Dari Crayonpedia
2. Kegiatan Belajar 2
Apabila telah mempelajari kegiatan belajar 1 dengan baik, maka pada akhir kegiatan belajar
dapat :
(1) Mendeskripsikan pengertian masyarakat madani
(2) Mengidentifikasikan ciri-ciri masyarakat madani
(3) Menjelaskan proses demokrasi menuju masyarakat madani.
(4) Menjelaskan upaya mengatasi kendala yang dihadapi bangsa Indonesia dalam mewujudkan
masyarakat madani
b. Uraian Materi 2
1. Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh
terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka
dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan
informasikan kepada publik.
2. Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga
muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi
dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan
kemandirian serta kemampuan untuk berperilaku demokratis kepada orang lain dan
menerima perlakuan demokratis dari orang lain. Demokratisasi dapat terwujud melalui
penegakkan pilar-pilar demokrasi yang meliputi : (1) Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM)
(2) Pers yang bebas
(3) Supremasi hukum
(4) Perguruan Tinggi
(5) Partai politik
3. Toleransi, yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan
sikap sosial yang berbeda dalam masyarakat, sikap saling menghargai dan menghormati
pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
4. Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk
disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan
rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
5. Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian yang proporsiaonal
antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.
6. Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa,
intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain, sehingga masyarakat memiliki
kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang bertanggungjawab.
7. Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan.
Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan
perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di
Indonesia diantaranya :
1. Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata
2. Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat
3. Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter
4. Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas
5. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar
6. Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi
Oleh karena itu dalam menghadapi perkembangan dan perubahan jaman, pemberdayaan civil
society perlu ditekankan, antara lain melalui peranannya sebagai berikut :
c. Rangkuman Materi 2
1. Mayarakat madani (civil society) dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang beradab
dalam membangun, menjalani, dan mamaknai kehidupannya.
2. Masyarakat madani akan terwujud apabila suatu masyarakat telah menerapkan prinsip-
prinsip demokrasi dengan baik.
3. Karakteristik masyarakat madani adalah :
d. Penugasan
Buatlah kliping perorangan tentang peranan organisasi masyarakat LSM) dalam tugas
mengontrol kerja pemerintah, kemudian dianalis
PENGANTAR
Saya mencoba memahami. Soal community workers, saya yakin, mahasiswa bukannya
tidak mengetahui terjemahan community workers yang secara harafiah bisa di-
Indonesiakan menjadi para pekerja (sosial) masyarakat. Namun saya juga tahu bahwa
istilah pekerja sosial masyarakat telah mengalami erosi dan degradasi makna. Saya
yakin mahasiswa keberatan dengan istilah itu karena pekerja sosial masyarakat bisa
menunjuk pada para pekerja sosial volunteer sebagai kontraposisi dari pekerja sosial
profesional.
Lantas bagaimana soal masyarakat madani yang berkeadilan? Apakah jika istilah
“masyarakat madani” tanpa tambahan kata sifat “yang berkeadilan” memiliki arti yang
berbeda atau setidaknya tidak sesuai dengan arti “masyarakat madani” yang sejati?
Untuk soal ini saya mencoba menerka-nerka. Mungkin mahasiswa tahu bahwa ternyata
makna masyarakat madani bisa merosot menjadi sebuah makna masyarakat lain yang
tidak sejalan dengan visi dan misi civil society. Atau mungkin mahasiswa ingin
menunjukkan sebuah makna baru dari istilah masyarakat madani?
Yang ingin saya tunjukkan dari paparan di atas adalah bahwa memang masih banyak
tantangan-tantangan yang dihadapi oleh pekerja sosial, khususnya community workers,
dalam mengaktualisasikan jati dirinya. Apalagi tantangan-tantangan dalam kaitannya
dengan tujuan profesionalismenya, yakni mewujudkan masyarakat madani. Tantangan-
tantangan tersebut masih belum beranjak dari persoalan epistemologi. Dengan sedikit
modifikasi pada judulnya, sebagian besar dari makalah ini ingin mencoba menyingkap
tirai itu. Kemudian akan mencoba mengusulkan sebuah pandangan baru, yang oleh
Anthony Gidden disebut sebagai “Jalan Ketiga”.
DUA PARADIGMA
Untuk memahami akar pengertian masyarakat madani ada baiknya, kita tengok secara
sepintas dua paradigma besar yang menjadi dasar perdebatan mengenai masyarakat
madani, yaitu Demokrasi Sosial Klasik dan Neoliberalisme (lihat Giddens, 2000: 8-17).
Demokrasi Sosial Klasik atau Demokrasi Sosial Gaya Lama memandang pasar bebas
sebagai sesuatu yang menghasilkan banyak dampak negatif. Faham ini percaya bahwa
semua ini dapat diatasi lewat intervensi negara terhadap pasar. Negara memiliki
kewajiban untuk menyediakan segala yang tidak bisa diberikan oleh pasar. Intervensi
pemerintah dalam perekonomian dan sektor-sektor kemasyarakatan adalah mutlak
diperlukan. Kekuatan publik dalam masyarakat demokratis adalah representasi dari
kehendak kolektif. Secara ringkas, Giddens (2000:8) memberikan ciri-ciri Demokrasi
Sosial Klasik:
Keterlibatan negara yang cukup luas dalam kehidupan ekonomi dan sosial.
Negara mendominasi masyarakat madani
Kolektivisme.
Manajemen permintaan Keynesian dan korporatisme.
Peran pasar yang dibatasi: ekonomi sosial atau campuran.
Pemberdayaan sumber daya manusia secara maksimal.
Egalitarianisme yang kuat.
Negara kesejahteraan (welfare state) yang komprehensif: melindungi warga
negara “sejak lahir sampai mati”.
Modernisasi linear.
Kesadaran ekologis yang rendah.
Internasionalisme.
Termasuk dalam dunia dwikutub (bipolar).
2. Neoliberalisme
Pemerintah minimal.
Msyarakat madani yang otonom
Fundamentalisme pasar.
Otoritarianisme moral dan individualisme ekonomi yang kuat.
Kemudahan pasar tenaga kerja.
Penerimaan ketidaksamaan.
Nasionalisme tradisional.
Negara kesejahteraan sebagai jaring pengaman
Modernisasi linear.
Kesadaran ekologis yang rendah.
Teori realis tentang tatanan internasional.
Termasuk dalam dunia dwikutub.
MASYARAKAT MADANI
Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti atau
sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia
berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat
militer. Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani sering digunakan
untuk menjelaskan “the sphere of voluntary activity which takes place outside of
government and the market.” Merujuk pada Bahmueller (1997), ada beberapa
karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah
sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan
kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-
kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya
bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di
wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali
jadi, yang hampa udara, taken for granted. Masyarakat madani adalah onsep yang cair
yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus.
Bila kita kaji, masyarakat di negara-negara maju yang sudah dapat dikatakan sebagai
masyarakat madani, maka ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi
masyarakat madani, yakni adanya democratic governance (pemerinthana demokratis
yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan democratic civilian (masyarakat sipil
yang sanggup menjunjung nilai-nilai civil security; civil responsibility dan civil resilience).
Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuah prasyarat masyarakat madani sbb:
2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (socail capital)
yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan
dan terjalinya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok.
3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata lain
terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
5. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling
menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.
Tanpa prasyarat tesebut maka masyarakat madani hanya akan berhenti pada jargon.
Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat “sipilisme” yang sempit yang
tidak ubahnya dengan faham militerisme yang anti demokrasi dan sering melanggar hak
azasi manusia. Dengan kata lain, ada beberapa rambu-rambu yang perlu diwaspadai
dalam proses mewujudkan masyarakat madani (lihat DuBois dan Milley, 1992). Rambu-
rambu tersebut dapat menjadi jebakan yang menggiring masyarakat menjadi sebuah
entitas yang bertolak belakang dengan semangat negara-bangsa:
Sebaliknya, rasisme merupakan sebuah ideologi yang membenarkan dominasi satu
kelompok ras tertentu terhadap kelompok lainnya. Rasisme sering diberi legitimasi
oleh suatu klaim bahwa suatu ras minoritas secara genetik dan budaya lebih inferior
dari ras yang dominan. Diskriminasi ras memiliki tiga tingkatan: individual,
organisasional, dan struktural. Pada tingkat individu, diskriminasi ras berwujud sikap
dan perilaku prasangka. Pada tingkat organisasi, diskriminasi ras terlihat manakala
kebijakan, aturan dan perundang-undangan hanya menguntungkan kelompok
tertentu saja. Secara struktural, diskriminasi ras dapat dilacak manakala satu
lembaga sosial memberikan pembatasan-pembatasan dan larangan-larangan
terhadap lembaga lainnya.
Persamaan
Perlindungan atas mereka yang lemah.
Kebebasan sebagai otonomi.
Tak ada hak tanpa tanggungjawab.
Tak ada otoritas tanpa demokrasi.
Pluralisme kosmopolitan.
Konservatisme filosofis.
Program Jalan Ketiga:
Negara demokratis baru (negara tanpa musuh).
Masyarakat madani yang aktif.
Keluarga demokratis.
Ekonomi campuran baru.
Kesamaan sebagai inklusi.
Kesejahteraan positif.
Negara berinvestasi sosial (social investemnt state).
Bangsa kosmopolitan.
Demokrasi kosmopolitan
Startegi untuk menjalankan Agenda Jalan Ketiga meliputi empat hal (lihat
Blakeley dan Suggate, 1997):
Sejatinya, agenda utama bagi para community workers dalam mewujudkan masyarakat
yang berkeadilan adalah mengetahui visi dan makna yang sesungguhnya dari
community workers dan masyarakat madani. Seperti kata adagium: visi tanpa aksi
adalah mimpi, sedangkan aksi tanpa visi adalah kegiatan sehar-hari.
CATATAN
2. Penulis, yang lahir di Jatiwangi, Majalengka tanggal 6 Nopember 1965, adalah staf
pengajar STKS dan UNPAS Bandung. Setelah menamatkan Sarjana Pekerjaan
Sosial di STKS Bandung tahun 1990, penulis melanjutkan studi S2 di Asian Institute
of Technology (AIT) Bangkok dan memperoleh MSc pada tahun 1994. Pada tahun
2002 belum lama ini, penulis baru saja kembali dari New Zealand setelah
memperoleh PhD dari Massey University. Area of interest-nya antara lain: Poverty,
The Urban Informal Sector, Community Development, Social Work Research, Social
Planning dan Social Policy.
BAHAN BACAAN
Bahmueller, CF (1997), The Role of Civil Society in the Promotion and Maintenance of
Constitutional Liberal Democracy, http:civnet.org/civitas/panam/papers/ bahm.htm.
Blakeley, Roger dan Diana Suggate (1997), “Public Policy Development”, dalam David
Robinson, Social Capital and Policy Development, Victoria: Institute of Policy Studies,
hal. 80 - 100.
DuBois, Brenda dan Karla Krogsrud Miley (1992), Social Work: An Empowering
Profession, Boston: Allyn and Bacon.