Oleh :
Adang P. Kusuma
A. BAHAN GALIAN
Berdasarkan penyelidikan yang telah dilakukan pada tahun 2000, di Kabupaten
Lamongan terdapat beberapa jenis bahan galian non logam, yaitu batu gamping, dolomit,
lempung, pasir, fosfat, dan tanah urug. Berbagai jenis bahan galian ini dapat diterangkan
sebagai berikut :
1. Batu Gamping
Bahan galian batu gamping terdapat di Kecamatan Brondong, Paciran, Babat, Mantup,
Sambeng, Ngimbang, Bluluk, dan Modo. Batu gamping di 2 kecamatan yang disebut pertama
secara fisik berbeda dengan yang terdapat di kecamatan-kecamatan lain.
Batu gamping di daerah Kecamatan Brondong dan Paciran merupakan batu gamping
non klastik dan tidak berlapis. Sifat fisik umumnya berwarna putih kekuningan, sangat keras
pada bagian atas, banyak mengandung fosil alga, koral, foraminifera besar dan moluska dan
bagian atas singkapan umumnya membentuk permukaan yang tidak beraturan dan tajam. Di
beberapa tempat pada tubuh batu gamping telah terbentuk gua-gua cukup besar dan salah
satunya yang paling indah adalah Gua Maharani di daerah Paciran yang saat ini telah dijadikan
obyek wisata .
Batu gamping ini umumnya membentuk morfologi perbukitan yang penyebarannya
terdapat di daerah pantai utara mulai dari sebelah barat hingga ke arah timur. Volume batu
gamping ini secara eksak agak sulit ditentukan, karena peralatan penyelidikan hanya berupa bor
tangan dan palu geologi sehingga tidak mungkin dapat menembus batu gamping yang sangat
keras untuk mengetahui ketebalannya. Selain itu, keberadaannya tidak menerus dari atas
hingga ke bawah bukit, namun di bagian tengah biasanya terdapat deposit dolomit yang batas
antar keduanya secara tegas juga sulit diketahui. Untuk menghitung volume cadangan yang
lebih rinci diperlukan pengukuran dengan metoda geolistrik diikuti dengan pemboran mesin di
beberapa titik.
Adapun batu gamping di Kecamatan Babat, yaitu Komplek G. Genteng, merupakan batu
gamping klastik dan berlapis. Sifat fisik umumnya berwarna putih kelabu, berbutir halus -
kasar, kompak namun tidak terlalu keras dan lebih bersifat kapuran, sehingga cenderung
disebut batu kapur .
Batu kapur ini membentuk perbukitan yang membentang dari barat (sebagian masuk
wilayah Kabupaten Tuban) ke timur sepanjang ± 10km dan lebar 1km dengan puncak tertinggi
94m di atas permukaan laut, yaitu G. Genteng. Sebagian deposit batu kapur tersebut, yaitu
mulai dari tepi jalan raya Babat - Ngimbang ke arah timur sejauh ± 1,5km sudah mulai
ditambang sejak beberapa tahun silam dan pernah dipergunakan sebagai salah satu bahan baku
Semen Gresik.
Sedangkan batu gamping yang terdapat di Kecamatan Mantup, Sambeng, Ngimbang,
Bluluk, dan Modo adalah batu gamping klastik berupa lapisan-lapisan tipis dengan tebal antara
10cm dan 30cm yang berselingan dengan lapisan batu-pasir gampingan dan napal pasiran.
Batu gamping di daerah ini umumnya berwarna putih kekuningan dan sangat keras,
lapisan-lapisan batu gamping tidak menerus, tetapi berupa lensa-lensa tipis. Kondisi susunan
perlapisan batuan seperti ini mempersulit penghitungan jumlah cadangannya.
2. Dolomit
Bahan galian dolomit berasosiasi dengan batu gamping dan umumnya terdapat di
bagian bawah dari deposit batu gamping di daerah Kecamatan Brondong dan Paciran. Dolomit
mempunyai sifat fisik berwarna putih kelabu hingga agak kemerahan, kurang kompak sehingga
mudah digali dengan peralatan sederhana (linggis, cangkul, blencong ataupun sekop), dan
berbutir halus – sedang.
Dolomit yang mempunyai rumus kimia CaMg(CO3)2 ini terdapat di G.Pecakaran, bukit
di sebelah utara Desa Sendangagung, perbukitan di daerah Dagan, Banjarwati, Sidokelar, Bluri,
dan Kemantren. Luas sebaran dolomit secara keseluruhan mencapai lebih dari 2.000 ha
(Potensi Bahan Galian Golongan C Kabupaten DT. II Lamongan, Dinas Pertambangan Daerah
Prop. DT. I Jawa Timur, 1992) dan sebagian sudah ditambang.
1
3. Lempung
Bahan galian lempung/tanah liat berasal dari endapan batuan sedimen, yaitu batu
lempung yang telah mengalami pelapukan lanjut. Sebaran bahan galian lempung terdapat di
daerah pedataran dan bergelombang di sebelah utara Sugio, Tikung dan Mantup, di sebelah
barat Modo, serta di sebelah selatan Kembangbahu dan Bluluk.
Lempung umumnya berwarna cokelat kekuningan – cokelat tua, dalam keadaan
lembab/basah bersifat plastis, mudah retak dalam kondisi kering, kelulusan rendah,
mengandung pasir halus, mudah digali dengan menggunakan peralatan sederhana, misalnya
cangkul, sekop dan linggis.
Ketebalan lempung bervariasi antara 1m dan 2m dan di beberapa tempat telah digali
serta dimanfaatkan oleh penduduk sebagai bahan baku pembuatan batu bata, misalnya di Desa
Pulo, Kecamatan Tikung. Penggalian lempung dilakukan pada lahan persawahan ataupun
tegalan yang dikerjakan oleh masyarakat setempat dalam skala kecil dengan mempergunakan
peralatan sederhana, yaitu cangkul, linggis dan sekop. Kedalaman penggalian lempung ini
berkisar antara 0,3m dan 0,75 m.
4. Pasir
Bahan galian pasir terdapat di sepanjang alur S. Bengawan Solo, utamanya di daerah
Kecamatan Babat. Pasir sungai ini berwarna abu-abu kehitaman, pemilahan sedang, berbutir
halus - sedang, bentuk butir menyudut tanggung, butiran bersifat lepas/belum terkonsolidasi
sehingga mudah digali dengan menggunakan peralatan sederhana, misalnya sekop dan ember.
Endapan pasir S. Bengawan Solo semakin ke arah timur ukuran besar butirnya semakin halus
dan banyak bercampur dengan lumpur.
Volume endapan pasir ini sulit ditentukan karena penyebarannya tidak merata dan
keberadaannya juga dipengaruhi oleh musim ataupun sifat sungai itu sendiri, yaitu apabila
turun hujan di bagian hulu, maka air sungai banyak mengangkut material pasir yang kemudian
terendapkan di daerah tersebut. Apabila musim kemarau berlangsung cukup lama, maka
endapan pasir di S. Bengawan Solo akan menjadi sedikit.
Penambangan pasir S. Bengawan Solo terdapat di daerah Gerdu dan Bedahan,
Kecamatan Babat yang dilakukan oleh masyarakat dengan mempergunakan ember dengan cara
menyelam hingga ke dasar sungai yang mempunyai kedalaman antara 2m dan 3m. Kedalaman
sungai dapat berubah-ubah tergantung pada musim, yaitu jika pada musim hujan kedalaman
air sungai akan menjadi lebih dalam dari 3m. Pasir yang telah didapat kemudian ditempatkan
pada perahu hingga penuh kemudian dibawa ke tempat penampungan di tepi sungai untuk
dijual.
5. Fosfat
Fosfat berasosiasi dengan batu gamping dan terdapat di dalam gua-gua yang terdapat di
daerah Kecamatan Brondong dan Paciran. Fosfat berasal dari akumulasi kotoran dan sisa-sisa
tubuh kelelawar yang berwarna coklat kehitaman, lunak dan mudah digali. Gua fosfat terdapat
di G. Pecakaran, daerah Ngesong, Kemantren, dan Bluri.
6. Tanah Urug
Tanah urug berasal dari napal pasiran dan batu-pasir gampingan yang berselingan
dengan lapisan-lapisan tipis batu gamping. Sifat fisik tanah urug berwarna kuning kecoklatan,
kurang kompak, berbutir halus – kasar dan agak mudah digali dengan cangkul ataupun linggis.
Tanah urug terdapat di daerah perbukitan sekitar Mantup dan Sambeng yang saat ini sebagian
sudah ditambang. Lokasi penambangan tanah urug di Mantup sudah berlangsung cukup lama,
namun penambangannya tidak dilakukan dengan cara yang baik, sehingga telah menimbulkan
kerusakan lingkungan yang sangat parah (Foto 9), bahkan telah menimbulkan korban jiwa.
Penggunaan lahan di perbukitan ini sebagian besar berupa hutan tanaman keras (jati),
sedangkan sebagian lagi berupa semak-semak dan tegalan.
B. KELAYAKAN PENAMBANGAN
Kelayakan penambangan tiap-tiap jenis bahan galian golongan non logam yang
terdapat di Kabupaten Lamongan adalah sebagai berikut :
1. Batu Gamping
2
Deposit batu gamping terdapat di daerah perbukitan Kecamatan Brondong, Paciran,
Babat, Mantup, Sambeng, Ngimbang, Bluluk, dan Modo. Kelayakan penambangan batu
gamping di beberapa daerah tersebut dapat diterangkan sebagai berikut :
2. Dolomit
Dolomit di daerah Kecamatan Brondong dan Paciran LAYAK untuk ditambang. Namun
ditinjau dari segi teknik penambangan, bahan galian ini cukup sulit untuk digali, karena letak
endapannya berada di bawah batu gamping.
3
Pada umumnya penambangan dolomit saat ini dilakukan dengan cara membuat
lubang-lubang mendatar/ terowongan dari arah tepi bukit. Cara demikian memang cukup
mudah, namun mengandung resiko yang cukup tinggi, karena atap gua sewaktu-waktu bisa
runtuh. Penambangan akan lebik baik dan aman apabila batu gamping yang berada di atasnya
ditambang terlebih dahulu, walaupun untuk menambang batu gamping tersebut cukup sulit,
karena sifatnya yang sangat keras.
Untuk deposit dolomit yang letaknya tidak begitu dalam (kurang dari 2m), misalnya di
perbukitan daerah Kemantren, maka penambangannya bisa dilakukan dengan sistem tambang
terbuka.
3. Lempung
Bahan galian lempung atau tanah liat yang terdapat di Kabupaten Lamongan, yaitu di
sebelah utara Sugio, Tikung dan Mantup, di sebelah barat Modo, serta di sebelah selatan
Kembangbahu dan Bluluk adalah LAYAK untuk ditambang dengan syarat bahwa kedalaman
penggalian tidak lebih dalam dari 2m atau melebihi permukaan air tanah dangkal setempat.
Penggalian tidak dilakukan sekaligus mencapai kedalaman 2m, tetapi diatur sedemikian rupa
sehingga dalam satu periode penggalian maksimum 0,5m dan dilakukan secara lateral dengan
kedalaman yang sama. Hal ini dimaksudkan agar mempermudah reklamasi, yaitu apabila
musim hujan tiba (Oktober - April), lahan untuk sementara bisa digunakan untuk menanam
padi atau palawija. Setelah selesai panen, maka lempung di bawahnya bisa digali lagi, dan
demikian seterusnya.
Hindari pula lubang-lubang bekas galian dari kemungkinan tergenang oleh air hujan,
karena genangan air semacam ini dapat dijadikan sarang nyamuk. Cara untuk menghindari
terjadinya genangan air, yaitu dengan membuat saluran-saluran air dari tepi lubang-lubang
tersebut. Penggalian dan pemanfaatan lempung sebagai bahan baku pembuatan batu bata bisa
dilakukan terutama pada musim kemarau panjang.
4. Pasir
Endapan pasir S. Bengawan Solo pada umumnya LAYAK untuk ditambang, namun
yang digali hanyalah endapan pasir yang terdapat di bagian tengah badan sungai serta pada
meander (kelokan) sungai bagian dalam. Sedangkan endapan pasir yang terdapat pada kelokan
sungai bagian luar TIDAK LAYAK untuk ditambang, karena hal ini dapat meningkatkan
intensitas erosi arus sungai ke arah tebing kelokan sungai bagian luar. Erosi tebing sungai ini
jika berlangsung dalam waktu yang cukup lama dapat menyebabkan tebing sungai longsor. Hal
ini cukup berbahaya, apalagi jika di dekat tebing sungai tersebut terdapat permukiman
penduduk.
Dalam situasi perekonomian seperti sekarang ini, disarankan agar penambangan pasir
S. Bengawan Solo dilakukan oleh masyarakat (tambang rakyat) dan cara penggaliannya dengan
mempergunakan peralatan sederhana, misalnya sekop atau dikeruk dengan ember, kemudian
dimasukkan ke dalam perahu dan diangkut ke tepi sungai untuk dikumpulkan dan dijual
kepada konsumen. Hal ini juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya dampak negatif
terhadap lingkungan dibandingkan apabila mempergunakan alat berat, misalnya back-hoe.
Penggalian pasir dengan mempergunakan back-hoe dapat merusak bantaran sungai.
5. Fosfat
Deposit fosfat yang terdapat di dalam gua-gua batu gamping di perbukitan daerah
Brondong dan Paciran LAYAK untuk ditambang.
6. Tanah urug
Tanah urug yang berasal dari batuan napal pasiran dan batu-pasir gampingan di
perbukitan daerah Mantup LAYAK untuk ditambang, namun harus menggunakan teknik
penambangan yang benar. Penambangan tanah urug yang sedang dilakukan saat ini telah
menimbulkan kerusakan lingkungan yang sangat parah, yaitu terbentuknya tebing galian yang
sangat curam dan terjal dengan ketinggian lebih dari 20m serta telah terbentuk
genangan/kolam air yang cukup luas.
Tanah urug yang terdapat di daerah lain, yaitu Sambeng, ditinjau dari segi teknik
maupun geologi lingkungan adalah LAYAK untuk ditambang. Namun ditinjau dari segi ekonomi
kurang menguntungkan apabila ditambang secara besar-besaran, karena saat ini lahan tersebut
dimanfaatkan untuk tanaman pohon jati, sehingga nilai ekonomis tanah urug lebih rendah.
Penambangan secara kecil-kecilan masih bisa dipertimbangkan asal dengan teknik
penambangan yang benar, misalnya tidak membentuk lereng yang terjal dan tidak dekat dengan
permukiman penduduk.
4
5