0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
142 tayangan3 halaman
Pajanan sinar ultraviolet dapat menyebabkan kerusakan kulit melalui beberapa mekanisme. Pertama, sinar UV merusak DNA dan membran sel kulit serta mengaktifkan produksi radikal bebas yang merusak sel. Kedua, sinar UV meningkatkan aktivitas protein AP-1 yang meningkatkan produksi enzim kolagenase dan metaloproteinase, menurunkan sintesis kolagen. Ketiga, hal ini berujung pada penurunan integritas jaringan kulit dan proses penuaan
Pajanan sinar ultraviolet dapat menyebabkan kerusakan kulit melalui beberapa mekanisme. Pertama, sinar UV merusak DNA dan membran sel kulit serta mengaktifkan produksi radikal bebas yang merusak sel. Kedua, sinar UV meningkatkan aktivitas protein AP-1 yang meningkatkan produksi enzim kolagenase dan metaloproteinase, menurunkan sintesis kolagen. Ketiga, hal ini berujung pada penurunan integritas jaringan kulit dan proses penuaan
Hak Cipta:
Attribution Non-Commercial (BY-NC)
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Pajanan sinar ultraviolet dapat menyebabkan kerusakan kulit melalui beberapa mekanisme. Pertama, sinar UV merusak DNA dan membran sel kulit serta mengaktifkan produksi radikal bebas yang merusak sel. Kedua, sinar UV meningkatkan aktivitas protein AP-1 yang meningkatkan produksi enzim kolagenase dan metaloproteinase, menurunkan sintesis kolagen. Ketiga, hal ini berujung pada penurunan integritas jaringan kulit dan proses penuaan
Hak Cipta:
Attribution Non-Commercial (BY-NC)
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
KERUSAKAN KULIT AKIBAT PAJANAN SINAR ULTRA VIOLET (UV)
1. Prinsip Dasar Dari Fotobiologi
Radiasi elektromagnetik adalah suatu bentuk energi dengan panjang gelombang terpisah, panjang gelombang ultra violet pendek yang disebut vacuum uv (<200 nm), sinar yang dipancarkan diserap ozon pada stratosphere, hal tersebut hanya dapat dilakukan pada udara hampa dan tidak bermanfaat untuk fotobiologi medik. Daerah sinar ultra violet diatas panjang gelombang 200 nm memberikan reaksi pada kulit manusia, terutama ultraviolet-B dengan panjang gelombang 290-320 nm dikenal sebagai gelombang menengah, UV-A dengan panjang gelombang 320-400 nm dikenal sebagai gelombang panjang, sedangkan UV-C dengan panjang gelombang 200-290 nm tidak ditemukan pada permukaan bumi oleh karena tersaring oleh lapisan ozon dan uap air yang melapisi atmosfer (Vos, 2003). 2. Radiasi Sinar Ultraviolet-B (290-320 nm) Sinar UV-B dengan panjang gelombang menengah memberikan efek biologis yang bersifat akut, dengan dosis yang minimal mampu memberikan reaksi eritema pada kulit manusia dengan batas tegas setelah pajanan 24 jam, untuk itu UV-B disebut sunburn UV radiation (ultra violet terbakar surya), diberbagai kepustakaan satuan dosis minimal disebut dengan minimally erhytema dose (MED). 3. Efek Pada Kulit Penetrasi UV-B pada seluruh lapisan epidermis dan dermis (10-20%), berakibat dihasilkannya berbagai senyawa-senyawa oksigen reaktif semuanya merupakan oksidan kuat, yang dapat mengganggu integritas sel karena dapat bereaksi dengan komponen-komponen sel yang penting untuk mempertahankan kehidupan sel, baik komponen struktural (molekul penyusun membran) maupun komponen-komponen fungsional (misalnya enzim-enzim dan DNA), kerusakan pada pembuluh darah kulit dan berbagai sel darah serta berbagai sel muda pada lapisan retikularis dermis, berakibat terjadinya photo aging, walaupun dibutuhkan waktu yang lebih lama (Morykwas, 1998; Kulms D & Schwarz, 2002; Kelly, 2003; Won Seon Choi, 2005). Efek biologi sangat dipengaruhi oleh: a. Panjang gelombang ultra violet, seperti nampak pada pajanan UV-B yang mengenai kulit manusia mempunyai efek lebih kuat dari UV-A, oleh karena DNA di dalam sel kulit terutama fibroblast bersifat chromophore utama terhadap ultraviolet-B, mempunyai kemampuan maksimal untuk panjang gelombang pendek sampai menengah (260-315 nm) .(Brenneisen, 1996; Morykwas, 1998; Wlaschek, 1999; Lavker, 1995; Pastila, 2006). b. Kelemahan individual, obat-obatan yang dikonsumsi peroral, obat topikal dan bahan makanan maupun kosmetik tertentu yang bersifat foto sensitif dapat memberikan reaksi terapeutik atau bahkan merugikan tubuh yang terpajan sinar ultraviolet (Leena latonen 2003; Cadet J, 2005; Pastilla, 2006). c. Lingkungan, suhu dingin akan menurunkan sensitivitas ambang rasa terhadap radiasi sinar ultraviolet, polutan (Bender, 1997). 4. Peranan Pajanan Ultraviolet Pada Molekul Kulit Manusia Pajanan sinar UV-B (290-320 nm) sebagai stresor akan mengaktivasi faktor transkripsi activator protein-1 (AP-1), merupakan mediator pengaturan gen terhadap berbagai macam stimuli ekstra sel termasuk didalamnya: Faktor pertumbuhan, sitokin, onkogen, promotor tumor kulit, paparan bahan kimiawi yang bersifat karsinogenik dan pajanan sinar ultraviolet. AP-1 menampilkan protein dimerik dan heterogen terdiri dari kelompok Jun, Fos dan activating transcription factor -2 (ATF-2). Aktivasi pajanan sinar ultraviolet-B pada membran sel keratinosit dan fibroblast menyerupai ikatan reseptor-ligan pada katalitik (reseptor yang apabila mengikat ligan akan menunjukkan aktivitas enzim) (Suryohudoyo, 2000; Andrew Tri Van Ho, 2000; Fisher, 2000; Leena L, 2003). UV-B tidak mempunyai reseptor pada molekul sel kulit,tetapi energi foton UV-B dapat diabsorbsi oleh molekul (cromophore) DNA, melanin, mRNA dan protein yang ada pada membran sel (Fisher, 2003). Secra invitro pajanan ultraviolet dengan dosis rendah pada kulit manusia selama 15menit akan mengaktivasi reseptor faktor pertumbuhan, epidermal growth (EGF) dan reseptor sitokin Interleukin-1 (IL-1) serta tumor necrosis factor-α (TNF-α). Aktivasi faktor pertumbuhan dan reseptor sitokin akan menstimulasi jalur sinyal transduksi dari mitogen-activated protein (MAP) kinase (Davis, 1993; Karin 1995; Denhardt, 1996). Aktivasi reseptor faktor pertumbuhan dan sitokin, dari monomer menjadi dimer serta terjadi proses autofosforilasi pada gugus tirosin, tanpa ikatan dengan ligan sebagaimana terjadi pada akvitas reseptor faktor pertumbuhan dalam keadaan normal (Karini, 1995; Fisher, 1998; Talwar, 1998; Tuomo Alanko, 2000; Angel, 2001). Meningkatnya aktifitas AP-1 sebagai gen yang mengatur matriks metaloproteinase kulit manusia, secara in vivo (Fisher, 1991) berakibat dengan meningkatnya produksi enzim metaloproteinase, terutama kolagenase, 92-Kd gelatinase dan stromelisin pada kulit manusia (Kerkela dan Saarialho- Kere, 2003; Lohi, 2001). Matriks kolagenase/ fibroblast kolagenase/ MMP-1 merupakan satunya enzim proteinase yang mampu menghidrolisis kolagen fibril pada bentuk triple helix demain (terutama kolagen tipe I)yang dibutuhkan untuk turn over kolagen pada mamalia dewasa, diikuti penghancuran oleh enzim gelatinase dan stromelisin (MMP-3) (Fisher, 1998; Aszodi, 1998, 2001). Disamping itu, enzim stromelisin-1 (MMP-3) mempunyai kemampuan merusak kolagen fibril tipe III, serta matriks kulit non kolagen yang lain seperti aggrecan, gelatin, fibronektin, laminin (Kerkela dan Saarialho- Kere, 2003; Rocquet & Bonte, 2002; Lohi, 2001). Gen pro α1 (I) dan pro α1 (III) kolagen berikatan dengan sisi AP-1, meningkatnya aktivitas c-Jun (sebagai penyandi AP-1) melalui sinyal transduksi dari mitogen-activated protein (MAP) kinase, akan meningkatkan aktivitas AP-1, dimana peningkatan aktivitas ini akan memberikan pengaruh negatif/ menekan ekspresi ekspresi pro α1 (I) dan pro α1 (III) kolagen, mRNA. Penurunan sintesis pro kolagen I, III, akan memberikan dampak penurunan pembentukan serabut kolagen I dan III pada matriks ekstra sel, reorganisasi matriks kulit akan terganggu, proses ini berlangsung secara kronik dan berulang, berakibat dengan kejadian skin photo damage atau aging (Fisher, 2000; Ripley, 1997; Anna, 2003). Proses kejadian aging merupakan kombinasi berbagai aktivitas molekular yang dipicu oleh pajanan sinar-UV, selain peningkatan AP-1 juga terjadi peningkatan dari aktivitas senyawa oksigen reaktif (ROS), berakibat pada kerusakan komponen-komponen sel yang penting untuk mempertahankan kehidupan sel, baik komponen struktural (molekul penyusun membran) maupun komponen-komponen fungsional (misalnya enzim-enzim dan DNA), yang berperan untuk integritas dan kehidupan sel, juga akan memicu peningkatan kadar enzim matriks metaloproteinase yang berakibat pada penurunan produksi kolagen, selain itu pajanan UV-B berakibat pada penurunan ekspresi faktor pertumbuhan yang lain, TGF-β2 bersama dengan AP-1 mengatur turn over dari kolagen, penurunan faktor pertumbuhan TGF-β2 berakibat menurunnyaproduksi kolagen kulit sehingga terjadi laxity pada aging (Quan, He, Kang, Voorhees dan Fisher, 2002; Pillai S Oresajo C, Hayward J, 2005). Secara keseluruhan, peningkatan jumlah populasi sel-sel pada dermis yang mengalami photoaging, jumlah fibroblast hiperplastik bertambah, terdapat banyak infiltrat peradangan. Inflamasi kronis pada kulit photoaging disebut sebagai dermatoheliosis (disebut juga inflamasi kulit akibat sinar matahari). Fibroblast pada kulit yang mengalami photoaging mengalami elongasi dan kolaps. Penurunan kolagen tipe I dan III terlihat pada kulit menua intrinsik, meskipun demikian penurunan ini bertambah berat pada daerah yang terpapar sinar matahari (Yaar M, Gilchrest BA, 2003, Leyden JJ, Lavker R, 2002).