Anda di halaman 1dari 27

PENDAHULUAN

Mata Kuliah :
Etika Kristen untuk Pelayanan Kesehatan

Pdt. Maria Sulistiawati Ir. M.Min,M.Si.


Apakah Etika?
 Kajian tentang moralitas (sikap dan tingkah
laku yang dianggap lazim)
 Jadi etika bukan sekadar evaluasi apakah
tindakan seseorang sesuai dengan pola
yang lazim. Sebaliknya, etika
mempersoalkan apa yang lazim.
 Contoh: diskriminasi gender adalah lazim
dalam banyak masyarakat. Etika
mempersoalkan apakah diskriminasi itu
adil.
Masalah hubungan teologi -etika
 William Frankena:
 Etika tidak boleh didasarkan pada
keyakinan agama, karena kebenaran
etika harus bersifat universal, sedangkan
keyakinan religius sulit disepakati secara
umum.
Pertanyaannya: Benarkan kita lebih mudah
mencapai kesepakatan umum dalam hal-
hal moral ketimbang dalam hal-hal
keagamaan?
 R.M. Hare:
 Teologi tidak relevan untuk etika kecuali
sekadar sebagai penambah suasana
emosional. Ada tidaknya Allah tidak
memengaruhi penilaian tentang apa
yang harus dilakukan. Yang perlu adalah
akal sehat (common sense).
Masalahnya: dari mana sumber nilai yang
membentuk akal sehat?
 Alasdair McIntyre:
 Tidak ada konsep nilai yang tidak terkait
pada komunitas tertentu
 Tanpa penghayatan dalam komunitas,
konsep nilai menjadi abstrak dan terlalu
relatif

 Stanley Hauerwas:
 Etika adalah teologi, dan teologi adalah
etika
Subyek Kajian Etika Kristen
 Manusia: tingkah laku (what to do)
dan tabiat/karakternya (who to be)
 Sumber-sumber Etika Kristen:
ALKITAB
TRADISI
AKAL BUDI
PENGALAMAN
HATI NURANI DAN ETIKA

Pdt. Maria Sulistiawati Ir. M.Min,M.Si.


Apakah “hati nurani”?
Beberapa pemahaman tentang hati nurani:
 Kemampuan orang untuk memahami dan
menilai secara subyektif norma-norma
moral yang “objektif”
 faktor yang membuat manusia manusiawi
 Kebiasaan akal  bagian dari proses
intelektual (Thomas Aquinas)
 Inti manusia yang paling rahasia, sanggar
sucinya, tempatnya berjumpa dengan
Allah (Konsili Vatikan II)
Apakah hati nurani = suara
Allah?
 Mengikuti suara hati nurani tidak
menjamin kebenaran moral
 Hati nurani tidak sama dengan suara
Allah melainkan bagian dari diri kita
sendiri
 Hati nurani bertumbuh sejalan dengan
pengalaman hidup, perkembangan
kepribadian, pergaulan dan internalisasi
nilai-nilai lingkungan
 Hati nurani berfungsi terus menerus,
tidak hanya dalam keadaan darurat.
Hati nurani dalam Alkitab
 Dalam etika PL, peran HN tidak
menonjol karena perjumpaan dengan
Allah lebih dihayati dalam bentuk
hukum dan tradisi imamat, tetapi
nabi-nabi berperan bagaikan hati
nurani bangsa
 Dalam PB, peran hati nurani cukup
besar: “tempat tersembunyi”,
“tergeraklah hati Yesus oleh
belaskasihan”
 Yesus tidak “take for granted” bahwa
HN pasti baik  “apa yang keluar dari
dalam…” (Mark 7)
 Paulus: transformasi HN (perubahan
budi)
Hidup sebagai Anak Allah
Inti INJIL
 Allah yang mahakuasa adalah Allah
yang mahapemurah
 Manusia yang berdosa dan patut
dihukum mendapat pengampunan
 Manusia boleh hidup sebagai anak-anak
Allah
 Hidup dengan rasa syukur
 Hidup dalam kebebasan
 Bebas dari ‘Moralitas Perbudakan’
 Terhindar dari ‘Moralitas Jalanan
(Orang Liar)’
‘Moralitas Perbudakan’
 Dalam teologi Paulus, “Hidup di bawah
hukum Taurat” = hidup dalam moralitas
perbudakan
 Dalam ‘moralitas perbudakan’:
 Allah = penguasa yang menakutkan
lebih bersifat pemarah ketimbang pemurah
 Manusia bermental ‘takut salah’  rasa takut
dominan dan mempengaruhi moralitasnya
 Hidup dalam ‘Budaya Penghakiman’
 Sifat paranoia  curiga terhadap pihak
yang berbeda  cenderung eksklusif
(bdk. Galatia 2:12)
 Dalam membaca kisah-kisah Alkitab lebih
terkesan dengan cerita-cerita hukuman
dan gambaran-gambaran kengerian (bdk.
Nabi Yunus)
 Cenderung mempersulit kehidupan ritual
dan moral dengan menambah larangan
dan aturan (bdk. Kolose 2:20-23)
Moralitas Orang Liar
 Dalam teologi Paulus “hidup menurut
daging” = hidup dalam moralitas
orang liar, dengan ciri-ciri:
 Percabulan, kecemaran, hawa nafsu,
penyembahan berhala, sihir,
perseteruan, perselisihan, iri hati,
amarah, egoisme, percideraan, roh
pemecah, kedengkian, kemabukan,
pesta pora, dsb (Gal 5:19-21)
 Hidup tanpa komitmen:
 Mudah kompromi dengan siapa pun demi
menyelamatkan diri sendiri:
pragmatisme
 Budaya hukum rimba: yang kuat
menang, yang lemah dihancurkan
 Pemujaan terhadap kebesaran, kekuatan
dan penaklukan  kehidupan beragama
dipahami sebagai medan perang
 Antinomianisme (menentang aturan
dan ketertiban)
 Gambaran tentang Allah Sang
Pemenang lebih menonjol ketimbang
Allah yang berkorban dan
merendahkan diri (inkarnasi)
Moralitas Injil = Hidup
sebagai anak-anak Allah
 Kebebasan yang sejati:
 Mensyukuri dan
Mempertanggungjawabkan (Roma
14:12)
 Menyadari nilainya yang mahal (bukan
kebebasan murahan): I Petrus 1:18-19
 Memelihara dan mempertahankan
kebebasan: Galatia 5:1
 Untuk melayani sesama dalam kasih:
I Petrus 2:16; Galatia 5:13
 Hidup dalam keteladanan Yesus
Kristus sebagai ‘Manusia Baru’
 Diperbarui dalam ‘roh dan pikiran’
(Efesus 4:20-24; Kolose 3:10)
 Diilhami oleh perkataan dan kepribadian
Yesus (Kolose 3:16-17)
 Hidup dalam pembaruan Roh yang
dinamis dan kreatif:
 Melampaui kesempitan moralitas
tertutup
(I Korintus 12:13; Yohanes 3:8)
 Meninggalkan budaya takut (II Tim 1:7)
 Mengembangkan karunia yang khas
tanpa memutlakkannya, mendasarkannya
pada “karunia-karunia yang utama”:
iman, pengharapan dan kasih. Tolok ukur
segalanya: kasih (I Kor 12 & 13)
 Terbuka akan perbedaan dan
kepelbagaian
( Kisah Para Rasul 2:1-13)
 Bukan relativisme: Menguji roh
(I Yoh 4:1-6; I Tes 5:21)
 Hidup dalam kerendahan hati,
mengakui keterbatasan pengetahuan
dan iman sendiri
 Karena Allah mahabesar dan tak
termonopoli
 Tidak berhak menghakimi iman orang
lain
(Roma 11:33-36, 14:10; Matius
7:1-5)
 Hidup dalam pengharapan
 Bukan cerminan egoisme
(mengharapkan kebinasaan orang
lain/lawan)  Roma 8:19, 10:1-3
 Bukan eskapisme  Kol 4:5-6

Anda mungkin juga menyukai