Daerah:
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan
pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:
Dalam kaitannya dengan Kepala Daerah baik untuk Dati I (Propinsi) maupun Dati II
(Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang
telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam Negeri,[9] untuk masa
jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan
berikutnya,[10] dengan hak, wewenang dan kewajiban sebagai pimpinan pemerintah
Daerah yang berkewajiban memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu
olehnya, atau apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta mewakili
Daerahnya di dalam dan di luar Pengadilan.[11]
Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti hak yang dimiliki oleh
anggota Dewan Perwakilan Rakyat (hak anggaran; mengajukan pertanyaan bagi masing-
masing Anggota; meminta keterangan; mengadakan perubahan; mengajukan pernyataan
pendapat; prakarsa; dan penyelidikan),[12] dan kewajiban seperti a) mempertahankan,
mengamankan serta mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945; b)menjunjung tinggi
dan melaksanakan secara konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-
ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala peraturan perundang-
undangan yang berlaku; c) bersama-sama Kepala Daerah menyusun Anggaran
Pendapatan dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan
Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk
melaksanakan peraturan perundangundangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada
Daerah; dan d) memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan
berpegang pada program pembangunan Pemerintah.[13]
Dari dua bagian tersebut di atas, nampak bahwa meskipun harus diakui bahwa UU No. 5
Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam prakteknya yang terjadi adalah
sentralisasi (baca: kontrol dari pusat) yang dominan dalam perencanaan maupun
implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu fenomena paling menonjol dari
pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 ini adalah ketergantungan Pemda yang relatif tinggi
terhadap pemerintah pusat.
Pada masa ini, pemerintahan Habibie memberlakukan dasar hukum desentralisasi yang
baru untuk menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan
memberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah. Beberapa hal yang mendasar mengenai otonomi daerah dalam
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sangat
berbeda dengan prinsip undang-undang sebelumnya antara lain :