran itu.

Salah satu komponen perhitungan kemiskinan seperti penghitungan garis kemiskinan sangat
dipengaruhi oleh harga-harga yang dikonsumsi masyarakat miskin. "Sekarang inflasi dari
Maret ke Maret diprediksi di bawah lima persen, jadi ada peluang garis kemiskinan tidak
bergerak jauh," ujarnya seusai konferensi pers di Hotel Sari Pan Pacific Jakarta, Senin.

Rusman tidak mengatakan jumlah kemiskinan akan turun namun dari garis kemiskinan yang
tidak melonjak mengikuti inflasi, diprediksi angka kemiskinan hampir sama seperti 2009.

Ia juga menambahkan, jumlah pengangguran terbuka turun dari 8,14 persen pada Februari
2009 menjadi 7,87 persen pada Agustus 2009 yang menyebabkan jumlah pekerja tidak penuh
di Indonesia meningkat."Dapat dilihat melalui pengangguran turun tetapi juga harus dilihat
implikasinya. Misalnya, mereka berubah status menjadi bekerja namun di bawah 35 jam, jadi
pengangguran paruh waktu pun bertambah," ujar Rusman.

Menurut dia, dengan adanya penambahan penduduk rata-rata sebesar 1,34 persen per tahun di
Indonesia dari 2000 hingga 2009 juga menimbulkan permasalahan dalam pengadaan tenaga
kerja dan kualitas pekerjaan yang dihasilkan.

"Ini disebabkan di Indonesia sistemnya belum jalan dan ciri khas lapangan kerja disini
menyebabkan orang suka tidak suka harus bekerja dan ini berbeda seperti di luar negeri yang
APBN-nya kuat. Di Indonesia apabila orang tersebut menganggur akan mati dan ini menjadi
persoalan dalam kualitas pekerjaannya," ujarnya.
Gorontalo, Propinsi Termiskin di Sulawesi
Dipublikasikan: jimmy
batamcyberzone.com

Published: 20 January, 2010 | 09:51

Comment Email This Post Print This Post

Gorontalo (BCZ) Salah satu tantangan berat Pemprov Gorontalo kedepan adalah
masalah kemiskinan. Pasalnya, sesuai data yang dirangkum Gorontalo Post (grup JPNN)
dari Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional angka kemiskinan Gorontalo paling tertinggi dari 5
provinsi lainnya di Sulawesi.

Angka kemiskinan Gorontalo pada 2009 mencapai 25,01 persen dengan jumlah penduduk
224,617 jiwa. Disusul, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) dengan angka kemiskinan 18,98
persen dari total penduduk 397,000 jiwa.

Angka kemiskinan Gorontalo meningkat dari tahun 2008. Dimana, pada 2008 angka
kemiskinan Gorontalo hanya mencapai 24,88 persen dengan jumlah penduduk 221,623 jiwa.
Sementara, provinsi lainnya di Sulawesi justeru mengalami penurunan angka kemiskinan dari
tahun 2008.

Misalnya, Sulteng pada 2008 angka kemiskinan mencapai 20,75 persen dengan jumlah
penduduk 524,7 ribu jiwa, ditahun 2009 turun menjadi 18,98 persen dari total penduduk 397
ribu jiwa. Begitu pula Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), pada 2008 angka kemiskinan 10,10
persen dari total penduduk 223,550 jiwa dan pada 2009 turun menjadi 9,79 persen dengan
kondisi jumlah penduduk berjumlah 219,570 jiwa.

Untuk Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), angka kemiskinan 2008 berada pada 13,34 persen
dari total penduduk 1,03 juta, di 2009 angka kemiskinan ini turun menjadi 12,31 persen
dengan jumlah penduduk 963 ribu jiwa. Demikian pula dengan Sulawesi Tenggara berhasil
menekan angka kemiskinan.

Pada 2008 mencapai 19,53 persen dengan jumlah penduduk 435,089 jiwa dan di 2009 angka
kemiskinan menjadi 18,9 persen dengan total penduduk 434,034 orang. Sama halnya di
Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) berhasil menurunkan angka kemiskinan 2008 yang berada
pada 16,73 persen dengan jumlah penduduk 171,1 ribu menjadi 15,29 persen pada 2009
dengan jumlah jiwa sebanyak 158,2 ribu.

Beberapa waktu lalu, Gubernur Gorontalo Gusnar Ismail mengatakan masalah kemiskinan
tersebut akan menjadi perhatian Pemprov Gorontalo. Bukan hanya itu, langkah selanjutnya
yang ditempuh Pemprov Gorontalo untuk menekan angka kemiskinan tersebut adalah,
membentuk 2 tim yang diambil dari SKPD yang ada.

Tim yang satu focus pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan tim yang satu lagi akan
focus pada penurunan angka kamiskinan. “Masalah kemiskinan adalah masalah kita
bersama,” tandas Gubernur Gusnar Ismail dalam sebuah kesempatan. (idm/jpnn)
PEMBANGUNAN SULTENG 2010 DIARAHKAN KE
PERDESAAN
Selasa, 27 Oktober 2009 13:22

PEMBANGUNAN SULTENG 2010 DIARAHKAN KE PERDESAAN

Palu, 27/10 (ANTARA) - Pembangunan di Sulawesi Tengah (Sulteng) pada 2010 akan diarahkan ke perdesaan
karena sebagian besar masyarakat miskin di provinsi itu berada di desa.
Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sulawesi Tengah Fachrudin D
Yambas, Selasa, mengatakan kebijakan tersebut dilakukan untuk menekan angka kemiskinan yang saat ini
masih berkisar 500 ribu jiwa dari 2,3 juta penduduk Sulteng.
"Salah satu prioritas pembangunan Sulteng adalah pengentasan kemiskinan. Salah satunya melalui program
pengembangan wilayah perdesaan," kata Fachrudin.
Data yang diperoleh menyebutkan pada 2007 penduduk miskin di Sulteng masih mencapai 557,4 ribu jiwa.
Jumlah tersebut mengalami penurunan sebesar 32,7 ribu jiwa 2008.
"Sebagian besar penduduk miskin berada di desa," kata Fachrudin.
Dia mengatakan pada 2010, sebagian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sulteng sebagian akan
dialokasi ke pembangunan desa. Dalam perencanaannya, setiap desa diupayakan mendapat alokasi dana sebesar
Rp250 juta.
Namun tidak semua desa mendapat anggaran tersebut karena setiap kabupaten hanya mendapat jatah 10 desa.
"Ini akan menjadi proyek percontohan 2010. Setiap kabupaten sebanyak 10 desa," katanya.
Dana untuk pembangunan desa tersebut akan digunakan untuk penguatan ekonomi di perdesaan khususnya pada
sektor produksi pertanian, sekaligus mewujudkan program revitalisasi pertanian.
Dia mengakui pembangunan perdesaan termasuk masalah yang kompleks terutama terkait dengan sumber daya
manusia. Karena itu kemungkinan setiap desa akan didampingi seorang sarjana pendamping.
Saat ini, katanya, sudah ada titik-titik yang akan menjadi fokus pembangunan.
Dia mencontohkan, di Kabupaten Banggai akan dikembangkan peternakan, pertanian, industri skal rumah
tangga, hortikultura dan hutan produksi. Sedangkan di Kabupaten Parigi Moutong akan dikembangkan budidaya
jagung, ikan, bawang merah dan pelestarian adat daerah.
"Tapi akan dilihat potensi yang ada di desa bersangkutan. Dananya akan diarahkan untuk pembangunan sesuai
kebutuhan di desa itu," katanya.
Fachrudin menjelaskan pembukaan akses perekonomian masyarakat perdesaan dilakukan untuk mencegah
urbanisasi yang selama ini sudah menjadi fenomena pada masyarakat Indonesia. Jika ekonomi suatu desa
membaik, urbanisasi dapat ditekan.
Menurut dia, pemerintah Provinsi Sulteng akan berupaya menekan angka kemiskinan di Sulteng hingga 12
persen pada 2011.
(T.A055)
(T.A055/B/N002/N002) 27-10-2009 13:22:10

Anda mungkin juga menyukai