Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
Pita suara sendiri terdapat pada laring (kotak suara). Pita suara ini memproduksi
suara ketika udara berada dalam paru dilepaskan dan melewati pita suara yang
tertutup, sehingga mengakibatkan pita suara tersebut akan bergetar. Paralisis pita
suara merupakan gangguan suara ketika salah satu ataupun kedua pita suara tidak
dapat membuka maupun menutup dengan semestinya. Paralisis pita suara adalah
suatu gangguan yang sering terjadi dan gejala klinisnya bervariasi, dari ringan
hingga mengancam nyawa penderita. Paralisis pita suara dapat mengakibatkan
masalah dalam mengeluarkan suara dan mungkin dalam bernapas serta menelan.1
Paralisis pita suara sendiri hingga kini masih menjadi masalah yang serius dalam
bidang THT. Hal ini dikarenakan kerusakan yang terjadi terhadap sarafnya
bersifat permanen. Berbagai tindakan intervensi pun mulai dikembangkan untuk
meminimalkan kerusakan yang terjadi.1,2
Oleh karena itu, dalam referat ini kami akan membahas mengenai paralisis pita
suara secara menyeluruh, ditinjau dari anatomi dan fisiologi terbentuknya suara,
definisi paralisis pita suara, etiologi, patofisiologi, klasifikasi dan gejala klinis,
posisi pita suara, pemeriksaan, penatalaksanaan, komplikasi serta prognosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.1. Anatomi
II.1.1.3. Muskulus
Otot yang melekat pada laring yaitu otot ekstrinsik dan otot
intrinsik laring.
Otot ekstrinsik
Otot ekstrinsik melekat pada pemukaan luar laring, terbagi
menjadi:
1. Otot suprahioid
Berfungsi mengangkat laring ke arah atas. Terdiri atas
m. Digastrikus, m. Geniohioid, dan m. Stilohioid.
2. Otot infrahioid
Berfungsi menarik laring ke arah bawah. Terdiri atas
m.omohioid, m. sternohioid dan m.tirohioid.
Otot-otot ini berperan pada gerakan dan fiksasi laring secara
keseluruhan. Terdiri dari kelompok otot elevator dan depresor.
Kelompok otot depresor terdiri dari mm.tirohioid, sternohioid,
dan omohioid yang dipersarafi oleh ansa hipoglosus dari C2
dan C3. Kelompok otot elevator terdir dari mm.digastrikus
anterior dan posterior, stilohioid, geniohioid dan milohioid
yang dipersarafi oleh nervus kranial V,VII dan IX. Kelompok
ini penting pada fungsi menelan dan fonasi dengan
mengangkat laring dibawah dasar lidah.6
Otot intrinsik
Kontraksi otot intrinsik berhubungan dengan gerak pita suara.
Otot instrinsik laring berfungsi mempertahankan dan
mengontrol jalan udara pernafasan melalui laring, mengontrol
tahanan terhadap udara ekspirasi selama fonasi dan membantu
fungsi sfingter dalam mencegah aspirasi benda asing selama
proses menelan.6
m.krikotiroid terletak dipermukaan depan laring, antara sisi
lateral krikoid dan kartilago tiroid. Otot ini berfungsi untuk
II.1.2. Fisiologi
Nada dasar suara ditentukan oleh panjang dan ketegangan pita suara.
Nada bervariasi sesuai frekuensi vibrasinya. Kerasnya suara tergantung
atas tekanan yang terbentuk di bawah pita suara. Suara yang
dipancarkan laring membentuk huruf hidup. Huruf hidup berbeda
ditentukan cara faring dan rongga mulut membentuknya untuk
meresonansi suara.2
II.3. Etiologi
Palisis yang terjadi pada pita suara dapat diakibatkan oleh beberapa kondisi,
di antaranya: 9,10,11, 12, 13
II.4. Patofisiologi
Pada daerah laring, secara anatomis terdapat nervus vagus dan cabangnya
yaitu nervus laringeus rekurens yang mempersarafi pita suara. Jika terjadi
penekanan maupun kerusakan terhadap nervus ini maka akan terjadi paralisis
pita suara, di mana pita suara tidak dapat beradduksi. Secara normal, ketika
berfonasi, kedua pita suara beradduksi, tetapi karena terjadi paralisis salah
satu atau kedua pita suara, maka vibrasi yang dihasilkan oleh pita suara tidak
maksimal. 9, 10, 11, 12
Posisi pita suara merupakan faktor tunggal yang paling penting, dan gejala
klinik kelumpuhan bervariasi tergantung pada posisi pita suara.
Diambil dari: Buku penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. 2
1. median
2. paramedian
3. intermedian
4. abduksi sedikit
5. abduksi penuh
Posisi ini biasanya sebagai tanda paralisis nervus rekurens laringeus yang
terbatas. kelumpuhan pita suara yang tepat digaris tengah sangat jarang, dan
posisi dengan bagian posterior pita suara kira-kira 1,5 mm lateral dari garis
tengah, lebih sering ditemukan.
daripada pita suara yng normal, tetapi pada fonasi tampaknya hampir
normal. Aritenoid pada sisi yang lumpuh condong kedepan. Gejalanya
biasanya tidak jelas, dan suara normal pada pembicaraan. Tetapi, suara
yang memerlukan perubahan tinggi nada yang luas, seperti pada waktu
bernyanyi, akan terganggu. Pada latihan jasmani yang berat, akan terdapat
sesak nafas dan stridor.6
2) Kelumpuhan unilateral pada posisi paramedian merupakan akibat
yang biasa terjadi pada kelumpuhan nervus rekurrens yang baru. Derajat
disfungsi sangat dipengaruhi oleh derajat kompensasi yang dicapai. Pada
pemeriksaan laring tampak kelumpuhan pita suara pada posisi paramedian.
Pita suara bagian membran biasanya agak melengkung dan letaknya lebih
rendah daripada pita suara yang normal. Pita suara yang lumpuh tampak
menggelembung ke atas pada fonasi dan bentuk glotis tetap agak lonjong.
Aritenoid tampak melewati garis tengah dan bergerak dibelakang atau
didepan aritenoid yang lumpuh, bila paralisis telah beberapa hari. Gejala
pada kasus yang tidak mengalami kompensasi pada paralisis paramedian
antara lain suara mendesah, parau, waktu fonasi memendek, volume suara
dan tingkat nada berkurang, serta diplofonia. Bila terjadi kompensasi,
maka gejalanya berkurang, dan beberapa kasus, suara akan menjadi
normal kembali. Biasanya terdapat sedikit disfonia, dan pada beberapa
kasus tinggi nada meninggi abnormal (falsetto), oleh karena usaha
kompensasi untuk glotis yang lonjong itu. Biasanya pada orang tua tidak
terjadi kompensasi pada posisi pita suara ini.6
3) Paralisis bilateral pada posisi paramedian merupakan akibat yang
biasa ditemukan pada paralisis nervus rekurens bilateral yang baru saja
terjadi. Gejalanya sangat bervariasi pada tiap individu dan berupa dispnea
dan stridor. Disfonia berbanding terbalik dengan dispnea dan stridor.
Disfonia ditandai oleh suara mendesah yang lemah, agak parau, disertai
gangguan volume suara dan perubahan nada. Sebaiknya, dispnea tidak
jelas pada waktu istirahat, tetapi bekerja fisik biasanya menyebabkan
sedikit stridor inspirasi dan sukar bernafas. Dengan memeriksa laring
keadaan ini dapat terungkap. Biasanyalebar glotis dikomisura posterior 3-4
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan
RSMC – FK UPH
Periode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 14
Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.
Revi Mianti, S.Ked.
Novian Sollina Eoh, S.Ked.
mm. Pita suara biasanya agak melengkung lagi, serta pada ekspirasi
dibagian superior menggelembung.6
4) Paralisis bilateral pada posisi median dapat terjadi segera setelah
cedera pada keadaan nervus rekurens laringeus, atau dapat tertunda sampai
20 tahun. Gejala yang jelas ialah dispnea dan adanya stridor inspirasi.
Pasien cenderung untuk mengurangi kegiatannya dan tetap diam untuk
memperoleh oksigen yang cukup untuk kebutuhannya. Suatu infeksi
saluran nafas atas dapat menyebabkan sumbatan laring total, seperti juga
pada suatu rangsangan yang menyebabkan inspirasi dalam dengan tiba-
tiba. Sumbatan tiba-tiba pada inspirasi disebabkan oleh adduksi pita suara,
karena efek aerodinamik hembusan udara yang menerpa permukaan
superior pita suara dan mendorongnya ke medial. Oleh karena bahaya ini,
maka pasien biasanya bernafas dangkal dan perlahan, serta menghindari
kerja fisik atau rangsangan. Suara tetap bagus, dan kebanyakan pasien
menyangkal bahwa ada perubahan suara. Akan tetapi, fungsi suara yang
halus, seperti bernyanyi, terganggu. Bila diperiksa ketika fonasi, laring
tampaknya normal, tetapi pita suara tidak dapat berabduksi dari posisi
digaris tengah pada waktu inspirasi, sehingga saluran nafas hanya berupa
celah tipis berbentuk lonjong. Pada beberapa kasus saluran nafas secara
subjektif adekuat, oleh karena perbedaan tinggi pita suara.6
5) Paralisis pita suara pada posisi intermedian biasanya disebabkan
oleh paralisis nervus rekurens dan nervus laringeus superior pada satu sisi,
yang disebut paralisis gabungan. Mungkin disebabkan oleh paralisis
bulbar atau vagus atas, tetapi yang paling sering menyebabkan kerusakan
saraf ganda ini adalah cedera ketika melakukan tiroidektomi. Paralisis
yang hanya mengenai nervus rekurens dapat menyebabkan posisi ini. Hal
ini sangat mungkin pada kerusakan nervus rekurens di thorax. Paralisis
nervus rekurens akut yang disebabkan oleh apapun dapat menyebabkan
kelumpuhan pita suara yang awalnya pada posisi intermedian. Posisi
intermedian ini biasanya untuk sementara, dan pita suara akan berpindah
kearah garis tengah setelah beberapa hari, atau pada beberapa kasus,
setelah beberapa bulan atau tahun. Gejalanya berupa ketidakmampuan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan
RSMC – FK UPH
Periode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 15
Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.
Revi Mianti, S.Ked.
Novian Sollina Eoh, S.Ked.
glotis, suara lemah, mendesah, parau, waktu fonasi pendek, dan nafas
pendek karena udara nafas banyak pada waktu berbicara. Pada mulanya
kebanyakan pasien mengalami disfagi dan aspirasi pada waktu menelan,
tetapi pada kebanyakan kasus terjadi kompensasi. Beberapa pasien,
teruatama orang tua, gejalanya menetap karena kompensasi tidak adekuat.
Pada pemeriksaan laring tampak letak pita suara yang lumpuh kira-kira 3,5
sampai 4 mm dari garis tengah. Pita suara melengkung kelateral dan masih
terdapat celah glotik seluas 1 sampai 2 mm pada fonasi. Pada beberapa
kasus paralisis gabungan, aritenoid prolaps kenaterior tidak sejelas yang
terjadi pada posisi median dan paramedian. Kompensasi terjadi dalam dua
bentuk:
- Pita suara yang normal melampaui garis tengah untuk mendekati pita
suara yang lain.
- Pita suara palsu mengambila alih fungsi fonasi dan fungsi sfingter,
dan terjadilah disfonia plika ventrikularis.
Jarang terjadi kelumpuhan bilateral diposisi intermedian yang menetap,
karena hal ini biasanya disebabkan oleh lesi bulbar bilateral dan lesi vagus
atas, yang tidak memungkinkan untuk terus hidup.6
6).Paralisis pita suara dalam abduksi jarang sekali ditemukan. Hal ini dapat
terjadi oleh karena lesi korteks difus yang disebabkan oleh truma, tetapi
tidak terjadi kelumpuhan flaksid, hanya kelumpuhan spastik. Kelumpuhan
itu cenderung bilateral dan gejalanya sama dengan kelumpuhan pada
posisi intermedian, tetapi lebih jelas.6
Pada paralisis pita suara bilateral keluhan khas yang sering timbul
adalah hilangnya suara secara tiba-tiba biasanya setelah operasi
tiroidektomi total atau paratiroidektomi. Suara menjadi lemah untuk
beberapa bulan pada awalnya. Lalu suara menjadi seperti ”Mickey
Mouse” untuk beberapa minggu. Kemudian suara pun membaik
hingga hampir normal atau suara mungkin menjadi sedikit tidak dapat
diprediksi dengan adanya suara yang tidak biasanya pada waktu yang
tidak terduga. Lalu pernapasan menjadi berat dengan adanya latihan.
Terdapat episode dimana pasien tidak dapat bernapas, sering akibat
spasme laring, suara dengan nada tinggi terdengar ketika sedang
berusaha untuk bernapas. Seringkali terdapat suara yang sangat
berisik pada malam hari.9, 10, 11, 12, 14
Suara berbicara
o Awal: berbisik
o Akhir: jelas tetapi beberapa suara tampak keluar tanpa kontrol
dari pasien secara langsung
Suara teriakan
o Awal: luffing sound (asinkronisasi vibrasi seperti sebuah layar
terpukul oleh angin) pada saat fonasi keras pada nada rendah
o Akhir: teriakan yang bagus saat fase pemulihan
Waktu maksimal fonasi
o Awal: berkurang dengan jelas saat anchor pitch (seringkali
kurang dari 10 detik)
o Akhir: normal
Pitch range
o Obligate flasetto (ketidakmampuan fisik untuk berfonasi
dibandingkan flasetto yang ada). Hal ini merupakan fase
”Mickey Mouse”. Hal ini berlawanan dengan trauma pada
n.laringeal superior dimana tiroaritenoid dan krikoaritenoid
lateral memiliki tonisitas pada nada rendah tetapi krikotiroid
tidak mampu menediakan tonisitas tambahan untuk
meningkatkan nada. Disini krikotiroid merupakan otot utama
yang kurang lebih membantu pita suara.
Suara vegetatif – batuk
o Awal: batuk nonperkusif.
o Akhir: suara mungkin terdengar seperti anjing yang sakit
setelah pita suara gagal untuk berelaksasi setelah penutupan
awal.
II.7. Pemeriksaan
II.8. Penatalaksanaan
1. Medikasi
Terapi dengan medikasi biasanya dipakai saat ada kelainan penyerta
seperti refluks gastroesofagus (antacid, proton pump inhibitor), sinonasal
alergi (antihistamin).
2. Voice therapy
Terapi dapat dilakukan sendiri atau dengan dikombinasikan dengan terapi
pembedahan. Pemilihan voice therapy ini sebagai terapi sendiri karena
dalam beberapa kasus suara dapat kembali normal tanpa terapi pada tahun
pertama terjadinya kerusakan sehingga tidak memerlukan pembedahan,
jika pasien tidak bisa atau menolak pembedahan.
Untuk terapi yang dilakukan dengan pembedahan biasa dilakukan pada
saat pre-operatif 1-2 sesi dan post-operatif 2-3 sesi, pada terapi pre-
operatif dapat menurukan muscle tension dysphonia (MTD) sekunder dan
untuk terapi post-operatif nya dapat meningkatkan kekuatan, koordinasi,
dan daya tahan otot.
3. Pembedahan
Pembedahan untuk terapi paralisis pita suara dapat dikategorikan sebagai :
a. Temporary
Dengan endoskopik injeksi dari material yang dapat diresorpsi
pada pita suara yang rusak, di samping otot thyroaritenoid di
rongga paraglotis. Dan hasilnya adalah medialisasi dari pita suara
yang paralisis, sehingga dapat meningkatkan kualitas suara dan
meningkatkan fungsi menelan. Ada banyak materi injeksi yang
dapat digunakan, antara lain :
1. Radiesse voice gel
2. Asam Hialuronik
3. Cymetra
4. Gelfoam
5. Zyplast/Zyderm
b. Permanen
Dapat dibagi menjadi injeksi permanen dan laryngeal framework
surgery. Pada teknik injeksi permanen, teknik-tekniknya sama
dengan yang injeksi temporary, hanya materialnya yang berbeda,
untuk injeksi permanen ini digunakan material yang lebih
permanen, seperti lemak, fascia, CaHA, Teflon.
Walaupun peningkatan popularitas dan ketersediaan material untuk
injeksi permanen, laryngeal framework surgery masih menjadi
kriteria standar untuk terapi jangka panjang pada paralisis pita
suara.
Untuk terapi pembedahannya, medialisasi thyroplasty/laringoplasty
adalah medialisasi pita suara yang paralisis dari approach eksternal
dan dikerjakan melalui kartilago tiroid. Dibuat jendela insisi kecil
dan pisahkan kartilago tiroidnya dan implan dipasang melalui
jendela insisi kearah medial sehingga dapat memedialisasi pita
suara yang paralisis. Implan yang biasa dipakai adalah silastic
block, Gore-Tex. Untuk Gore-Tex penggunaannya sangat
meningkat pada tahun-tahun belakangan ini karena kemampuannya
untuk dapat disesuaikan dengan mudah pada saat prosedur
pembedahan dan Gore-Tex aman dan dapat ditoleransi dengan baik
oleh tubuh.
Ada teknik terbaru untuk terapi pembedahan dengan laryngeal
framework surgery dan mencakup manipulasi dari kartilago
arytenoids, disebut “arytenoid adduction”, dengan melakukan
jahitan melalui otot untuk mecapai kartilago arytenoids dan
menjahitnya kearah anterior laring (arytenoid adduction). Terapi
pembedahan dengan kartilago arytenoid dapat mengembalikan
panjang dan ketegangan dari pita suara yang paralisis dan untuk
memedialkan glottis posterior.
Sekarang digunakan kombinasi dari kedua teknik pembedahan ini,
dengan ”arytenoid adduction” dan medialisasi laringoplasty
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan
RSMC – FK UPH
Periode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 22
Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.
Revi Mianti, S.Ked.
Novian Sollina Eoh, S.Ked.
II.9. Prognosis
Hasil dari terapi pada paralisis pita suara adalah sangat baik. Kebanyakan
pasien dapat kembali berbicara hampir normal dan bahkan normal dan
dengan minimal atau tanpa limitasi dari fungsi berbicara untuk kebutuhan
berbicara sehari-hari. Tetapi untuk bernyanyi, kemungkinan tidak akan bisa
dengan sempurna, karena kemampuan pita suara sudah terbatas.13, 14, 15
II.10. Komplikasi
Komplikasi dari terapi pembedahan adalah suara yang kurang baik, kesulitan
bernafas, dan migrasi dari implan. Pada saat pembedahan yang mencakup
manipulasi dari saluran nafas, faktor seperti hematoma, edema dapat
menyebabkan kesulitan bernafas, dan untuk mencegah dari komplikasi ini
maka pada saat operasi harus dilakukan dengan tepat dan sangat hati-hati
serta dengan pemberian kortikosteroid pre dan post-operatif, dan resiko akan
lebih besar jika proses pembedahan adalah bilateral.13, 16
Dan sebab yang paling sering menyebabkan kualitas suara yang buruk
setelah operasi adalah kesalahan penempatan implan, penempatannya terlalu
kearah anterior/superior, implan terlalu kecil/besar. Hal ini dapat
menyebabkan edema intraoperatif, dapat dicegah dengan penggunaan
kortikosteroid untuk meminimalkan edema sebelum dapat dilakukan
kembali penggantian implan. Migrasi dari implan dapat terjadi post-operatif,
baik kearah medial saluran nafas atau ke arah lateral ke leher.13
BAB III
KESIMPULAN
1. Paralisis pita suara terjadi ketika salah satu atau kedua pita suara tidak dapat
membuka ataupun menutup dengan semestinya.
2. Paralisis pita suara disebabkan oleh disfungsi dari nervus vagus dan nervus
laringeal rekurens.
3. Etiologi paralisis pita suara di antaranya karena trauma bedah iatrogenik,
invasi malignansi pada saraf, kondisi neurologic tertentu, kerusakan pada
saraf, intubasi endotrakeal, maupun idiopatik.
4. Paralisis pita suara dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral.
5. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
6. Penatalaksanaan dapat dilakukan melalui penggunaan medikasi, voice therapy,
maupun pembedahan.
7. Pada saat paralisis ini dapat diterapi dengan baik, dapat memperbaiki kualitas
hidup dari penderita.
DAFTAR PUSTAKA